Anda di halaman 1dari 13

METODOLOGI PENELITIAN Proses Penelitian: Kerangka Teoritis dan Penyusunan Hipotesis

Disusun oleh : Giftadara inovani Natalia Kelompok 4 110418769 110418774

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

A. KEBUTUHAN AKAN KERANGKA TEORITIS Kerangka teoritis adalah fondasi dari penelitian hypothetico-deductive sebagai dasar dari hipotesis yang akan dibuat.Kerangka teoritis merupakan keyakinan anda tentang bagaimana fenomena tertentu yang berhubungan satu sama lain dan penjelasan mengapa variabel saling terkait dengan yang lain. Proses untuk membangun kerangka teoritis yaitu: 1. Pengenalan definisi dari konsep variabel di dalam model 2. Mengembangkan model konseptual yang memberikan representasi deskripsi dari sebuah teori 3. Muncul dengan teori yang memberikan penjelasan hubungan antar variable di dalam model

Kemudian dari kerangka teoritis bisa disusun hipotesis yang dapat diuji untuk mengetahui apakah teori yang dirumuskan valid atau tidak. B. VARIABEL Variabel adalah apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Nilainya dapat berbeda pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama, atau pada waktu yang sama untuk objek atau orang yang berbeda. Contoh variable adalah unit produksi, absensi dan motivasi. Unit produksi: seorang buruh dalam departemen produksi mungkin memproduksi satu komponen per menit, buruh kedua mungkin memproduksi dua komponen per menit, buruh ketiga mungkin memproduksi lima komponen per menit. Mungkin juga bahwa buruh yang sama dapat memproduksi satu komponen pada menit pertama dan komponen pada menit berikutnya. Dalam kedua kasus tersebut, jumlah komponen yang diproduksi mempunyai nilai berbeda dan karema itu disebut variabel.

Tipe variabel:
1. Variabel terikat (dependent variable, disebut juga variable criteria-criterion variable) Variabel terikat merupakan variable yang menjadi perhatian utama peneliti. Tujuan peneliti adalah memahami dan mendeskripsikan variabel terikat, atau menjelaskan variabilitasnya, atau memprediksinya. Contoh: Seorang manajer menyoroti penjualan sebuah produk yang baru saja diluncurkan setelah dilakukan uji pemasaran, tidak sesuai dengan harapannya. Variable terikat di sini adalah penjualan. Karena penjualan produk bervariasi (bisa rendah,sedang, atau tinggi) 2. Variabel bebas (independent variable, disebut ga varibel predictor- predictor variable) Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi variable terikat, baik secara positif maupun negative. Dengan kata lain, variable terikat ditentukan oleh variabel bebas. Untuk menetapkan bahwa perubahan variabel bebas menyebabkan perubahan dalam variabel terikat, keempat kondisi berikut harus dipenuhi: a. Variabel bebas dan variable terikat harus meliputi: perubahan dalam variabel terikat harus dikaitkan dengan perubahan dalam variabel bebas. b. Variabel bebas (faktor penyebab dugaan) harus mendahului variabel terikat. Dengan kata lain, harus ada urutan waktu di mana dua terjadi: penyebabnya harus terjadi sebelum efeknya c. Tidak ada faktor lain yang harus menjadi penyebab perubahan variabel terikat. Oleh karena itu, peneliti harus mengontrol efek dari variabel lain. d. Sebuah penjelasan logis (teori) yang diperlukan mengenai mengapa variabel bebas mempengaruhi variable terikat. Contoh : Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pengembangan produk baru berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Yaitu, semakin sukse peluncuran produk baru, semakin tinggi harga saham perusahaan. Karena itu, kesuksesan produk baru (success of the new product) adalah variable bebas, dan harga saham perusahaan merupakan variable terikat.

Tingkat keberhasilan pengembangan produk baru yang dirasakan akan menjelaskan varians dalam harga saham perusahaan. Hubungan tersebut dan penamaan terhadap variable. Diagram hubungan antara variabel bebas (kesuksesan produk baru) dan variable terikat (harga saham perusahaan)

3. Variable moderator (moderating variable) Variable yang mempunyai pengaruh ketergantungan yang kuat dengan hubungan variable terikat dan variable bebas. Dibuktikan dari, kehadiran variable ketiga ( variable modrerator) mengubah hubungan awal antara variable bebas dengan variable terikat. Contoh Teori yang lazim adalah keragaman tenaga kerja lebih berkontribusi pada efektiivitas organisasi karena masing-masing kelompok membawa keahlian dan keterampilan khusus di tempat kerja. Tetapi, sinergi tersebut dapat dimanfaatkan hanya jika manajer mengetahui bagaimana mempergunakan bakat khusus dari kelompok kerja yang beragam. Diagram hubungan antara variable bebas (keragaman tenaga kerja), variable terikat (efektivitas organisasi) dan variable moderator (keahlian manajerial).

