Anda di halaman 1dari 42

BAB I PENDAHULUAN Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2)

yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh: Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi, bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina. Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa Streptococcus dan Bacteroides sehingga disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob, sehingga menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, diantaranya termasuk dari golongan Mobilincus, Bacteriodes, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan Streptococcus viridans. Aktivitas seksual diduga mempunyai peranan dalam hal timbulnya bakterial vaginosis, bagaimanapun melakukan hubungan seksual bebas dan berganti-ganti pasangan akan meningkatkan resiko wanita itu mendapat bakterial vaginosis. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina normal dan wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan bakteri anaerob pada semua perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan pada wanita dengan sekret vagina normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan sekret vagina normal. Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial vaginosis. Jika dibiarkan berlarut-larut infeksi vaginitis bakterialis tersebut bisa membahayakan kehamilannya. Tak hanya dapat menyebabkan persalinan prematur (prematuritas), vaginitis bakterialis pada kehamilan juga dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya serta kelahiran bayi dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Itu sebabnya, sangat diajurkan pada ibu hamil agar segera melakukan pemeriksaan kehamilan tatkala mendapatkan dirinya mengalami keputihan. Apalagi jika keputihan tersebut mulai timbul gejala gatal yang sangat hingga cairan berbau.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Bakterial Vaginosis Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. 2.2. Epidemiologi Penyakit bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang memeriksakan kesehatannya daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi bergantung pada tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada pemakai AKDR dan 86 % bersama-sama dengan infeksi Trichomonas. Pada wanita hamil, penelitian telah didokumentasikan mempunyai prevalensi yang hampir sama dengan populasi yang tidak hamil, berkisar antara 6%-32%. Kirakira 10-30% dari wanita hamil akan mendapatkan Vaginosis bacterialis selama masa kehamilan mereka. Gardnerella vaginalis dapat diisolasi dari 15 % anak wanita prapubertas yang masih perawan, sehingga organisme ini tidak mutlak ditularkan lewat kontak seksual. Meskipun kasus bakterial vaginosis dilaporkan lebih tinggi pada klinik PMS, tetapi peranan penularan secara seksual tidak jelas. Sebuah studi meta analisis meneliti hubungan vaginosis bakterialis dengan resiko persalinan preterm, dan didapatkan peningkatan resiko persalinan preterm ibu hamil sebanyak 60%. Bakterial vaginosis yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita berkulit hitam yang menggunakan kontrasepsi dan merokok. Bakterial vaginosis yang rekuren prevalensinya juga tinggi pada pasangan-pasangan lesbi, yang mungkin berkembang karena wanita tersebut berganti-ganti pasangan seksualnya ataupun yang sering melakukan penyemprotan pada vagina. Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella vaginosis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan uretritis.

2.3. Etiologi

Meskipun penyebab dari vaginosis bacterialis belum diketahui dengan pasti namun telah diketahui berhubungan dengan kondisi keseimbangan bakteri normal dalam vagina yang berubah. Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks. Lactobacillus merupakan spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat bakterial vaginosis muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada dalam konsentrasi rendah. Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 3 kategori dari bakteri vagina yang berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu : 1) Gardnerella vaginalis Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner dan Dukes bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bakterial vaginosis. Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif. Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan pirimidin. Berbagai literatur dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G. vaginalis berhubungan dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan media kultur yang lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan hominis menyebabkan bakterial vaginosis. 2) Mycoplasma hominis Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi normal bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada bakterial vaginosis. Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-1000 kali lipat.

3) Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp


3

Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan G. Vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri anaerob dengan bakterial vaginosis. Menurut pengalaman, Bacteroides Spp paling sering dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu Mobilincus Spp, merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85 % wanita dengan bakterial vaginosis mengandung organisme ini. 2.4. Patogenesis Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang terdiri dari unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu komponen lengkap dari ekosistem vagina adalah mikroflora vagina endogen, yang terdiri dari gram positif dan gram negatif aerobik, bakteri fakultatif dan obligat anaerobik. Aksi sinergetik dan antagonistik antara mikroflora vagina endogen bersama dengan komponen lain, mengakibatkan tetap stabilnya sistem ekologi yang mengarah pada kesehatan ekosistem vagina. Beberapa faktor/kondisi yang menghasilkan perubahan keseimbangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem vagina dan perubahan pada mikroflora vagina. Dalam keseimbangannya, ekosistem vagina didominasi oleh bakteri Lactobacillus yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2), dan bakteriosin. Asam laktat seperti organic acid lanilla yang dihasilkan oleh Lactobacillus, memegang peranan yang penting dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 4,2), dimana merupakan tempat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya mikroorganisme yang patogen bagi vagina. Kemampuan memproduksi H2O2 adalah mekanisme lain yang menyebabkan Lactobacillus hidup dominan daripada bakteri obligat anaerob yang kekurangan enzim katalase. Hidrogen peroksida dominan terdapat pada ekosistem vagina normal tetapi tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan yang diproduksi oleh Lactobacillus adalah bakteriosin yang merupakan suatu protein dengan berat molekul rendah yang menghambat pertumbuhan banyak bakteri khususnya Gardnerella vaginalis. G.vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk tumbuh di vagina. Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar
4

Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh, atau berwarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari selsel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Trichomonas, tanpa clue cell. Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B. Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.7 G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi Trichomonas. Bakterial vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini.6 Walaupun alasan sering rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan yang dapat menjelaskan yaitu : 1) Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bakterial vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki (asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan bakterial vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung. 2) Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang hanya dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh. 3) Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina. 4) Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.

