Z1
N
+
=
Jalannya Penelitian
Pelaksanaan kultur kanula infus baik pretest
maupun posttest adalah: survei pencemaran jarum
infus interavena ini dilakukan 2 kali sehari pada jam
07.00 WIB dan pada jam 18.00 WIB terhadap pasien
sampel yang mendapat terapi infus cairan atau
transfusi darah interavena. Selama penelitian
berlangsung, dimulai sejak minggu terakhir Juni 2001
s.d. akhir minggu ketiga Juli 2001. Diestimasikan
jumlah sampel yang dibutuhkan sudah terpenuhi
untuk pretest.
Jarum infus yang dipakai terbuat dari logam
dibungkus plastik. Pemasangan dan pencabutan jarum
infus dilakukan oleh perawat.
Saat mulai jarum infus terpasang dan saat
pencabutan jarum infus dicatat, demikian pula bila
timbul reaksi lokal dan reaksi umum selama infus
berjalan/terpasang. Jarum infus yang menjadi sampel
adalah berasal dari pasien sampel yang dicabut antara
4872 jam dan maksimum 1 minggu, karena secara
normal jarum infus harus diganti maksimum 72 jam.
Pencabutan dan pengambilan spesimen jarum
infus dilaksanakan dengan mula-mula membersihkan
kulit tempat tusukan jarum infus dengan alkohol
70%, kemudian jarum infus dicabut dengan pinset
steril, lalu + 2 cm ujung distal jarum infus dipotong
dengan gunting steril (dengan bantuan perawat lain).
Potongan ini langsung ditampung ke dalam tabung
berisi media liquid yang terdiri atas sodium klorida
fisiologis.
Tabung berisi media dan potongan jarum
kemudian dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi
RSUP H. Adam Malik Medan untuk memeriksa ada
tidaknya kuman menurut cara yang lazim berlaku
untuk biakan kuman, isolasi, identifikasi serta uji
kekebalan kuman terhadap antibiotik.
Setelah pengumpulan data awal (pretest) selesai
maka dilaksanakan program intervensi berupa
pelatihan terhadap perawat dengan pemberian modul,
ceramah, dan praktik lapangan. Seluruh perawat yang
bertugas pada shift pagi di ruangan penyakit dalam
yaitu 19 orang. Kemudian 1 minggu setelah
pelatihan yaitu sejak minggu ke-2 bulan Augustus
2001 dilakukan kembali pengumpulan data untuk
posttest seperti prosedur pada pretest tetapi tentu saja
dengan pasien yang berbeda, sampai jumlah sampel
minimal terpenuhi.
Variabel yang Diamati
Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari:
a. Variabel Bebas (x) yakni:
Pelatihan terhadap paramedis dengan pemberian
modul, ceramah, dan praktik.
b. Variabel Terikat (y) yakni:
Infeksi nosokomial diukur dalam proporsi
sampel pasien yang mengalami IN dan nilai rata-
rata sampel kultur yang (+)/coloni form unit.
-45-
Mardan Ginting Infeksi Nosokomial dan Manfaat Pelatihan Keterampilan
Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
diukur dengan ada tidaknya perbedaan proporsi
IN dan juga perbedaan rata-rata cultur (+)
sebelum dan sesudah pelatihan.
Kerangka Konsep
-46-
Pretest
4. Proporsi IN
5. Kultur (+)
6. Nilai rata-rata CFU 1
Intervensi
(Pelatihan
Perawat)
Infus
Pasien
Infus
Pasien
Posttest
1. Proporsi IN
2. Kultur (+)
3. Nilai rata-rata CFU 2
Kerangka konsep operasional
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Karakteristik sampel pada pretest dan posttest dari segi umur, jenis kelamin, ukuran kanula infus dan
pasien yang mendapat antibiotik selama penelitian ini berlangsung dapat terlihat pada Tabel 1, 2, 3 dan 4 berikut
ini.
Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan umur pada pretest dan posttest di RPD pria dan wanita RSUP H.
Adam Malik 2001
Variabel Umur n Range
(TH)
Mean SD CV
(%)
SE of Mean
Pretest
Posttest
16
16
21 70
21 - 70
49,12
52,06
19,45
16,46
39,60
31,62
4,861
4,114
P = 0,648
Tabel 2. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada pretest dan posttest di RPD pria dan wanita RSUP
H. Adam Malik 2001
Variable Jenis
Kelamin
n Laki-Laki Perempuan Total
f % F % f %
Pretest
Posttest
16
16
7
13
43,75
81,25
9
56,25
18,75
16
16
100
100
P = 0,028
Tabel 3. Karakteristik ukuran kanula yang digunakan pada sampel pretest dan posttest di RPD pria dan wanita
RSUP H. Adam Malik 2001
Variabel Ukuran Kanula n Range Mean SD CV
(%)
SE of Mean
Prestest
Posttest
16
16
18 22
20
20,0
20,0
1,033
0,000
5,16
0,00
0,258
0,000
P = 1,000
Tabel 4. Tabulasi silang pemberian antibiotik pada sampel pretest dan protest di RPD pria dan wanita RSUP H.
Adam Malik 2001
Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 1 No. 1 Juli 2006
Variabel Antibiotik Pretest Posttest
f % f %
(+)
(-)
8
8
50
50
9
7
56,25
43,75
Total 16 100 16 100
P = 0,72315
Hasil Isolasi Kuman dari Kanula Infus
Hasil isolasi kuman penyebab infeksi
nosokomial di ruang rawat penyakit dalam sebelum
dan sesudah pelatihan perawat ditemukan beberapa
spesies kuman seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi frekuensi kuman yang diisolasi dari kanula infus (kultur +) pretestposttest di RPD pria dan
wanita RSUP H. Adam Malik 2001
No Gram staining Jenis kuman Pretest Posttest
f % f %
1 Gram positif
Coccus
Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermis
Staphylococcus saprophyticus
4
1
1
40
10
10
-
-
-
-
-
-
2 Gram negatif
Batang
Klebisiella pneumoniae
Pseudomonas auroginosa
Psuedomonas fluorescens
1
-
1
10
10
1
2
16,7
33,3
3 Jamur Aspergillus Fumigatus
Candida sp.
1
1
10
10
3
-
50,0
J u m l a h 10 100 6 100
Tabel 6. Distribusi frekuensi sensitivitas kuman berdasarkan antibiotik yang digunakan pada pretest dan posttest
di RPD wanita dan pria RSUP H. Adam Malik 2001
JENIS KUMAN
PRETEST:
JLH
ISOLAT
Sensitivitas kuman terhadap antibiotika (%)
AP A C CIP CO/TS E Gm K S TE
Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermis
Staphylococcus saprophyticus
Klebsiella pneumoniae
Psuedomonas fluorescens
Aspergillus Fumigatus
Candida sp.
4
1
1
1
1
1
1
0
100
0
0
0
25
100
0
0
0
50
0
0
0
0
100
100
100
100
100
0
0
0
0
0
25
0
100
100
0
25
0
0
0
0
50
0
0
100
0
25
100
0
0
0
25
100
0
0
0
POSTTEST:
Pseudomonas aeruginosa
Psuedomonas Fluorescens
Aspergillus Fumigatus
1
2
3
0
0
0
0
0
0
100
50
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Catatan: Ap (Ampicilin), A (Amoxicilin), C (Chloramphenicol), Cip (Ciprofloxacin), CO/TS (Cotrimoxazole), E
(Eritromycin), GM (Gentamycin), K (Kanamycin), S (Streptomycin), TE (Tetracyclin).