Perbedaan variable bebas dan variabel moderator


Situasi 1 Sebuah studi menemukan bahwa semakin baik kualitas dari program pelatihan dalam organisasi dan semakin besar kebutuhan pertumbuhan karyawan, semakin besar keinginan mereka untuk mempelajari cara-cara baru dalam melakukan pekerjaan.

Diagram hubungan antara tiga variabel yaitu keragaman tenaga kerja, efektivitas organisasi, dan keahlian manajerial. Situasi 2 Studi lain menunjukkan bahwa kesediaan karyawan untuk mempelajari cara-cara baru dalam melakukan pekerjaan adalah tidak dipengaruhi oleh kualitas program pelatihan yang diberikan oleh organisasi kepada semua orang tanpa perbedaan apa pun. Hanya mereka dengan kebutuhan petumbuhan yang tinggi yang tampaknya mempunyai hasrat untuk mempelajari cara-cara baru melalui pelatihan khusus. Dalam kedua situasi di atas, kita mempunyai tiga variable yang sama. Dalam kasus pertama, program pelatihan dan kekuatan kebutuhan pertumbuhan merupakan variable bebas yang memengaruhi kesediaan karyawan untuk belajar, yang merupakan variable bebas, meskipun variable terikat tetap sama, kekuatan kebutuhan pertumbuhan menjadi variable moderator. Dengan demikian, hubungan antara variable bebas dan terikat bergantung pada keberadaan moderator.

4. Variable antara (intervening variable) Variable yang mengemukakan antara waktu variable bebas mulai bekerja nmemengaruhi variable terikat dan waktu pengaruh variable bebas terasa pada variable terikat. Variable antara menggambarkan sebagai fungsi variable bebas yang berlaku dalam situasi apapun, srta membantu mengonsepkan dan menjelaskan pengaruh variable bebas terhadap variable terikat. Pada contoh sebelumnya, di mana variable bebas (keragaman tenaga kerja) mempengaruhi variable terikat (efektivitas organisasi), variable antara yang tergambar sebagai fungsi dari keragaman dalam tenaga kerja adalah sinergi kreatif. Sinergi kreatif berasal dari tenaga kerja multietnis, multiras, dan multinasional yang berinteraksi da secara bersama-sama memberikan keahlian multifaset dalam pemecahan masalah. Diagram hubungan antara variable bebas, variable antara, dan variable terikat

Diagram hubungan antara variable bebas, variable antara, variable moderator dan variable terikat

C. KERANGKA TEORITIS DAN TIGA HAL MENDASAR

Kerangka teoritis
Kerangka teoritis merupakan fondasi di mana seluruh proyek penelitian didasarkan. Kerangka teoritis adalah jaringan asosiasi yang disusun, dijelaskanan, dan dielaborasi secara logis antarvariabel yang dianggap relevan pada situasi masalah dan diidetifikasi melalui proses seperti wawancara, pengamatan, dan survey literature. Pengalaman dan intuisis juga berperan dalam menyusun kerangka teoritis. Pertama-tama seseorang harus mengidentifikasi masalah yang benar dan variable yang mempengaruhinya. Pentingnya wawancara yang memiliki tujuan dan melakukan survei literatur secara menyeluruh menjadi jelas. Setelah mengidentifikasi variable yang tepat kemudian mengelaborasi jaringan asosiasi antar variable, sehingga hipotesis yang relevan dapat disusun dan diuji. Berdasarkan hasil penhujian hipotesis (diterima atau tidak), tingkat di mana masalah dapat dipecahkan akan menjadi terbukti. Hubungan antara survey literature dan kerangka teoritis adalah bahwa yang pertama menyediakan fondasi yang kuat untuk penyusunan terakhir. Survey literature mengidentifikasi variable yang mungkin penting, sebagaimana ditentukan oleh temuan penelitian sebelumnya. Survey literature menyeting untuk kerangka teoritis yang baik, sehingga dapat memberikan dasar logis untuk menyusun hipotesis yang dapat diuji.

