Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN MODUL 2 BLOK XVII PSIKOSIS

Disusun oleh : Kelompok 1

Akhmad Fahrozi Dewi Ayu Puspitasari Dika Maharani Rahma P Febry Prayugo M. Taufik Adhyatma Noerwanty Yustitiana R Putih Amaliana Ratna Noor Mariyati Sapta Rahayuning Ratri

(0808015031) (0808015014) (0808015058) (0808015030) (0808015046) (0808015039) (0808015025) (0808015006) (0808015026)

Tutor : dr. Lukas D Leatemia, M.Kes, M.Pd.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2010/2011


Modul 2 1

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah laporan untuk modul 2 blok 17 dengan tema PSIKOSIS ini dapat selesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Lukas D Leatemia, M.Kes, M.Pd.Ked selaku tutor kelompok 1 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil di Blok 17 modul 1. 2. Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok kecil ini. 3. Teman-teman kelompok 1 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (dkk) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini. 4. Teman-teman Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman angkatan 2008. 5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Dan tentunya kami sebagai penyusun mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca di kemudian hari. Penulis menyadari dalam laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini.

Samarinda, 26 Maret 2011

Kelompok 1

Modul 2

DAFTAR ISI

Halaman judul........... 1 Kata pengantar.......2 Daftar isi.... 3

I. Pendahuluan Latar belakang........... 4 Tujuan. 4 II. Pembahasan Step 1 .. 5 Step 2 ... 5 Step 3... 6 Step 4... 7 Step 5....7 Step 6...............................................................................................7 Step 7............................................................................................... .......... 8

III. Penutup Kesimpulan...................................

61

Daftar pustaka.......................................................................................... ........... 62

Modul 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Psikosis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Hal ini diketahui dengan terganggunya pada hidup perasaan (afekdanemosi), prosesberpikir, psikomotorik, dan kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi. Psikosis aialah suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organic ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berpikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu.

B. Tujuan Modul Tujuan modul 2 blok 17 ini adalah mempelajari tentang Psikosis. Selain itu juga kita dapat mempelajari dari definisi, jenis, gejala serta penatalaksanaan dari psikosis dan juga aspek medikolegalnya. Modul 2 ini digambarkan dengan jelas di skenario sehingga dapat mengarahkan ke learning objective yang harus dicapai.

Modul 2

BAB II PEMBAHASAN

Skenario AnakkuKesabetPenunggu Bukit Suharto Hasun seorang anak laki-laki, 19 tahun dibawa oleh orang tuanya ke RS jiwa dengan keluhan 4 hari lalu, mengamuk dan merusak perabotan rumah serta berteriak-teriak. Ia mengatakan mendapat wangsit dari penunggu bukit Suharto, yang membisikan bahwa setiap orang harus diusir olehnya. Di kamar ia mondar mandir, dan tidak tidurs etiap malam. Dari hasil pemeriksaan dokter tidak ada kelainan pada fisiknya, tampak berbicarain koheren, temanya flight of idea, dana gresifitas verbal dan psiokomotor. Menurut keluarganya anak ini adalah anak pendiam. Beberapa bulan setelah hasil nilai rapor kurang memuaskan dia selalu memikirkannya, sering melamun, menyendiri, kadang tidak mau makan, lebih banyak dikamar. Ia selalu menghindar dari orang lain.

Step 1
1. Bicara inkoheren : Jalan pikiran yang kacau, tampak dari pembicaraan yang tidak bias dimengerti. 2. Flight of idea : topic pembicaraan yang mudah berubah, menggambarkan gangguan berpikir dan konsentrasi. 3. Agresivitas verbal : kecenderungan untuk menyakiti orang lain melalui perkataan (mengumpat, menyumpah, dsb.) 4. Agresivitas psikomotor : kecenderungan untuk menyakiti orang lain dalam hal tindakan fisik (merusak benda dsb.)

Step 2
1. 2. 3. 4. Apa penyebab tindakan Hasun (mengamuk, merusak, berteriak-teriak)? Apa hubungan sifat pendiam Hasun dengan gejala yang dialaminya sekarang? Apa penyebab bicara inkoheren, flight of idea, dan agresivitas Hasun? Apa hubungan gejala beberapa bulan lalu (melamun, menyendiri, tidak mau makan, menghindar dari orang lain) dengan gejala sekarang? 5. Apa hubungan mondar-mandir di kamar dan tidak tidur tiap malam dengan gejala sekarang?
Modul 2 5

6. Apa hubungan wangsit dengan gejalanya sebulan yang lalu dan gejalanya sekarang? 7. Bagaimana hubungan waktu dan kejadian dengan dengan fase-fase gejala yang terjadi pada Hasun? 8. Apa saja factor pendukung yang menyebabkan gejala Hasun? 9. Bagaimana pertolongan/penatalaksanaan awal untuk Hasun? 10. Bagaimana menegakkan diagnosa untuk gejala yang dialami Hasun? 11. Apa diagnose kerja dan diagnosis differensial kasus Hasun?

Step 3
1. Nilai rapor yang buruk menyebabkan perasaan kecewa pada diri Hasun. Perasaan ini pada awalnya dipendam sendiri olehnya, namun lama kelamaan Hasun tidak bias meredam emosi, sehingga terajadi ledakan dari akumulasi emosinya tersebut, sehingga dapat timbul gejala membentak-bentak, mengamuk, merusak barang, dsb. Factor-faktor yang berperan dalam gejala kelainan psikis yang dialami Hasun antara lain : Genetic Organic Neurokimiawi (Dopamin, serotonin, GABA) 2. Sifat pendiam yang dimiliki Hasun dapat menjadi factor kerentanan terhadap stress psikis dari luar. Stress lingkungan akan disimpan sendiri oleh Hasun, akibatnya Hasun menjadi lebih rentan terkena gangguan kejiwaan. 3. System sensoris terdiri dari 2 bagian, proses koherensi dari input sensori terjadi di bagian second sensori. Jika terjadi kelainan pada bagian tersebut, maka muncullah gejala inkoherensi. Sedangkan gejala halusinasi terjadi akibat gangguan pada first sensori, dimana terjadi aktivitas internal sehingga muncul impuls tanpa ada input sensori eksternal. 4. 5. Keadaan Hasun yang sulit tidur dimungkinkan oleh 2 penyebab, yaitu: hasun menghindari tidur karena takut mendapat mimpi buruk, atau akibat peningkatan neurotransmitter di otak sehingga meningkatkan aktivitas metabolic otak. 6. 7. Kelainan jiwa yang diderita Hasun menunjukkan gejala progressivitas, sehingga semakin lama tingkat keparahan semakin meningkat. 8. 9. Penatalaksanaan disesuaikan dengan jenis kelainan jiwa/Psikosis yang diderita Hasun. Karena itu perlu dilakukan diagnosis terhadap Hasun terlebih dahulu. 10. Langkah awal dilakukan anamnesis untuk menyingkirkan kemungkinan penyalahgunaan zat, lalu melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat apakah ada kelainan organic, bila perlu dapat pula digunakan pemeriksaan imaging otak (PET, CT-scan)

Modul 2

11. Gejala-gejala yang ditunjukkan Hasun menandakan Hasun mengidap psikosis. Jenis psikosis (orgaik atau non organic) masih perlu dipastikan dengan pemeriksaan lanjutan.

Step 4
F. penyebab

Psikosis

organik

fungsional

Gejala

Anamnesa Pem. Fis Pem. Penunjang

Diagnosa

Terapi

Prognosis

Step 5
Learning Objectives Mengetahui dan menjelaskan : Etiologi, pathogenesis, klasifikasi, factor predisposisi, gejala, penegakan diagnosis, terapi, dan prognosis dari Psikosis (menurut DSM IV).

Step 6
Pada step ini masing-masing anggota kelompok balajar mandiri untuk mencari jawaban dari LO yang telah disepakati, untuk kemudian disampaikan di DKK 2.

Modul 2

Step 7

SKIZOFRENIA Pendahuluan Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain. Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom gangguan skizofrenia, yaitu : fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga. Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi

Epidemiologi Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita. Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi. Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia
Modul 2 8

adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa laporan

mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.

Faktor Predisposisi Model diatesis -stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.

Faktor Biologi Komplikasi kelahiran Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

Infeksi Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

Hipotesis Serotonin

Modul 2

Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.