Tabel 7. Tabulasi silang infeksi nosokomial pada pretest dengan posttest di RPD pria & wanita RSUPHAM
2001
Variabel Antibiotik Pretest Posttest
f % f %
(+)
(-)
10
6
62,5
37,5
6
10
37,5
62,5
Total 16 100 16 100
P = 0,15730
Tabel 8. Hasil Students t test pertumbuhan koloni kuman pada hasil kultur kanula infus pretest dengan posttest
di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam Malik 2001
-47-
Mardan Ginting Infeksi Nosokomial dan Manfaat Pelatihan Keterampilan
Variabel Koloni n Range Mean SD CV
(%)
SE of Mean
Prestest
Posttest
16
16
8 820
9 - 81
334
26
307
25
92
96
37
6
P = 0,0000
Keterbatasan: Tidak dapat menyeimbangkan jenis kelamin pria dan wanita pada sampel pretest dan posttest
PEMBAHASAN
Jenis Kuman yang Diisolasi dari Kanula Infus
(Kultur +) Pretest-Postest di RPD Pria dan Wanita
RSUP H. Adam Malik 2001
Infeksi nosokomial kanula infus dalam
penelitian ini pada pretest lebih banyak oleh kuman
gram positif (60%) terbanyak adalah Staphylococus
aureus (40%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Janas dkk., yang melaporkan 74,6%
kuman gram positif, dengan kuman terbanyak adalah
Staphylococcus epidermis (38%). Juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Philippe Eggimann
yang melaporkan 55% kuman gram positif, terbanyak
Staphylococcus aureus (14%).
Tetapi berbeda dengan laporan Kusumobroto
dkk. yang menemukan kuman gram negatif 73,4%
dengan jenis kuman terbanyak adalah Basillus
substilis (16,6%); juga berbeda dengan laporan
Hakim, T. dkk. yang menemukan kuman gram
negatif 71,4% kuman yang terbanyak Pseudomonas
aeruginosa, seperti yang ditulis oleh Janas dkk.
(1992).
Tetapi hal ini ada kesesuaian dengan hasil
penelitian ini, di mana setelah program intervensi
ditemukan kuman gram negatif sebanyak 50%,
terbanyak adalah Pseudomonas fluorescens (33,3%)
dan jamur 50%. Dalam hal ini perbedaan tersebut
mungkin karena perbedaan jenis kuman yang
menonjol di masing-masing rumah sakit. Jenis kuman
nosokomial, pencemaran air, perbedaan kebiasaan
cara mencuci tangan dari perawat yang melaksanakan
pemasangan jarum infus dan penyakit dasar
penderita. Angka-angka dan jenis kuman yang
diperoleh mungkin akan berbeda dengan seringnya
digunakan kanula infus plastik pada waktu akhir-
akhir ini.
Obat yang Sensitif terhadap Kuman Berdasarkan
Antibiotik yang Digunakan pada Pretest dan
Posttest di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam
Malik 2001
Kuman infeksi nosokomial yang ditemukan
dalam penelitian ini sudah kebal terhadap berbagai
antibiotik yang sering digunakan, namun terhadap
antibiotik yang jarang digunakan seperti Ciprofloxin
masih sensitif terhadap kuman yang diisolasikan dari
kanula infus tersebut. kuman Pseudomonas
aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens yang
ditemukan baik pada pretest maupun posttest sudah
kebal terhadap semua jenis antibiotik yang digunakan
kecuali Ciprofloxin masih sensitif.
Hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh Janas
dkk. (1992) di mana dinyatakan bahwa kekebalan
kuman-kuman yang ditemukannya cenderung lebih
besar terhadap antibiotika yang sering digunakan
(ampicilin, chloramphenicol, tetrac-yclin,
gentamycin) sedangkan Pseudomonas sp.,
mempunyai kekebalan yang cukup tinggi terhadap
berbagai antibiotik.