Komponen kerangka teoritis


Ada hal mendasar yang harus diperhatikan dalam kerangka teoritis: 1. Variable yang diangggap relevan haus dididentifikasi dan dinamai dengan jelas dalam pembahasan 2. Konseptual model yang mendiskripsikan hubungan antara variable dalam model yang diberikan 3. Harus ada penjelasan yang jelas mengenai mengapa kita memperkirakan hubungan tersebut berlaku. D. PENYUSUNAN HIPOTESIS Setelah kita mengidentifikasi variabel penting dalam suatu situasi dan menetapkan hubungan antarvariabel melalui pemikiran logis dalam kerangka teoretis, kita berada dalam posisi untuk menguji apakah hubungan yang diteorikan benar-benar terbukti kebenarannya.

Dengan menguji hubungan tersebut secara ilmiah melalui analisis statistik yang tepat, atau melalui analisis kasus negatif (negative case analysis) dalam penelitian kualitatif (dijelaskan nanti dalam bab ini), kita akan memperoleh informasi terpercaya mengenai jenis hubungan yang eksis di antara variabel yang berlaku dalam situasi masalah. Hasil pengujian tersebut memberi kita beberapa solusi mengenai apa yang dapat diubah dalam situasi yang dihadapi untuk memecahkan masalah. Merumuskan pernyataan yang dapat diuji semacam tersebut disebut penyusunan hipotesis.

Definisi Hipotesis
Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam

kerangka teoretis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Setelah merumuskan hipotesis nol dan alternatif, uji statistik yang tepat (uji t, uji F) menunjukkan apakah hipotesis alternatif diterima atau tidak.

Langkah-langkah yang harus diikuti dalam pengujian hipotesis adalah: 1. Menyatakan hipotesis nol dan alternatif. 2. M e m i l i h u j i s t a t i s t i k y a n g t e p a t b e r d a s a r k a n a p a k a h d a t a yang dikumpulkan adalah parametrik atau nonparametrik (dibahas

dalam bab selanjutnya). ; 3. Menentukan tingkat signifikansi yang diinginkan (p = 0,05, atau lebih, atau kurang). 4. Memastikan jika hasil dari analisis komputer menunjukkan bahwa tingkat signifikansi terpenuhi. Jika, seperti dalam kasus analisis korelasi Pearson dalam software Excel, tingkat signifikansi tidak muncul dalam printout , perhatikan nilai kritis {critical value) yang menetapkan daerah p e n e r i m a a n p a d a t a b e l y a n g s e s u a i [ U , F ,

x2)lihat

tabel

pada

akhir

buku ini). Nilai kritis tersebut

membagi daerah penolakan dari daerah penerimaan hipotesis nol. Jika niai hitung ( resultant value) lebih besar daripada nilai kritis (critical value), hipotesis nol ditolak, dan alternatif diterima. Jika nilai hitung lebih kecil daripada nilai kritis, hipotesis nol diterima dan alternatif ditolak

Pengujian Hipotesis dengan Penelitian Kualitatif: Analisis Kasus Negatif


Hipotesis juga dapat diuji dengan data kualitatif. Misalnya, anggap saja bahwa seorang peneliti membuat kerangka teoretis setelah wawancara yang ekstensif, bahwa perilaku tidak etis oleh karyawan merupakan fungsi dari ketidakmampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah, atau karena kebutuhan yang mendesak akan uang yang lebih banyak, atau ketidakacuhan organisasi terhadap perilaku semacam tersebut. Untuk menguji hipotesis bahwa ketiga faktor tersebut merupakan sebab utama yang memengaruhi perilaku tidak etis, peneliti akan mencari data yang menyangkal hipotesis. Katakanlah bahwa peneliti menemukan satu kasus di mana seseorang dengan sengaja melakukan perilaku tidak etis dalam hal menerima pembayaran kembali (meskipun faktanya ia cukup mampu untuk membedakan benar dari salah, tidak membutuhkan uang, dan mengetahui bahwa organisasi tidak akan membiarkan perilakunya), hanya karena ia ingin "kembali" ke sistem yang "tidak akan menerima sarannya." Penemuan baru ini melalui penolakan atas hipotesis semula, disebut sebagai metode kasus negatif (negative case method), memungkinkan peneliti untuk merevisi teori dan hipotesis hingga waktu ketika teori tersebut menjadi kukuh. Dengan demikian, sejauh ini kita telah melihat bagaimana melakukan survei literatur, merumuskan kerangka teoretis, dan menyusun hipotesis. Sekarang mari kita

mengilustrasikan urutan logis tersebut melalui sebuah contoh kecil di mana seorang peneliti ingin menguji faktor-faktor organisasi yang memengaruhi kemajuan wanita hingga posisi manajemen puncak. Survei literatur dan jumlah variabel dengan sengaja dibuat sedikit karena tujuannya semata-mata adalah untuk menjelaskan bagaimana kerangka teoretis disusun dari survei literatur, dan bagaimana hipotesis dibuat berdasarkan kerangka teoretis.