Struktur Otak Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

Genetika Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

Gambaran klinis Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang
Modul 2 10

dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial)

KLASIFIKASI Menurut PPDGJ-III schizophrenia terbagi menjadi 1.Skizofrenia paranoid , ditandaidengan adanya waham preokupasi (waham bahwa dia sedang diserang, dilecahkan, ditipu, disiksa, atau dikonspirasikan terhadap) atau grandious ( waham yang ditandai dengan dibesar-besarkan terhadap betapa pentingnya, berpengetahuan, berpengaruh kuat seseorang, atau berhubungandengan dewa atau orang penting ).Tipe pasiennya : tense (ketidakmampuan merasa relax terhadap rasa ansietas), curigaan, berhatihati, lambat mengemukakan pikiran atau emosi. Epidemiologi : Merupakan jenis skizofrenia terbanyak di seluruh dunia. Usia 20-30 tahun. Pasien umumnya telah memiliki idemitas dan posisi dalam suatu komunitas. Faktor risiko : usia dewasa (20-30) Manifestasi Klinis : Adanya suara-suara halusinasi yang mengancam atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal beruapa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing) Halusiansi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusisnai visyal mngkin ada tapi kurang menonjol. Waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influece), atau passivity (delusion of passivity), keyakinan yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. Diffrential Diagnosis:
Modul 2 11

Skizoafective Gangguan depresi (gejala psikotik tidak begitu jelas). Komplikasi : Suicide, masalah social-lingkungan

2. Skizofrenia hebefrenik(skizofrenia disorganisasi) Pasien harus memenuhi criteria umum skizfrenia. Onset pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun) Premorbid personality biasanya ; pemalu dan senang menyendiri (solitary). Gejala minimal 2-3 bulan dari : oPerilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak diramalkan, serta mannerisme (perilaku stereotype yang aneh), perilaku tanpa tujuan dan tanpa perasaan oAfek dangkal (shallow) dan tak wajar (inapropiate), disertai cekikikan (giggling), perasaan puas diri (self0satitisfied), senyum sendiri, sikap tinggi hati, tertawa menyeringai (grimace), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakal, ungkapan kata yang diulang-ulang. Afektif atau dorongan kehendak, pola pikiryang menonjol. Perilaku yang menonjol adalah tanpa tujuan dan tanpa kehendak. Adanya preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak.

3.Skizofrenia katatonik : terdapat dominasi gangguan psychomotor. Selain gejala schizophrenia lainnya harus ada gejala katatonik minimal selama 2 minggu dapat berupa stuporous (penurunanan responsivitas, kurang memperhatikan lingkungan dan kelambanan) dan excited (respon berlebihan terhadap rangsang). Gangguan perilaku dapat berupa posturing (mempertahankan posisi tertentu), negativism (penentangan terhadap usulan auat perintah), rigidity (kaku), flexibility (mempertahankan posisi yang dapat dibentuk dari luar), command-autism (keparuhan otomatis terhadap perintah). Terdapat beberapa jenis katatonia, yaitu: Inhibitor atau Stuporous Catatonic , pasien memperlihatkan keadaan stupor yang komplit (kaku) atau menunjukan penurunan aktivitas atau pergerakanyang spontan. oEtiologi : Inhibisi total corteks cerebri.
Modul 2 12

oManifestasi Klinis : Mereka tampak bisu, negativism (penentangan terhadap ususlan atau perintah), stereotypes (pengulangan tindakan atau kata-kata yang menetap dan tidak ada gunanya), echopraxia (peniruan gerakan orang lain yang bersifat stereotipik), automatic obedience (kepatuhan otomatis). Tatalaksana : Barbiturate iv. Excited Catatonia, pasien menunjukan agitasi psychomotor. Periodic Catatonia :Katanonia inhibitori yang diselingi kataonia jenis eksitasi. Sangat dipengaruhi keseimbangan nitrogen tubuh. Etiologi Manifestasi Klinis: terus menerus berbicara dan teriak. Bicara nya inkoheren dan sikapnya lebih dipengaruhi stimulus internal dari pada lingkungan Tatalaksana : (sifat : urgent karena membahayakan lingkungan dan pasien pribadi serta kolaps akibat eksitasi komplit) kontrol fisik dan medis. Komplikasi : exhaustion (sangat lelah), malnutrisi, melukai diri sendiri, hyperpirexia

4.Undifferentiated Schizophrenia = Memenuhi criteria umum skizofrenia tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, residua, atau postskizofrenia. Penegakan diagnosa: Telah memenuhi criteria umum skizofrenia. Tidak memenuhi criteria skizofrenia paranoid, hebefrenik, disorganisasi. Tidak memenuhi criteria umum skizofrenia residual atau post-skizofrenia.

5.Depresi pasca-skizofrenia Definisi : Suatu episode depresi yang terjadi setelah masa aftermath of the schizophrenia illness. Manifestasi Klinis : Gejala yang terdapat pada fase residual tetapi diikitu dengan afek depresi. Penegakan Diagnosis : Pasien telah mengalami skizofrenia (memenuhi criteria umum skizofrenia) sedikitnya 12 bulan terakhir ini.

Modul 2

13

Beberapa gejala sizofrenia masih tetap ada (tetap tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya) Gejala depressive menonjol dan menggangu memnuhi paling sedikit criteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Differential Diagnosis : Skizofrenia residual (Tidak diikuti afek yang depresi) Efek samping pengobatan antipsikosis. Skizoafektif disorder type depressive Komplikasi : Suicide

6.Skizofrenia residual Definisi : suatu jenis schizophrenia yang ditandai dengan satu atau lebih riwayat episode skizofrenia dengan gejala psikotik yang menonjol, hilangnya gejala-gejala tersebut belakangan ini, tetapi dengan terus adanya gejala-gejala skizofrenia seperti tak kesesuaian afek atau afek tumpul, penarikan diri social, perilaku eksentrik, pemikiran tak masuk akal, atau melonggarnya asosiasi. Penegakan Diagnosis: Prominen gejala negatif, seperti : perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isis pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social yang buruk. Sedikitnya daa riwayat satu episode psikotik yang jelas sdi mas lampau yang mememnuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul , sindrom negaratif dari skizofrenia. Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organic lain, depresi kronik atau institusinalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

7.Skizofrenia simpleks (simple deteriorative disorder).

Modul 2

14

Definisi : suatu bentuk skizofrenia yang ditandai dengan hilangnya semangat secara perlahan dan tak kentara penarikan diri social, serta apati emosional, tetapi tanpa tampilan psikotik yang menonjol. Seing dianggap sebagai gangguan kepribadian (schizotypical personality disorder) Gejala : Pasien menarik diri dari lingkunag, hipoalbulia, sering berjalan-jalan sendiri. Di tahap awal keluhannya adalah keluhan somatic, lemas, cemas, neurosis, psikosoamtic, malas. Penegakan Diagnosis: Gejala negatif (perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isis pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social yang buruk)tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau menifestasi psikotik lainnya. Disertai perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara social. Differential Diagnosis: Gangguan kepribadian skizoid (Skizoid disingkirkan karena onset nya yang timbul sebelum usia pubertas sementara skizofrenia simplek onset nya setelah pubertas).

8.Skizofrenia lainnya yang tak tergolongkan (YTT)

Pedoman Diagnostik Berdasarkan PPDGJ III 1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a. - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau - Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan

Modul 2

15

- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya. b. - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau - Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau - Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus). - Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat. c. Halusional Auditorik ; - Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien . - Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara atau - Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus. f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme. g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

Modul 2

16

h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal); * Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

Gejala Menurut DSM-IV-TR DSM-IV-TR telah mendaftar lima karakteristik gejala-gejala dari Skizofrenia, yaitu delusi, halusinasi, pembicaraan yang kacau (disorganized speech), perilaku yang kacau (disorganized or catatonic behaviour) dan gejala negatif. Gejala negatif merupakan penurunan atau bahkan hilangnya fungsi-fungsi normal pada individu, seperti bahasa dan perilaku. Berikut ini adalah penjelasan mengenai gangguan-gangguan yang dapat terjadi pada diri individu. 1. Gangguan Bahasa dan Pikiran Berikut ini adalah gangguan-gangguan yang termasuk ke dalam gangguan bahasa dan pikiran. a. Delusi Delusi merupakan suatu kepercayaan yang tidak berdasarkan pada realitas. Delusi biasanya muncul pada keadaan psikologis tertentu, seperti mania, depresi, overdosis obat-obatan dan paling banyak ditemukan pada kasus Skizofrenia. Banyak penderita Skizofrenia tidak menyadari bahwa individu lain mengetahui kepercayaan delusi mereka merupakan hal yang tidak mungkin terjadi. Berikut ini adalah bentuk-bentuk delusi. Delusi Penyiksaan Merupakan kepercayaan bahwa ia dimusuhi oleh suatu komplotan tertentu, dimata-matai, diancam, serta dianiaya.
Modul 2 17

Delusi Kontrol atau Pengaruh Merupakan kepercayaan bahwa individu lain atau ada kekuatan lain yang mengontrol pemikiran, perasaan dan tindakannya. Ia percaya bahwa ada alat tertentu yang menghubungkan sinyal-sinyal tertentu ke dalam otaknya, sehingga individu lain mampu mengendalikannya.