Waktu Infeksi
5

Kenapa sangat cepat, tetapi tidak lambat, persalinan prematur berhubungan dengan infeksi intrauterine belum dijelaskan secara mendalam. Juga tidak jelas kapan bakteri naik dari vagina. Namun, bukti terakhir menunjukkan bahwa infeksi intrauterine mungkin terjadi jauh lebih awal saat hamil dan masih tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Sebagai contoh U. urealyticum telah terdeteksi pada beberapa sampel cairan amnion yang diperoleh dari analisis kromosom rutin pada usia kehamilan 15 18 minggu. Kebanyakan wanita ini melakukan persalinan sekitar usia kehamilan 24 minggu. Lebih lanjut, konsentrasi interlekin 6 yang tinggi dalam cairan amnion pada minggu 15 20 berhubungan dengan persalinan prematur spontan setelat 32 34 minggu. Dalam contoh yang lain yang menunjukkan infeksi kronik, konsentrasi fibronektin yang tinggi dalam cerviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (yang dipertimbangkan sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan terjadinya korioamnionitis rata-rata 7 minggu kemudian. Akhirnya, beberapa wanita yang tidak hamil dengan vaginosis bakterialis memiliki kolonisasi intrauterin yang berhubungan dengan endometritis sel plasma kronik. Oleh karena itu adalah memungkinkan bahwa kolonisasi intrauterine yang berhubungan dengan persalinan prematur spontan tampak saat konsepsi. Adalah penting untuk menekankan bahwa kebanyakan infeksi saluran genitalia atas masih asimptomatik dan tidak berhubungan dengan demam, uterus yang bengkak atau leukositosis darah tepi. Jika organisme intrauterus tidak jelas dalam empatdelapan minggu setelah perkembangan membran yang membungkus kavitas endometrium dekat dengan mid pregnansi, infeksi sering menjadi simptomatis dan menyebabkan persalinan prematur spontan atau pecah ketuban. Sesuai dengan skenario ini, jika organisme yang hampir berada dalam uterus dihancurkan oleh sistem imun ibu, beberapa infeksi intrauterine baru terjadi sepanjang membran masih intak, karena organisme tidak lagi naik ke atas dari vagina ke uterus. Walaupun tidak terbukti, hipotesis ini mungkin menjelaskan hubungan yang sering antara infeksi dan persalinan prematur dini dan kelangkaan relatif infeksi intrauterine karena wanita mendekati aterm. Hipotesis alternatif untuk menjelaskan hubungan ini berkaitan dengan waktu permulaan respon imun janin. Mekanisme Persalinan Prematur Akibat Infeksi Data dari penelitian hewan, in vitro dan manusia seluruhnya memberikan gambaran yang konsisten bagaimana infeksi bakteri menyebabkan persalinan prematur spontan (gambar 1). Invasi bakteri rongga koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk including tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-1, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating factor. Selanjutnya, cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan dan juga mengawali neutrophil chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam sistesis dan pelepasan metalloproteases dan zat bioaktif lainnya.
6

Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban. Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya. Jalur yang lain mungkin memiliki peranan yang sama baik. Sebagai contoh, prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium. Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan hipotalamus fetus dan produksi corticotropin-releasing hormone menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Juga, ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui. 2.5. Gambaran Klinis Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor). Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain. Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol. Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital
7

bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik. 2.6. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan preparat basah Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis. 2) Whiff test Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis. 3) Tes lakmus untuk pH Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5. 4) Pewarnaan gram sekret vagina Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya. 5) Kultur vagina Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan. 2.7. Diagnosis Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan mikroskopis. Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut
8

sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu : 1. 2. 3. 4. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan abnormal pH vagina > 4,5 Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test). Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)

2.8. Diagnosis Banding Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan bakterial vaginosis, antara lain : 1. Trikomoniasis Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos, disuria, dan dispareunia. Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis sering sangat menyerupai penampakan pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus dan clue cell tidak pernah ditemukan pada Trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopoik tampak peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina 5 pada trikomoniasis. 2. Kandidiasis Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis adalah pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit. Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi, rasa panas dan sakit saat berkemih.
9

Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal. 2.9. Penatalaksanaan Penyakit baktrerial vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4 wanita akan sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri lain mengalami penurunan jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah. Oleh karena itu perlu mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat yang digunakan hendaknya tidak membahayakan dan sedikit efek sampingnya. a. Terapi sistemik Metronidazol Metronidazole merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x 400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%). Kurang efektif bila dibandingkan regimen 7 hari. Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi anaerob. Metronidazol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi gelap. Klindamisin Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui. Amoksilav Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap metronidazol. Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari. Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
10

b.

Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

Terapi Topikal Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari. Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari. Triple sulfonamide cream.3,6 (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 45 %.

2.10. Komplikasi Pada kebanyakan kasus, bakterial vaginosis tidak menimbulkan komplikasi setelah pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi komplikasi yang berat. Bakterial vaginosis sering dikaitkan dengan penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease/PID), dimana angka kejadian bakterial vaginosis tinggi pada penderita PID. Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan agar semua wanita hamil yang sebelumnya melahirkan bayi prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis bakterial, walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali. Bakterial vaginosis disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius. Prinsip bahwa konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat meningkatkan frekuensi di tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atas berhubungan dengan bakterial vaginosis.

