Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK

2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 19

RINGKASAN
Nurhasanah Humairoh, Hambali Khoirul Anam, Khoiron Muhammad,
Indirwan Akhmad. Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas
Trunojoyo, PBT 02 Pemeriksaan Korosi, April 2013.
Logam merupakan bahan yang banyak digunakan untuk keperluan
pembuatan perlengkapan baik dalam ukuran kecil sampai ukuran yang besar
karena logam mempunyai sifat yang menguntungkan.Sifat-sifat yang
menguntungkan pada besi antara lain : keras, kuat, tahan lama, mudah dibentuk,
dapat dibuat dan dibentuk dalam ukuran dan jumlah yang besar misalnya baja.
Baja digunakan dalam pembuatan paku, kawat, pipa, dan lain-lain. Tetapi
semua contoh produk tersebut akan mengalami korosi karena berada dalam
lingkungan yang korosif dan akan terlarut. Hal itu karena baja bereaksi dengan
lingkungan.
Dalam praktikum Pengujian Korosi ini bertujuan untuk mengetahui proses
terjadinya korosi dan bagaimana cara pencegahannya.


PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Dalam praktikum ini, kita akan melakukan pengujian laju korosi. Korosi
dapat diartikan sebagai perusakan logam oleh keadaan sekitar. Keadaan sekitar
ini antara lain adalah udara lembab, bahan kimia, air laut, gas dan sebagainya.
Karena korosi, logam berubah kedalam garamnya, oksida atau hidrooksida
(Amanto,Hari.,Daryanto,1999,p.141).
Pengujian korosi dilakukan untuk menghindari adanya kerusakan bahan,
dari pengujian ini akan dapat diketahui akibat-akibat adanya korosi, selain itu
dapat mengetahui pengaruh perlakuan panas dan mikrostruktur bahan terhadap
laju korosi dan dapat mengetahui proses laju korosi sedetail mungkin. Dengan
hal tersebut, kita dapat mengetahui beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menghambat laju korosi itu sendiri.
Pengujian korosi permukaan logam atau baja SS 400 dibersihkan dan
ditimbang bobot awal spesimen dengan neraca analitik dan diuji dengan larutan
HCL selama 24 jam dan spesimen dikeringkan dengan tisu, selanjutnya bobot
hasil uji ditimbang dengan neraca analitik.

1.2 Tujuan praktikum
Praktikum modul 2 ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui proses pengujian laju korosi.
2. Mengetahui klasifikasi korosi dari bentuknya.
3. Mengetahui klasifikasi korosi dari jenisnya.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi korosi.
5. Mengetahui cara menghambat terjadinya laju korosi.
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 21

1.3 Bahan dan Peralatan
1.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Benda uji Baja SS-400
2. Baja Lunak
3. Larutan HCL

1.3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Tabung Reaksi (gelas plastik).
2. Neraca Analitik.
3. Penjepit benda kerja.
4. Kertas tisu.
5. Cutter.
6. Pembungkus plastik

PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 22

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Korosi
Pada waktu lalu, korosi atau karat didefinisikan sebagai suatu proses
elektro kimia. Yang oleh NACE (National Association of Corrosion Engeneer)
coorosion is the deterioration of substance, usually a metal, or its propertie
because of a reaction with its environment, yang bisa berarti karat sebagai
proses pembusukan suatu bahan atau proses perubahan sifat suatu bahan
akibat pengaruh atau reaksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena bereaksi
dengan lingkungannya ini sebagian logam akan menjadi oksida, sulfida atau hasil
reaksi lain yang dapat larut dalam lingkungannya. Karena bereaksi ini sebagian
logam akan hilang menjadi suatu senyawa yang stabil. Di alam logam pada
umumnya berupa senyawa karena itu peristiwa korosi juga dapat dianggap
sebagai peristiwa kembalinya logam menuju bentuknya sebagaimana ia terdapat
di alam. Dan ini merupakan kebalikan dari proses extractive metallurgy, yang
memurnikan logam dari senyawanya. Dalam hal ini korosi mengakibatkan
kerugian karena hilangnya sebagian hasil usaha manusia memurnikan logam.
Sampai saat ini manusia mengenal sekitar 57 jenis korosi yang terjadi di
permukaan bumi (Widharto,S, 2004, p.vii).
Hilangnya sebagian logam tentunya menimbulkan kerugian-kerugian yang
lebih besar yaitu :
1. Hasil korosi yang menempel dipermukaan logam sering mengakibatkan
penampilan yang kurang sedap dipandang.
2. Kerusakan pada peralatan sehingga menggangu kegiatan.
3. Korosi mengakibatkan hilangnya sebagian logam yang bisa menimbulkan
kelonggaran.
4. Biaya perawatan kerusakan akibat korosi mahal.
Dengan kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh korosi maka lebih baik
mencegah korosi sebelum terjadi. Oleh karena itu perlu adanya pengujian pada
logam. Untuk mengetahui bagaimana proses korosi terjadi.




PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 23

2.2 Mekanisme Korosi
Menurut reaksinya korosi dapat digolongkan sebagai Chemical corrosion
dab Electrochemical corrosion. Chemical corrosion yaitu korosi yang dapat terjadi
dengan reaksi kimia secara murni, yang terjadi tanpa ikut sertanya elektrolit. Ini
biasanya terjadi pada temperatur tinggi atau dalam kedaan kering.
Electrochemical corrosion terjadi bila reaksinya berlangsung dengan suatu
elektrolit, cairan yang mengandung ionion. Reaksi semacam inilah yang paling
banyak terjadi pada reaksi korosi.
Misalkan sepotong logam dicelupkan pada larutan elektrolit maka beberapa
atom logam akan ikut larut ke dalam elektrolit dengan melepaskan sejumlah
elektron:
Reaksi oksidasi ini segera mencapai keseimbangan, karena pada laju
pembentukan ion logam + elektron sama dengan laju pembentukan logam dari
larutan. Pada kedaan ini potongan logam itu kelebihan sejumlah elektron
sehingga bermuatan listrik. Besarnya muatan listrik ini dinamakan electrode
potential dari logam itu.
Gambar 2.2.1 : Proses mekanisme Korosi
(Sumber : Sunarya, Y., Setiabudi, A, Mudah dan Aktif Belajar Kimia, 2007, p 50)

2.3 Klasifikasi Korosi
2.3.1 Klasifikasi korosi menurut jenis reaksinya
Menurut jenis reaksinya korosi dapat digolongkan sebagai chemical
corrosion dan Electrochemical corrosion.
1) Chemical corrosion
Merupakan korosi yang terjadi dengan reaksi kimia secara murni yang terjadi
tanpa ikut sertanya elektrolit.
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 24


Gambar 2.2.2 : Chemical corrosion
(Sumber : Lawrence, Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material, 2002, p 316)
2) Electrochemical corrosion
Adalah korosi yang terjadi bila reaksinya berlangsung dengan suatu elektrolit,
cairan yang mengandung ion-ion. Reaksi ini berlangsung dengan adanya
air/uap air.
Korosi juga dapat terjadi bila ada bagian yang berfungsi sebagai anode dan
ada bagian lain yang berfungsi sebagai katode yang berhubungan satu sama lain
atau biasa disebut galvanic cell. galvanic cell ini ada 3 jenisnya yaitu:
a. Composition cell
Merupakan korosi yang terjadi pada dua logam yang berbeda yang memiliki
elektroda potensial yang berbeda.
Gambar 2.2.3 : Composition Cell
(Sumber : Lawrence, Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material, 2002, p 326)
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 25

b. Concentration cell
Yaitu sel galvanic terjadi karena salah satu logam berada dalam suatu
elektrolit dengan konsentrasi yang berbeda.

Gambar 2.2.4 : Concentration Cell
(Sumber : Nana Sutresna,Cerdas Belajar Kimia, 2007, p 65)
c. Stress cell
Korosi ini terjadi karena adanya bagian yang mengalami tegangan yang
berbeda dengan bagian lain, misalnya akibat deformasi dingin atu perlakuan
panas. Bagian ini akan lebih cepat terkorosi.