Delusi Keterhubungan Merupakan kepercayaan dimana ia berhubungan dengan sesuatu hal atau peristiwa tertentu, padahal sebenarnya ia tidak ada hubungannya sama sekali dengan hal atau peristiwa tersebut. Contohnya, penderita Skizofrenia mungkin berpikir bahwa kehidupan mereka diceritakan di televisi atau berita.

Delusi Kebesaran Merupakan kepercayaan dimana ia merasa ia sangat terkenal dan ia adalah individu yang sangat berkuasa. Delusi seperti ini dapat berkembang menjadi delusi identitas, dimana suatu saat ia bisa saja mengatakan bahwa ia adalah Joan of Arc, Yesus dan lainnya.

Delusi Rasa Bersalah dan Dosa Merupakan kepercayaan bahwa ia telah melakukan suatu dosa yang tidak termaafkan dan ia telah mencelakai seseorang. Contohnya, penderita Skizofrenia dapat mengatakan bahwa ia telah membunuh anak-anaknya.

Delusi Kesehatan (Hypochondriac) Merupakan kepercayaan yang tidak berdasar bahwa ia menderita penyakit fisik yang mengerikan.

Delusi Nihilisme Merupakan kepercayaan dimana ia dan semua orang di dunia telah lenyap. Pasiennya dapat mengatakan bahwa ia adalah roh yang telah kembali dari kematian. Pada akhirnya, beberapa penderita Skizofrenia mengeluhkan bahwa pemikiran mereka telah dirusak dengan cara-cara tertentu. Beberapa delusi ada yang berhubungan dengan Delusions of Control, diantaranya adalah sebagai berikut.

Penyebarluasan Pikiran Merupakan kepercayaan bahwa pemikiran seroang individu telah disebarluaskan pada seluruh dunia, sehingga individu lain dapat mengetahui pemikiran individu

Modul 2

18

tersebut. Pemasukan Pikiran Merupakan kepercayaan bahwa individu lain memasukkan pemikirannya ke dalam pemikiran individu. Pemindahan Pikiran Merupakan kepercayaan bahwa individu lain telah memindahkan pemikirannya. Beberapa penderita Skizofrenia terkadang mengalami Blocking, yaitu ditengahtengah pada saat ia membicarakan sesuatu, ia kemudian tiba-tiba diam dan ia tidak ingat apa yang sedang ia bicarakan. b. Kehilangan Keterhubungan Bleuler menyatakan bahwa Skizofrenia adalah tidak berhubungannya antara ideide yang berbeda atau fungsi mental yang berbeda. Salah satu contoh perpecahan yang jelas adalah pembicaraan yang melantur yang biasanya muncul pada penderita Skizofrenia yang masih muda. Apa yang mereka ucapkan seringkali tidak menunjukkan adanya asosiasi di dalamnya. Mereka berpindah dari satu topik ke topik lain, padahal topik tersebut jauh dari topik sebenarnya yang ingin ia bicarakan. c. Kemiskinan Isi Sebagai akibat dari hilangnya asosiasi, bahasa yang dikemukakan penderita Skizofrenia mungkin sangat sedikit. Meskipun individu menggunakan beberapa kata saat berbicara, yang secara benar secara perbendaharaan kata, ia tidak

menyampaikannya dengan luas. d. Neologisme Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kerancuan bahasa yang digunakan oleh penderita Skizofrenia umumnya dianggap sebagai akibat dari pemikiran yang bingung. Beberapa peneliti saat ini menyatakan bahwa keganjilan bahasa yang dikemukakan penderita Skizofrenia mungkin bukan dikarenakan gangguan pikiran secara radikal, tetapi dikarenakan ketidakmampuan untuk mendapatkan simbol verbal yang umum dan disetujui. Untuk itu, apa yang dikatakan penderita Skizofrenia mungkin saja masuk akal, hanya saja mereka tidak tahu bagaimana cara menyampakainnya. Kata-kata yang digunakan mungkin jarang sekali digunakan dan bahkan tidak terdapat di dalam kamus. Pemakaian kata-kata tersebut disebut neologisme
Modul 2 19

(Neologisms). Neologisme dibuat dengan cara menggabungkan beberapa kata atau bisa juga menyatakan kata-kata biasa tetapi dengan cara yang berbeda. e. Clanging (Gemerincing)/ Penggabungan Kata Kejanggalan lain yang terkadang ditemukan dalam pembicaraan seorang penderita Skizofrenia adalah Clanging. Clanging adalah penggabungan kata-kata yang tidak memiliki hubungan satu sama lain dan diucapkan seperti menggunakan rima tertentu. f. Campur Aduk Kata Dalam beberapa kasus, bahasa penderita Skizofrenia menunjukkan proses penurunan asosiasi secara keseluruhan. Hal tersebut pada akhirnya tidak

memungkinkan pendengar untuk mengikuti hubungan antara kata dan frase yang digunakan. Pola bahasa demikian disebut Word Salad. Word Salad adalah penggabungan kata dan frase, tetapi gaya pernyataannya sama sekali tidak berhubungan.

2.

Gangguan Persepsi Beberapa pasien Skizofrenia mengalami perubahan persepsi, termasuk ilusi visual, gangguan pendengaran akut, tidak mampu memfokuskan perhatian, sulit mengenali indviidu lain dan sulit memahami apa yang individu lain katakan. Berikut ini adalah gangguan-gangguan yang termasuk ke dalam gangguan persepsi yang paling sering dibicarakan.

a.

Gangguan Perhatian Selektif Individu normal melakukan seleksi atensi tanpa memikirkan hal tersebut terlebih dahulu. Mereka tidak sulit untuk memutuskan akan fokus pada rangsang apa. Untuk penderita Skizofrenia, hal tersebut belum tentu dapat dilakukan. Para peneliti saat ini merasa bahwa penurunan seleksi atensilah yang mendasari banyak simptom Skizofrenia. Karena sulit melakukan pemilihan perhatian, penderita Skizofrenia kemudian membuat asosiasi yang aneh, berbicara melantur, mengalami emosi yang tidak tepat dan bahkan melakukan pola perilaku yang aneh.

b.

Halusinasi Gangguan persepsi pada penderita Skizofrenia diantaranya adalah mereka

Modul 2

20

merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Dirasakannya stimulus eksternal yang tidak tepat disebut halusinasi. Halusinasi auditori paling banyak muncul, yaitu sekitar 70 persen. Halusinasi auditori adalah didengarnya satu atau dua suara yang saling berbicara. Halusinasi lain yang banyak muncul adalah halusinasi visual. Penderita Skizofrenia tidak hanya mengalami masalah persepsi saja, tetapi juga masalah monitoring kenyataan (realitas), yang berhubungan dengan kesulitan mereka untuk melakukan pemilihan perhatian. Ketidakmampuan mereka untuk mengetahui stimulus yang tidak relevan mungkin menyulitkan mereka untuk membedakan suara yang ia kira ada dengan suara yang memang benar-benar ada.

3.

