Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS INDONESIA

PROPOSAL KEGIATAN

PENYULUHAN MENGHADAPI ANSIETAS KARENA HIPERTENSI DI MASYARAKAT RW 09 KELURAHAN SUKADAMAI KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR

Oleh: Nano Supriatna Yanuri Setiadi Linda Ernawati Yuyun Setiawati Reni Febriani Hesi Oktamiati Mentari Puspa Y Okti Sirait Mustafidz 1106129985 1106130274 1106129921 1106130305 0906629611 0906629391 0906629460 0906629561 0906629473

Oktorilla Fiskasianita 0906564183

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013

PROPOSAL PENYULUHAN MASYARAKAT MENGHADAPI ANSIETAS KARENA HIPERTENSI

I. PENDAHULUAN Ansietas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik (Carpenito, 2010). Menurut Stuart (2009), ansietas adalah keadaan emosi dan pengalaman subjektif individu tanpa objek yang spesifik karena ketidaktahuan semua pengalaman yang baru seperti masuk sekolah, pekerjaan baru, atau melahirkan anak. Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini dialami secara obyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sangat berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan obyeknya jelas, sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian.

Tanda dan gejala ansietas dimanifestasikan oleh tiga kategori yaitu fisiologis, emosional dan kognitif (Carpenito, 2010). Gejala bervariasi sesuai dengan tingkat ansietas (ringan, sedang, berat dan panik). Secara umum tanda fisiologis dapat ditunjukkan dengan peningkatan frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan, insomnia, diaforesis, keletihan/kelemahan, pucat, mulut kering, sakit dan nyeri tubuh, gelisah, diare, sering berkemih, berdebar-debar, pusing, parestesia, rasa panas/dingin, anoreksia, dan dilatasi pupil. Gejala emosional dapat ditunjukkan oleh pernyataan individu akan ketakutan, ketidakberdayaan, gugup, kurang percaya diri, ketegangan, kehilangan kontrol, tidak dapat rileks dan antisipasi kegagalan. Selain itu dapat juga individu memperlihatkan tidak sabar, marah berlebihan, menangis, cenderung menyalahkan orang lain, reaksi kaku, menarik diri, kurang inisiatif, mencela diri dan kontak mata buruk. Tanda dan gejala secara kognitif ditunjukkan oleh tidak dapat berkonsentrasi, kurang kesadaran tentang sekitar, mudah lupa, konfusi, blok pikiran, terlalu perhatian, penurunan kemampuan

belajar serta lebih berorientasi pada masa lalu daripada masa kini atau masa depan.

Akibat dari ansietas seseorang dapat mengalami gangguan secara fisik dan emosional. Pola tidur individu dapat menjadi terganggu dan individu akan cenderung menarik diri dan kurang inisiatif terhadap lingkungan (Carpenito, 2010).

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, menunjukan bahwa penyakit terbesar yang diderita oleh warga RW 09 adalah hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan dari penderita hipertensi didapatkan hasil bahwa sebagian penderita merasa cemas dengan penyakit yang di derita. Selain karena takut akan komplikasi yang mungkin terjadi, masyarakat juga cemas ketika keluhan-keluhan atau gejala hipertensi seperti nyeri pada tengkuk, pusing, jantung berdebar-debar, dan sulit tidur sendiri muncul. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan yang bertujuan untuk membantu penderita hipertensi untuk mengatasi rasa cemas yang dialami. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan teknik napas dalam dan teknik hipnosis lima jari.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa: Diharapkan mahasiswa mampu menyelenggarakan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya pengetahuan tentang penanganan kecemasan

menghadapi penyakit hipertensi di masyarakat RW 09 Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Sareal, Kota bogor. Peserta: Peserta mampu mengidentifikasi rasa cemas yang dialami dan

mempraktikan cara yang bisa digunakan untuk mengatasi rasa cemas yang dialami.

2. Tujuan Khusus Mahasiswa: a. Mengidentifikasi tanda-tanda kecemasan yang muncul pada penderita masyarakat yang menderita hipertensi beserta teknik untuk mengatasinya b. Mempersiapkan media dan alat bantu penyuluhan c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan jiwa tentang ansietas pada penderita hipertensi. d. Mendokumentasikan proses dan hasil penyuluhan kesehatan jiwa tentang Ansietas pada penderita Hipertensi. Peserta: a. Peserta mampu menjelaskan tanda dan gejala ansietas yang dialami. b. Peserta mampu menjelaskan cara untuk mengatasi ansietas yang dialami c. Peserta mampu mendemontrasikan cara mengatasi anseitas yangdialami.

III. RANCANGAN KEGIATAN PENYULUHAN 1. Tujuan Penyuluhan Setelah mengikuti penyuluhan tenntang ansietas yang dialami penderita Hipertensi, diharapkan peserta penyuluhan mampu: Peserta mampu menjelaskan tanda dan gejala ansietas yang dialami. Peserta mampu menjelaskan cara untuk mengatasi ansietas yang dialami Peserta mampu mendemontrasikan cara mengatsi anseitas yang dialami.