2.11. Prognosis Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai. Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (8496%)

11

BAB III LAPORAN KASUS 3.1. Identitas Pasien Nama pasien Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan : KI : 27 tahun : Perempuan : Hindu : Swasta
12

Alamat No. RM Tanggal Pemeriksaan 3.2. Anamnesis

: Pagesangan - Mataram : RO3874 : 19 Juni 2013

Keluhan utama : Keluar Cairan Vagina tidak sedap Riwayat penyakit sekarang Keluhan keluar cairan vagina tidak sedap seperti bau amis dirasakan sejak lebih dari 1 bulan, keputihan banyak dirasakan keluar cukup banyak dan tidak seperti biasanya, warna cairan vagina sama, tipis dan tidak kental, cairan vagina melekat pada dinding vagina dan labia mayora, os juga mengeluh saat berhubungan bau amis dirasakan semakin melekat, os tidak mengeluh gatal, dan os juga mengeluh nyeri di perut bagian bawah (pubis dan inguinal) yang bersifat hilang timbul, nyeri saat BAK (-), keluhan BAK berpasir disangkal, os juga mengaku bahwa setelah dilakukan pemeriksaan dan pengambilan sampel cairan vagina 2 jam kemudian os mengalami mestruasi.

Riwayat penyakit dahulu Keluhan seperti ini dirasakan oleh os sejak > 1 tahun yang lalu ndan pernah berobat ke bidan. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga os yang mengalami keluhan seperti os. Riwayat alergi Os menyangkal memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu. Riwayat pengobatan Os belum pernah berobat ke tenaga kesehatan, namun os mengaku pernah menggunakan rebusan daun sirih Riwayat pribadi dan sosial Os menyangkal pernah merokok, minum-minuman alkohol, namun os mengaku sering melakukan hubungan seksual dan lebih dari 1 pasangan, dan bila sibuk bekerja os juga tidak rutin atau sering mengganti celana dalam.
13

3.3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda vital : Baik : Compos mentis :

Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi Respirasi Temperatur : 78 x/menit : 18 x/menit : 36,5 oC

Kepala leher : o Normochepali, an -/-, ikterik -/-, Rp +/+ isokor 3mm/3mm, sianosis, pembesaran KGB

Thorax Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -/Palpasi : Vocal Fremitus +/+, Pergerakan dinding dada simetris Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru +/+ Auskultasi :
o

Cor

: S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)

o Pulmo : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/ Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Tidak teraba Umbilikus Nyeri Tekan (+) CVA :
14

: Distensi (-), : BU (+) normal, metalik sound (-) : Nyeri tekan daerah supra pubik dan inguinal, massa (-), H/L/R

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Nyeri tekan (-), Nyeri ketok (-) Urogenital : Tde (Pasien menolak diperiksa) Extremitas

Akral hangat :

Edema :

3.4. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah lengkap 11 Juni 2013 WBC Hb LED : 5,275/l : 11,5 gr/dl : 31 mm/jam (N = 5.000 10.000/l) (N = 12 16 gr/dL) (N = 0 20 mm/jam)

Hitung jenis : Basofil Eosinofil Neutrofil Limphosit Monosit : 0,0 : 2,7 : 63,6 : 27,6 : 6,1 (N = 0 1) (N = 1 6) (N = 50 70) (N = 20 40) (N = 2 8)

2. Pemeriksaan Urinalisa 11 Juni 2013 Kimia : BJ PH : 6 Leukosit : : 1.030 (1.003 1.030) (4,6-8,5) (Negatif)
15

Nitrit

:-

(Negatif) (Negatif) (Normal) : : Normal ::+ :(Negatif) (Normal) (Negatif) (Negatif) (Negatif

Protein : Glukosa : Normal Keton Urobilinogen Bilirubin Eritrosit Hemoglobin Sedimen

Leukosit : 0 - 5 /LPB Eritrosit : 0 1/LPB Epitel Kristal : 0 5/LPK : -/LPK

(0 5 /LPB) (0) (0 10/LPK)

Silinder : -/LPK

3. Pemeriksaan Direct Bakteri 11 Juni 2013 Sediaan Gram Gram positif bacil Gram positif coccus Gram negatif bacil Garam negatif coccus :::+ :-

Diplococcus Gram Negatif : Poly Morfonukleus :16

Candida Clue Cell

::+

Sediaan Basah Trichomonas Vaginalis : -

4. Pemeriksaan Kultur sensitivitas 11 Juni 2013 Resisten : Linkomisin dan Sefadroksil Selain obat diatas, lainya masih sensitif/peka

3.5. Assessment Bakterial Vaginosis

3.6. Differensial Diagnosa Trikomonas Vaginalis Kandidiasis

3.7. Planning 1.7.1 Terapi 1.7.2 Metronidazol 400 atau 500 mg 2 x 1 (7hari) Spasminal 3x1 Prn

Edukasi Kontrol setelah 7 hari pengobatan. Menjaga kebersihan Vagina. Tidak menggunakan alat pembersih/pembilas vagina. Membilas Vagina dengan arah dari depan kebelakang

3.8. Prognosis
17

Bonam.

