Anda di halaman 1dari 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Keseimbangan Cairan dalam Tubuh


2.1.1 Fungsi Cairan dalam Tubuh 1. Sarana transportasi ( nutrisi, hormon, protein dan molekul-molekul ke dalam sel) 2. Sebagai sarana metabolisme sel 3. Membantu mengeluarkan sisa metabolisme 4. Mengatur suhu tubuh 5. Pelarut elektrolit dan non elektrolit 6. Mengisi rongga tubuh: Cairan pleura, cairan spinal, pericardium, peritoneal 7. Memelihara suhu tubuh dengan kulit

2.1.2 Distribusi Cairan Tubuh Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.3 Jumlah air yang terdapat dalam tubuh berbeda-beda tergantung umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang atau banyak atau sedikitnya lemak dalam tubuh.

Tabel Distribusi Cairan dalam Tubuh Laki-laki 60 40 20 Kurus 70 4 Kurus 60 18 Perempuan 50 30 20 Normal 60 18 Normal 50 32 Bayi 75 40 35 Gemuk 50 32 Gemuk 42 42

Total air tubuh (%) Dalam sel Luar sel Laki-laki Air Lemak Perempuan Air Lemak

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran sel yang permiabel terhadap air. Volume cairan ekstraselular lebih tinggi pada individu-individu muda dan juga pada pria dibandingkan pada individu dengan usia lanjut dan wanita. Di sisi lain, volume darah berkisar antara 60 sampai 65 mL/kgBB, dan didistribusikan 15% pada sistem arteri dan 85% pada sistem vena. Komponen utama dari cairan ektraselular adalah plasma (30 sampai 35 mL/kgBB) dan cairan interstitial (120 sampai 165 mL/kgBB) sedangkan komponen lainnya terdiri dari cairan pleura, cairan peritonem, aqueous humor, keringat, urin, cariar limfe, serta cairan serebrospinal. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.3 1. Cairan intraselular Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.3 2. Cairan ekstraselular Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,

jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70kg.3 Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 3 Cairan Interstitial Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 1112 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. 3 Cairan Intravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.3 Cairan Transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.3

Gambar Distribusi Cairan Tubuh Selain air, cairan tubuh juga mengandung elektrolit3. Komposisi elektrolit pada cairan tubuh dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh


Elektrolit Na+ K+ Mg2+ Ca2+ ClHCO3Plasma (mEq/L) 142 4 2 5 103 25 Cairan Interstitial (mEq/L) 145 4 2 3 117 27 Cairan Intracellular (mEq/L) 10 159 40 1 10 7

Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med 7:462-465 2006. 2.1.3 Kebutuhan Air dan Elektrolit Per Hari1,2

1. Dewasa : Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5% Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g) K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g) 2. Bayi dan anak:

Air 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg) 10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg) >20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg) Na+ : 2 mEq/kg K+ : 2 mEq/kg

Cairan masuk: Minum Makanan Hasil oksidasi : 800-1700 ml : 500-1000 ml : 200-300 ml

Hasil metabolisme: Dewasa : 5 ml/kg/hari Anak : 2-14 tahun : 7-11 tahun : 5-7 tahun Balita : 8 ml/kg/hari = 5-6 ml/kg/hari = 5-7 ml/kg/hari = 8-8,5 ml/kg/hari

Cairan keluar: Urin Feses : normal > 0,5-1 ml/kg/jam : 1 ml/hari

Insensible water loss :- dewasa : 15 ml/kg/hari - anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari - Sensible loss : Tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan. - Paru-paru : sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss.

- Traktus gastointestinal : 100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal

Tabel Rata-rata Harian Asupan dan Kehilangan Cairan pada Orang Dewasa Cairan yang Masuk Metabolisme oksidatif Konsumsi cairan oral Makanan padat 300 ml 1100-1400 ml 800-1000 ml Ginjal Kulit Paru-paru GIT Total 2200-2700 ml Total Cairan yang Keluar 1200-1500 ml 500-600 ml 400 ml 100-200 ml 2200-2700

2.1

Patologis Keseimbangan Cairan dalam Tubuh Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu:7,8

1. Perubahan volume Defisit volume Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan

natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.