Gangguan Suasana Hati Gangguan suasana hati tidak banyak muncul pada kasus Skizofrenia, tetapi lebih banyak kasusnya pada gangguan suasana hati psikosis. Gangguan suasana hati melibatkan depresi yang dalam atau Manic Elation (sangat bahagia) atau bergantian antara keduanya. Beberapa pasien tidak hanya mengalami Manic Depressive tetapi juga menunjukkan simptom-simptom Skizofrenia. Sindrom intermediate ini disebut gangguan Skizoafektif (Schizoaffective Disorder). Rata-rata penderita Skizoafektif lebih baik

daripada penderita Skizofrenia, tetapi lebih buruk daripada penderita gangguan suasana hati. Dalam Skizofrenia, gangguan suasana hati terdiri dari dua bentuk, yaitu pengaruh yang tumpul atau datar dan pengaruh yang tidak tepat. Pengaruh yang tumpul adalah sedikitnya emosi yang ditunjukkan. Sedangkan pengaruh yang datar adalah tidak adanya emosi yang ditunjukkan. Pengaruh yang tidak tepat adalah tidak sesuainya ekspresi emosi dengan situasi yang terjadi. Penurunan emosi biasanya diikuti dengan Anhedonia, yaitu penurunan rasa gembira. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penderita Skizofrenia cenderung menunjukkan gestur yang sama, ekspresi muka dan pandangan terhadap pendengar yang sama, tanpa memperhatikan apakah emosinya mendeskripsikan rasa senang, sedih atau marah. Lebih jauh lagi, pada semua situasi diatas, gestur, ekspresi muka, tatapan wajah penderita Skizofrenia cenderung sama dengan mereka yang tidak menderita Skizofrenia ketika mereka menggambarkan sesuatu yang bahagia. Penelitian terbaru menunjukkan
Modul 2 21

bahwa pasien-pasien memiliki kesulitan dalam mengekspresikan dan merasakan emosi yang berbeda, tetapi mereka tidak sulit untuk merasakan emosi itu sendiri.

4.

Gangguan Perilaku Motorik Pengulangan sikap motorik tertentu, seperti menggosok-gosok kepala, meremasremas pakaian dan merobek-robek kertas, dalam situasi tertentu merupakan sikap abnormal. Tindakan tanpa tujuan yang dilakukan berulang-ulang untuk jangka waktu yang lama disebut dengan Stereotypy. Pasien Skizofrenia terkadang menunjukkan tingginya aktivitas motorik, berlarilari, merusak perabotan dan aktivitas lain yang membutuhkan banyak energi. Selain daripada itu, pasien Skizofrenia juga sering tidak melakukan apa-apa untuk waktu yang lama. Mereka bahkan sampai pada kategori Catatonic Stupor, yaitu tidak melakukan apapun dan tidak bergerak untuk waktu yang lama.

5.

Penarikan Diri Sosial Seperti yang kita ketahui, tanda-tanda Skizofrenia diantaranya adalah emosi yang tidak stabil, kurangnya minat terhadap dunia luar. Dikarenakan asyik dengan pemikiran sendiri, penderita Skizofrenia secara berangsur-angsur menarik dirinya untuk tidak terlibat dengan lingkungannya. Mereka kemudian menarik dirinya dari keterlibatan dengan individu lain. Salah satu studi yang dilakukan terhadap remaja pria berusia 18 20 tahun, yang mengalami beberapa masalah sosial selama masa kecil hingga remaja, diprediksikan akan menderita Skizofrenia. Masalah sosial tersebut diantaranya adalah memiliki dua orang teman atau kurang, lebih memilih untuk bersosialisasi dalam kelompok kecil, lebih sensitif dari yang lain dan tidak memiliki pacar. Penarikan diri pasien Skizofrenia berhubungan dengan masaah atensi mereka sendiri. Masalah mental yang sekiranya merupakan akibat dari kurangnya atensi, dapat membuat komunikasi menjadi sulit dan sangat sedikit sekali komunikasi dilakukan. Menyadari bahwa pasien Skizofrenia tidak mau dimengerti dan diketahui, hal tersebut mengakibatkan mereka diperlakukan kasar. Untuk itu, pasien Skizofrenia lebih memilih untuk fokus pada apapun selain pada individu lain.

Modul 2

22

Terapi / Tatalaksana Psikofarmaka

Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis

mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin
Modul 2 23

antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.

Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:


o

Onset efek primer (efek klinis) : 2-4 minggu Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam

o o

Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr) Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.

Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulit minum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.

Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila perlu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4 minggu) lalu stop.

Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian anticholinergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.

Modul 2

24

II. Terapi Psikososial Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

Psikoterapi individual
o o o o

Terapi suportif Sosial skill training Terapi okupasi Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

Psikoterapi kelompok Psikoterapi keluarga Manajemen kasus Assertive Community Treatment (ACT)

Prognosis Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak

menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.

Prognosis Baik Late onset Presipitasi Jelas Akut Riwayat premorbid personality baik
Modul 2

Prognosis Buruk Young onset Tanpa riwayat presipitasi yang jelas Perlahan Riwayat premorbid personality tidak baik
25

Ada gejala gangguan afektif Menikah Riwayat gangguan afektif pada keluarga Gejala positif

Autism, withdrawn Single, bercerai, janda Riayat schizophrenia pada keluarga Gejala negatif Gejala neurologis Riwayat trauma perinatal

Modul 2

26

GANGGUAN MENTAL ORGANIK A. PENDAHULUAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi obat).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia. Depresi) Dari sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan Psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1 Didalam DSM IV diputusakan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut Gangguan Mental Organik dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.1 Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak Disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder,

Modul 2

27

seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh4 PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiolognnya (diduga) jelas Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom Otak Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya penyakit yang menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah kesadaran yang menurun (delirium )dan sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom Otak Organik menahun (kronik) ialah demensia.2,4 BAB II PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL ORGANIK Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut : l. Demensia pada penyakit Alzheimer 1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini. 1.2.Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat. 1.3.Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran. 1.4. Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT). 2. Demensia Vaskular 2.1.Demensia Vaskular onset akut. 2.2. Demensia multi-infark
Modul 2 28

2.3 Demensia Vaskular subkortikal. 2.4. Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal 2.5. Demensia Vaskular lainnya 2.6. Demensia Vaskular YTT 3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK) 3.1. Demensia pada penyakit Pick. 3.2. Demensia pada penyakit Creutzfeldt Jakob. 3. 3. Demensia pada penyakit huntington. 3.4. Demensia pada penyakit Parkinson. 3.5. Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV). 3.6. Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK 4. Demensia YTT. Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut : 1. Tanpa gejala tambahan. 2. Gejala lain, terutama waham. 3. Gejala lain, terutama halusinasi 4. Gejala lain, terutama depresi 5. Gejala campuran lain. 5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
Modul 2 29

6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya 6.1. Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia 6.2. Delirium, bertumpang tindih dengan demensia 6. 3. Delirium lainya. 6.4 DeliriumYTT.

7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik. 7.1. Halusinosis organik. 7.2. Gangguan katatonik organik. 7.3. Gangguan waham organik (lir-skizofrenia) 7.4. Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik. 7.4.1. Gangguan manik organik. 7.4.2. Gangguan bipolar organik. 7.4.3. Gangguan depresif organik. 7.4.4. Gangguan afektif organik campuran. 7.5. Gangguan anxietas organik 7.6. Gangguan disosiatif organik. 7.7. Gangguan astenik organik. 7.8. Gangguan kopnitif ringan. 7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.
Modul 2 30

7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT. 8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak 8.1. Gangguan keperibadian organik 8.2. Sindrom pasca-ensefalitis 8.3. Sindrom pasca-kontusio 8.4. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak lainnya. 8.5. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak YTT. 9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut: 1. Demensia dan Delirium 2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala. 3. Aterosklerosis otak 4. Demensia senilis 5. Demensia presenilis. 6. Demensia paralitika. 7. Sindrom otak organik karena epilepsi. 8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi. 9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial. Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut: 1. Delirium 1.1. Delirium karena kondisi medis umum.
Modul 2 31

1.2.

Delirium akibat zat.