18

BAB IV PEMBAHASAN Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit. Oleh karena itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat dan tepat. Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada umumnya yang sering sering diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap analitik dan pasca analitik yang lebih cenderung kepada urusan administrasi, sedangkan proses pra analitik kurang mendapat perhatian. Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen. 4.1 Persiapan Pasien Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik. Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik pasien,
19

seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian. Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel. 4.2 Persiapan pengumpulan specimen Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan 2. Volume mencukupi 3. Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman) 4. Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat 5. Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat 6. Identitas benar sesuai dengan data pasien Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium. Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen. Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa. Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alcohol dan merokok. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum alcohol dan pasca transfusi. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil laboratorium. Untuk pengumpulan spesimen, diperlukan beberapa alat dan bahan, yaitu : 1. Peralatan Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Bersih, kering b. Tidak mengandung deterjen atau bahan kimia c. Terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam specimen
20

d. Sekali pakai buang (disposable) e. Steril (terutama untuk kultur kuman) f. Tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume spesimen 2. Antikoagulan Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat. 3. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang diperlukan, seperti : a. Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic, atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula b. Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha). c. Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada bayi. Tempat yang dipilih untuk pengambilan tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti sianosis atau pucat. d. Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang mengalami infeksi, kecuali darah dan cairan otak. 4. Waktu Pengambilan Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan : a. Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal) b. Spesimen untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotik c. Spesimen untuk pemeriksaan GO diambil 2 jam setelah buang air yang terakhir d. Spesimen untuk malaria diambil pada waktu demam e. Spesimen untuk mikrofilaria diambil pada tengah malam f. Spesimen dahak untuk pemeriksaan BTA diambil pagi hari setelah bangun
21

tidur g. Spesimen darah untuk pemeriksaan profil besi diambil pada pagi hari dan setelah puasa 10-12 jam

4.3 Pengambilan specimen Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah : 1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada. 2. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung. 3. Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi. 4. Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen tumpah. 5. Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti berikut : a. Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling. b. Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis. c. Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara aseptic d. Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru. e. Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis. 6. Menampung spesimen urin .a Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar .b Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum mengumpulkan urine untuk diperiksa. .c Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :
22

Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.

Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus merenggangkannya pada waktu kencing.

Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina, sebaiknya memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.

Bagian luar wadah urine segera ditutup dan dikeringkan

7. Menampung spesimen tinja - Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan colok dubur. - Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar. 8. Menampung spesimen dahak Penting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan ludah atau sekret hidung. a. Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan BTA, jangan gunakan wadah yang mengandung bercak lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan penafsiran. b. Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu. c. Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak d. Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 3 kali kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar. e. Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan wadah ke mulut. f. Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan volume cukup ( 3 5 ml )
23

g. Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya dikirim ke laboratorium. 9. Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah : a. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan : Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat pH menurun, hemokonsentrasi PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah b. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun c. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan : d. Trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang Kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat

Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan : Natrium meningkat pada infus saline Kalium meningkat pada infus KCL Glukosa meningkat pada infus dextrose PPT, APTT memanjang pada infus heparine. Kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infus

e.

Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.

f.

Hemolisis

dapat

menyebabkan

peningkatan

K+,

Mg2+,

fosfat,

aminotransferase, LDH, fosfatase asam total

4.4 Identifikasi specimen Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan.
24

Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan. Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium. 4.5 Pengiriman spesimen ke Laboratorium Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium. a) Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan. b) c) Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama. d) Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti : 1. Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik PPT / APTT memanjang. Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT. Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat. Perkembangbiakan bakteri Penundaan pengiriman sampel urine : a. Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine (sediment), terutama sel-sel eritrosit, lekosit, sel epitel dan silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam. b. Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan mikroskopik atas unsur-unsur lain. c. Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari. d. Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan
25

terganggunya pemeriksaan bakteriologis dan pH. e. f. Jamur akan berkembang biak Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat menghilang.Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen harus disimpan dalam refrigerator/almari es pada suhu 2 8 oC paling lama 8 jam. 8. Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup rapat dan mudah dibawa. 4.6 Penanganan specimen Identifikasi dan registrasi spesimen Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar Gunakan sentrifus yang terkalibrasi Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan

4.7 Penyimpanan specimen a. Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan dikirim ke laboratorium lain b. Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya c. Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator d. Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa. e. Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan f. Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8C, suhu kamar, suhu -20C, 70C atau -120C jangan sampai terjadi beku ulang. g. Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan. h. Memberi bahan pengawet pada specimen
26

i. Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

4.8 Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan : 1) Kimia klinik 2) Imunologi 3) Hematologi 4) Koagulasi 5) Toksikologi 6) Blood grouping : 1 minggu dalam referigerator : 1 minggu dalam referigerator : 2 hari pada suhu kamar : 1 hari dalam referigerator : 6 minggu dalam referigerator : 1 minggu dalam referigerator

Yang Perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap spesimen pada proses analitik adalah : a) Metode yang digunakan. Semakin ringkas metode yang digunakan semakin menghemat waktu pemeriksaan, namun perlu dilihat pula spesifisitas dan sensitifitasnya. b) Instrumen yang digunakan. Alat manual akan mengalami waktu yang lama untuk mendapatkan hasil, namun lebih yakin dan teliti. Alat Otomatis walaupun cepat, namun banyak yang perlu dikendalikan, baik volume pengisapan alat, QC alat, kalibrasi alat, pemeliharaan yang sulit, kondisi ruangan yang khusus dan mengalami kesalahan sistematik dan kasar karenanya tidak hati-hati dan menguasainya. c) Personal yang bekerja. Tenaga terlatih lebih baik dan cepat dalam bekerja dibandingkan tenaga yang belum terlatih atau baru bekerja. Tingkat pendidikan berpengaruh juga terhadap ketepatan dan ketelitian pemeriksaan. Wanita pada umumnya di Indonesia lebih teliti bekerja dibandingkan pria, namun tidak semuanya seperti itu. d) Reagensia yang digunakan. Reagensia yang telah diakui secara Internasional lebih baik dan baku dibandingkan dengan produk home industri atau buatan sendiri secara komersial. Suhu ruangan yang digunakan mempengaruhi terhadap kualitas reagensia. e) Ambient. Kondisi suatu ruangan dan ruang kerja meliputi : suhu, pencahayaaan, kelembaban, aliran udara sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan yang
27

