Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

Dementia
Oleh : Fuji Fitria Nanda 07120010

Pembimbing :

Prof. Dr. H. Basjiruddin Ahmad, Sp.S ( K ) dr. Hj. Yuliarni Syafrita, Sp.S ( K )

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran - Universitas Andalas Padang 2013
0

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil, dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial1,2.

Klasifikasi Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu : 1. Demensia Reversibel Ditemukan pada kurang dari 20% penderita demensia. Demensia reversibel dapat disebabkan oleh: Alkoholisme Pemakaian jangka panjang berbagai jenis obat antidepresan secara bersamaan, antiaritmia, antihipertensi, analgetik, dan digitalis. Gangguan psikiatri Depresi, skizofrenia (terutama tipe paranoid), gangguan bipolar, dan gangguan pribadi berat. Normal pressure Hydrocephalus Ditemukan pada 2-6% demensia, biasa ditemukan pada usia lanjut dengan gejala gangguan memori, bingung, reaksi lambat, gangguan bejalan, dan inkotinensia. Pada penderita dapa dijumpai riwayat trauma, meningitis, atau perdarahan subarakhnoid, tetapi pada sebagian besar kasus tidak ditemukan kelainan sebelumnya. Dengan pemasangan peritoneal shunt, keadaan dapat pulih kembali. Demensia Vaskular(di bahas lebih rinci di halaman berikutnya) ventriculo-

2. Demensia Ireversibel Pada umumnya berhubungan dengan proses degenerasi otak yang bersifat permanen. Demensia Alzheimer Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 % dari seluruh demensia, biasanya memeiliki faktor risiko seperti usia yang lebih dari 40 tahun, riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindroma Down. Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun : Stadium Ringan Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan aktivitas harian sederhana. Stadium Sedang. Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang kompleks. Stadium lanjut. Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik, sehingga penderita sulit bergerak dan memerlukan bantuan penuh ntuk melakukan aktifitas hariannya. Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut1. Perubahan dimulai dengan penarikan fungsi sosial, indiferen, impulsif, gangguan tidur, gelisah, dan wandering. Picks Disease Penyakit neurodegeneratifyang ditandai oleh atrofi kortikal berat, terutama di daerah fontotemporal.gejala terutama berhubungan dengan gangguan lobus frontal / temporalyang ditandai dengan penurunan fungsi mental, perubahan perilaku, dan gangguan tilikan diri. Pda stadium lanjut diikuti ganguan memori jangka panjang dan gangguan berbahasa, munculnya refleks primitif. Pada stadium akhir dapat dijumpai gangguan anglia basalis.

Parkinsons Disease Dementia1 Penyakit neurodegeneratif progresif yang ditandai oleh adanya rigiditas, bradikinesia, tremor, dan isntabilitas postural; diikuti oleh gangguan bicara, berjalan, dan koordinasi. Gejala demensia terdapat pada kurang lebih40% penderita, biasanya diawali dengan gejala disorientasi pada malam hari, diikuti oleh gangguan kognitif lainnya. Demensia terkait AIDS Dipertimbangkan pada penderita dengan riwayat transfusi, penyimpangan perilaku seksual, pemakaian obat NAPZA terutama suntikan. Gejala dimulai dengan mudah lupa, lamban, gangguan konsentrasi, dan pemecahan masalah. Gangguan perilaku yang menonjol adalah apatis dan menarik diri. Dapat ditemukan pula kelainan fisik, berupa tremor, ataksia, hipertonus, hiperrefleks, dan gangguan gerak bola mata.

Diagnosis Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis. Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit (akut/perlahan), perjalanan penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan, riwayat medis umum dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi, gangguan nutrisi, penggunaan obat, dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis

Anamnesis Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif

dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan (mendadak/progresif lambat), dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.

Riwayat Medis Umum Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis), ganguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, dan aterosklerosis.

Riwayat Neurologis Perlu umtuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.

Riwayat Gangguan Kognisi Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian dari bagian terpenting dari diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek, dan jangka panjang; gangguan orientasi ruang, waktu, dan tempat, benda, muapun gangguan komprehensif; gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis, dan visuospasial. Selain itu, perlu, ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian, melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.

Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan, (Wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.

Riwayat Intoksikasi Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida, alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis antidepresan dan narkotika.