1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT) 2. Demensia. 2.1. Demensia tipe Alzheimer. 2.2. Demensia vaskular. 2.3. Demensia karena kondisi umum. 2.3.1. Demensia karena penyakit HIV. 2.3.2. Demensia karena penyakit trauma kepala. 2.3.3. 2.3.4. 2.3.5. 2.3.6. Demensia karena penyakit Parkinson. Demensia karena penyakit Huntington. Demensia karena penyakit Pick Demensia karena penyakit Creutzfeldt Jakob

2.4. Demensia menetap akibat zat 2.5. Demensia karena penyebab multipeL 2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT) 3. Gangguan amnestik 3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum. 3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat 3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
Modul 2 32

4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

BAB III ISI Delirium Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif.1,3 Etiologi Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti ( sebagai contoh epilepsi ), penyakit sistemik, dan intoksikasi atau reaksi.3 putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.1 Penyebab Delirium Penyakit intrakranial 1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang 2. Trauma otak (terutama gegar otak) 3. Infeksi (meningitis.ensetalitis).
Modul 2 33

4. Neoplasma. 1. Gangguan vaskular Penyebab ekstrakranial 1. Obat-obatan (di telan atau putus), Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson. Obat antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat, Fensiklidine, Fenitoin, Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik, Steroid. 1. Racun Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain. 1. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi) Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid 1. Penyakit organ nonendokrin. Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik), Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal jantung, aritmia, hipotensi). 1. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat) 2. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis. 3. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penvebab apapun 4. Keadaan pasca operatif 5. Trauma (kepala atau seluruh tubuh) 6. Karbohidrat: hipoglikemi.1,3,4 Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:
Modul 2 34

Usia Kerusakan otak Riwayatdelirium Ketergantungan alkohol Diabetes Kanker Gangguan panca indera Malnutrisi.3

Diagnosis Kriteria Diagiostik untuk Delirium Karena Kondisi Medis Umum: 1. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian. 2. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam sampai hari dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari. 1. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul. 1. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan Iaboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dan kondisi medis umum. Catatan penulisan : Masukkan nama kondisi medis umum dalam Aksis I, misalnya, delirium karena ensefalopati hepatik, juga tuliskan kondisi medis umum pada Aksis III Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan standar

Modul 2

35

a. Kimia darah (termasuk elektrolit, indeks ginjal dan hati, dan glukosa) b. Hitung darah lengkap (CBC) dengan defensial sel darah putih c. Tes fungsi tiroid d. Tes serologis untuk sifilis e. Tes antibodi HIV (human Immunodeficiency virus) f Urinalisa g. Elektrokardiogram (EKG) h. Elektroensefalogram (EEG) i. Sinar X dada j. Skrining obat dalam darah dan urin Ies tambahan jika diindikasikan : 1. Kultur darah, urin, dan cairan serebrospinalis 2. Konsentrasi B 12, asam folat 3. Pencitraan otak dengan tomografi komputer (CT) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI) 4. Pungsi lumbal dan pemetiksaan cairan serebrospinalis Gambaran klinis Kesadaran (Arousal) Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium, satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual, muntah, dan
Modul 2 36

hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik atau mengalami demensia.1 Orientasi Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada seorang pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain (sebagai contohnya, dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus yang berat Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri. Bahasa dan Kognisi Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Disarnping penurunan perhatian, pasien mungkin mempunyai penurunan kognitif yang dramatis sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang kadang paranoid. Persepsi Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidak mampuan umum untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium. Suasana Perasaan

Modul 2

37

Pasien dengan delirium mempunyai kelainan dalam pengaturan suasana Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan suasana perasaan lain adalah apati, depresi, dan euforia. Gejala Penyerta : Gangguan tidur-bangun Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah tergangga Paling sedikit mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di tempat tidurnya atau di ruang keluarga. Seringkali keseluruhan siklus tidur-bangun pasien dengan delirium semata mata terbalik. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning.1 Gejala neurologis Gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfagia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan inkontinensia urin. Diagnosis Banding a. Demensia b. Psikosis atau Depresi Pengobatan Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia Obat yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butirofenon, dosis awal antara 2 10 mg IM, diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi, segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat dimulai, dosis oral +I,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral Dosis harian efektif total haloperidol 5 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol

Modul 2

38

(Inapsine) adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini Insomnia diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnva. hidroksizine (vistaril) dosis 25 100 mg. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari I minggu setelah menghilangnya faktor penyebab, gejala delirium menghilang dalam periode 3 7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu 2 minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Terjadinya delirium berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi pada tahun selanjutnya, terutama disebabkan oleb sifat serius dan kondisi medis penyerta.1 DEMENSIA Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh proses degeneratif yang progresif dan irreversible yang mengenai arus pikir. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruh. Epidemiologi Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Dan semua pasien demensia, 50 60% menderita demensia tipe Alzheimer yang merupakan ripe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzhermer, dibandingkan 15 25% dan semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe demensia yang
Modul 2 39

paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular, berkisar antara 15 30% dari semua kasus demensia, sering pada usia 60 70 tahun terutama pada laki-laki. Hipertensi merupakan faktor predisposisi terhadap penyakit demensia vaskular. Penyebab 1. Penyakit Alzheimer 2. Demensia Vaskular 3. Infeksi 4. Gangguan nutrisional 5. Gangguan metabolik 6. Gangguan peradangan kronis 1. Obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis) 2. Massa intrakranial : tumor, massa subdural, abses otak 3. Anoksia 4. Trauma (cedera kepala, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome)) 5. Hidrosefalus tekanan normal Diagnosis Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer : a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik 1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya). 2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut : a. Afasia (gangguan bahasa)

Modul 2

40

b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh) c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh) d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak) b. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya. c. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat. d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan). Kondisi akibat zat Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan depresif berat, skizofrenia) Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol : 1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang 2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia 3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol 1. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah

Modul 2

41

ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan. 2. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku. Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular : a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik, 1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) 1. Afasia (gangguan bahasa) 2. Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun fungsi motorik adalah utuh) 3. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh) 4. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak) 1. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut : b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya. c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
Modul 2 42

d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium Kode didasarkan pada ciri yang menonjol 1. Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia 2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol 3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan. 4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang. Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III. Pemeriksaan lengkap : 1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neorologis lengkap 2. Tanda vital 3. Mini mental state exemenation ( MMSE ) 4. Pemeriksaan medikasi dan kadar obat 5. Skrining darah dan urin untuk alkohol 1. Pemeriksaan fisiologis 1. Elektrolit, glukosa, Ca , Mg. 2. Tes fungsi hati, ginjal 3. SMA -12 atau kimia serum yang ekuivalen 4. Urinalisa 5. Hit sel darah lengkap dan sel deferensial 6. Tes fungsi tiroid 7. FTA ABS
Modul 2 43

8. B12 9. Kadar folat 10. Kortikosteroid urine 11. Laju endap eritrosit 12. Antibodi antinuklear, C3C4, anti DSDNA 13. Gas darah Arterial 14. Skrining H I V 15. Porpobilinogen Urin. 7. Sinar-X dada 8. Elektrokardiogram (EKG) 9. Pemeriksaan neurologis a. CT atau MRI kepala b. SPECT c. Pungsi lumbal d. EEG 10. Tes neuropsikologis Gambaran Klinis Gangguan Daya Ingat Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi Orientasi

Modul 2

44

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat, orientasi dapat terganggu secara progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan Demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran. Gangguan Bahasa Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar. Perubahan Kepribadian Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah dan m eledak ledak. Psikosis Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 40% memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik. Gangguan Lain Psikiatrik Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat. Neurologis Disamping afasia, apraksia dan afmosia pada pasien demensia adalah sering. Tanda neurologis lain adalah kejang pada demensia tipe Alzheimer clan demensia vaskular.
Modul 2 45

Pasien demensia vaskular mempunyai gejala neurologis tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia lebih sering pada demensia vaskular. Reaksi yang katastropik Ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah keadaan yang menegangkan, pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain. Sindroma Sundowner Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Diagnosis Banding 1. Serangan iskemik transien 2. Depresi 3. Penuaan normal 1. Delirium 1. Gangguan Buatan (Factitious Disorders) 2. Skizofrenia Pengobatan Pendekatan pengobatan umum adalah untuk memberikan perawatan medis suportit, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik (perilaku yang mengganggu). Pengobatan farmakologis dengan obat yang mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi harus dihindari. Walaupun thioridazine (Mellaril), yang mempunyai
Modul 2 46

aktivitas antikolinergik yang tinggi, merupakan obat yang efektif dalam mengontrol perilaku pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil. Benzodiazepim kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi anxiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Zolpidem (Ambient) dapat digunakan untuk tujuan sedatif. TetrahidroaminoKridin (Tacrine) sebagai suatu pengobatan untuk penyakit Alzheimer, obat ini merupakan inhibitor aktivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Perjalanan klasik dan demensia adalah onset pada pasien usia 50 60 tahun dengan pemburukan bertahap selama 5 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. usia saat onset dan kecepatan pemburukannya adalah bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam kategori diagnostik individual. GANGGUAN AMNESTIK Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif, seperti yang terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau kesadaran, seperti yang terlihat pada delirium. Epidemiologi Beberapa penelitian melaporkan insiden atau prevalensi gangguan ingatan pada gangguan spesifik (sebagai contohnya sklerosis multipel). Amnesia paling sering ditemukan pada gangguan penggunaan alkohol dan cedera kepala. Penyebab 1. Kondisi medis sistemik a. Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff) b. Hipoglikemia
Modul 2 47

2. Kondisi otak primer 1. Kejang 2. Trauma kepala (tertutup dan tembus) 3. Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis) 4. Prosedur bedah pada otak 5. Ensefalitis karena herpes simpleks 6. Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida) 7. Amnesia global transien 8. Terapi elektrokonvulsif 9. Sklerosis multipel 3. Penyebab berhubungan dengan zat a. Gangguan pengguanan alkohol b. Neurotoksin c. Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain) d. Banyak preparat yang dijual bebas. Diagnosis Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum. 1. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidak mampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya. 3. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu demensia.
Modul 2 48

4. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik) Sebutkan jika : Transien : Kronis : jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan atau kurang jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan.