Gambar 2.2.5 : Stress cell
(Sumber : Lawrence, Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material, 2002, p 325)
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 26

2.3.2 Klasifikasi Korosi Dilihat Dari Bentuknya
Dilihat dari bentuknya korosi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok yaitu:
1. Uniform corrosion
Korosi seragam atau Uniform corrosion adalah korosi yang terjadi pada
permukaan material akibat bereaksi dengan oksigen. Biasanya korosi
seragam ini terjadi pada material yang memiliki ukuran butir yang halus dan
homogenitas yang tinggi.
Cara pengendalian dari jenis korosi seragam adalah :
a. Dengan melakukan pelapisan dengan cat atau dengan material yang lebih
anodic.
b. Melakukan inhibitas dan cathodic protection.
2. Galvanic corrosion
Apabila terjadi kontak atau secara listrik kedua logam yang berbeda potensial
tersebut maka akan menimbulkan aliran elekron atau listrik diantara kedua
logam. Logam yang mempunyai tahanan korosi rendah (potensial rendah)
akan terkikis dan yang tahanan korosinya lebih tinggi (potensial tinggi) akan
mengalami penurunan korosinya. Korosi galvanic corrosion dipengaruhi oleh,
lingkungan, jarak, area atau luas.
Cara pencegahan terjadinya galvanic corrosion:
a. Memilih logam dengan posisi deret sedekat mungkin.
b. Menghilangkan pengaruh rasio luas penampang yang tidak diinginkan.
c. Memberikan isolasi diantara dua logam yang berbeda bila memungkinkan.
d. Penerapan coating dengan mengutamakan pada logam anode.
e. Penambahan inhibitor dengan cermat untuk mengurangi keagresifan logam
dalam proses korosi.

Gambar 2.2.6 : Galvanic corrosion
(Sumber : Lawrence, Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material, 2002, p 335)
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 27

3. Crevice corrosion
korosi yang di temukan pada daerah berkonsentrasi rendah atau korosi yang
terjadi pada celah yang terbentuk akibat pendempetan material. Pada celah
kadar oksigen lebih rendah dari lingkungannya sehingga elektron akan
berpindah pada kadar oksigen yang tinggi sehingga terjadi korosi. Korosi
celah sering terjadi pada sambungan paku.
Gambar 2.2.7 : Crevice corrosion
(Sumber : Sri Widharto, Karat Dan Pencegahannya, 2004, p 47)
4. Pitting
Merupakan korosi yang terlokalisir pada satu atau beberapa titik dan
mengakibatkan terjadinya lubang kecil yang dalam. Korosi jenis ini sangat
berbahaya bagi material karena sulit diperhitungkan dan dideteksi. Untuk
mendeteksi korosi jenis ini sebaiknya gunakan NDT dengan metode
penetrant.

Gambar 2.2.8 : Pitting
(Sumber : Lawrence, Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material, 2002, p 524)
5. Intergranular corrosion
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 28

Korosi yang terjadi pada sepanjang batas butir bersifat anodik dan bagian
tengah butir bersifat katodik. Korosi ini terjadi akibat presipitasi dari zat
pengotor seperti khromium di batas butir, yang dapat menyebabkan batas
butir menjadi rentan terhadap serangan korosi. Dimana presipitat krom
karbida terbentuk karena karbon meningkat yang ada di sekitarnya, sehingga
krom disekitarnya akan berkurang dan terjadi korosi. Proses terbentuknya
presipitat karbon karbida disebut sentisiasi.
Gambar 2.2.9 : Intergranular corrosion
(Sumber : Sri Widharto, Karat Dan Pencegahannya, 2004,p. 53)
6. Selective leaching
Korosi yang sering terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah satu
unsur paduan yang lebih aktif, biasa terjadi pada paduan tembaga-seng.
Mekanisme kerjanya salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi
akan terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut
ke elektrolit. Yang mengakibatkan terjadi keropos atau lubang pada logam
paduan tersebut.
7. Erosion corrosion
Korosi yang terjadi pada permukaan logam yang disebabkan aliran fluida yang
sangat cepat sehingga merusak permukaan logam dan lapisan film pelindung.
Korosi erosi juga dapat terjadi karena efek-efek mekanik yang terjadi pada
permukaan logam, misalnya: pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang
mengalami korosi erosi akan menimbulkan bagian-bagian yang kasar dan
tajam.

PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 29

8. Stress corrosion
Korosi tegangan atau Stress corrosion yaitu korosi yang di sebabkan karena
adanya tegangan tarik pada material yang mengakibatkan terjadinya retak.
Tegangan ini di sebabkan pada temperatur dan deformasi yang berbeda.