akan dilakukan. f) Suplay Daya. Inilah yang sangat mempengaruhi secara keseluruhan dalam rangkaian pemeriksaan laboratorium. Listrik yang tidak stabil dapat mengganggu pengukuran secara menyeluruh. Daya listrik yang sering mati dan hidup karena pemadaman listrik dapat merusak peralatan laboratorium terutama lampu fotometer. g) Kesehatan. Status kesehatan personal sangat berpengaruh terhadap ketelitian dan ketepatan dalam melakukan pemeriksaan laboratorium. h) Pemeliharaan dan kalibrasi Alat Setiap peralatan harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (instruction manual) yang disediakan oleh pabrik yang memproduksi alat tersebut. Petunjuk penggunaan tersebut pada umumnya memuat cara operasional dan hal-hal lain yang harus diperhatikan. Cara penggunaan atau cara pengoperasian masing-masing jenis peralatan laboratorium harus ditulis dalam prosedur tetap. Untuk setiap alat harus mempunyai kartu pemeliharaan yang diletakkan pada atau didekat alat tersebut yang mencatat setiap tindakan pemeliharaan yang dilakukan dan kelainan-kelainan yang ditemukan. Bila ditemukan kelainan, maka hal tersebut harus segera dilaporkan kepada penanggung jawab alat tersebut untuk dilakukan perbaikan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium adalah peralatan laboratorium, oleh karena itu alat perlu dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Alat yang perlu dikalibrasi : o Inkubator Catat suhu inkubator pada kartu setiap hari sebelum mulai bekerja. Penyimpangan suhu yang melebihi 2OC, pengatur suhu perlu disetel kembali. o Lemari es Catat suhu setiap hari dengan termometer atau suhu yang terlihat pada digital display pada freezer. Termometer yang digunakan harus sesuai dengan suhu alat yang dikalibrasi, misalnya 2-8OC, -20OC atau -76OC. Secara berkala periksa dengan menggunakan termometer standar Cocokkan hasil yang didapat antara suhu yang ditunjukkan oleh
28

termometer digital display dengan termometer standar. o Oven o Pipet Timbang botol timbangan dengan timbangan analitik, kemudian catat hasilnya, misalnya a mg Isap akuades yang sudah diukur suhunya dengan pipet yang akan dikalibrasi, masukkan dalam botol timbang. Timbang botol timbang yang sudah berisi akuades dan catat hasilnya misalnya b mg. Hitung berat akuades yaitu (b-a) mg Hitung perbedaan antara volume hasil perhitungan di atas dengan volume yang dipipet. o Rotator Menggunakan Tachometer Bila kecepatan antara Tachometer dengan alat pengatur kecepatan pada rotator menunjukkan angka yang sama, berarti alat dalam keadaan baik Menggunakan cara sederhana Pegang pensil secara tegak di samping plate. Jalankan rotator sambil melihat jam. Hitung sentuhan plate pada pinsil dalam waktu 1 menit. alat dalam keadaan baik. o Sentrifuge Kalibrasi sentrifuge dilakukan dengan mengukur keepatan permenit dan waktu. Pada refrigerated centrifuge selain kalibrasi rpm dan waktu juga perlu kalibrasi suhu. i) Uji Kualitas Reagen
29

Secara berkala lakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan termometer standar. Cocokkan hasil yang didapat antara suhu yang tercantum dalam oven dengan suhu yang ditunjukkan oleh termometer standar.

- Bila jumlah hitungan sesuai dengan alat pengukur kecepatan, berarti

Uji kualitas reagen harus dilakukan : Setiap kali batch larutan kerja (working solution) dibuat. Setiap minggu (sangat penting untuk larutan pewarna Ziehl Neelsen) Bila sudah mendekati masa daluwarsa. Bila ditemukan / terlihat tanda-tanda kerusakan (timbul kekeruhan, perubahan warna, timbul endapan) Bila terdapat kecurigaan terhadap hasil pemeriksaan. Pengujian kualitas dapat dilakukan dengan : Melakukan pemeriksaan bahan kontrol assayed yang telah diketahui nilainya dengan menggunakan reagen tersebut. Menggunakan strain kuman. j) Uji kualitas Antigen-Antisera : Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan antigen dan antisera : Penggunaannya harus mengikuti petunjuk pabrik. Setiap akan digunakan, antigen atau antibodi dalam botol harus dikocok dahulu dan sesuaikan suhunya dengan suhu kamar. Simpan pada suhu yang dianjurkan. Ada beberapa reagen serologik yang tidak boleh dibekukan. Hindari pembekuan dan pencairan yang berulang-ulang. Periksa masa kadaluarsanya, jangan memakai antigem-antisera bila masa kadaluarsanya terlampaui. Untuk menguji aglutinasi antisera, gunakan kultur kuman segar dan murni yang diketahui reaktifitasnya. Pemeriksaan selalu dilakukan dengan mengikutsertakan beberapa serum kontrol yang sudah diketahui reaktifitasnya. Jika memungkinkan, nyatakan kekuatan serum kontrol dalam UI per ml. Pasangan serum masa akut dan konvalesen dari penderita yang sama harus diperiksa dengan nomor batch yang sama. Untuk diagnosa serologik sifilis, hanya digunakan prosedur baku nasional atau internasional. Setiap batch pemeriksaan serologis harus diikuti : Serum kontrol negatif (kontrol spesifisitas)
30

