Anda di halaman 1dari 9

HIPERTENSI Pendahuluan Dahulu hipertensi hanya dianggap sebagai peningkatan tekanan darah, bahkan merupakan bagian dari penuaan.

Namun seiring dengan kemajuan dalam penelitian diketahui bahwa hipertensi bila tidak ditangani dengan baik akan berlanjut menimbulkan komplikasi (sekarang dikenal sebagai the disease of the continuum). Hipertensi mempunyai fase cukup lama tanpa gejala, meskipun jelas berhubungan dengan mengurangnya kemungkinan hidup seseorang. Kenaikan tekanan darah akan berhubungan dengan perubahan-perubahan patofisiologik yang menyangkut perubahan hemodinamik, perubahan neurogen serta perubahan humoral. Definisi Hipertensi : adalah peningkatan tekanan darah arterial, bisa pada sistolik maupun diastolik. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan rekomendasi dari JNC VII, adalah sebagai berikut : Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal < 120 Dan < 80 preHipertensi 120-139 Atau 80-89 stage 1 140-159 Atau 90-99 stage 2 > 160 Atau > 100 Dalam JNC VII ini terdapat beberapa pesan kunci antara lain, yaitu : - Pada penderita yang berusia > 50 risiko penyakit kardivaskuler lebih nyata/penting dengan adanya peningkatan tekanan sistolik > 140 mmHg dibandingkan peningkatan tekanan darah diastolik. - Dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, setiap kenakalan tensi 20/10 mmHg akan mempunyai risiko penyakit kardiovaskuler 2 kali lipat. - Bagi seseorang dengan normotensi saat usia 55 tahun, 90% orang pada sisa hidupnya akan menjadi hipertensi. - Individu prehipertensi membutuhkan edukasi untuk modifikasi gaya hidupnya untuk mencegah progresifitas kenaikan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskuler. - Adanya compllling indication maka obat-obat anti hipertensinya menyesuaikan. - Penggunaan obat anti hipertensi kombinasi pada saat awal, diperbolehkan dengan maksud untuk meningkatkan efektifitas obat dan mengurangi efektifitas obat dan mengurangi efek sampingnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis pada hipertensi Keadaan yang disebut dengan compelling indication merupakan keadaan yang memerlukan pemilihan obat anti hipertensi yang dianjurkan guideline karena penelitiannya terbukti memberikan proteksi terhadap organ target. 1. Hipertensi dengan diabetes a. Hipertensi dengan diabetes, metabolic syndrom? b. Hipertensi, diabetes pada nephropaty diabetic 2. Hipertensi dengan target organ demage: a. Hipertropi ventrikel kiri b. Atherosclerotic plaque c. Serum kreatinin meningkat ringan (1,2-1,5 mg/dl) d. Mikroalbuminuria 3. Hipertensi dengan associated clinical condition a. Cerebrovascular disease (TIA, ioschemic stroke, CVA) b. Penyakit jantung (AMI, Angina, CHF) c. CKD (Chronik Kidney Diseases): - Diabetic nephropathy - Non diabetic kidney diseases Diagnosis Tujuan menurunkan tekanan darah adalah mencegah morbiditas dan mortalitas hipertensi dengan pengendalian faktor resiko Target yang dicapai adalah mempertahankan tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan diastolic < 90 mmHg, disertai pengendalian faktor risiko CVD yang bisa dirubah. Pada pasien hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal, tekanan darah yang dicapai adalah < 130/80 mmHg. Terapi hipertensi Terapi penderita hipertensi saat ini berdasarkan rekomendasi dari JNC VII, panduan terapi dimulai dari modifikasi gaya hidup termasuk diit yang diadopsi dari DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), menurunkan berat badan bagi individu gemuk dan obesitas. Meningkatkan aktivitas fisik dan pembatasan asupan garam , alkohol dan rokok. Kemudian diikuti terapi dengan obat-obatan. Terapi JNC-7 Klasifikasi tekanan darah Normal Prehipertensi Hipertensi Derajat 1 Sistolik < 120 120-139 140-159 Diastolic Lifestyle Modification Dan < 80 Dianjurkan Atau 80-89 Ya Atau 90-99 Ya Initiate drug therapy Tidak Tidak Diuretic tipe Thiazide bisa dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi. Obatobatan untuk compelling