Gambar 2.2.10 : Stress corrosion
(Sumber : Sri Widharto, Karat Dan Pencegahannya, 2004, p 38)

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korosi
Reaksi korosi pada dasarnya merupakan interaksi dari suatu logam/paduan
dengan lingkungannya, sehingga dicari faktor-faktor yang mempengaruhi korosi
dapat dicari dengan meninjau logamnya sendiri dan lingkungannya.
Faktor-faktor itu antara lain:
1) Oksigen, berperan dalam proses korosi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
berkaratnya besi jika terjadi oksidasi pada logam.
2) Air dan kelembapan udara, semakin besi tersebut terkena air, semakin cepat
pula korosinya. Kelembapan udara juga sangat mempengaruhi dalam korosi.
3) Zat elektrolit terutama hujan asam dan garam dapat mempengaruhi korosi.
4) Sel elektrokimia, sel elektrokimia dapat terbentuk ketika dua atau lebih logam
potensial elektrodanya berbeda bersentuhan satu sama lain.
5) Jenis dan konsentrasi elektrolit. Tidak semua elektrolit akan berpengaruh
sama terhadap suatu logam/paduan. Demikian pula konsentrasinya, pada
umumnya konsentrasi yang semakin tinggi akan makin korosif.
6) Temperatur yang semakin tinggi pada umumnya juga menaikkan laju korosi.
7) Kecepatan aliran/gerakan elektrolit.
8) Adanya galvanic cell.
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 30

9) Adanya tegangan.
10) Keberadaan Zat Pengotor.

2.5 Cara Mencegah dan Menghambat Korosi
Untuk mencegah serangan berbagai jenis karat yang sangat merugikan
diperlukan langkah-langkah pencegahan yang cukup mahal biayanya. Ada
beberapa cara dasar untuk mencegah terjadinya korosi yang bisa dijadikan
pedoman antara lain :
1. Pemilihan bahan yang tepat, telah diketahui bahwa suatu elektrolit akan
mempunyai pengaruh berbeda terhadap bahan yang berbeda. Dengan kata
lain suatu bahan tertentu akan tahan korosi terhadap suatu elektrolit tertentu.
2. Merubah kondisi lingkungan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menurunkan tingkat korosi dengan merubah kondisi lingkungannya, yaitu :
a) Menurunkan temperatur, biasanya dapat menurunkan laju korosi.
b) Menurunkan kecepatan aliran elektrolit, kecepatan aliran yang makin tinggi
biasanya menaikkan laju korosi.
c) Menghilangkan oksigen/oksidiser terlarut, biasanya efektif sekali
menurunkan laju korosi.
3. Desain yang tepat
Ada beberapa banyak petunjuk dalam melakukan perancangan antara lain:
a) Untuk konstruksi pipa/tangki hindari adanya celah-celah sempit pada
sambungan-sambungannya.
b) Bagian yang diperhatikan mudah rusak harus mudah penggantiannya.
c) Hindari adanya bagian yang mengalami tegangan yang besar.
d) Bila menggunakan logam/paduan dengan electrochemical potential yang
berbeda, beri isolasi yang cukup antara keduanya.
e) Hindari adanya kantong-kantong udara pada saluran/tangki.
f) Hindari adanya heterogenity, baik pada pemakaian bahan maupun
konsentrasi cairan dan usahakan supaya semua bagian mudah dibersihkan
dan diinspeksi.
4. Chatodic protection
Chatodic protection dapat dilaksanakan dengan mengalirkan elektron ke
logam yang akan dilindungi, tetapi bila pada anode diberikan elektron (diberi
arus listrik yang melawan arus listrik hasil reaksi korosi diatas) maka reaksi
akan terhenti (anode berubah fungsi ke katode).
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 31

5. Anodic protection
Kebalikan dari Chatodic protection, arus listrik hasil reaksi korosi bukan
dilawan tetapi justru diperbesar sehingga kekuatan arus itu mencapai daerah
pasif, reaksi korosi terhenti dan hanya dapat digunakan untuk logam atau
paduan yang bersifat passiviti .

Gambar 2.2.11 : Crevice corrosion
(Sumber : Sri Widharto, Karat Dan Pencegahannya, 2004, p 111)
6. Surface coating
Dengan memberi lapisan pelindung pada permukaan logam dengan logam
oxida ataupun dengan senyawa organik. Misalnya dengan teknik organic
coating, wrapping, metal coating, pelapisan anorganik, overlay dan cladding.
7. Oxide Coating
Pelapisan dengan oxida secara alamiah terjadi pada alumunium. Permukaan
alumunium akan segera teroxider, dan oxidanya melekat pada permukaan
alumunium dengan kuat dan rapat sehingga logam dengan lingkungan akan
terpisah, korosi tidak akan terjadi (Widharto,S, 2004, p.97-124).