Riwayat Keluarga Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindroma down, dan retardasi mental. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada prakter klinis. Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi, gangguan penglihatan, gerakan abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan primitif1. Pemeriksaan Neuropsikologi Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial, dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah pemeriksaan penapisan yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai efektifitas pengobatan, dan untuk menentukan progresifitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Sementara untuk nilai 18-23 digolongkn sebagai Mild Cognitive Impairment (MCI), dan untuk nilai <18 digolongkan sebagai demensia. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kurang dari 27, terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL) dan Instrumental of Daily Living (IADL). Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial, dan budaya. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium (darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormon tiroid, dan kadar vitamin B12, pemeriksaan HIV dan neurosifilis dianjurkan pada penderita dengan risiko tinggi), pemeriksaan pencitraan otak (CT Scan dan MRI).

DEMENSIA VASKULER Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga insidensi demensia dapat diturunkan3. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor risiko yang berhubungan4. Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski mengenalkan istilah multi-infark dementia (MID) untuk menekankan bahawa demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD) yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat, dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi sebelum demensia terjadi3.

Insiden dan Prevalensi Demensia Vaskuler Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosis yang dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19,4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan4. Sudah lama diketahui bahwa

defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke7. Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun8.

Faktor Risiko Demensia Vaskuler Faktor-faktor risiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini. Mereka membagi faktor-faktor risiko itu dalam 4 kategori : 1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis (Asia, Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah, daerah rural. 2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnormal. 3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi. 4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.

Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini. Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak hanya

berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia3. Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasienpasien stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada otak. Hubungan antara VaD dan alel 4 dari ApoE telah diteliti pada beberapa penelitian, dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison et.al menghipotesiskan bahwa ApoE memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel 4 dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan ApoE24. Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk telah dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu et.al dan hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson4.

Etiologi Barubaru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya disebabkan oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh keadaan serebrovaskuler5. Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu : 1. VaD pasca stroke . Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia, mencakup; a. Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior. b. Multiple Infark Dementia (MID) c. Perdarahan intraserebral 2. VaD subkortikal, dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler, mencakup;

a. Lesi iskemik substansia alba b. Infark lakuner subkortikal c. Infark non-lakuner subkortikal 3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.

Patofisiologi Demensia Vaskuler Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler. DeCarli et.al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasienpasien kardiovaskuler dan juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan aterosklerosis7. ApoE4 akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et.al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah berisiko tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan Kokobu et.al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf pusat 3,4. Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar (arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di bagian anterolateral dan medial talamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain, basal ganglia, genu dari kapsula interna, hippocampus, mamillary bodies, otak tengah dan pons. Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah

demensia campuran digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan kognisi3. Mekanisme patofisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak, emboli jantung, dan perdarahan. Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya : 1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba 2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark3.

Diagnosis Demensia Vaskuler Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN (National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and LAssociation Internationale pour la Recherche et LEnseignmement en Neurosciences)1. 1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini: a) Demensia b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis (girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan di atas) c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan

10

pasca stroke- deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif.

2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal : a) Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya : Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi. Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.

b) CVD : CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak6.

Gambaran Klinis Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai berikut : A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD : 1. Gangguan berjalan (langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas, magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait ) 2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh kelainan urologi. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan depresi. Inkontinesia, emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi3.

B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD: 1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik), keterampilan

11

motorik (apraksia) dan persepsi (agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai pada pencitraan otak. 2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi. Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala5.

C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal : 1. Episode gangguan lesi upper motor neuron (UMN) ringan seperti kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi. 2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia. 3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab 4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi 5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal 6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan retardasi psikomotor.

D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal 1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia. 2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan 3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.

Pemeriksaan VaD secara umum antara lain : A. Riwayat medis meliputi : 1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik (sifilis, AIDS) 3. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik sensorik,

12

gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD. 4. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi kognisi, kemampuan intelektual dalam aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia. 5. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia. 6. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi. 7. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada keluarga.

B. Pemeriksaan obyektif meliputi : 1. Pemeriksaan fisik umum. meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital, arteriosklerosis, faktor risiko vaskuler. 2. Pemeriksaan neurologis. Gangguan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks. 3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis, gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi. 4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa nyata penderita dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini. 5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium, cemas atau mengalami gejala psikotik8.

13

Manajemen Terapi Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya. Pasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan kognisi. Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya. A. Terapi farmakologik. 1. Terapi simptomatik pada demensia vaskuler kolinergik adalah pemberian kolinesterase inhibitor karena terjadi penurunan neurotransmiter. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat menstabilkan fungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler ringan dan sedang.. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi non-farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada. 2. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI).