Hipertensi Derajat 2

> 160

> 100

Ya

indication 2 kombinasi obat diuretic ti[e Thazide dan ACEI, atau ARB atau BB atau CCB. Obatobatan untuk compelling indications

Hipertensi pada Diabetes mellitus Tujuan terapi hipertensi-pada Diabetes Berdasarkan guideline antara lain JNC-7 ADA (2004), NKF (National Kidney Foundation, 2004) merekomendasikan tekanan darah yang harus dicapai pada pasien hipertensi-diabetes, adalah 130/80 mmHg atau lebih rendah. Untuk hipertensi sistolik terisolasi (tekanan sistolik > 180 mmHg, tekanan diastolic normal) direkomendasikan oleh ADA penurunan tekanan sistolik pada diabetes < 160 mmHg). Rekomendasi JNC-7, 2003 untuk hipertensi-diabetes, netropati diabetes, chronic kidneyu disease Target penurunan tekanan darah adalah < 130/80 mmHg sebagai pilihan pertama adalah ACE-inhibitor, AB; bila diperlukan terapi kombinasi untuk mencapai tekanan darah < 130/80 mmHg ditambah obat lain golongan thiazid (diuretka), CCB (nondihidropiridin / diltiazem / Herbesser), beta blocker)

Angiotensin converting enzim-inhibitor (ACE-inhibitor) atau angiotensin II reseptor antagonis (AIIRB )menurunkan ekreksi protein Efek beyond dari ACE-inhibitor sebagai antidiabetik Ace-inhibitor meningkatkan uptake glukosa, melalui aktifasi kinin-bradikinin ARB mengaktifkan PPAR gamma, memperbaikimenurunkan resistensi insulin dan metabolisme lipid.

ACE-inhibitor mempunyai potensi antiabetik melalui efek RAAS: Signal Insulin Oxidative stress Aktifitas simoatik Adipogenesis

ACE-inhibitor mempunyai potensi antiabetik melalui efek RAAS: Signal Insulin Oxidative stress Aktifitas simoatik Adipogenesis

Efek obat anti hipertensi terhadap sensitifitas insulin, poteksi ginjal pada diabetes Golongan Sensitifitas insulin Renoproteksi ACE-inhibitor + ARB + Diuretik ? Alpha 1-blocker 0 b-blocker 0 ca-antagonist nondihidriopiridin + Hipertensi pada Penyakit Ginjal Kronis ( PGK ) JNC VII maupun MDRD mentargetkan pencapaian tekanan darah kurang dari 125/75 mmHg pada pendereita PKG stage 5, tetapi harus dipergitungkan kondisi komorbid maupun faktor resiko kardio serebro vaskuler secara individual untuk efek buruk dari terlalu cepat dan besarnya penurunan tekanan darah. Untuk pasien PGK umumnya dianjurkan untuk target 135/85 mmHg pada siang hari dan 125/75 mmHg pada malam hari. Non medikamentosa Pembatasan natrium dan cairan Pengendalian garam dan retensi cairan merupakan hal yang utama dalam patrofisiologis terjadinya hipertensi pada PKG, dianjurkan asupan < 5 gram sehari NaCl, diuretik loop biasa digunakan pada PKG sedangkan tiazid pada laju filtrasi glomerulus <25ml/menit tidak bermanfaat kecuali bila ditujukan untuk memperkuat efek diuretik loop. Tindakan hemodialisis pada PKG tahap akhir merupakan mekanisme pengambilan cairan atau ultra filtrasi yang paling berperan, disini penting sekali penentuan berat badan kering pasien dan preskripsi dialisis. Obat-obat anti hipertensi Hampir semua jenis obat anti hipertensi dapat digunakan walaupun pada PKG dengan dialisis terjadi penurunan volume cairan, tekanan darahnya biasanya