2.6 Baja SS 400 dan Komposisi Kimia Baja SS 400
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon (C)
sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon (C) lebih dari 1.67%,
maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron).
Baja merupakan campuran besi dan karbon. Dimana kandungan karbon
(C) mempengaruhi kekerasan baja, Disamping itu, baja mengandung unsur
campuran lain yang disebut paduan, misalnya Mangan (Mn), Tembaga (Cu),
Silikon (Si), Belerang (S), dan Posfor (P). Untuk memahami pengaruh komposisi
kimia dan heat treat terhadap sifat akhir baja.
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 32

Baja SS 400 merupakan baja karbon rendah dengan sedikit kandungan
silicon. Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa kandungan siliconnya
antara 0.06 dan 0.037%, SS400 merupakan salah satu spesifikasi baja yang
dibuat berdasarkan standard Industri JEPANG yaitu JIS G3101 (Rolled Steel for
General Structures). JIS=Japan Industrial Standard. Sedangkan yang termasuk
dalam spesifikasi JIS 3101 adalah spesifikasi baja jenis : SS 330, SS 400, SS
490 dan SS 540.
Tabel 2.2.1 : komposisi kimia baja SS 400
C Si Mn P S Ni Cr Fe
0.20 0.09 0.53 0.01 0.04 0.03 0.03 balance



PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 33

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Prosedur Pelaksanaan Pelaksanaan Praktikum PBT Modul 02
Prosedur praktikum PBT modul 2 adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan permukaan specimen dengan menggunakan kertas gosok
dari kotoran dan zat pengotor lain.
2. Menimbang berat awal spesimen yang akan diuji menggunakan neraca
analitik.
3. Mencatat hasil penimbangan kedalam data.
4. Merendam spesimen menggunakan larutan HCL selama 24 jam.
5. Setelah 24 jam perendaman dengan cairan HCL spesimen dikeringkan dan
dibersihkan menggunakan kain.
6. Menimbang kembali berat spesimen setelah diuji menggunakan neraca
analitik.
7. Mencatat hasil penimbangan kedalam data.
8. Perendaman kembali spesimen dengan cairan HCL selama 7 hari.
9. Setelah 7 hari perendaman dengan cairan HCL spesimen dikeringkan dan
dibersihkan menggunakan kain.
10. Menimbang kembali berat spesimen setelah diuji selama 7 hari
menggunakan neraca analitik.
11. Mencatat hasil penimbangan kedalam data.

PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 34

3.2 Flowchart Prosedur Pelaksanaan Praktikum

Gambar 2.3.12 : Flowchart praktikum modul 2

PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 35

BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data
a. Data spesimen
Bahan : Baja SS 400
Diketahui :
Tebal : 6,15 mm = 0,0615 dm
Diameter : 11,66 mm = 0,1166 dm
Luas permukaan : 2r
2
+2rt
Penurunan massa hari ke-1 : m
0
m
1

Penurunan massa hari ke-7 : m
0
m
7
Lama pengorosian (h1) : 1 hari
Lama pengorosian (h10) : 7 hari
Jari-jari : * d
Tabel 2.4.14: Massa pada bahan SS 400
Massa Massa spesimen
M
0
3,695 mg
M
1
3,399 mg
M
7
2,240 mg
Keterangan :
M
0
: Massa bahan sebelum direndam dalam larutan HCL.
M
1
: Massa bahan setelah direndam dalam larutan HCL selama 1 hari.
M
7
: Massa bahan setelah direndam dalam larutan HCL selama 7 hari.
4.2 Pengolahan Data
Table 2.4.15: Penurunan massa selama 1 hari dan 7 hari
Penurunan massa massa
M
0
M
1
0,296 mg
M
0
M
7
1,455 mg
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 36

Luas permukaan = 2r
2
+2rt
= 2 x 3,14(0,0583 dm)
2
+ 2 x 3,14 x 0,0583 dm x 0,0615 dm
= ( 0,02134502 + 0,02251663 )dm
2
= 0,04386165 dm
2