Resistensi kuman terhadap antibiotik dapat
dipengaruhi beberapa faktor:
a. Kebiasaan membeli dan memakan antibiotik
tanpa mengindahkan aturan pemakaian.
b. Pemakaian antibiotik yang diberikan oleh dokter,
dimakan pasien tidak sesuai dengan advice
dokter (satu hari makan, karena merasa sembuh
diberhentikan).
c. Usia, pasien lanjut usia sering memiliki patologi
multiple dan perlu diingat bahwa kelompok
pasien ini lebih peka terhadap pemberian obat.
Juga distribusi dan konsentrasi obat dapat
berbeda mengingat penurunan konsentrasi
albumin darah dan fungsi ginjal (Nelwan RHH,
1996).
Proporsi Infeksi Nosokomial pada Pretest dan
Posttest di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam
Malik 2001
Proporsi infeksi nosokomial melalui kanula infus
pada kelompok pretest 62,5%, sedangkan pada
kelompok posttest terjadi penurunan infeksi
nosokomial menjadi 37,5% walaupun secara statistik
tidak berbeda secara signifikan (P= 0,15730).
Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Janas
dkk. di mana proporsi infeksi nosokomial tersebut
adalah 42,57%. Namun dalam penelitian ini tidak
melakukan program intervensi.
Tetapi lebih tinggi dari laporan Philippe
Eggimann yang melaporkan proporsi infeksi
nosokomial pada kelompok kontrol (pretest) adalah
12,7% sedangkan pada kelompok intervensi (posttest)
adalah 8,1%. Hal ini dapat terjadi karena strategi
intervensi multi pendekatan yang digunakan sudah
baik. Pendidikan staf, demonstrasi slide, dan praktik
untuk program persiapan alat-alat, desinfeksi kulit,
penggunaan, penggantian alat tiap 72 jam (kecuali
infus lipid & darah diganti tiap 24 jam), cuci tangan
sebelum dan sesudah tiap tindakan dilaksanakan
sesuai prosedur standar (Philippe Eggimann 2000).
-48-
Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 1 No. 1 Juli 2006
Pertumbuhan Koloni Kuman pada Hasil Kultur
Kanula Infus Pretest dengan Posttest di RPD Pria
dan Wanita RSUP H. Adam Malik 2001
Pertumbuhan koloni dari hasil kultur kanula
infus yang menjadi subjek pada penelitian infeksi
nosokomial ini di mana rata-rata pertumbuhan koloni
pada kelompok pretest 334 cfu dan terjadi penurunan
pertumbuhan koloni pada kelompok posttest menjadi
rata-rata 26 cfu, secara statistik sangat berbeda
bermakna (p = 0,0000)
Hal ini dapat terjadi karena program pelatihan
yang diberikan kepada staf perawat RPD pria dan
wanita RSUP H. Adam Malik untuk melaksanakan
program pengendalian infeksi nosokomial melalui
kanula infus dan dilaksanakan dengan baik atau
dengan perkataan lain produktivitas staf perawat
bertambah tinggi setelah pelatihan keterampilan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
a. Penyebab Infeksi nosokomial kanula infus pada
pretest ditemukan tujuh spesies kuman, yang
terbanyak gram positif coccus yaitu
Staphylococus aureus (40%) dan terjadi
perubahan pada program posttest ditemukan tiga
spesies kuman yaitu gram negatif batang 50%
terbanyak Pseudomonas fluorescens (33,3%) dan
Jamur Asperigillus fumigatus (50%).
b. Kuman IN Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermis, Staphylococcus
saprophyticus, dan Klebsiella pneumoniae sudah
kebal terhadap beberapa jenis antibiotika
sedangkan Pseudomonas aeruginosa dan
Pseudomonas fluorescens (pretest-posttest)
mempunyai kekebalan yang cukup tinggi
terhadap semua antibiotika, kecuali terhadap
Ciprofloxalin.
c. Proporsi infeksi nosokomial kanula infus masih
cukup tinggi, ditemukan 62,5% pada pretest dan
berkurang menjadi 37,5% pada program posttest
namun secara statistik perbedaan ini tidak
signifikan (P = 0,15730)
d. Jumlah pertumbuhan rata-rata koloni kuman
sangat menurun setelah dilakukan pelatihan
keterampilan perawat, yaitu 334 cfu pada pretest
menjadi 26 cfu pada posttest.
