Anda di halaman 1dari 6

PTK

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA TERHADAP MATERI PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAH HAM PADA BIDANG STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA SISWA KELAS VII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 2 SUGIO KABUPATEN LAMONGAN - JAWA TIMUR TAHUN PELAJARAN 2007/2008).

Latar Belakang

Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritiual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sementara itu, Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman. Adapun fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Searah dengan itu, pinsip penyelenggaraan pendidikan di negara kita salah satunya adalah pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Terkait dengan paparan ideal-normatif tersebut kiranya dapat dikatakan di sini bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) benar-benar memiliki peranan yang sentral dan strategis dalam kerangka keseluruhan sistem dan struktur kurikulum pendidikan nasional guna mewujudkan tujuan pendidikan yang telah digariskan. Betapa tidak? Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki karakteristik spesifik dalam hal orientasinya untuk membentuk pribadi peserta didik agar menjadi warga negara yang baik yang memiliki pemahaman, penghayatan dan kesadaran yang tinggi akan hak-hak dan kewajibannya serta mampu dan cakap melaksanakannya dalam kehidupan seharihari di segala bidang kehidupan dengan dilandasi oleh prinsip proporsionalitas, nilai-nilai spiritualitas keagamaan, nilai-nilai pluralitas sosio-budaya, nilai-nilai nasionalisme kultural, serta nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Hal itu semua kiranya tidak diartikan sebagai isapan jempol ataupun melebih-lebihkan, tetapi lebih dimaksudkan untuk menggugah dan membangun kesadaran para sejawat dan se-profesi guru, khususnya guru bidang studi PKn, bahwa tantangan yang dihadapi guru PKn tidaklah ringan, apalagi di era globalisasi sekarang ini. Di era globalisasi dan pasar bebas sekarang ini manusia dihadapkan pada perubahan-perubahan besar yang tidak menentu dan sulit diprediksi. Manusia ibarat buih di lautan lepas yang mudah terseret oleh ombak dan tergulung oleh gelombang, serta mudah kehilangan arah dalam melangkah, kecuali bagi yang memiliki daya tahan dan daya-suai yang tinggi serta pedoman dan pegangan hidup yang kuat. Bangsa Indonesia dengan laju pembangunannya selama ini ditengarahi oleh banyak pihak masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi dan efisiensi pendidikan. Dalam kaitan ini

Tilaar mensinyalir adanya beberapa masalah pokok sistem pendidikan nasional, yaitu: (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik; (2) pemerataan kesempatan belajar; (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan; (4) status kelembagaan; (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, dan (6) sumber daya yang belum profesional. Khusus dalam kaitannya dengan pelaksanaan hak asasi manusia, di kalangan masyarakat bangsa kita masih banyak dan sering terjadi pelanggaranpelanggaran disebabkan oleh sistem pemerintahan yang sentralistis-birokratik. Sederetan pelanggaran HAM terjadi dalam kehidupan masyarakat mulai dari peristiwa Tanjung Periok, Haur Koneng, Lampung, DOM Aceh, Irian Jaya, Peristiwa Timor Timur, Kasus Udin, Marsinah, Peristiwa Banjarmasin, Peristiwa Trisakti, Pembantaian Banyuwangi, Tragedi Semanggi, Peristiwa Ketapang, Kupang, sampai dengan peristiwa pemboman Masjid Istiqlal dan belakangan yang sempat menggegerkan dunia, yaitu peristiwa bom Bali. Menghadapi masalah besar seperti itu semua, para guru, utamanya guru PKn dengan spesifikasi dan karakteristik yang ada pada bidang ajarnya harus lebih tergugah, lebih terinspirasi dan lebih termotivasi untuk mencari, menemukan dan menerapkan metode-metode pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), sehingga setahap demi setahap kualitas pendidikan nasional bisa ditingkatkan, dan setahap demi setahap kualitas manusia Indonesia seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan UUSPN 2003 bisa diwujudkan. Sebagai seorang guru, tepatnya guru PKn, sudah barang tentu penulis tidak terlepas dari masalah-masalah besar yang dihadapi oleh pendidikan nasional dewasa ini, yang pemecahannya perlu melibatkan seluruh komponen masyarakat bangsa kita, dan dari segi waktu perlu adanya perencanaan yang matang, panjang menjangkau ke depan, menyeluruh, bertahap dan berkesinambungan. Namun, di samping masalah-masalah besar pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa, ada pula masalah-masalah pendidikan yang secara spesifik dan kasuistis harus diatasi dan sepertinya menjadi tanggung