Catatan penulisan: Masukkan juga nama kondisi medis umum pada Aksis I, misalnya, gangguan amnestik karena trauma kepala, juga tuliskan kondisi pada Aksis III. 1 Gambaran Klinis Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang ditandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograd). Periode waktu dimana pasien terjadi amnesia kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma atau beberapa saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat gangguan fisik mungkin juga hilang. Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent memory) biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh (remote post memory) untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam (overlearned) seperti pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama ( Iewat dart 10 tahun) adalah terganggu. Diagnosis Banding 1. Demensia dan Delirium 2. Penuaan normal 3. Gangguan disosiatif 4. Gangguan buatan

Modul 2

49

Pengobatan Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau suportif dapat membantu pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap dan hasil akhir dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap.1 GANCGUAN MENTAL ORGANIK LAIN EPILEPSI Definisi Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam gangguan patologis paroksismal sementara dalam fungsi cerebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontan dan luas Pasien dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren. Klasifikasi Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum (generalized). Kejang parsial melibatkan aktivitas epileptiformis di daerah otak setempat; kejang umum melibatkan keseluruhan otak. Suatu sistem klasifikasi untuk kejang. Kejang umum Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran, gerakan tonik klonik umum pada tungkai, menggigit lidah, dan inkotinensia. Walaupun diagnosis peristiwa kilat dari kejang adalah relatif langsung, keadaan pascaiktal yang ditandai oleh pemulihan kesadaran dan kognisi yang lambat dan bertahap kadang-kadang memberikan suatu dilema diagnostik bagi dokter psiktatrik di ruang gawat darurat. Periode pemulihan dan kejang tonik klonik umum
Modul 2 50

terentang dari beberapa menit sampai berjam-jam. Gambaran klinis adalah delirium yang menghilang secara bertahap. Masalah psikiatrik yang paling sering berhubungan dengan kejang umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dan obat antiepileptik. ABSENCES (Petit Mal) Suatu tipe kejang umum yang sulit didiagnosis bagi dokter psikiatrik adalah absence atau kejang petitmal. Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui, karena manifestasi motorik atau sensorik karakteristik dari epilepsi tidak ada atau sangat ringan sehingga tidak membangkitkan kecurigaan dokter. Epilepsi petit mal biasanya mulai pada masa anak-anak antara usia 5 dan 7 tahun dan menghilang pada pubertas. Kehilangan kesadaran singkat, selama mana pasien tiba-tiba kehilangan kontak dengan hngkungan, adalah karakteristik untuk epilepsi petit mal; tetapi, pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya selama episode. Elektroensefalogerafi ( EEG) menghasilkan pola karakteristik aktivitas paku dan gelombang (spike and wave) tiga kali perdetik Pada keadaan yang jarang, epilepsi petitmal dengan onset dewasa dapat ditandai oleh episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren yang tampak dan menghilane secara tiba-tiba Gejala dapat disertai dengan riwayat terjatuh atau pingsan. Kejang parsial liziane parsial diklasitikasikan sebagai sederhana (tanpa perubahan kesadaran) atau kompleks (dengan perubahan kesadaran) Sedikit lebih banyak dari setengah semua pasien dengan kelane parsial mengalami kejang parsial kompleks; istilah lain yang digunakan untuk kejang parsial kompleks adalah epilepsi lobus temporalis, kejang psikomotor, dan epilepsi limbik tetapi istilah tersebut bukan merupakan penjelasan situasi klinis yang akurat. Epilepsi parsial kompleks adalah bentuk epilepsi pada orang dewasa yang paling senngcang mengenai 3 dan 1.000 orang. Gejala praiktal Peristiwa praiktal (aura) pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk sensasi otonomik (sebagai contohnya rasa penuh di perut, kemerahan, dan perubahan pada pernafasan), sensasi kognitif(sebagai contohnya, deja vu, jamais vu, pikiran dipaksakan, dan keadaan seperti mimpi).
Modul 2 51

keadaan afektif (sebagai contohnya, rasa takut, panik, depresi, dan elasi) dan secara klasik. automatisme (sebagai contohnya, mengecapkan bibir, menggosok, dan mengayah) Gejala Iktal Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi, dan singkat menandai serangan iktal. Walaupun beberapa pengacara pembela mungkin mengklaim yang sebaliknya, jarang sesorang menunjukkan perilaku kekerasan yang terarah dan tersusun selama episode epileptik Gejala kognitif adalah termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu periode delirium yang menghilang setelah kejang. Pada pasien dengan epilepsi parsial kompleks, suatu fokus kejang dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG pada 25 sampai 50 % dari semua pasien. Penggunaan elektroda sfenoid atau temporalis anterior dan EEG pada saat tidak tidur dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya kelainan EEG. EEG normal multipel seringkali ditemukan dart seorang pasien dengan epilepsi parsial kompleks; dengan demikian EEG normal tidak dapat digunakan untuk mneyingkirkan diagnosis epilepsi parsial. kompleks- Penggunaan perekaman EEG jangka panjang (24 sampai 72 jam) dapat membantu klinisi mendeteksi suatu fokus kejang pada beberapa pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lead nasofaring tidak menambah banyak kepekaan pada EEG, dan yang jelas menambahkan ketidaknyamanan prosedur bagi pasien. Gejala Interiktal Gangguan kepribadian Kelainan psikiatrik yang paling sering dilaporkan pada pasien epileptik adalah gangguan kepribadian, dan biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi dengan asal lobus temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksual, suatu kualitas yang biasanya disebut viskositas kepribadian, religiositas, dan pengalaman emosi yang melambung. Sindroma dalam bentuk komplitnya relatif jarang, bahkan pada mereka dengan kejang parsial kompleks dengan asal lobus temporalis. Banyak pasien tidak mengalami perubahan kepribadian, yang lainnya mengalami berbagai gangguan yang jelas berbeda dari sindroma klasik. Perubahan pada perilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas; penyimpangan dalam minat seksual, seperti fetihisme dan transfetihisme; dan yang paling sering,
Modul 2 52

hiposeksualitas Hiposeksualitas ditandai oleh hilangnya minat dalam masalah seksual dan dengan menolak rangsangan seksual Beberapa pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks sebelum pubertas mungkin tidak dapat mencapai tingkat minat seksual yang normal setelah pubertas, walaupun karakteristik tersebut mungkin tidak mengganggu pasien. Untuk pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks setelah pubertas. perubahan dalam minat seksual mungkin mengganggu dan mengkhawatirkan. Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien, yang kemungkinan adalah lambat serius, berat dan lamban, suka menonjolkan keilmuan, penuh dengan rincian-rincian yang tidak penting, dan seringkali berputar-putar. Pendengar mungkin menjadi bosan tetapi tidak mampu menemukan cara yang sopan dan berhasil untuk melepaskan diri dari percakapan. Kecenderungan pembicaraan seringkali dicerminkan dalam tulisan pasien, yang menyebabkan suatu gejala yang dikenal sebagai. hipergrafia yang dianggap oleh beberapa klinisi sebagai patognomonik untuk epilepsi parsial komplaks. Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatny peran serta pada aktivitas yang sangat religius tetapi juga oleh permasalahan moral dan etik yang tidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada perlahamasalahan global dan filosofi Ciri hiperreligius kadang-kadang dapat tampak seperti gejala prodromal skizofrenia dan dapat menyebabkan mnasalah diagnositik pada seorang remaja atau dewasa muda. Gejala psikotik Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat terjadi pada pasien dengan epilepsi, khususnya yang berasal dan lobus temporalis Diperkirakan 10 sampal 30 persen dari semua pasien dengan apilepsi partial kompleks mempunyai gejala psikotik Faktor risiko untuk gejala tersebut adalah jenis kelamin wanita kidal onset kejang selama pubertas, dan lesi di sisi kiri.