tidak turun sesuai dengan target pencapaian yang diharapkan sehingga diperlukan obat anti hipertensi bahkan target baru dapat tercapai dengan kombinasi beberapa jenis obat (JNCVII). Rumusan Cookroft and Gault secara praktis dapat digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus maupun menentukan derajat gangguan fungsi ginjal berdasarkan klasifikasi K/DOQI dari Nation Kidney Fountion. Obat anti hipertensi dapat memperlambat progresifitas kerusakan ginjal dan menurunkan resiko penyakit kardio vaskuler pada PKG maupun pasien PKG tanpa hipertensi. Diuretik merupakan obat yang sering digunakan pada PGK maupun pada populasi hipertensi secara umum seperti yang dapat kita temukan pada penelitian ALLHAT akan tetapi pada PGK tahap lanjut tiazid tidak lagi berguna sehingga furosemide banyak digunakan dengan dosis yang ditingkatkan. Diuretik sangat berperan pada mekanisme pengurangan volume intra vaskuler dan penurunan curah jantung. Obat efek sentral seperti alpha-methyldopa, Clonidine, imidazoline aman untuk diberikan pada PGK dengan mempertikan efek hipotensi postural maupun rebound phenomenon pada Clonidine dan memerlukan dosis penyesuaian berupa perpanjangan interval. Penghambat beta aman diberikan pada PGK dan merupakan obat pilihan dpada pasien dengan resiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular. Penyesuaian dosis diperlukan pada penggunaan obat ini. Penghambat Calsium mempunyai peran yang baik dalam efek vasodilatasi aferen maupun aferen di ginjal, sebagai anti growth factor pada proses mitogenik, menghambat pelepasan radikal bebas dalam darah. Penyerapan melalui oral umumnya baik, tidak diperlukan dosis penyesuaian, harus dibedakan pada dua kelas yang memberi efek terhadap proteinuria yang berbeda walaupun mekanisme pastinya belum bisa dijelaskan. ACE-inhibitor menurunkan tekanan darah dengan jalan menghambat pelepasan angiotensi II yang bersifat vasokonstrikstor, terjadi akumulasi bradikinin dengan efek batuk yang menganggu pada 5-10% pengguna ACEinhibitor. Pada PGK pengguna ACEinhibitor perlu dosis penyesuaian kecuali Fisinopril karena eliminasi obat tersebut dapat melalui jalur hepatik. Angiotensin II receptor blockers (ARBs) bekerja melalui penghambatan ditingkat reseptor AT1 sehingga angiotensin II terhambat serta menghambat produksi aldosteron, tidak memerlukan penyesuaian dosis. Hipertensi Pada Obesitas Rekomendasi JNC VII untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih memfokuskan penanganan untuk menurunkan berat badan , sedangkan rekomendasi World Health Organisation / International Society of