CONTOH SURVF.l LITERATUR, KERANGKA TEORETIS, DAN PENYUSUNAN HIPOTESIS

Pendahuluan Meskipun terjadi peningkatan dramatis dalam jumlah manajer wanita selama dekade terakhir, jumlah wanita dalam posisi manajemen puncak masih saja sedikit dan statis, menegaskan efek rumah kaca (glass ceiling effect) yang saat ini wanitahadapi (Morrison, White, 8c Vura, 1999; Van Velsor, 2000). Berdasarkan demografi tempat kerja yang telah diperhitungkan, yang meramalkan bahwa untuk setiap enam atau tujuh wanita yang memasuki dunia kerja di masa depan, hanya ada sekitar tiga pria kulit putih yang memasuki pasar kerja, menjadi penting untuk menguji faktor organisasi yang akan memudahkan kemajuan cepat wanita ke posisi eksekutif puncak. Studi ini merupakan sebuah upaya untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang saat ini menghalangi kemajuan wanita ke puncak organisasi.

Sekilas Survei Literatur Sering kali dianggap bahwa karena wanita baru-baru ini hanya memulai karier dan memasuki tingkat manajerial, akan dibutuhkan lebih banyak waktu bagi mereka untuk naik ke posisi eksekutif puncak. Tetapi, banyak wanita dalam posisi manajemen menengah yang lebih tinggi merasa bahwa terdapat sekurangnya dua rintangan utama yang menghambat kemajuan mereka: stereotip peran gender dan akses yang tidak memadai ke informasi yang penting (Crosby, 1985; Daniel, 1998; Welch, 2001). Stereotip gender, atau yang disebut juga sebagai stereotip peran gender, merupakan keyakinan masyarakat bahwa pria lebih sesuai mengambil peran kepemimpinan dan posisi otoritas dan kekuasaan, sementara wanita lebih tepat memainkan peran mengasuh dan membantu (Eagly, 1989; Kahn 8c Crosby, 1998; Smith, 1999). Keyakinan tersebut memengaruhi posisi yang diberikan kepada anggota organisasi. Sementara saat ini pria yang cakap ditempatkan dalam posisi memerintah dan diberikan tanggung jawab serta peran eksekutif yang lebih tinggi, wanita yang cakap ditugaskan di posisi staf dan pekerjaan yang tidak berprospek bagi kemajuan karier. Dengan pembukaan yang sedikit ke manajemen anggaran dan kesempatan untuk pengambilan keputusan yang signifikan, wanita jarang mencapai posisi eksekutif puncak. Wanita juga tidak terhitung dalam jaringan "old boys" karena gender mereka. Pertukaran informasi, pengembangan strategi karier, petunjuk terkait akses ke sumber daya, dan informasi penting lainnya yang vital bagi mobilitas ke posisi puncak, dengan demikian tidak tercapai oleh wanita (The Chronicle, 2000). Meskipun ada banyak faktor yang menghalangi mobilitas ke atas bagi wanita, dua variabel, stereotip peran gender dan kesulitan untuk

memperoleh informasi penting, adalah yang terutama menghambat kemajuan wanita ke posisi tingkat senior.

Kerangka Teoritis Variabel terikat kemajuan wanita ke posisi manajemen puncak dipengaruhi oleh dua variabel bebasstereotip peran gender dan akses ke informasi penting. Kedua variabel bebas tersebut juga saling berhubungan sebagaimana dijelaskan di bawah ini. Stereotip peran gender secara negatif berdampak pada kemajuan karier wanita. Karena wanita dianggap bukan pemimpin yang efektif tetapi pengasuh yang baik, mereka tidak ditempatkan pada posisi memimpin di awal karier mereka, tetapi diberikan tanggung jawab sebagai staf. Hanya di dalam posisi memimpin maka manajer dapat mengambil keputusan penting, mengontrol anggaran, dan berhubungan dengan eksekutif puncak yang mempunyai pengaruh pada karier masa depan mereka. Kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan berkembang dalam pekerjaan, dan memperoleh visibilitas dalam sistem menolong manajer untuk meningkat ke posisi yang tinggi. Tetapi, karena wanita dalam posisi staf tidak memperoleh pengalaman tersebut atau mempunyai visibilitas untuk dianggap sebagai orang kunci dalam organisasi dengan potensi untuk menjadi manajer puncak yang sukses, kemajuan mereka ke posisi tersebut tidak pernah dipertimbangkan oleh sistem dan mereka selalu terabaikan. Dengan demikian, stereotip peran gender menghalangi kemajuan wanita ke puncak. Tidak dimasukkan dalam jaringan di mana pria secara informal saling berinteraksi (main golf, minum-minum di bar, dan sebagainya) juga menghalangi wanita untuk memperoleh akses ke informasi penting dan sumber daya yang vital bagi kemajuan mereka. Misalnya, banyak perubahan penting dalam organisasi dan peristiwa- peristiwa terkini dibahas secara informal di antara pria di luar tempat kerja.