Modul 2

53

Onset gelala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya, gejala psikotik tarnpak pada pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka waktu yang lama, dan onset gejala psikotik di dahului oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi dan waham paranoid. Biasanya. pasien tetap hangat dan sesuai pada afeknya, berbeda dengan kelainan yang sering ditemukan pada pasien skizofrenik Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi psikotik paling sering merupakan gejala yang melibatkan konseptualisasi dan sirkumstansialitas, ketimbang gejala skizofrenik klasik berupa penghambatan (blocking) dan kekenduran (looseness), kekerasan. kekerasan episodik merupakan masalah pada beberapa pasien dengan epilepsi khususnya epilepsi lobus temporalis dan frontalis. Apakah kekerasan merupakan manifestasi dan kejang itu sendiri atau merupakan psikopatologi interiktal adalah tidak pasti. Sampai sekarang ini, sebagian besar data menunjukkan sangat jarangnya kekerasan sebagai suatu fenomena iktal. Hanya pada kasus yang jarang suatu kekerasan pasien epileptik dapat disebabkan oleh kejang itu sendiri. Gejala Gangguan perasaan. Gejala gangguan perasaan, seperti depresi dan mania, terlihat lebih jarang pada epilepsi dibandingkan gejala mirip skizofrenia. Gejala gangguan mood yang terjadi cenderung bersifat episodik dan terjadi paling sering jika fokus epileptik mengenai lobus temporalis dan hemisfer serebral non dominan. Kepentingan gejala gangguan perasaan pada epilepsi mungkin diperlihatkan oleh meningkatnya insidensi usaha bunuh diri pada orang dengan epilepsi. Diagnosis Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang bemakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif Dengan demikian, dokter psikiatrik harus menjaga tingkat kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan harus mempertimbangkan kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala klasik. Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure), dimana pasien mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Modul 2 54

Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala psikiatrik yang baru harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya gejala epileptiknya. timbulnya gejala psikotik, gejala gangguan mood, perubahan kepribadian, atau gejala kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus menyebabkan klinisi menilai pengendalian epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya gangguan mental yang tersendiri. Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai kepatuhan pasien terhadap regimen obat antiepileptik dan harus mempertimbangkan apakah gejala psikotik merupakan efek toksik dari obat antipileptik itu sendiri. Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi yang telah didiagnosis atau dipertimbangkan sebagai diagnosis di masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih pemeriksaan EEG. Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi. empat karakteristik hams menyebabkan klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis yang tiba-tiba pada seseorang yang sebelumnya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan onset yang mendadak dan pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak dapat dijelaskan. Pengobatan karbamazepin ( tegretol) dan Asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena mereka adalah obat antipsikotik tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi kelompok mungkin berguna dalam menjawab masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping itu, klinisi haru; menyadari bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif derajat ringan sampai sedang dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus dipertimbangkan jika gejala gangguan kognitif merupakan suatu masalah pada pasien tertentu.

Modul 2

55

Gangguan Psikosis yang diinduksi zat

Definisi Gejala psikotik yang menonjol yaitu, halusinasi dan / atau delusi yang disebabkan oleh pengaruh zat psikoaktif adalah fitur utama dari gangguan psikotik yang diinduksi zat. Suatu zat dapat menyebabkan gejala psikotik selama intoksikasi (individu berada di bawah pengaruh obat) atau selama withdrawal (setelah individu berhenti menggunakan obat).

Deskripsi A substance-induced psychotic disorder is subtyped or categorized based on whether the prominent feature is delusions or hallucinations. Sebuah gangguan psikosis yang diinduksi zat dikategorikan berdasarkan gejala yang menonjol yaitu delusi atau halusinasi. Delusi menetap dan merupakan keyakinan palsu. Halusinasi yaitu melihat, mendengar, merasakan, mengecap, atau membaui sesuatu yang tidak ada. Selain itu, gangguan ini didasarkan pada apakah hal tersebut dimulai pada saat intoksikasi terhadap zat atau selama withdrawal terhadap zat. A substanceinduced psychotic disorder that begins during substance use can last as long as the drug is used. Sebuah gangguan psikotik yang diinduksi zat, yang dimulai selama penggunaan zat dapat bertahan selama obat tersebut digunakan. A substance-induced psychotic disorder that begins during withdrawal may first manifest up to four weeks after an individual stops using the substance. Sebuah gangguan psikotik yang diinduksi zat yang dimulai selama withdrawal

Modul 2

56

pertama dapat bermanifestasi hingga empat minggu setelah individu berhenti menggunakan zat tersebut.

Penyebab dan gejala Penyebab Gangguan psikosis yang diinduksi zat, menurut definisi, secara langsung disebabkan oleh pengaruh obat-obatan termasuk alkohol, obat, dan racun. Gejala psikotik dapat dihasilkan dari intoksikasi alkohol, amfetamin (dan zat terkait), ganja (ganja), kokain, halusinogen, inhalansia, opioid, (PCP) dan terkait zat phencyclidine, sedatif, hipnotik, anxiolytics, dan atau zat lain yang tidak diketahui. Gejala psikotik bisa juga akibat dari withdrawal dari alkohol, sedatif, hipnotik, anxiolytics, dan zat lain yang tidak diketahui. Beberapa obat yang dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik termasuk anestesi dan analgesik, agen anticholinergic, antikonvulsan, antihistamin, obat-obatan antihipertensi dan kardiovaskular, obat antimikroba, obat antiparkinsonian, agen kemoterapi, kortikosteroid, obat gastrointestinal, relaksan otot, obat anti-inflammatory drugs, obat antidepresi, dan disulfiram. Toksin yang dapat menyebabkan gejala psikotik termasuk antikolinesterasi, insektisida organofosfat, gas saraf, karbon monoksida, karbon dioksida, dan zat volatile (seperti bahan bakar atau cat). Kecepatan timbulnya gejala-gejala psikotik bervariasi tergantung pada jenis zat. Sebagai contoh, menggunakan banyak kokain dapat menghasilkan gejala-gejala psikotik dalam beberapa menit. Di sisi lain, gejala-gejala psikotik dapat dihasilkan dari penggunaan alkohol hanya dalam waktu beberapa hari atau minggu dari penggunaan yang intensif. Jenis gejala psikotik juga cenderung bervariasi sesuai dengan jenis zat. Sebagai contoh, halusinasi auditori (khusus, mendengar suara-suara), halusinasi visual, dan halusinasi taktil yang paling umum di suatu gangguan psikotik diinduksi oleh alkohol, sedangkan persecutory delusi dan halusinasi taktil (terutama formication) yang sering terlihat dalam gangguan psikotik diinduksi kokain atau amfetamin.

Gejala The Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) mencatat bahwa diagnosis yang dibuat hanya ketika gejala psikotik di atas dan melampaui apa yang diharapkan selama intoksikasi atau withdrawal dan ketika gejala psikotik yang parah. Berikut adalah kriteria
Modul 2 57

yang diperlukan untuk dinyatakan mengalami suatu gangguan psikotik diinduksi zat seperti yang tercantum dalam:

Halusinasi atau delusi menonjol. Halusinasi dan / atau delusi berkembang selama, atau dalam waktu satu bulan, intoksikasi atau withdrawal dari zat atau obat diketahui menyebabkan gejala-gejala psikotik.

Gejala psikotik tidak benar-benar bagian dari gangguan psikotik yang lain (seperti skizofrenia, gangguan schizophreniform, gangguan schizoaffective). Sebagai contoh, jika gejala psikotik mulai sebelum penggunaan zat atau obat, maka kemungkinan gangguan psikosis yang lain

Gejala psikotik tidak hanya terjadi selama delirium.

Demografi Hanya sedikit yang diketahui mengenai demografi psikosis yang diinduksi zat. Namun, jelas bahwa gangguan psikotik yang diinduksi zat umumnya terjadi pada orang yang menyalahgunakan alkohol atau obat lain.