14

Golongan ini mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA) c. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek sampingnya ansietas dan agitasi. Sebagian pasien demensia vaskuler dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya. 3. Ansiolitik terutama benzodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi. 4. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi. B. Terapi nonfarmakologik Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia. Intervensi terhadap pasien meliputi : Program harian penderita 1. Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputilatihan fisik untuk memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain-gym). 2. Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna, penyajian menarik dan praktis. 3. Mencegah/mengelola faktorrisiko yang dapat memperberat penyakit, misalnya hipertensi, gangguan vaskuler, diabetes, dan merokok. 4. Melaksanakn hobi dan aktifitas sosial sesuai kemampuan. 5. Melaksanakan LUPA (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi). 6. Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan cahaya cukup. Orientasi realitas 1. penderita diingatkan akan waktu dan tempat 2. beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar mandi 3. pemberian stimulasi melalui latihanpermainan, misalnya permainan monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dan lain-lain.

15

Hal ini memberi manfaat yang baik pada predemensia (Mild Cognitive Impairment). Psikotetapi

16

BAB 2 LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki umur 62 tahun datang ke poliklinik saraf RSUD Pariaman pada tanggal 7 Februari 2013, alloanamnesis dari istri pasien, dengan;

Keluhan utama : Pelupa.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien pelupa, dimana pasien sering mengulang pembicaraan, pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya, pasien sering lupa letak benda-benda yang baru saja diletakkannya. Hal ini semakin sering dirasakan keluarga lebih kurang 1 bulan ini. Pasien mengalami kesulitan berbicara namun pasien mengerti pembicaraan orang lain, sejak 2 bulan yang lalu, dan sekarang sudah berangsur pulih.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien dirawat dengan stroke 2 bulan yang lalu, dirawat selama 17 hari dengan lemah anggota gerak kanan secara tiba-tiba tetapi masih sadar, selain itu diketahui bahwa pasien menderita hipertensi, pasien pulang dalam keadaan belum bisa berjalan dan sudah dianjurkan fisioterapi. Riwayat menderita tekanan darah tinggi diketahui sejak 2 bulan yang lalu, sebelumnya tidak diketahui. Kini hipertensi pasien dikontrol teratur. Riwayat sakit jantung diketahui sejak 2 bulan yang lalu, sebelumnya tidak diketahui. Kontrol teratur. Riwayat sakit gula disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien dan satu orang saudara pasien menderita hipertensi.

17

Ibu pasien pernah menderita stroke (penurunan kesadaran tiba-tiba dan lemah anggota tubuh sebelah kanan). Ibu pasien juga mengalami hal yang sama seperti pasien, sering pelupa. Penyakit jantung dan sakit gula dalam keluarga tidak diketahui.

Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi Pasien seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Merokok 1 bungkus perhari sejak remaja, dan telah berhenti sejak 2 bulan yang lalu. Minum kopi teratur setiap pagi sejak menikah. Minum alkohol disangkal.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Napas Suhu : tampak sakit sedang : GCS 15 (E4 M6 V5) : 120/80 mmHg : 84x/menit, teratur : 22x/menit : 36,7 oC

Status Internus Rambut Kulit dan kuku KGB Keadaan regional Kepala Mata Hidung Telinga Leher PARU Inspeksi Palpasi : simetris kiri=kanan : fremitus kanan=kiri : tidak ditemukan kelainan : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan : JVP 5-2 cmH2O : hitam putih tidak mudah dicabut. : tidak ditemukan sianosis : tidak ditemukan pembesaran

18

Perkusi Auskultasi JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi ABDOMEN Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: sonor : vesikuler N, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

: ictus tidak terlihat : ictus teraba 1 jari lateral LCMS RIC VI : batas jantung melebar : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

: tak tampak membuncit : supel, hepar dan lien tak teraba : timpani : bising usus (+) Normal

Status Neurologis Kesadaran CMC, GCS 15 (E4 M6 V5) 1. Tanda Rangsangan Selaput Otak Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinski II : (-) : (-) : (-)

Tanda Kernig : (-) 2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial Pupil : Isokor, 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+

Muntah proyektil (-) sakit kepala progresif (-)

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis N.I (Olfaktorius) Penciuman Subjektif Objektif (dengan bahan) Kanan Baik Baik Kiri Baik Baik

N.II (Optikus)