Hypertension (1999) untuk hipertensi tidak memberikan rekomendasi yang spesifik obat anti hipertesni yang digunakan pada obesitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada penurunan berat badan 1 kg akan diikuti dengan penrunan tekanan darah sebesar 0,3 -1 mmHg, selain itu akan memberikan perbaikan dari profil lipid, terjadi reveral proses dari hipertropi ventrikel, penurunan resiko terjadinya diabetes dan perbaikan kualitas hidupdari pasien Diet rendah kalori adalah diet yang umumnya diberikan pada pasien obesitas. Diet kalori sangat rendah (800 Kcal/hari) pada individu dengan Bmi > 30 kg/m2 akan menurunkan berat badan sekitrar 2 kg/minggu dan bila dilanjukan akan menurunkan berat badan sekitar 20 kg/4 bulan, tetapi hal ini akan membahayakan karena terjadi gangguan metabolisme tubuh dan keseimbangan elektrolit. Program untuk menurunkan berat badan yang dianjurkan haruslah meliputi diet rendah kalori (1200-1800 kcal/hari). Latihan jasmani dan modifikasi gaya hidup. Dengan pelaksanaan yang tepat, program ini akan menurunkan berat badan sebanyak 9-14 kg dalam 5-6 bulan. Obat anti hipertensi Beberapa ahli menganjurkan golongan Angiotensin converting enzim Inhibitor ( ACE-I ), angiotensin reseptor bloker (ARB), kalsium antagonis dan alfa bloker sebagai pengobatan lini pertama. Hal ini didasarkan pada efektifitasnya untuk mengontrol tekanan darah dan tidak didapatkannya gangguan metabolisme lipid dan glukosa selama pemberian obat tersebut. ACE-I merupakan obat anti hipertensi utama pada pasien obesitas, karena selain dapat mengontrol tekanan darah obat ini dapat memperbaiki metabolisme glukosa. Terjadi perbaikan sensitifitas insulin dan ambilan glukosa oleh jaringan. Resin, dkk. Kalsium antagonis adalah obat alternatif lain yang dapat diberikan pada obesitas. Obat ini memiliki efektifitas sama dengan ACE-I untuk mengontrol tekanan darah dan tidak mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa. Beta bloker merupakan obat yang biasanya diberikan sebagai terapi utama hipertensi pada pasien jantung koroner, gagal jantung dan usia lanjut, tetapi penggunaan beta bloker pada obesitas akan menimbulkan beberapa kendala karena akan mempersulit usaha penurunan berat badan. Hipertensi pada usia lanjut Ada beberapa studi yang meneliti hipertensi pada usia lanjut misalnya : 1. Epidemiology of isolated Systolic Hypertension (Winker & Murpy 1991) 2. The SHEP (The Systolic Hypertension in the Elderly Program) study 1991 3. MRC (Medical Research Council) Working Party 1992 4. STOP (Swedish Trial in Old Patients with Hypertension) 1. Non Farmakologi Perlu dilakukan perubahan pola hidup secara bertahap dan hati-hati. Kebiasaan merokok dan minum alkohol berangsur-angsur dibatasi. Asupan garam dianjurkan 80-100 mmol/hari dan dianjurkan berolah raga secara teratur sesuai kemampuan.

2. Farmakologi Diuretik Sebagai obat lini pertama yang sering digunakan pada pasien hipertensi usia lanjut ialah diuretik (thiazide). Dimulai denga dosis rendah (12,5 mg/hari). Beta blockers Umumnya dipergunakan pada pasien hipertensi yang disertai penyakit jantung koroner, thaiaritmia, sakit kepala dan gagal jantung. ACEI Umumnya digunakan pada pasien hipertensi yang disertai gagal jantung akibat disfungsi sistolik, penyakit ginjal kronik yang ringan dan sedang, atau penyakit-penyakit kardiovaskuler. Calcium Channel Blockers Dapat digunakan pada pasien hipertensi yang disertai gagal jantung yang diakibatkan disfungsi diastolik, anginan pektoris dan penyakit vaskuler perifer. ARB yang dipergunakan pada studi SCOPE untuk pengobatan hipertensi ringan pada usia lanjut ternyata selain menurunkan tekanan datah juga dapat mengurangi resiko stroke. Dan ternyata bahwa dengan menurunkan tekanan darah tidak meningkatkan resiko penurunan kesadaran atau terjadinya demensia pada usia lanjut. Hipertensi pada gagal jantung Terapi farmakologik pada umumnya terdiri dari : 1. Diuretik 2. Digoxin 3. Ace-inhibitors 4. A-II receptor blocker (ARB) 5. Isosorbid dinitrate 6. Beta-blockers 7. Ca-Antagonists 8. Anti-arrythmics Diuretik terlihat dapoat diandalkan untuk mengatasi akibat yang timbul oleh retensi air dan garam. HCT merupakan obat yang sudah lama diandalkan. ACE-Inhibitor (ACE-I) jelas sangat diandalkan dalam mengatasi aktivasi RAS dengan menurunkan produksi angiotensin II. Angiotensin II-Receptor-Blocker (ARB) yang memblok angiotensi II dari receptor nya, AT-IR, juga telah dibuktikan mempunyai efek yang baik dalam penanggungan gagal jantung. Beta-blocker juga pada akhirnya ini telah dibuktikan. Ca-Antagonist dalam gagal jantung masih kontroversial, terutama yang generasi awal seperti dihydropyridine, verapamil dan diltiazem. Amlodipine, felodipine dan nisoldipine didapati efek yang baik pada gagal jantung seperti ditunjukkan oleh PRAISE Studiy. Ini disebabkan bahwa disamping penurunan