Diagnosa Beberapa kondisi medis (seperti epilepsi lobus temporal atau chorea Huntington) dapat menyebabkan gejala psikotik, dan, individu mungkin memakai obat untuk kondisi ini, membuat akhirnya sulit untuk menentukan penyebab gejala psikotik. Jika gejala tersebut disebabkan kondisi medis, maka diagnosis gangguan psikotik karena kondisi medis umum dibenarkan. Gangguan psikosis diinduksi zat juga perlu dibedakan dari delirium, demensia, gangguan psikotik primer, dan intoksikasi zat dan withdrawal. Meskipun tidak ada cara mutlak untuk menentukan penggunaan narkoba sebagai penyebab, sejarah pasien yang baik yang meliputi penilaian onset dan gejala secara hati-hati, bersama dengan penggunaan zat, adalah keharusan. Seringkali, kesaksian pasien tidak dapat diandalkan, sehingga diperlukan pengumpulan informasi dari keluarga, teman, rekan kerja, catatan kerja, catatan medis, dan sejenisnya. Membedakan antara substansi-gangguan yang disebabkan gangguan kejiwaan dan dapat dilihat dari:

Waktu onset: Jika gejala mulai sebelum penggunaan narkoba, kemungkinan besar gangguan kejiwaan.

Modul 2

58

Pola penggunaan zat: Jika gejalanya menetap selama tiga bulan atau lebih setelah substansi dihentikan, gangguan kejiwaan sangat mungkin terjadi.

Konsistensi gejala: Gejala lebih berlebihan dari satu yang diharapkan dengan jenis zat tertentu dan jumlah dosis yang paling mungkin untuk gangguan kejiwaan.

Riwayat keluarga: Sebuah riwayat keluarga dengan penyakit mental mungkin menunjukkan gangguan kejiwaan.

Respon terhadap pengobatan penyalahgunaan zat: Klien dengan gangguan kejiwaan dan menggunakan zat sering mengalami kesulitan serius dengan program perawatan dan kambuh selama atau segera setelah penghentian pengobatan.

Alasan lain penggunaan zat: Mereka dengan diagnosis psikiatri primer dan gangguan penggunaan narkoba sekunder seringkali akan menunjukkan mereka melakukan "gejala mengobati," misalnya, minum untuk menghilangkan halusinasi pendengaran, stimulan yang digunakan untuk memerangi depresi, depresi digunakan untuk mengurangi kecemasan atau menenangkan fase manik. Sementara penggunaan bahan tersebut paling sering memperburuk kondisi psikotik, tidak selalu berarti itu adalah gangguan psikotik yang diinduksi zat.

Sayangnya, tes psikologi tidak selalu membantu dalam menentukan apakah suatu gangguan psikotik disebabkan oleh penggunaan narkoba atau sedang diperburuk oleh itu. Namun, evaluasi, seperti skala MMPI 2 MAC-R atau Skala Wechsler Memory, dapat berguna dalam membuat diagnosis diferensial.

Penatalaksanaan Pengobatan ditentukan oleh penyebab yang mendasari dan tingkat keparahan gejala psikotik. Namun, pengobatan gangguan psikotik zat-induksi seringkali sama dengan pengobatan untuk suatu gangguan psikotik primer seperti skizofrenia. perawatan yang tepat dapat mencakup rumah sakit jiwa dan obat antipsikotik.

Prognosa Gejala psikotik disebabkan oleh intoksikasi zat biasanya mereda setelah substansi yang dihilangkan. Gejala bertahan tergantung pada paruh zat (yaitu, berapa lama waktu yang

Modul 2

59

dibutuhkan sebelum zat tersebut hilang dalam sistem individu. Oleh karena itu, Gejalanya dapat bertahan selama berjam-jam, hari, atau minggu setelah zat yang terakhir digunakan.

Pencegahan Sangat sedikit data-data pencegahan tentang gangguan psikotik yang diinduksi zat. Selain itu, minum obat di bawah pengawasan seorang dokter terlatih dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan psikotik. Akhirnya, paparan seseorang untuk mengurangi toksin akan mengurangi risiko gangguan psikotik yang diinduksi zat.

Modul 2

60

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Psikosis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Hal ini diketahui dengan terganggunya pada hidup perasaan (afekdanemosi), proses berpikir, psikomotorik, dan kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi. Psikosa ialah suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organic ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berpikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu. Psikosa dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu psikosa yang berhubungan dengan sindrom otak organic dan psikosa fungsional. Sindrom otak organic (SOO) ialah gangguanj iwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jari dengan otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, dansebagainya) atau yang terutama dilua rotak (tifus, endometritis, payahjantung, toxemia kehamilan, intoksikasi, dansebagainya). Visum etrepertum psikiatri kdi peruntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagai manavisum et repertum lainnya. Selain itu visum etrepertum psikiatri kmenguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segifisik atau raga manusia.

Modul 2

61

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. SinopsisPsikiatriJilid I. Edisi 7. Jakarta :BinaRupaAksara. Hal 699-744. 2. Maramis, W.F. 1980. CatatanIlmuKedokteranJiwa.

FakultasKedokteranUniversitasAirlangga. Hal 215-235. 3. IlmukedokteranForensikFakultasKedokteranUniversitas Indonesia 4. DirektoratKesehatanJiwaDepartemenKesehatan RI, PedomanPenggolongan Diagnosis GangguanJiwa (PPDGJ)-III di Indonesia, 1994

Modul 2

62

Anda mungkin juga menyukai

  • Rangkuman Modul 2 Blok 15
    Rangkuman Modul 2 Blok 15
    Dokumen64 halaman
    Rangkuman Modul 2 Blok 15
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Rngkumn Ayu
    Rngkumn Ayu
    Dokumen67 halaman
    Rngkumn Ayu
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • KOMADIABETIK
    KOMADIABETIK
    Dokumen96 halaman
    KOMADIABETIK
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Omsk Kia Rindut
    Omsk Kia Rindut
    Dokumen35 halaman
    Omsk Kia Rindut
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen63 halaman
    Kelompok 1
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Sken 1
    Sken 1
    Dokumen11 halaman
    Sken 1
    Nur Afifah
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Dokumen41 halaman
    Kelompok 5
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Dokumen28 halaman
    Kelompok 5
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 6
    Kelompok 6
    Dokumen50 halaman
    Kelompok 6
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 2
    Kelompok 2
    Dokumen83 halaman
    Kelompok 2
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Blok 19 Modul 2
    Blok 19 Modul 2
    Dokumen55 halaman
    Blok 19 Modul 2
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Blok 19 Modul 1
    Blok 19 Modul 1
    Dokumen33 halaman
    Blok 19 Modul 1
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Pelvis
    Fraktur Pelvis
    Dokumen49 halaman
    Fraktur Pelvis
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Referat THT OMSK
    Tugas Referat THT OMSK
    Dokumen28 halaman
    Tugas Referat THT OMSK
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
    Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
    Dokumen64 halaman
    Tutorial Kasus Gizi Dr. Will Terbaruuu
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kelompok 6 Modul 1 Blok 10
    Makalah Kelompok 6 Modul 1 Blok 10
    Dokumen24 halaman
    Makalah Kelompok 6 Modul 1 Blok 10
    Yuji Aditya
    Belum ada peringkat
  • Nejm
    Nejm
    Dokumen5 halaman
    Nejm
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • MALARIA DAN DEMAM TYFOID
    MALARIA DAN DEMAM TYFOID
    Dokumen58 halaman
    MALARIA DAN DEMAM TYFOID
    Yuji Aditya
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus RiYu
    Laporan Kasus RiYu
    Dokumen11 halaman
    Laporan Kasus RiYu
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus RiYu
    Laporan Kasus RiYu
    Dokumen10 halaman
    Laporan Kasus RiYu
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 4
    Kelompok 4
    Dokumen1 halaman
    Kelompok 4
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Penggunaan Nikotin
    Gangguan Penggunaan Nikotin
    Dokumen19 halaman
    Gangguan Penggunaan Nikotin
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Dokumen48 halaman
    Kelompok 5
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen99 halaman
    Kelompok 1
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 4
    Kelompok 4
    Dokumen44 halaman
    Kelompok 4
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 6
    Kelompok 6
    Dokumen39 halaman
    Kelompok 6
    Yuji Aditya
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 2
    Kelompok 2
    Dokumen56 halaman
    Kelompok 2
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen66 halaman
    Kelompok 1
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1 Modul 3
    Kelompok 1 Modul 3
    Dokumen39 halaman
    Kelompok 1 Modul 3
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat
  • Mimisan Akibat Hipertensi
    Mimisan Akibat Hipertensi
    Dokumen21 halaman
    Mimisan Akibat Hipertensi
    Rizkia Mulyasari
    Belum ada peringkat