19

Penglihatan Tajam Penglihatan Lapangan Pandang Melihat warna Funduskopi

Kanan Baik Baik Baik Tidak diperiksa

Kiri Baik Baik Baik Tidak diperiksa

N.III (Okulomotorius) Kanan Bola Mata Ptosis Gerakan Bulbus Strabismus Nistagmus Ekso/Endopthalmus Pupil Bentuk Refleks Cahaya Refleks Akomodasi Refleks Konvergensi Bulat, isokor (+) (+) (+) Bulat, isokor (+) (+) (+) Bulat (-) Kiri Bulat (-)

Bebas ke segala arah (-) (-) (-) (-) (-) (-)

N.IV (Troklearis) Kanan Gerakan mata ke bawah Sikap bulbus Diplopia Baik Ortho (-) Kiri Baik Ortho (-)

N.VI (Abdusens) Kanan Kiri

20

Gerakan mata kemedial bawah Sikap bulbus Diplopia

Baik Ortho (-)

Baik Ortho (-)

N.V (Trigeminus) Kanan Motorik Membuka mulut Menggerakan rahang Menggigit Mengunyah Sensorik -Divisi Oftlamika Refleks Kornea Sensibilitas -Divisi Maksila Refleks Masseter Sensibilitas -Divisi Mandibula Sensibilitas Baik Baik (+) Baik (+) Baik (+) Baik (+) Baik (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) Kiri

N.VII (Fasialis) Kanan Raut wajah Sekresi air mata Fisura palpebra Menggerakan dahi Menutup mata Kiri

Plika nasolabialis kanan lebih datar (+) Baik Baik Baik (+) Baik Baik Baik

21

Mencibir/bersiul Memperlihatkan gigi Sensasi lidah 2/3 belakang Hiperakusis (-) Baik (-)

(-) Baik Baik (-)

N.VIII (Vestibularis) Kanan Suara berbisik Detik Arloji Rinne test Webber test Scwabach test Memanjang Memendek (-) (-) (-) (-) (+) (+) baik Kiri (+) (+) Baik

Tidak ada lateralisasi

Nistagmus Pendular Vertical Siklikal (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Pengaruh posisi kepala

N.IX (Glosofaringeus) Kanan Sensasi Lidah 1/3 belakang Refleks muntah (gag refleks) Baik (+) Kiri Baik (+)

N.X (Vagus) Kanan Arkus faring Uvula Menelan Artikulasi Baik Kurang lancer Simetris Di tengah Baik Kiri

22

Suara Nadi

Baik Teratur

N.XI (Asesorius) Kanan Menoleh kekanan Menoleh kekiri Mengangkat bahu kanan Mengangkat bahu kiri Baik Baik Baik Baik Kiri

N.XII (Hipoglosus) Kanan Kedudukan lidah dalam Kedudukan lidah dijulurkan Tremor Fasikulasi Atropi Kiri

Deviasi ke kiri minimal Deviasi ke kanan minimal (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Pemeriksaan Koordinasi Cara Berjalan Romberg test Ataksia Rebound Phenomen Tes Tumit Lutut Sukar dinilai Disatria (+) (-) (+) (+) (+)

Tidakterganggu Disgrafia (-) (-) (+) Supinasi-Pronasi Tes Jari Hidung Tes Hidung Jari

Pemeriksaan Fungsi Motorik A. Badan Respirasi Duduk B.Berdiri dan berjalan Gerakan spontan Tremor Atetosis (-) (-) (-) Teratur Dapat dilakukan (-) (-) (-)

23

Mioklonik Khorea

(-) (-)

(-) (-)

C.Ekstermitas Gerakan Kekuatan Tropi Tonus

Superior Kanan Aktif 444 Eutropi Eutonus Kiri Aktif 555 Eutropi Eutonus Kanan Aktif 333 Eutropi

Inferior Kiri Aktif 555 Eutropi Eutonus

Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas Sensibilitas taktil Sensibilitas nyeri Sensibilitas termis Sensibilitas kortikal Stereognosis Pengenalan 2 titik Pengenalan rabaan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Sistem Refleks A. Fisiologis Kornea Berbangkis Laring Masseter Dinding Perut Atas Tengah Bawah Kanan Kiri Tungkai Kanan Kiri Kanan Kiri (+) (+) Biseps Triseps KPR APR Bulbokavernosa Creamaster Sfingter Kanan (++) (++) (++) (++) Kiri (++) (++) (++) (++)