after-loadnya yang cukup baik dibuktikan juga tiodak dijumpai memberi aktivasi neuro-hormonal yang berarti. Hipertensi pada kehamilan Indikasi pemberian antihipertensi adalah : a. Risiko rendah hipertensi 1) Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap > 100 mmHg 2) Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik > 90 mmHg b. Obat antihipertensi 1) Pilihan pertama : Methyldopa : 0.65 3.0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis 2) Pilihan kedua : Nifedipine : 30 120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipin harus diberikan per oral) Hipertensi pada stroke iskemik akut Pada penderita dengan tekanan darah diastolik >140 mmHg (atau >110 mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis)11 diperlakukan sebagai penderita hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain Jika tekanan darah sistolik >230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik 121-140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat diulang atau digandakan setiap 10-20 menit sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan dapat dicapai atau sampai dosis komulatif 300 mg yang diberikan melalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan setiap 6-8 jam bila diperlukan. (Pilihan obat lain lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi) Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik 105-120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali Adanya bukti pendarahan intraserebal, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya. Jika peninggian tekanan darah tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang memuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg setiap 6 jam atau 6,25-25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral maka diberikan labetalol i.v. seperti cara diatas atau obat pilihan lainnya (urgensi). Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20%-25% dari tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus. Hipertesni pada stroke Perdarahan Intraserebral Bila tekanan darah sistolik >230 mmHg atau tekanan diastolik >140 mmHg pada : berikan nikardipin, diltiazem atau nimodopin (dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).

Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-104 mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg : a. Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh labbetalol drip 2-8 mg/menit atau; b. Nikardipin 15-17 atau; c. Diltiazem atau; d. Nimodipin Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20%-25% dari tekanan darah arteri rerata. Bila tekanan sistolik <180mmHg dan tekanan diastolik <105 mmHg, tangguhkah pemberian obat anti-hipertensi. Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus dipertahankan >70 mmHg Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg. Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus dicegah segera pada waktu pasca-operasi dekompresi. Bila tekanan darah arterial sistolik turun <90 mmHg harus diberikan obat menaikkan tekanan darah (vasopresor)

Daftar Pustaka : 1. The Seventh report on the Joint Nacional Commitee on Preventoin, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure. 2003 2. Eoropean Society of Hypertension European Society of Cardiology guidelines for the management of arterial hypertension. 2003 3. World Health organization ( WHO ) / International Society of Hypertension ( ISH ) statement on management of hypertension. World helath organization, International Society of Hypertension Writing Group 2003. 4. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical practice guideline on hypertension and antihypertensive agents in chronic kidney disease. Am J Kidney Dis 2004. 5. JS Loekman. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal Kronik. Dalam .Suwitra K, Widjana GR editor. The 9th National Congress of inasn & annual meeting of Nephrology. Bali .2005. 66 9. 6. Kapojos E.J. Hipertensi dan Obesitas. JNHC. 2003. 95 - 103 7. Norman M. Kaplan : Hypertensoin in the Elderly; Clinikal Hypertensin Sixtth Edition .1994, 125 7 8. Tessy A. Hipertensi Pada Usia Lanjut. JNHC. 2003, 113 9 9. Himpunan Kelompok Kerja Maternal POGI. Pedoman Pengelolaan Hipetensi Dalam Kehamilan Di Indonesia . 2005 10. Kelompok Studi Serebrovaskuler. PERDOSI. Guidelines Stroke . 2004

Anda mungkin juga menyukai