Serum reaktif yang lemah (kontrol sensitifitas) Serum reaktif yang kuat (kontrol titrasi)

Titer seluruh serum kontrol harus selalu dicatat. k) Uji kualitas antigen- antisera : Uji kualitas antigen Uji biokimia Uji fisik kimia Uji aglutinasi Uji titrasi Uji kemurnian Uji binatang percobaan

Uji kualitas antisera Uji aglutinasi Uji titrasi Uji dengan berbagai antigen atau larutan NaCl

l) Uji Ketelitian Hasil laboratorium digunakan untuk menentukan diagnosis, pemantauan pengobatan dan meramalkan prognosis, maka amatlah perlu untuk selalu menjaga mutu hasil pemeriksaan, dalam arti mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam melaksanakan uji ketelitian ini dapat digunakan bahan kontrol assayed atau unassayed. Kegiatan yang harus dilakukan adalam pengujian ini adalah : a. Periode pendahuluan Pada periode ini ditentukan nilai dasar yang merupakan nilai rujukan untuk pemeriksaan selanjutnya. Periode ini umumnya dilakukan baik untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi, imunoserologi maupun kimia lingkungan. Cara : 1) Periksalah bahan kontrol bersamaan dengan pemeriksaan spesimen setiap hari kerja atau pada hari parameter yang bersangkutan diperiksa sampai mencapai 25 hari kerja.
31

2) Catat setiap nilai yang diperoleh tiap hari kerja tersebut dalam formulir periode pendahuluan pada kolom x. 3) Setelah diperoleh 25 nilai pemeriksaan, hitung nilai rata-ratanya (mean), standar deviasi (SD). Koefisien variasi (CV), batas peringatan 3 SD). 2 SD) dan batas kontrol 4) Teliti kembali 3 SD. Bila ada, maka nilaiapakah ada nilai yang melebihi batas mean 2 SDtersebut dihilangkan. Hitung kembali nilai mean, SD, CV, mean 3 SD.dan mean 5) Nilai mean dan S yang diperoleh ini dipakai sebagai nilai rujukan Periode kontrol. b. Periode control Merupakan periode untuk menentukan ketelitian pemeriksaan pada hari tersebut. Prosedur pada periode kontrol ini tergantung dari bidang pemeriksaannya. Untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi dan kimia lingkungan cara dalah sebagai berikut : 1) Periksa bahan kontrol setiap hari kerja atau pada hari parameter yang bersangkutan diperiksa. 2) Catatlah nilai yang diperoleh pada formulir periode kontrol. 3) Hitung penyimpangannya terhadap nilai rujukan dalam satuan S (Standar Deviasi Index) dengan rumus : Xi - mean Satuan SD = --------------SD 4) Satuan S yang diperoleh di plot pada kertas grafik kontrol. Sumbu X dalam grafik kontrol menunjukkan hari/tanggal pemeriksaan sedangkan sumbu Y menunjukkan satuan S. c. Evaluasi hasil a. 3S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol (out of control), apabila hasil pemeriksaan satu bahan kontrol melewati 3 S.batas x 2 b. 2S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila hasil pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x + 2 S atau x 2 S.
32

c.

4S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila perbedaan antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 S (satu kontrol diatas +2 S, lainnya dibawah -2 S)

d.

1S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama baik x + S maupun x S.

e.

10 X : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10 kontrol berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Aturan ini mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) yaitu 1

3S, R 4S atau gangguan ketepatan (kesalahan sistematik) yaitu 2 2S, 4 1S, 10 x, 1 3S. m) Uji Ketepatan Pada uji ketepatan ini dipakai serum kontrol yang telah diketahui rentang nilai kontrolnya (assayed). Hasil pemeriksaan uji ketepatan ini dilihat apakah terletak di dalam atau di luar rentang nilai kontrol menurut metode pemeriksaan yang sama. Bila terletak di dalam rentang nilai kontrol, maka dianggap hasil pemeriksaan bahan kontrol masih tepat sehingga dapat dianggap hasil pemeriksaan terhadap spesimen juga tepat. Bila terletak di luar rentang nilai kontrol, dianggap hasil pemeriksaan bahan kontrol tidak tepat sehingga hasil pemeriksaan terhadap spesimen juga dianggap tidak tepat. Selanjutnya adalah prosedur pasca analitik, meliputi : a. Cara pencatatan hasil Kegiatan pencatatan dan pelaporan di laboratorium harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan dapat mengakibatkan kesalahan dalam penyampaian hasil pemeriksaan. Pencatatan kegiatan laboratorium dilakukan sesuai dengan jenis kegiatannya. Ada 4 jenis pencatatan, yaitu : o Pencatatan kegiatan pelayanan o Pencatatan keuangan o Pencatatan logistic o Pencatatan kepegawaian
33

o Pencatatan kegiatan lainnya, seperti pemantapan mutu internal, keamanan kerja dan lain-lain. Pencatatan kegiatan pelayanan dapat dilakukan dengan membuat buku sebagai berikut : o Buku register penerimaan spesimen terdapat di loket berisi data pasien dan jenis pemeriksaan o Buku register besar/induk berisi : data-data pasien secara lengkap serta hasil pemeriksaan spesimen. o Buku register/catatan kerja harian teap tenaga : Data masing-masing pemeriksaan Data rekapitulasi jumlah pasien dan spesimen yang diterima.