Wanita umumnya tidak menyadari perkembangan terbaru karena mereka bukan bagian dari kelompok informal yang saling berhubungan dan bertukar informasi di luar tempat kerja. Hal tersebut jelas merupakan rintangan. Misalnya, informasi mengenai lowongan baru untuk sebuah posisi eksekutif memungkinkan seseorang menyusun strategi untuk menempati posisi tersebut. Seseorang dapat menjadi pesaing kunci dengan memperoleh informasi penting yang relevan dengan posisi tersebut, menyediakan dokumen yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat, dan dengan demikian memuluskan jalan menuju sukses. Jadi, akses ke informasi penting adalah perlu bagi kemajuan semua orang, termasuk wanita. Bila wanita

tidak memperoleh informasi yang diberikan dalam jaringan informal, peluang mereka untuk naik ke posisi puncak pun menjadi sangat terbatas Stereotip peran gender juga menghalangi akses ke informasi. Jika wanita tidak inenjadi pengambil keputusan dan pemimpin, tapi hanya dianggap sebagai personalia pendukung, mereka tidak akan mengetahui informasi penting yang esensial bagi kemajuan organisasi, karena hal tersebut tidak akan dipandang relevan bagi mereka. Jika terdapat stereotip dan hambatan dalam memperoleh informasi penting, tidak mungkin wanita dapat mencapai puncak. Hubungan ini ditampilkan secara skematis dalam Figur 5.11.

Stereotip peran ganda Kemajuan wanita ke puncak Akses ke informasi


Variablel bebas Variabel terikat

Singkatnya, stereotip peran gender dan akses ke informasi penting secara signifikan memengaruhi kemajuan wanita ke posisi yang tinggi dalam organisasi dan menjelaskan variansnya.

Hipotesis Semakin tinggi tingkat stereotip gender dalam organisasi, semakin sedikit jumlah wanita di posisi puncak. Manajer pria mempunyai akses yang lebih besar ke informasi penting dibanding manajer wanita dalam tingkatan yang sama. Ada korelasi positif yang signifikan antara akses ke informasi dan peluang promosi ke posisi puncak.

Semakin besar stereotip peran gender, semakin kurang akses ke informasi penting bagi wanita. Stereotip peran ganda dan akses ke informasi penting, keduanya secara signifikan akan menjelaskan varians dalam kesempatan promosi bagi wanita ke posisi puncak

E. KEUNTUNGAN MANAJERIAL Pada titik ini, cukup mudah untuk mengikuti gerak maju penelitian dari tahap pertama ketika manajer merasakan masalah, ke pengumpulan data awal {termasuk survei literatur), ke penyusunan kerangka teoretis berdasarkan survei literatur dan dipandu oleh pengalaman dan intuisi, serta ke perumusan hipotesis untuk diuji. Jelas pula bahwa setelah masalah didefinisikan, pengertian yang baik mengenai keempat jenis variabel yang berbeda memperluas pemahaman manajer, misalnya dalam hal bagaimana berbagai faktor bergesekan dengan keadaan organisasi. Pengetahuan tentang bagaimana dan untuk tujuan apa kerangka teoretis dibangun dan hipotesis disusun memampukan manajer untuk menjadi hakim yang cerdas terhadap laporan penelitian yang diberikan oleh konsultan. Demikian pula, pengetahuan mengenai arti signifikansi, dan mengapa sebuah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, membantu manajer untuk bertahan dalam, atau berhenti dari dugaannya yang, walaupun masuk akal, tidak terbukti. Jika pengetahuan semacam tersebut tidak dimiliki, banyak temuan penelitian tidak akan terlalu berguna bagi manajer dan pengambilan keputusan akan memunculkan kebingungan.

Anda mungkin juga menyukai