Anda di halaman 1dari 13

Fluorokuinolon Oral dan Risiko Ablasio Retina

Journal of American Medical Association, 4 April 2012


Mahyar Etminan, PharmD, MSc (epi); Farzin Forooghian, MD, MSc, FRCSC;
James M. Brophy, MD, PhD, FRCPC; Steven T. Bird, PharmD; David Maberley,
MD, MSc, FRCSC

Konteks Fluorokuinolon merupakan kelas antibiotik yang paling sering


diresepkan. Meskipun banyak laporan kasus mengenai toksisitas pada mata,
penelitian farmakoepidemiologi berdasarkan keamanan pada mata, terutama
ablasio retina, belum dilakukan.
Objektif Untuk meneliti hubungan antara penggunaan fluorokuinolon oral dan
berkembangnya risiko ablasio retina.
Desain, tempat penelitian, dan pasien Dilakukan penelitian case-control pada
pasien di British Columbia, Kanada, yang datang ke oftalmologis antara Januari
2000 dan Desember 2007. Kasus ablasio retina didefinisikan sebagai kode
prosedur untuk pembedahan perbaikan retina dalam 14 hari pada kode pelayanan
dokter. Sepuluh pasien kontrol dipilih untuk setiap kasus menggunakan
pencontohan risiko yang telah diatur, disesuaikan dengan usia dan bulan serta
tahun saat dilakukan pencatatan kohort.
Pengukuran hasil utama Hubungan antara ablasio retina dan penggunaan
fluorokuinolon oral saat ini, baru-baru ini, atau pada masa lampau.
Hasil Dari 989.591 pasien, ditemukan 4384 kasus ablasio retina dan 43.840
kontrol. Penggunaan fluorokuinolon saat ini memiliki hubungan dengan risiko
yang lebih tinggi dalam terjadinya ablasio retina (3.3% kasus vs 0.6% kontrol;
ARR 4.50 [95% Cl, 3.56-5.70]). Baik penggunaan baru-baru ini (0.3% kasus vs
0.2% kontrol; ARR 0.92 [95% Cl, 0.45-1.87]) maupun penggunaan masa lampau
(6.6% kasus vs 6.1% kontol; ARR 1.03 [95% Cl, 0.89-1.19]) memiliki hubungan
dengan ablasio retina. Peningkatan yang pasti dalam risiko terjadinya ablasio
retina ialah 4:10.000 orang per tahun. Tidak ada bukti dalam hubungan antara

terjadinya ablasio retina dengan antibiotik beta laktam (ARR, 0.74 [95% Cl, 0.351.57]) atau beta agonis short acting (ARR, 0.95 [95% Cl, 0.68-1.33]).
Kesimpulan Pasien yang meminum fluorokuinolon oral merupakan risiko tinggi
untuk terjadinya ablasio retina dibandingkan dengan yang tidak meminum,
meskipun risiko pasti untuk kejadian ini masih kecil.

Fluorokuinolon merupakan kelas antibiotik yang paling sering diresepkan.


Fluorokuinolon merupakan antibakteri spectrum luas dan dengan distribusi
jaringan yang tinggi memberikan potensi untuk berbagai infeksi komunitas yang
didapat. Meskipun fluorokuinolon secara umum dapat ditoleransi dengan baik,
tetapi telah ada anggapan bahwa fluorokuinolon memiliki hubungan dengan
peningkatan terjadinya disglikemia, aritmia jantung, dan kejadian neuropsikiatri.
Fluorokuinolon juga memiliki hubungan terhadap beberapa bentuk toksisitas mata
seperti perforasi kornea, neuropati optik, dan hemoragik retina. Pada 2011, label
untuk gemifloksasin telah diperbarui, dimana termasuk hemoragik retina yang
dilaporkan selama survey post-pemasaran. Peringatan yang luas mengenai
penggunaan fluorokuinolon spectrum luas juga telah dikabarkan untuk ruptur
tendon, dimana meningkatkan keprihatinan terhadap efek dari obat ini pada
jaringan ikat longgar pada mata. Penelitian pada hewan juga memberikan bukti
terhadap terjadinya degenerasi retina terhadap penggunaan fluorokuinolon.
Dalam literatur, telah ada 3 kasus yang dilaporkan mengenai ablasio retina
dengan flumequine dan 1 kasus ablasio retina dengan ciprofloksasin. Mekanisme
ablasio retina yang diinduksi fluorokuinolon dapat melalui efek destruktif dari
obat tersebut pada kolagen dan jaringan ikat longgar. Serat kolagen memainkan
pernana penting dalam struktur dan integritas korpus viterum. Dengan demikian,
kerusakan kolagen kemungkinan merupakan efek sekunder dalam terapi
fluorokuinolon, dapat menyebabkan berkembangnya ablasio vitreus posterior,
yang mengakibatkan peningkatan risiko ablasio retina.
Ablasio retina merupakan kegawatdaruratan dalam bidang medis yang
menyebabkan kehilangan penglihatan yang ireversibel. Lebih dari 40% pasien
yang mengalami kejadian ini dapat mengalami kehilangan penglihatan yang

signifikan meskipun telah dilakukan intervensi. Mengingat bahwa fluorokuinolon


oral merupakan salah satu antibiotik yang sering diresepkan, sangat penting untuk
diketahui seluruh risiko dan keamanannya. Kami melakukan penelitian
berdasarkan farmakoepidemiologikal untuk meneliti hubungan antara penggunaan
fluorokuinolon oral dan risiko ablasio retina.

METODE
Sumber Data
Semua penduduk propinsi British Columbia menerima cakupan kesehatan
universal dari kementerian propinsi kesehatan. Data diambil oleh British
Columbia Linked Health Database, dimana berisi file data yang berhubungan
dalam demografi pasien, masuk dan keluar rumah sakit (termasuk semua prosedur
rumah sakit), visit dokter (termasuk semua prosedur in-office), dan database resep
obat yang komprehensif PharmaNet). PharmaNet mengambil semua informasi
pada semua resep obat dibagikan di propinsi dan termasuk kekuatan obat,
kuantitas, dan lamanya penggunaan (hari).
Pengecekan yang berkualitas pada data telah menunjukkan keakuratan
dengan kesalahan klasifikasi paparan obat yang minimal. Datanya saling
berhubungan melalui pengidentifikasi yang unik. British Columbia Linked Health
Database merupakan salah satu database longitudinal dengan data pelayanan
kesehatan kurang lebih 4.5 juta penduduk. Karena seluruh penduduk Kanada
layak untuk medapat cakupan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, database
propinsi memberikan representasi yang baik pada penduduk Kanada dan telah
digunakan dalam jumlah yang besar pada penelitian farmakoepidemiologi.

Deskripsi Kohort
Kohort case-kontrol terdiri dari semua pasien yang pernah datang ke
oftalmologis di propinsi British Columbia antara Januari 2000 sampai Desember
2007. Pasien masuk ke criteria kohort pada hari pertama visit oftalmologis dan

difollow up berdasarkan diagnosis ablasio retina, penghentian cakupan kesehatan,


kematian, atau penghentian masa penelitian.

Definisi Kasus dan Kontrol


Kasus diidentifikasikan sebagai orang-orang dengan kode pelayanan dokter
pertama untuk ablasio retina setelah masuk ke kohort. Kasus kejadian
didefinisikan sebagai orang-orang yang menerima International Classification of
Disease, Ninth Revision (ICD-9) kode 361 untuk ablasio retina, di samping
setelah menerima prosedur khusus untuk ablasio retina seperti operasi terdiri dari
scleral buckle, suatu vitrectomy, atau pneumatic retinopexy (British Columbia
kode prosedur 2194, 2199, 22.196, masing-masing) dalam waktu 14 hari dari
kode layanan dokter. Tanggal dari kode pelayanan dianggap merupakan tanggal
indeks.
Kami memastikan bahwa tidak ada klaim pelayanan dokter sebelumnya
(ICD-9 361.XX) atau prosedur untuk ablasio retina yang telah tercatat dari data
masukan kohort ke tanggal indeks (termasuk ICD-9 361.06 dan 361.07, yang
merupakan

ablasio

retina

sebelumnya).

Diagnosis

endoftalmitis

dapat

meningkatkan risiko ablasio retina. Meskipun terapi fluorokuinolon oral tidak


umum atau

merupakan

terapi

lini

pertama

untuk

kondisi

ini,

kami

mengeksklusikan pasien yang menerima klain pelayanan dokter untuk


endoftalmitis atau mereka yang menerima kode prosedur yang berhubungan
dengan endoftalmitis, termasuk injeksi antibiotic intravitreal (kode prosedur
British Columbia 2090) atau biopsy intravitreus (kode prosedur British Columbia
2092).
Kontrol dipilih menggunakan sampling berdasarkan densitas, pendekatan
yang memungkinkan untuk perkiraan yang lebih dekat mengenai odd ratio hingga
rate ratio. Untuk setiap kasus, kami menciptakan kontrol yang layak tanpa klaim
pelayanan dokter sebelumnya atau kode prosedur untuk ablasio retina yang
difollow up selama kasus (pemasukan kohort hingga tanggal indeks). Dari kontrol
yang layak ini, 10 dipilih secara acak dan disesuaikan dengan kasus menurut usia
(1 tahun) dan bulan serta tahun pemasukan kohort. Baik kasus maupun kontrol

harus telah mendapat resep obat selama 1 tahun yang memungkinkan kita untuk
menilai penggunaan resep obat.

Penilaian Pajanan
Pemaparan utama yang penting adalah penggunaan fluorokuinolon oral.
Kami mengidentifikasi semua fluorokuinolon oral ditiadakan pada tahun sebelum
indeks saat ini termasuk siprofloksasin, gatifloksasin, grepafloxacin, levofloxacin,
moksifloksasin, norfloksasin, ofloksasin, dan trovafloxacin. Fluorokuinolon
oftalmik dieksklusikan baik dalam kelompok kasus maupun kontrol, karena obat
ini digunakan untuk mengobati berbagai infeksi mata, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan resiko ablasio retina. Pendekatan ini mencegah terjadinya bias.
Selanjutnya, pajanan terhadap fluorokuinolon yang diperlukan terjadi setelah
pasien memasuki kohort untuk memastikan paparan obat terjadi setelah visit awal
ophthalmologis.
Ablasi retina adalah hipotesis yang memiliki onset akut dan kami
kategorikan penggunaan fluorokuinolon berdasarkan pada tanggal penghentian
resep (tanggal dispensasi ditambah jumlah hari pasokan) dan tanggal indeks
ablasio retina. Pajanan fluorokuinolon diklasifikasikan sebagai penggunaan saat
ini, penggunaan akhir-akhir ini, penggunaan masa lalu, dan penggunaan yang
merupakan kombinasi dari semua 3 klasifikasi pajanan. Pengguna saat ini
didefinisikan sebagai orang dimana tanggal terminasi resep saling tumpang tindih
dengan tanggal indeks. Pengguna baru-baru ini didefinisikan sebagai pasien
dengan resep tanggal terminasi dari 1 sampai 7 hari sebelum tanggal indeks, dan
pengguna di masa lalu didefinisikan sebagai pasien dengan resep tanggal
terminasi dari 8-365 hari sebelum tanggal indeks.
Kode tagihan dokter digunakan sebagai ukuran perkiraan untuk memeriksa
indikasi untuk digunakannya fluorokuinolon antara pasien yang mengalami
ablasio

retina.

Kami

mengidentifikasi

resep

pertama

diberikan

untuk

fluorokuinolon sebelum tanggal indeks. Kami khusus mencari berikut indikasi


terapi 14 hari sebelum dispensasi/pengakhiran dari resep fluorokuinolon pertama:
infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran genitourinari, infeksi saluran

pencernaan, infeksi kulit dan sendi atau infeksi tulang. Pasien tanpa kode
penagihan untuk 1 dari 4 kondisi diklasifikasikan memiliki indikasi lainnya. Jika
lebih dari 1 kode hadir selama periode 14-hari, kode yang muncul paling dekat
dengan tanggal dispensasi yang akan digunakan.
Sebagai ukuran kualitas, kami menguji risiko ablasi retina dalam penelitian
kami pada penduduk dengan 2 kelas yang berbeda dari obat yang belum terkait
dengan ablasi retina. Pertama, kami memeriksa hubungan antara ablasio retina
dan antibiotik beta laktam oral (semua penisilin dan sefalosporin oral), yang
merupakan kelas antibiotik yang berbeda yang belum terbukti meningkatkan
risiko ablasio retina. Kedua, kami menguji risiko ablasi retina dengan short-acting
beta agonis, yang tidak memiliki keterkaitan kelas obat untuk fluorokuinolon yang
telah membatasi absorbsi sistemik.

Analisis Statistik
Kami meneliti demografi studi untuk kedua kelompok kasus dan kontrol
dengan menggunakan statistic deskriptif. Rasio tingkat (RRs) yang dihitung untuk
membandingkan angka kejadian ablasio retina untuk pengguna fluorokuinolon
saat ini dengan yang bukan pengguna fluorokuinolon. Sebuah regresi logistik
kondisional dibangun untuk menyesuaikan kovariat. Dalam model ini, kami
menyesuaikan untuk jenis kelamin, riwayat operasi katarak (sebagai ukuran untuk
diagnosis katarak), miopia (didefinisikan sebagai 1 klaim layanan dokter untuk
miopia pada tahun sebelum tanggal indeks), diabetes (penggunaan 1 obat untuk
pengobatan diabetes pada tahun sebelumnya dengan tanggal indeks), dan jumlah
kunjungan ke dokter mata 1 tahun sebelum tanggal indeks. Kami juga
menyesuaikan dengan jumlah resep obat yang digunakan dalam tahun sebelum
tanggal

indeks,

yang

dimaksudkan

sebagai

suatu

ukuran

keseluruhan

komorbiditas. Untuk menguji kekokohan hasil kami, kami melakukan analisis


sensitivitas dimana kami menguji efek dari perancu yang terukur pada besarnya
dan arah dari RR. Kami menghitung jumlah yang diperlukan untuk bahaya
(peningkatan risiko absolut X 100) dimana peningkatan risiko absolut menyamai
perkiraan insiden pada pengguna fluorokuinolon (RR X insidensi di kalangan non

pengguna

fluorokuinolon)

dikurangi

insiden

antara

bukan

pengguna

fluorokuinolon.
Persetujuan etika diperoleh dari dewan etika perilaku dari Universitas
British Columbia. Semua analisis dilakukan dengan menggunakan SAS versi 9.2
(SAS Institute Inc) menggunakan uji 2-sided dengan signifikansi pada tingkat
nilai P kurang dari 0.05.

HASIL
Kohort ini terdiri dari 989.591 pasien. Dalam kelompok ini, 4384 kelompok kasus
ablasio retina dan 43.840 kelompok kontrol yang sesuai telah diidentifikasi.
Kelompok kasus lebih cenderung laki-laki dan lebih cenderung untuk memiliki
miopia, diabetes, atau telah menerima operasi katarak (Tabel 1). Seperti yang
diharapkan, 57% menerima prosedur bedah untuk ablasio retina pada hari saat
didiagnosis. Ciprofloxacin berkontribusi pada sebagian besar kasus ablasio retina
diikuti oleh levofloxacin dan norfloksasin (TABEL 2). Di antara kasus, infeksi
saluran pernapasan dan infeksi saluran genitourinari yang paling umum
merupakan indikasi untuk penggunaan fluorokuinolon pada populasi penelitian
kami (Tabel 3). Di antara pengguna saat ini, 8% memiliki indikasi yang tidak bisa
ditentukan menggunakan data administrasi.

Penggunaan fluorokuinolon saat ini dikaitkan dengan signifikansi risiko


yang lebih tinggi dalam terjadinya ablasio retina (disesuaikan RR [ARR], 4.50
[95% CI, 3.56-5.70]; TABEL 4). Untuk pengguna fluorokuinolon saat ini, ratarata (SD) jumlah hari dari resep fluorokuinolon pertama hingga pertama kali
terjadinya ablasio retina adalah 4.8 (4.8) hari. Tidak ada risiko yang diamati antara
pengguna akhir-akhir ini (ARR, 0.92, 95% CI, 0.45-1.87) atau pengguna pada
masa lalu (ARR, 1.03, 95% CI, 0.89-1.19). Tidak ada resiko yang diamati antara
pengguna antibiotik betalaktam saat ini (ARR, 0.74, 95% CI, 0.35-1.57) atau beta
agonis short-acting (ARR, 0.95, 95% CI, 0.68-1.33). Peningkatan mutlak dalam
risiko ablasio retina adalah 4 per 10.000 orang per tahun.

Mengingat ukuran menunjukkan asosiasi, sekelompok sisa pembaur akan


membutuhkan hubungan kumulatif (odds ratio) dengan kedua pajanan dan hasil
pada tingkat 10 sampai 15 untuk menghilangkan pentingnya efek yang ditemukan
dalam penelitian ini.

Diskusi
Ini merupakan penelitian pertama, untuk pengetahuan kita, menunjukkan
bahwa fluorokuinolon oral dengan peningkatan risiko dari ablasio retina.
Pengguna fluorokuinolon oral saat ini, 5 kali lebih mungkin didiagnosis dengan
ablasio retina dibandingkan non pengguna fluorokuinolon. Seperti yang diduga,
tidak ada peningkatan risiko yang ditemukan pada pengguna antibiotik beta
laktam atau beta agonis short-acting dibandingkan dengan yang bukan pengguna.
Telah ada 3 laporan kasus ablasio makula dengan flumequine,
fluorokuinolon generasi pertama yang tidak tersedia di Amerika Utara. Terdapat
satu laporan dari ablasio retina sekunder terhadap ciprofloxacin yang dilaporkan
ke Kesehatan Kanada. Hal ini dimungkinkan bahwa kasus ablasio retina dengan

fluorokuinolon yang tidak terlaporkan. Ablasio retina adalah kedaruratan medis


yang terutama dirawat oleh dokter spesialis mata (oftalmologis) dengan
subspesialisasi pada operasi retina.
Tujuan pengobatan untuk kondisi ini adalah perbaikan segera retina dengan
tujuan menjaga atau memulihkan lapang pandang dan ketajaman. Karena tidak
ada penelitian sebelumnya yang menghubungkan penggunaan fluorokuinolon oral
dengan ablasio retina, tidak mungkin bahwa pengobatan retina oleh ahli bedah
dicurigai memiliki hubungan dengan penggunaan fluorokuinolon oral dan ablasio
retina, yang dapat menjelaskan mengapa lebih banyak kasus ablasio retina
sekunder karena fluorokuinolon belum dilaporkan.
Penelitian kami memiliki beberapa kekuatan. Kami memiliki populasi
homogen hampir 1 juta pasien yang telah mengunjungi seorang dokter mata
(oftalmologis), memungkinkan untuk memadai daya untuk penelitian ini. Ablasio
retina adalah peristiwa mendadak yang membutuhkan intervensi operasi. Akses ke
kode prosedur tertentu untuk ablasio retina dalam data kami membuat
kemungkinan kesalahan klasifikasi untuk kondisi ini ialah tidak mungkin.
Perancu dengan indikasi mengacu pada jenis perancu yang mungkin timbul
dalam banyak penelitian farmakoepidemiologikal berdasarkan efek samping obat.
Jenis perancu ini mengarah pada situasi dimana dokter mungkin lebih cenderung
meresepkan fluorokuinolon untuk pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya
ablasio retina. Namun, hal ini tidak mungkin dalam penelitian ini karena faktor
yang berhubungan dengan penulisan resep fluorokuinolon oral biasanya tidak
diketahui

terkait

dengan

ablasio

retina.

Selain

endoftalmitis,

retinitis

sitomegalovirus adalah jenis lain dari infeksi ocular yang dapat meningkatkan
risiko ablasio retina. Pasien dengan AIDS yang lebih rentan terhadap jenis infeksi
dapat menerima fluorokuinolon untuk infeksi terkait AIDS lainnya. Tak satu pun
dari pasien dalam penelitian kami memiliki diagnosis AIDS atau retinitis
sitomegalovirus.
Mekanisme yang tepat dari ablasio retina dengan fluorokuinolon tidak
diketahui. Retina adalah struktur halus dalam mata yang melekat pada vitreous
kortikal oleh matriks kompleks dari serat kolagen. Pencairan vitreous, atau

sineresis, adalah perubahan vitreous yang normal karena penuaan yang dapat
dihasilkan pada traksi retina. Traksi yang berlebihan dapat menyebabkan robekan
retina, yang dapat menyebabkan terjadinya ablasio retina. Kondisi yang
mengganggu formasi jaringan ikat dan kolagen juga meningkatkan pencairan
vitreus dan telah terbukti meningkatkan risiko ablasio retina.
Fluorokuinolon

telah

terbukti

mengganggu

sintesis

kolagen

dan

mengganggu matriks ekstraseluler luar retina, termasuk matriks kornea.


Fluorokuinolon oral memiliki bioavailabilitas relatif tinggi dan distribusi volume
tinggi. Hanya 2 dosis siprofloksasin oral telah terbukti memberikan konsentrasi
antibakteri yang cukup di dalam vitreous. Sehingga hal ini mungkin bahwa
kerusakan pada kolagen dan jaringan ikat akibat fluorokuinolon pada tulang
panjang juga dapat diartikan memiliki tipe kerusakan yang sama terhadap tipe
jaringan ikat termasuk dari vitreus dan korteks vitreus.
Risiko ablasio retina dari penelitian kami hanya meningkat di antara
pengguna fluorokuinolon saat ini, tetapi tidak di antara pengguna fluorokuinolon
akhir-akhir ini atau pengguna fluorokuinolon di masa lalu, menunjukkan suatu
efek samping akut. Mengingat terbatasnya jumlah penelitian pada hewan atau
kasus laporan khusus pada ablasi retina diinduksi fluorokuinolon, sulit untuk
menyimpulkan terjadinya kerusakan yang diinduksi fluorokuinolon, yang dapat
menyebabkan ablasio retina. Namun, dalam satu penelitian pada hewan, setelah 3
hari pajanan terhadap budaya ciprofloxacin, sintesis kolagen dari jaringan tendon
mengalami penurunan sebesar 48%. Kasus yang telah dilaporkan mengenai
terjadinya ruptur tendon dengan hanya 1 dosis fluorokuinolon, lebih memperkuat
hipotesis toksisitas akut obat ini mungkin untuk semua jenis jaringan ikat
termasuk jaringan ikat okular.
Beberapa penelitian epidemiologi besar telah menunjukkan bahwa
fluorokuinolon oral berhubungan dengan peningkatan risiko ruptur tendon achiles.
Menggunakan penelitian case-kontrol, van der Linden et al telah menunjukkan
bahwa pengguna fluorokuinolon saat ini adalah 7 kali lebih mungkin untuk terjadi
ruptur tendon achiles dibandingkan non pengguna (RR, 7.1; 95% CI, 1.7-29.1).
Waktu untuk onset rupturnya tendon telah dilaporkan berada di antara 2 dan 31

hari dengan rata-rata waktu 7 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian ini di mana
waktu untuk timbulnya ablasio retina adalah 5 hari pada pengguna fluorokuinolon
saat ini yang merupakan risiko tertinggi terjadinya ablasio retina. Insiden dari
ablasio retina diperkirakan 12 per 100.000 pasien setiap tahunnya di Amerika
Serikat. Mengingat perkiraan prevalensi pajanan 10%, dan dengan asumsi bahwa
peningkatan risiko yang sama dalam penduduk umum, penduduk yang dapat
berhubungan dengan risiko akan diperkirakan risikonya menjadi sekitar 4%. Kami
memperkirakan bahwa 1440 kasus ablasio retina yang didiagnosis setiap tahunnya
di Amerika Serikat mungkin disebabkan penggunaan fluorokuinolon oral.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Seperti pada semua
penelitian farmakoepidemiologikal yang menggunakan data administrasi, riwayat
peresepan obat dalam database kami hanya memberikan informasi tentang
pemberian obat dan asupan obat yang tidak diperlukan. Kami tidak memiliki
akses ke informasi diagnostik untuk memverifikasi kemungkinan kondisi dimana
fluorokuinolon mungkin telah diresepkan antara kelompok kasus dan hanya bisa
mengandalkan kode tagihan dokter.
Trauma okular adalah penyebab utama ablasio retina yang tidak bisa kita
kontrol dalam penelitian ini. Namun, seperti yang ditunjukkan dalam analisis
sensitivitas, efek pembaur potensial okular trauma akan menjadi lebih besar untuk
mengubah hasil penelitian ini. Sifat data kami tidak memungkinkan kita untuk
membedakan jenis ablasio retina berdasarkan kode prosedur karena kode prosedur
bedah untuk semua jenis ablasio retina adalah sama. Namun, kami menduga
bahwa mayoritas dari ablasio retina dalam data kami adalah dari jenis
rhegmatogenous, yang merupakan jenis yang paling umum dari ablasio retina
yang memerlukan intervensi bedah. Selain itu, karena penelitian kohort ini hanya
terdiri dari oftalmologi pasien, kita tidak bisa menilai risiko ablasio retina
sekunder pada penggunaan fluorokuinolon dalam populasi umum.
Jika populasi penelitian ini diperkaya dengan orang-orang yang beresiko
tinggi untuk terjadinya ablasio retina, maka ada kemungkinan bahwa
meningkatnya risiko absolut pada populasi umum lebih rendah dibandingkan pada
penelitian ini, bahkan jika perkiraan risiko relatif dapat digeneralisasikan untuk

populasi umum. Akhirnya, penelitian ini dirancang untuk menguji hubungan efekkelas antara penggunaan fluorokuinolon dan ablasio retina, dan itu tidak kuat
untuk memeriksa hubungan ini di antara masing-masing fluorokuinolon.
Kesimpulannya, hasil penelitian ini konsisten dengan hubungan antara
penggunaan

fluorokuinolon

dan

risiko

ablasio

retina.

Penelitian

farmakoepidemiologikal selanjutnya harus dilakukan untuk mengkonfirmasi atau


menyangkal temuan ini.

Anda mungkin juga menyukai