o Buku register pemeriksaan rujukan. o Buku ekspedisi dari ruangan/rujukan. o Buku komunikasi pertukaran petugas (shift) o Buku register perawatan/kerusakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: Kesesuaian antara pencatatan dan pelaporan hasil pasien dengan spesimen yang sesuai. Penulisan angka yang digunakan. Khusus mengenai angka, pada pelaporannya perlu disesuaikan mengenai desimal angka dan satuan yang digunakan terhadap keperluan pasien maupun terhadap nilai normal. Bila diperlukan satu angkan bulat, cukup dilaporkan dalam angka bulat tanpa decimal di belakang koma. Satuan yang digunakan sebaiknya adalah satuan internasional. Pencantuman nilai normal. Pada pelaporan juga perlu dicantumkan nilai normal, yaitu rentang nilai yang dianggap merupakan hasil pemeriksaan orangorang normal. Pada pencantuman hasil normal perlu dicantumkan metode pemeriksaan yang digunakan serta kondisi-kondisi lain yang harus diinformasikan seperti batas usia dan jenis kelamin. Satuan pelaporan juga harus sama antara hasil pemeriksaan
34

dengan hasil normal. Pencantuman keterangan yang penting, misalnya bila pemeriksaan dilakukan 2 kali dan sebagainya. Penyampain hasil. Waktu pemeriksaan sangat menentukan manfaat laporan tersebut untuk kepentingan diagnosis penyakit dan pengobatan pasien, oleh karena itu hasil pemeriksaan perlu disampaikan secepat mungkin segera setelah pemeriksaan selesai dilaksanakan. Dokumentasi/arsip. Setiap laboratorium harus mempunyai system dokumentasi yang lengkap. Hasil suatu kegiatan prncatatan dan pelaporan haruslah berupa dokumentasi yang lengkap, jelas dan mudah dimengerti serta tidak melupakan efisiensi waktu penyampaian dokumen tersebut kepada peminta pemeriksa. Perlu pula disediakan buku ekspedisi didalam dan diluar laboratorium. Kasus tertukar dan hilangnya specimen dapat terjadi baik dalam transportasi didalam maupun diluar laboratorium, sehingga hal ini harus dihindarkan b. Cara menegakkan diagnosis dari hasil pemeriksaan Spesimen yang telah diperiksa dicatat dan dilaporkan dalam buku register masing-masing. Bila terjadi pengukuran/pemeriksaan yang abnormal maka pemeriksaan diulang sebanyak 2 kali atau tiga kali. Bagi laboratorium yang mempunyai seorang Dokter Spesialis Patologi Klinik, hasil pemeriksaan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Dokter Spesialis Patologi Klinik. c. Cara pelaporan Pelaporan kegiatan pelayanan laboratorium terdiri dari : o Laporan kegiatan rutin harian/bulanan/triwulan/tahunan o Laporan khusus (misal : KLB, HIV) o Laporan hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi, kimia klinik, imunoserologi, urinalisis dan parameter lainnya sesuai dengan permintaan
35

dicatat dan dilaporkan dalam bentuk blanko hasil pemeriksaan yang terpisah dan ditanda tangani oleh penanggung jawab laboratorium atau petugas laboratorium yang memeriksa. d. Keselamatan Kerja Berbagai tindakan yang dilakukan di dalam laboratorium, baik akibat spesimen maupun alat laboratorium dapat menimbulkan bahaya bagi petugas. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, setiap petugas laboratorium harus melakukan pekerjaannya menurut praktek laboratorium yang benar. a. Cara mencegah penyebaran bahan infeksi Lingkaran sengkelit ose harus penuh dan panjang tangkai maksimum 6 cm. Gunakan alat insinerasi mikro untuk membakai sengkelit. Hal ini untuk mencegah timbulnya percikan bahan infeksi jika membakar sengkelit di atas pembakar Bunsen. Jangan lakukan tes katalasa di atas objek glass. Sebaiknya gunakan tabung atau gelas objek yang memakai penutup. Dekontaminasi permukaan meja kerja dengan desinfektan yang sesuai setiap kali habis bekerja. b. Cara mencegah tertelan dan terkenanya kulit serta mata oleh bahan infeksi. Selama bekerja, partikel dan droplet (diameter > 5 mm) akan terlepas ke udara dan menempel pada permukaan meja serta tangan petugas laboratorium, untuk itu dianjurkan untuk mengikuti hal-hal di bawah ini : - Cuci tangan sesering mungkin dengan sabun/desinfektan. Jangan menyentuh mulut dan mata selama bekerja. - Jangan makan, minum, merokok, mengunyah permen atau menyimpan makanan/minuman dalam laboratorium. - Jangan membubuhkan kosmetik dalam laboratorium - Gunakan alat pelindung mata/muka jika terdapat resiko percikan bahan infeksi saat bekerja.