Rumus perhitungan
i =
k w
A T B

Keterangan :
r : Laju korosi rata-rata (mg/mm
3
per hari)
k : Penurunan massa (2,40 x 10
6
. D)
w : Selisih berat benda awal terhadap benda akhir (mg)
A : Luas permukaan total (dm
2
)
T : Lama perendaman (hari)
D : massa jenis benda (gr/cm
3
)
a. Penurunan massa hari ke-1
m = m
0
m
1
= 3,695 gr 3,399 gr
= 0,296 gram
= 296 mg
i =
k w
A T B

i =
2,4u x 1u
6
. B 296 mg
u,u4S8616S um
2
1 haii B

r = 16196,3811 x 10
6
mg/dm
2
per hari
b. Penurunan massa hari ke-7
m = m
0
m
7
= 3,695 gr 2,240 gr
= 1,455 gram = 1455 mg
i =
kw
ATD

i =
2,40 x 10
6
.D1455 mg
0,04386165 dm
2
7 harID

r = 11373,424 x 10
6
mg/dm
2
per hari

PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 37

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisa bahan (SS 400)
Baja SS 400 memiliki sifat keuletan yang baik, kekuatan yang sedang dan
mempunyai sedikit kandungan silicon, baja ini termasuk dalam klasifikasi baja
karbon rendah.
Baja karbon diklasifikasikan menjadi 3 macam:
1. Baja karbon rendah : memiliki persentase paduan karbon 0.25%.
2. Baja karbon sedang : memiliki persentase paduan karbon 0.25%
1,25%
3. Baja karbon tinggi : memiliki persentase paduan karbon 1,25% 4,2
%.

5.2 Analisa data
Massa awal bahan SS400 (m
0
) = 3,695 mg
Tinggi/tebal bahan = 6,15 mm / 0,0615 dm
Diameter bahan = 11,66 mm / 0,1166 dm
Penurunan massa (hari ke-1) = 5
$
5
&

= 3,695 gram 3,399 mg
= 0,296 gram
= 296 mg
Lama pengorosian (
&
) = 1 hari
Laju korosi = 16196,3811 x 10
6
mg/dm
2
per hari
Penurunan massa (hari ke-7) = 5
$
5
/

= 3,695 gram 2,240 gram
= 1,455 gram
= 1455 mg
Lama pengorosian (
/
) = 7 hari
Laju korosi = 11373,424 x 10
6
mg/dm
2
per hari


PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 38

BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Pengujian korosi pada material atau spesimen dengan menggunakan jenis
reaksi electrochemical corrossion yang terjadi karena adanya reaksi antara
spesimen dengan elektrolit dan cairan, dalam percobaan ini digunakan larutan
HCL yang berakibatkan pada spesimen mengalami penurunan massa pada
benda yang diuji setiap waktu, hal ini disebabkan terjadinya korosi secara
electrochemical pada benda tersebut yang diberi larutan HCL.
Dari percobaan yang dilakukan pada baja SS 400 yang diberi larutan
elektrolit mengakibatkan beberapa logam akan larut kedalam elektrolit, dalam
percobaan 1x24 jam pertama mengalami penurunan massa sebesar 296 mg,
sedangkan laju korosi rata-ratanya sebesar 16196,3811 x 10
6
mg/dm
2
per hari
dan pada percobaan pada 7x24 jam selanjutnya mengalami penurunan massa
sebesar 1455 mg, sedangkan laju korosi rata-rata yang terjadi sebesar
11373,424 x 10
6
mg/dm
2
per hari.
Dapat disimpulkan bahwa suatu benda atau material yang terutama terbuat
dari logam apabila bereaksi langsung dengan sebuah elektolit atau larutan akan
mengalami penurunan massa pada tiap waktu yang ditentukan dan juga akan
mengalami laju korosi pada benda tersebut sehingga kekuatan benda akan
menurun dari kekuatan benda yang semula sebelum beraksi dengan suatu
elektrolit.

6.2 Saran
1. Mohon bimbingannya untuk praktikum selanjutnya.
2. Lebih baik waktu yang ada digunakan lebih banyak untuk praktikum, dari pada
untuk membuat laporan.


PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
2012/2013

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 39

Daftar Pustaka

Amanto, H. Daryanto. 1999. Ilmu Bahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Lawrence, H. 2002. Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Jakarta:
Erlangga
Sunarya, Y., Setiabudi, A. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung: PT.
Setia Purna Inves.
Surdia, T. Saito, S. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pertja.
Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Widharto, S. 2004. Karat dan Pencegahannya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai