Anda di halaman 1dari 4

Budaya di Daerah Bali -Tari Pendet-

Seperti dikutip dari isi Denpasar,lahirnya tari pendet adalah sebuah ritual sakral odalan di pura yang disebut mamendet atau mendet. Prosesi mendet berlangsung setelah pendeta mengumandangkan puja mantranya dan seusai pementasan topeng sidakaryateater sakral yang secara filosofis melegitimasi upacara keagamaan. Hampir setiap pura besar hingga kecil di Bali disertai dengan aktivitas mamendet. Pada beberapa pura besar seperti Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung itu biasanya secara khusus menampilkan ritus mamendet dengan tari Baris Pendet. Tari ini dibawakan secara berpasangan atau secara masal oleh kaum pria dengan membawakan perlengkapan sesajen dan bunga. Tari Pendet bercerita tentang turunnya dewi-dewi kahyangan ke bumi. Biasanya menurut gentra.lk.ipb.ac.id, tari pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan oleh para putri, dan lebih dinamis dari tari Rejang. Ditampilkan setelah tari Rejang di halaman Pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih). Para penari Pendet berdandan layaknya para penari upacara keagamaan yang sakral lainnya, dengan memakai pakaian upacara, masing-masing penari membawa perlengkapan sesajian persembahan seperti sangku (wadah air suci), kendi, cawan, dan yang lainnya.

Lukisan Tari Pendet oleh Pelukis : Sunaryo Pada dasarnya dalam tarian ini para gadis muda hanya mengikuti gerakan penari perempuan senior yang ada di depan mereka, yang mengerti tanggung jawab dalam memberikan contoh yang baik. Tidak memerlukan pelatihan intensif.

Sejarah Perkembangan. 1950. Tari Pendet disepakati lahir. Tari Pendet tetap mengandung anasir sakral-religius dengan menyertakan muatan-muatan keagamaan yang kental. Pada 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet tersebut dengan pola seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penarinya menjadi lima orang. Berselang setahun kemudian, I Wayan Beratha dan kawan-kawan menciptakan tari pendet massal dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang, untuk ditampilkan dalam upacara pembukaan Asian Games di Jakarta. 1967. Koreografer bentuk modern Tari Pendet. Pencipta atau koreografer bentuk modern tari Pendet ini adalah I Wayan Rindi (?-1967), merupakan penari yang dikenal luas sebagai penekun seni tari dengan kemampuan menggubah tari dan melestarikan seni tari Bali melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Semasa hidupnya ia aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari Pendet kepada keturunan keluarganya maupun di luar lingkungan keluarganya

Budaya di Jawa tengah WAYANG KULIT Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Kediri. Pada abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu. KETOPRAK Ketoprak termasuk salah satu kesenian rakyat di Jawa tengah, tetapi juga bisa ditemui di

Jawa bagian timur. Ketoprak sudah menyatu menjadi budaya masyarakat Jawa tengah. ketoprak adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa. Dalam sebuah pentasan ketoprak, sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan disajikan. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. sesudah itu pagelaran Ketoprak semakin lama makin jadi bagus dan menjadi idola masyarakat, terutama di tanah Yogyakarta. didalam Pagelaran Ketoprak jadi lengkap dengan memakai cerita dan juga diiringi musik gamelan.

Reog Ponorogo Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur, khususnya kota Ponorogo. Tak hanya topeng kepala singa saja yang menjadi perangkat wajib kesenian ini. Tapi juga sosok warok dan gemblak yang menjadi bagian dari kesenian Reog. Di Indonesia, Reog adalah salah satu budaya daerah yang masih sangat kental dengan halhal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan. Seni Reog Ponorogo ini terdiri dari 2 sampai 3 tarian pembuka. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang. Eits, tarian ini berbeda dengan tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu. Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan terakhir adalah singa barong. Seorang penari memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak.

l. Karapan Sapi Karapan sapi adalah pacuan sapi khas dari Pulau Madura. Dengan menarik sebentuk kereta, dua ekor sapi berlomba dengan diiringi oleh gamelan Madura yang disebut saronen. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Jalur pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. g. Festival Bandeng Festival Bandeng selalu digelar setiap tahun. Namun, ada yang berbeda dalam perayaan tahun ini. Kegiatan tersebut tidak dibarengi dengan acara lelang (menjual dengan harga tawar yang paling tinggi) bandeng kawak yang sudah menjadi tradisi masyarakat Sidoarjo. Kurang biaya dan bencana lumpur Sidorjo menjadi penyebab lelang itu dihilangkan. Walaupun tidak ada lelang, kegiatan tersebut diharapkan bisa mendorong petani untuk tetap membudidayakan ikan bandeng dengan bobot tak wajar alias raksasa. Pemkab Sidoarjo sangat memperhatikan pelestarian bandeng karena ikan itu adalah ikon utama Kabupaten Sidoarjo. Festival yang juga bertujuan melestarikan budaya tradisional tahunan masyarakat Sidoarjo itu diikuti empat peserta petambak di Kabupaten Sidoarjo. Peserta berlomba menunjukkan hasil tambak berupa bandeng yang paling sehat dan terbaik. h. Upacara Kasodo Upacara Yadnya Kasada atau Kasodo ini merupakan ritual yang dilakukan setahun sekali untuk menghormati Gunung Brahma (Bromo) yang dianggap suci oleh penduduk suku Tengger. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara ini diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa. i. Parikan Ada tiga jenis parikan di dalam ludruk pada saat bedayan (bagian awal permainan ludruk). Ketiga jenis parikan tersebut adalah lamba (parikan panjang yang berisi pesan), kecrehan (parikan pendek yang kadang-kadang berfungsi menggojlok orang) dan dangdutan (pantun yang bisa berisi kisah-kisah kocak).

Anda mungkin juga menyukai