36

c. Cara mencegah tertusuk bahan infeksi Jarum suntik, pipet Pasteur dan pecahan kaca dapat menyebabkan luka tusuk. Untuk menghindarinya dapat dilakukan : Bekerja dengan hati-hati Mempergunakan jarum suntik sejarang mungkin Gunakan semprit dengan kanula tumpul sebagai pengganti Pilih pipet Pasteur yang terbuat dari plastik

d. Tindakan khusus terhadap darah dan cairan tubuh Tindakan di bawah ini khusus dibuat untuk melindungi petugas laboratorium terhadap infeksi yang ditularkan melalui darah seperti virus Hepatitis B, HIV dan lain-lain. 1) Mengambil, memberi, melabel dan membawa spesimen : Gunakan sarung tangan Hanya petugas laboratorium yang boleh melakukan pengambilan darah. Setelah pengambilan darah, lepaskan jarum dari sempritnya dengan alat khusus yang sekaligus merupakan wadah penyimpan jarum habis pakai. Tabung spesimen dan formulir permintaan harus diberi label bahaya infeksi. Masukkan tabung ke dalam kantong plastik untuk dibawa ke laboratorium. 2) Membuka tabung spesimen dan mengambil sampel Buka tabung spesimen dalam kabinet keamanan biologis kelas I dan kelas II. Gunakan sarung tangan Untuk mencegah percikan, buka sumbat tabung setelah dibungkus kain kasa. 3) Sediaan darah pada objek glass Pegang objek glass dengan forsep 4) Kaca dan benda tajam Jika mungkin, gunakan alat terbuat dari plastik sebagai pengganti
37

kaca/gelas. Bahan kaca/gelas dapat dipakai jika terbuat dari borosilikat. Sedapat mungkin hindari penggunaan alat suntik selain untuk mengambil darah. 5) Melakukan sentrifugasi Gunakan tabung sentrifus yang mempunyai tutup. Gunakan selongsong/rotor yang dilengkapi penutup.

e. Peralatan Keamanan Laboratorium Peralatan yang perlu disiapkan dalam keamanan kerja di laboratorium : Baju khusus untuk bekerja. Sarung tangan. 3.Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfektan) dan air mengalir. Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation system. Pipetting aid , rubber bulb Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lancet. Pemancur air (emergency shower) Kabinet keamanan biologis kelas I atau II atau III. f. Pengamanan pada keadaan darurat Sistem tanda bahaya Sistem evakuasi Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) Alat komunikasi darurat baik didalam atau keluar laboratorium Sistem informasi darurat Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat Alat pemadam kebakaran, masker, pasir dan sumber air terletak pada lokasi yang mudah dicapai Alat seperti kampak, palu, obeng, tangga dan tali
38

Alat pengukur kekuatan radioaktif Nomor telepone ambulan, pemadam kebakaran dan polisi disetiap ruangan laboratorium. g. Prosedur Penanganan Kecelakaan Untuk mencegah timbulnya bahaya yang lebih luas, wajib disediakan informasi mengenai cara penanganan yang benar jika terjadi tumpahan bahan kimia di dalam laboratorium. Agar mudah terbaca, informasi ini hendaknya dibuat dalam bentuk bagan yang sederhana dan dipasang pada dinding dalam ruang laboratorium. h. Kesehatan Petugas Laboratorium Pada setiap calon petugas laboratorium harus dilakukan pemeriksaan kesehatan lengkap, termasuk foto torax dengan sinar X. Keadaan kesehatan petugas laboratorium harus memenuhi standard kesehatan yang telah ditentukan di laboratorium. Untuk menjamin kesehatan para petugas laboratorium harus dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Pemeriksaan radiologi paru-paru setiap tahun bagi petugas yang bekerja 2) dengan bahan yang diduga mengandung bakteri tuberkulosis, sedangkan pada petugas lain 3 tahun sekali. Pemberian imunisasi Setiap laboratorium harus mempunyai proses imunisasi, terutama bagi petugas yang bekerja di laboratorium tingkat keamanan biologis 2, 3 dan 4. Vaksin yang diberikan : 3) Vaksin hepatitis B untuk semua petugas laboratorium Vaksin rubella untuk petugas wanita usia reproduksi. Pada wanita hamil dilarang bekerja dengan TORCH Perlindungan terhadap sinar ultra violet Petugas harus menggunakan pakaian pelindung khusus dan alat pelindung mata. Bila ruangannya tertutup, jam kerja harus sering digilir untuk mencegah kelemasan.
39

4)

Pemantauan kesehatan Kesehatan setiap petugas laboratorium harus selalu di pantau

BAB V PEMBAHASAN
40

Dari hasil Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan, pada pasien tersebut didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan normal: A. Darah lengkap 11 Juni 2013 B. LED : 31 mm/jam (N = 0 20 mm/jam)

Pemeriksaan Urinalisa 11 Juni 2013 Kimia : Eritrosit Sedimen Eritrosit : 0 1/LPB (0) :+ (Negatif)

C.

Pemeriksaan Direct Bakteri 11 Juni 2013 Sediaan Gram Gram negatif bacil Clue Cell :+ :+

Hasil dari pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, dimana pada pasien didiagnosa Bakterial Vaginosis dimana diagnosa ini ditunjang oleh anamnesa keluahan pasien yaitu keluhan keluar cairan vagina tidak sedap seperti bau amis dirasakan sejak lebih dari 1 bulan, keputihan banyak dirasakan keluar cukup banyak dan tidak seperti biasanya, warna cairan vagina sama, tipis dan tidak kental, cairan vagina melekat pada dinding vagina dan labia mayora, os juga mengeluh saat berhubungan bau amis dirasakan semakin melekat, os juga mengeluh nyeri di perut bagian bawah (pubis dan inguinal) yang bersifat hilang timbul, mestruasi. Dimana riwayat pribadi dan sosial os mengaku sering melakukan hubungan seksual dan lebih dari 1 pasangan, dan bila sibuk bekerja os juga tidak rutin atau sering mengganti celana dalam.
41

os juga mengaku bahwa setelah dilakukan

pemeriksaan dan pengambilan sampel cairan vagina 2 jam kemudian os mengalami

42

Anda mungkin juga menyukai