Kelebihan volume Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.9,10

2. Perubahan Konsentrasi Hiponatremia Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),

10

hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus : Na= Na1 Na0 x TBW Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan Na0 = Na serum yang actual TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

Hipernatremia Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

Hipokalemia Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring

11

oleh EKG (untuk hipokalemia berat;< 2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk menghitung defisit kalium: K = K1 K0 x 0,25 x BB K = kalium yang dibutuhkan K1 = serum kalium yang diinginkan K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg)

Hiperkalemia Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

3. Perubahan Komposisi Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg) Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

12

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L) Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L) Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

13

2.3

Terapi Cairan6,8,10,11

2.3.1 Jenis Cairan 1. Cairan Kristaloid Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler Keuntungan dari cairan ini antara lain: - harga murah - tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan - tidak perlu dilakukan cross match - tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik - penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial. Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitial. a. Ringer Laktat Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak dipergunakan sebagai replacement therapy, antara lain syok

hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.

14

Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk maintance seharihari, apalagi untul kasus defisit kalium. Tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai terapi maintance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.

b. Ringer Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada beberapa kekurangan, seperti: - Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat menyebabkan acidosis dilutional, acidosis hyperchloremia. - Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat untuk memperingan asidosis.

c. NaCl 0,9% (Normal Saline) Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama untuk kasus: Kadar Na rendah. keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada alkalosis, retensi kalium. cairan pilihan untuk kasus trauma kepala dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum tranfusi. tidak mengandung HCO3tidak mengandung K+ kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis hyperchloremia, acidosis dilutional dan hypernatremia.

Memiliki beberapa kekurangan: -

15

d. Dextrose 5% dan 10% Digunakan sebagai cairan maintance pada pasien dengan pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit. Penggunaan perioperatif untuk: berlangsungnya metabolisme menyediakan kebutuhan air mencegah hipoglikemia mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g KH untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh. menurunkan level asam lemak bebas dan keton. mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g KH.

Cairan infus yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro-trauma). Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas kedalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air, yang menyebabkan edema otak.

e. Darrow Digunakan pada defisiensi kalium, untuk mengganti kehilangan carian, kalium banyak terbuang (diare, diabetik asidosis)

f. D5%+NS dan D5%+1/4NS Untuk kebutuhan maintance, ditambahn 20mEq/L KCL.

2. Cairan Koloid Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau plasma expander. Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 Dalton) dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/ hermorhagik atau pada penderita

16

dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match. Termasuk golongan ini: 1. Albumin 2. Blood product: RBC 3. Plasma protein fraction: plasmanat 4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid: 1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. 2. Koloid Sintetis, yaitu: Dextran Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.

17

Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

Hydroxylethyl Starch (Heta starch) Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu

mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

Gelatin Yaitu larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu: Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell) Urea linked gelatin Oxypoly gelatin, merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin

18

2.3.2 Kristaloid dibandingkan Koloid Resisutasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang interstitial, sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung menyebabkan ekspansi ke volume intravaskuler dengan menarik cairan ke ruang interstitial. Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskulaer tanpa mengurangi volume interstitial. Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibanding koloid. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan akan merembes kedalam ruang interstitial dan akan meningkatkan tekanan onkotik plasma. Peningkatan tekanan onkotik plasma ini dapat menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi. Keunggulan koloid terhadapa respon metabolik adalah meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan (DO2) dan konsumsi O2 (VO2) serta menurunkan laktat serum. DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien.

A. Efek terhadap Volume Intravaskuler Antara ruang intravaskuler dan interstitial dibatasi oleh dinding kapiler, yang permiabel terhadap air dan elektrolit tetapi impermeabel terhadap molekul makro ( protein plasma). Cairan dapat melewati dinding kapiler akibat adanya tekanan hidrostatik. Bila tekanan onkotik turun maka tekanan hidrostatik lebih besar, sehingga akan mendorong cairan intravaskuler ke interstitial. Efek kristaloid terhadapa volume intravaskuler jauh lebih singkat dibanding koloid. Karena kristaloid dengan mudah didistribusikan ke cairan ektraseluler, hanya sekitar 20 % elektrolit yang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler. Waktu paruh intravaskuler yang lama sering dianggap sebagai sifat koloid yang menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika terjadi hemodilusi yang berlebihan atau terjadi hipervolemia yang tidak sengaja, khususnya pada pasien penyakit jantung. Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi. Resusitasi dengan kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi. Untuk menentukan apakah diberikan kristaloid, harus dilihat kasus perkasus.

19

B. Efek terhadap Volume Interstitial Pasca syok hemoragik akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada syok hemoragik terjadi defisit cairan interstitial. Pendapat lain yang menyatakan volume cairan interstitial meningkat pasca syok hemoragik. Kedua pendapat yang bertentangan ini mungkin masih dapat diterima, karena pada syok hemoragik dini dapat terjadi defisit cairan interstitial sedang pada syok hemoragik lanjut atau syok septik akan terjadi perubahan permeabilitas kapiler sehingga volume cairan interstitial meningkat. Pada keadaan volume cairan interstitial berkurang maka kristaloid lebih efektif untuk mengganti defisit volume dibanding koloid. Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial. Jika volume cairan interstitial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin 25% akan lebih efektif, karena cairan interstitial akan berpindah ke ruang intervaskuler. Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan, seperti gangguan hemostasis yang berhubungan dengan dosis. Pada umumnya pemberian koloid maksimal adalah 33ml/kgBB.

Terapi Cairan

Resusitasi

Rumatan

Penggantian defisit kristaloid

Koloid

Kebutuhan normal harian kristaloid

Mengganti kehilangan akut (dehidrasi, syok hipovolemik)

Memasok kebutuhan cairan

Bagan Tujuan Terapi Cairan6

20

2.3.3. Transfusi12 Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada respon yang diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor menstimulasi vasokonstriksi. Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%. Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas 20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi. Tujuan tranfusi darah adalah : - Mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah - Menggantikan kekurangan komponen seluler atau kimia darah - Meningkatkan oksigenasi jaringan - Memperbaiki fungsi homeostasis - Tindakan terapi khusus Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah, yaitu: V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan

21

A. Indikasi Tranfusi Darah 1. Transfusi Eritrosit Indikasi transfusi sel darah merah Kehilangan darah yang akut Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hilang, maka darah lengkap harus diberikan, jika kurang dari separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang diberikan. Transfusi darah prabedah Anema defisiensi besi Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral. Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun Gagal ginjal Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan. Gagal sumsum tulang Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun juga komponen darah yang lain. Penderita yang tergantung transfusi Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal. Penyakit hemolitik neonatus Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.

22

Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah a. Masalah Mendesak Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan fungsi jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat terjadi gagal ventrikel kiri Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam, dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur, nyeri selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan akhirnya gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi b. Masalah Jangka Menengah Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau corinebacterium Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada thalasemia mayor yang menerima transfusi penderita sel sabit dan teratur Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi c. Masalah jangka panjang Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid, gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi

23

besi harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan organ yang serius.

2. Transfusi Trombosit dan Granulosit Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita

trombositopenia yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum tulang. Indikasi transfusi trombosit Gagal sumsum tulang yang disebabkan oleh penyakit atau pengobatan mielotoksik Kelainan fungsi trombosit Trombositopenia akibat pengenceran Purpura trombositopenia autoimun Efek merugikan pada transfusi trombosit Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran trombosit, aloimunisasi, penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus host disease. Indikasi transfusi granulosit Neutropenia persisten dan infeksi berat Jika dihitung neutrofil terusmenerus kurang dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan menggunakan antibotik yang tepat dalam 48-72 jam. Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten Sepsis neonatus Efek merugikan transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi, penularan infeksi, infiltrasi paru dan graft versus host disease.

24

B. Macam-Macam Komponen Darah Untuk kepentingan tranfusi, tersedia berbagai produk darah, seperti yang tercantum dalam tabel

Tabel Karakteristik Darah dan Komponen-komponen Darah

25

26

27

Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Dasar pemikiran penggunaan komponen darah: (1) lebih efisien, ekonomis, memperkecil reaksi transfusi (2) lebih rasional, karena:

28

a. darah terdiri dari komponen seluler maupun plasma yang fungsinya sangat beragam, serta merupakan materi biologis yang bersifat multiantigenik, sehingga pemberiannya harus memenuhi syarat- syarat variasi antigen minimal dan kompatibilitas yang baik b. transfusi selain merupakan live saving therapy tetapi juga replacement therapy sehingga darah yang diberikan haruslah safety blood. Kelebihan terapi komponen dibandingkan dengan terapi darah lengkap: (1) disediakan dalam bentuk konsentrat sehingga mengurangi volume transfusi, (2) resiko reaksi imunologik lebih kecil, (3) pengawetan, (4) penularan penyakit lebih kecil, (5) aggregate trombosit dan leukosit dapat dihindari, (6) pasien akan memerlukan komponen yang diperlukan saja

Anda mungkin juga menyukai