Saran (Rekomendasi)
Salah satu upaya dalam menurunkan tingkat
infeksi nosokomial atau dengan kata lain
meningkatkan produktivitas perawat terhadap
pencegahan terjadinya infeksi nosokomial adalah
dengan cara melaksanakan program strategi
intervensi multiple approach berupa
pendidikan/pelatihan perawat, pemutaran slide (film)
program pengendalian infeksi nosokomial, praktik
untuk program persiapan alat-alat, cara desinfeksi
kulit, penggunaan dan penggantian alat infus tiap 72
jam (kecuali infus lipid & darah diganti tiap 24 jam).
Cuci tangan sebelum dan sesudah tiap tindakan.
Program ini agar dapat dilaksanakan dalam
pertemuan rutin setiap bulan di RSUP H. Adam
Malik Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsini., Manajemen Penelitian, Rineka
Cipta, Jakarta 1993.
Djojosugito M.Achmad., Arjono D.P. dkk., Manual
Pengendalian Infeksi Nosokomial IKABI-
Johnson & Johnson Med. Ind. 1991.
Efferen Linda S; Imfact of Nosokomial Infections in
the ICU International Conference of The
American Thoracic Society, 1996.
Ginting Yosia., Bachtiar Panjaitan., Pencegahan
Infeksi Nosokomial, Makalah Seminar Ilmiah
Tahunan II Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
USU Medan 2001.
Hierholzer Walter dkk., CDC, Guideline for
prevention of Intravascular Device Related
Infections, Atlanta, USA, 1995.
File: //A :\ Guideline for Prevention of Intravascular
Device-Related Infections. htm.
Hupodio Hudoyo., Epidemiologi Infeksi Nosokomial,
Field Epidemiology Training Program
(FETP). Ditjen PPM & PLP, Depkes RI,
Jakarta 1991.
Janas Sutoto, dkk., Pencemaran Jarum Inpus
Interavena (IV) di Rumah Sakit Menular
Buletin Penelitian Kesehatan Vol.2. No.2,
Jakarta 1992.
Laura.A.Talbot, Mary Meyers., Pengkajian
Keperawatan Kritis Ed.2, EGC, Jakarta 1997.
Nainggolan Stephani M., Dampak Infeksi
Nosokomial Luka Operasi terhadap Biaya
Perawatan di Unit Kebidanan dan Kandungan
RSU Sleman 1993.
Notoatmojo, Soekodjo., Pendidikan Kesehatan
Masyarakat, Ed.2. FKM UI, Jakarta 1989.
Pelczar & Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, UI,
Press Jakarta 1988.
Philippe Eggimaun, dkk., Medical Intensive Care
Unit, and The Infection Control Programme,
Departement of Internal Medicine, University
of Geneva Hospital Lancet 2000; 355: 1864
68.
Roper Nancy., Prinsip-Prinsip Keperawatan, Yayasan
Essentia Medika dan Andi, Pertama,
Yogyakarta 1996.
Susan D, Schafler, Pencegahan Infeksi dan Praktik
yang Aman, EGC, Jakarta 2000.
Weinstein Roberts A., Nosocomial Infection Update
Cook County Hospital & Rush Medical
College, Chicago Illinois, USA, 1998.
File:A:\Nosocomial Infection Update. Htm.
WHO, Healt Research Metodelogy: A Guide for
Training in Research Method Manila, 1992
Wirjoadmojo Karjadi., Poedji Rochjati dkk, Buku
Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial
Ed. II, Surabaya 1988
-49-