B. Patologis Lengan

24

Hofmann Tromner

(-)

(-)

Babinski Chaddoks Oppenheim Gordon Schaeffer Klonus paha Klonus kaki

(-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-)

Fungsi Otonom Miksi : inkontinensia (+)

Defikasi : baik Keringat : baik

Fungsi Luhur Kesadaran Reaksi bicara reaksi intelek Reaksi emosi Baik Baik Baik Tanda Demensia Refleks glabela Refleks Snout Refleks Menghisap Refleks Memegang (+) (+) (-) (-)

Refleks palmomental (+)

Mini Mental State Examination : Skor : 16 Kesan : gangguan kognitif definitif

Diagnosis Klinis Diagnosis Topik Diagnosis Etiologi Diagnosis Sekunder

: Demensia vaskuler : Subkorteks serebri hemisfer sinistra : Post stroke infark :-

Penatalaksanaan : Aspilet 2x80 mg PO Donepezil 1x10 mg PO


25

Amitriptilin 1x25 mg PO Neurodex 2x1 tab

Terapi yang dianjurkan untuk demensia: Program harian penderita 1. Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain-gym). 2. Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna, penyajian menarik dan praktis. 3. Mencegah/mengelola faktor risiko yang dapat memperberat penyakit, misalnya hipertensi, gangguan vaskuler, diabetes, dan merokok. 4. Melaksanakn hobi dan aktifitas sosial sesuai kemampuan. 5. Melaksanakan LUPA (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi). 6. Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan cahaya cukup. Orietasi realitas 1. penderita diingatkan akan waktu dan tempat 2. beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar mandi

Contoh resep :

dr. Fuji Fitria Nanda SIP. 07 120 0i0 Praktek : Senin Jumat (kecuali hari libur)

26

Jam Praktek : 17.00-20.00 Alamat Praktek : Jl. Jati Rawang No.18 Bukittinggi, 12 November 2011

R/ Aspilet tab 80 mg S2dd tab I R/ Donepezil tab 10 mg S1dd tab I R/ Amitriptilin tab 25 mg S1dd tab I R/Neurodex tab S2dd tab I

No. XX No. X No. X No. XX

Pro

: Tn. A

Umur : 62 tahun

BAB 3 DISKUSI

Telah diperiksa seorang laki-laki berumur 62 tahun di poliklinik saraf RSUD Pariaman pada tanggal 7 Februari 2013 dengan diagnosis klinik demensia vaskuler, diagnosis topik subkorteks serebri hemisfer sinistra, diagnosis etiologi post stroke.

27

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Demensia ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien berusia 62 tahun, pasien mempunyai riwayat stroke yang merupakan penyebab demensia vaskular. Pasien sering dan mudah lupa dan semakin sering dirasakan keluarga 1 bulan ini pasien sering mengulang pembicaraan, pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Ada perubahan suasana hati namun tidak didapatkan perubahan prilaku. Pasien juga memiliki riwayat stroke sejak 2 bulan yang lalu yang ditandai dengan adanya kelemahan anggota gerak kanan. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan refleks glabela, snout dan palmomental yang menunjukkan adanya regresi, serta gangguan kognitif definitif melalui pemeriksaan mini mental state examination (MMSE) dengan skor 16. Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi otak dan hipertensi yang merupakan faktor-faktor risiko demensia karena menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami stroke, tidak menutup kemungkinan bahwa gejala yang dialami, menjadi bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensia berhubungan dengan infark pembuluh darah otak. Demensia juga terjadi kurang dari tiga bulan setelah pasien mangalami gangguan pembuluh darah otak, yang merupakan kriteria untuk demensia vaskuler. Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan anti kolinesterase (donrpezil 1x10 mg), anti agregasi trombosit (aspilet 2x80 mg po), dimana agregasi trombosit juga merupakan agent modifying disease pada demensia, antidepressan (amitriptilin 1x25 mg po) karena penderita mulai tampak depresi dan neurodex 2x1 tablet.

Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis, misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan LUPA (latih, ulang, perhatikan, dan asosiasi , serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta: PERDOSSI. 2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, hal 211-214

29

3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933. 4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England Journal of Medicine. 1996; (8);330-364. 5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992; 42(6): 1185-936. 6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEMPrevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247. 7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American Heart Association 1999; (5):1548-538. 8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739. 9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart Associatiom. 2004;(1): 11057-6210. 10 Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5

30

Anda mungkin juga menyukai