jawab individual penulis sehubungan dengan menjalankan tugas profesi sebagai seorang guru dalam proses pembelajaran di kelas. Belakangan ini penulis mengamati gejala rendahnya partisipasi aktif dan motivasi belajar siswa di kelas dalam mata pelajaran PKn, Mereka siswa sepertinya tidak bergairah mengikuti proses pembelajaran dan bahkan banyak yang bersikap seolah mata pelajaran PKn tidak penting dan tidak banyak gunanya bagi mereka. Sebagai indikatornya, masih banyak siswa yang bicara sendiri dengan temannya ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, ada yang mengantuk, ada yang asyik bernyanyi sendiri secara lirih, ada pula yang terangterangan mengerjakan soal-soal atau tugas mata pelajaran selain PKn, bahkan ada yang berani bergurau dengan temannya. Suasana belajar yang tidak kondusif seperti itu jelas merupakan masalah yang harus segera diatasi, karena berakibat pada rendahnya daya serap siswa terhadap materi pembelajaran dan penguasaan kompetensi dasar yang telah ditetapkan, dan ujung-ujungnya prestasi hasil belajar mereka rendah, rata-rata hanya sampai batas ketuntasan minimal, malahan ada yang cenderung di bawah batas minimal. Hal ini terjadi terutama pada siswa SMP Negeri 2 Sugio kelas VII Semester Genap, dengan Materi Pokok Pembelajaran: Perlindungan dan Penegakan HAM. Disadari banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi dan motivasi belajar serta prestasi hasil belajar siswa; bisa dari faktor internal siswa seperti tingkat IQ atau intelegensi, bakat dan minat, kebiasaan belajar, motif berprestasi, dan sebagainya; bisa juga dari faktor eksternal seperti faktor sarana dan prasaranan belajar di sekolah, faktor kurikulum, metode dan strategi pembelajaran, sumber bahan belajar, suasana proses pembelajaran, dan lain sebagainya. Untuk itu berbagai upaya diagnosa dan perbaikan metode pembelajaran yang standar telah pula dilakukan, antara lain dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan melaksanakannya secara konsekuen di depan kelas, melakukan perubahan metode pembelajaran dari metode ceramah ke metode tanya jawab atau metode diskusi dan penugasan, melakukan penilaian

proses, pre-tes dan post-tes, analisis butir soal berikut revisi soal-soal yang dinilai kurang layak, bahkah disusul pula dengan pemberian remedi kelas maupun remedi individual, namun tetap saja partisipasi dan motivasi belajar siswa beserta prestasi hasil belajarnya kurang memuaskan. Bertolak dari kenyataan seperti itu maka perlu dicari alternatif solusinya terutama yang berhubungan dengan faktor kegiatan pembelajaran. Salah satu solusi alternatif yang dipilih untuk diterapkan di sini dan yang diharapkan bisa mengatasi masalah khusus kegiatan pembelajaran dalam bidang studi PKn tersebut adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction). Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model (termasuk di dalamnya orientasi filosofis, strategi, metode dan teknik) dalam proses belajar mengajar di kelas yang mana siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena sosial yang ada di sekelilingnya atau di lingkungan sekitarnya. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, dan selanjutnya tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru selebihnya adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda di antara mereka. Pendekatan yang sama pernah dilakukan oleh sejawat seprofesi, Aston L. Toruan dalam PTK-PKn-nya untuk mengatasi masalah yang hampir sama di lingkungan siswa kelas X Ak SMK Negeri 3 Jakarta dengan hasil yang boleh dikata cukup memuaskan, di mana skor rerata keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat mengalami peninggkatan yang cukup berarti dari 70,33% pada siklus pertama meningkat menjadi 85,55% pada siklus kedua (mengalami kenaikan sebesar 15,22%). Sementara skor rerata aktivitas siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran mengalami penurunan yang juga cukup berarti dari 21,26% pada siklus pertama menurun menjadi 9,25% (mengalami penurunan sebesar 12,01%). Sedangkan skor rerata pemahaman dan ketuntasan belajar siswa tentang materi pembelajaran HAM juga mengalami peningkatan

yang menurut kriteria Aston tergolong baik, masing-masing dari 7,01% dan 74,82% pada siklus pertama meningkat menjadi 7,80% pada siklus kedua untuk aspek pemahaman dan 89,96% pada siklus kedua untuk aspek ketuntasan. Berdasarkan semua latar pemikiran yang telah terurai itulah maka dalam PTK-PKn kali ini juga diterapkan strategi pembelajaran berbasis masalah, dengan harapan bisa mengatasi masalah pembelajaran yang muncul pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sugio, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur, sebagaimana telah berhasil dicapai oleh sejawat Aston L. Toruan tersebut, meskipun dalam hal ini terdapat banyak perbedaan kondisional, antara lain perbedaan dari segi latar setting penelitian, jenjang pendidikan, subyek penelitian, dan perbedaan faktorfaktor lainnya. Satu-satunya kesamaan yang ada antara PTK yang telah dilakukan oleh Aston dengan yang dilakukan oleh penulis di sini hanyalah menyangkut kesamaan ruang lingkup spesialisasi bidang ajar, yaitu sama-sama guru PKn dan sama-sama menghadapi masalah terkait materi pokok pembelajaran HAM.

Anda mungkin juga menyukai