Topik Sasaran/target Hari/Tanggal Waktu Tempat

: Menghadapi Ansietas karena Hipertensi : Masyarakat di RW 09 Kelurahan Sukadamai. : Jumat/ 1 November 2012 : 09.00 s/d 11.00 : Kediaman Kader Sehat Jiwa RT 01 RW09, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

2. Strategi, waktu, metode dan media penyuluhan. Strategi Kegiatan 1. FASE ORIENTASI Salam Terapeutik Menyampaikan maksud kegiatan Membuat kesepakatan waktu kegiatan 2. FASE KERJA Menyampaikan materi maengenali menghadapi yang dialami Menjelaskan cara yang bisa digunakan untuk mengurangi yang dialami Mempraktikan cara ansietas ansietas penyakit 40 menit Ceramah Focus group Flipchart, pengeras suara dan tujuan Waktu 10 menit Metode Pemaparan moderator Media/Alat Susunan acara, pengeras suara

discussion Tanya jawab

yang bisa digunakan untuk Diskusi jawab 3. FASE TERMINASI Evaluasi subjektif dan objektif Menjelaskan RTL dan membagikan leaflet Menutup kegiatan 10 menit Ceramah Reward, leaflet mengurangi

ansietas yang dialami dan tanya

3. Pengorganisasian Kelompok a. Penanggung jawab: Okti Sirait Uraian tugas : Bertanggung jawab mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi dari seluruh kegiatan penyuluhan. Mengkoordinir anggota kelompok dan menjelaskan tugas dan peran masing-masing anggota.

b. Moderator : Uraian tugas: Reni Febriani Membuka dan menutup kegiatan. Memandu jalannya diskusi dan tanya jawab. Mengevaluasi hasil evaluasi pada peserta penyuluhan Menyimpulkan hasil diskusi.

c. Penyampai materi: Uraian tugas : Nano Supriatna Mempersiapkan materi yang akan disampaikan Menyampaikan materi penyuluhan

d. Fasilitator dan Perlengkapan: Uraian tugas : Hesi Oktamiati, Mentari Puspa, Linda Ernawati, Oktorilla Fiskasianita, Mustafidz, dan Yuyun Setiawati Memfasilitasi dan memotivasi peserta selama diskusi dan tanya jawab Melakukan demonstrasi teknik mengatasi ansietas Memberikan reward kepada peserta penyuluhan

e. Observer dan Notulen: Yanuri Setiadi Mengamati jalannya acara Mencatat hasil dari diskusi dan tanya jawab Mencatat seluruh proses dan hasil dari kegiatan secara keseluruhan selama pertemuan berlangsung.

4. Evaluasi a. Struktur: Proposal dan materi telah dibuat dan dikonsultasikan Media penyuluhan telah disiapkan Kader telah diinformasikan tentang kegiatan penyuluhan Menyiapkan tempat penyuluhan Menyiapkan sarana dan prasarana penyuluhan Menyiapkan diri

b. Proses 50 % warga RW 09 yang mengalami hipertensi menghadiri penyuluhan 75 % peserta penyuluhan aktif dalam diskusi Seluruh materi dapat tersampaikan. Kegiatan penyuluhan terlaksana sesuai rencana yang dibuat

c. Hasil: 75% peserta penyuluhan dapat mengenali ansietas yang dialami 75% peserta penyuluhan mampu mempraktikkan cara mengatasi ansietas yang dialami Tersusunnya laporan kegiatan penyuluhan

Lampiran 1 A. Konsep Tekanan Darah dan Hipertensi Hipertensi atau lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan global saat ini. Tekanan darah tinggi merupakan suatu

kondisi klinis ketika tekanan darah arteri melebihi 140 mmHg/90 mmHg (A.D.A.M Medical Encyclopedia, 2011). Keadaan ini dapat memicu berbagai macam penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke. Saat ini satu dari tiga orang dewasa di dunia memiliki tekanan darah tinggi. Darah tinggi atau hipertensi juga merupakan penyebab lebih dari setengah total kematian akibat penyakit kardiovaskular dan stroke (AHA, 2011).

Prevalensi hipertensi paling tinggi terdapat pada negara berpendapatan nasional rendah seperti Asia dan Afrika. Saat ini setidaknya 40 % orang dewasa di Afrika tercatat mengalami hipertensi (Chockalingam, Arun, Campbell, Norman, Fodor, dan George, 2006). Menurut survei WHO (2004) tentang penyebaran penyakit tidak menular di Asia Pasifik, hipertensi dan komplikasinya merupakan 26 % penyebab kematian di Indonesia. Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia memang cukup tinggi dan meningkat setiap tahunnya. Hal ini didukung oleh data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7 %. Gambar 1.1 Distribusi Masalah Kesehatan Global

(Sumber: WHO, 2012)

1. Pengertian Tekanan Darah Tekananan darah merupakan salah satu tanda-tanda vital yang menjadi komponen penting dalam sistem sirkulasi. Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami oleh darah pada pembuluh darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik mengacu pada tekanan kepada pembuluh arteri akibat denyutan jantung. Sedangkan tekanan darah sistolik menunjukan tekanan saat jantung beristirahat (Smeltzer dan Bare, 2002). Sebagai contoh, tekanan darah normal pada pasien dewasa adalah 120/80 mmHg, angka 120 merupakan tekanan darah sistolik sedangkan angka 80 merupakan tekanan diastoliknya. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, volume, serta laju kekentalan (viskositas darah). Curah jantung adalah sejumlah darah yang dipompa oleh ventrikel selama satuan waktu Curah jantung pada orang dewasa normal adalah sekitar 5L/menit namun sangat bervariasi tergantung kepada kebutuhan metabolisme tubuh (McCance dan Hueter, 1990). Curah jantung sangat bergantung pada frekuensi jantung. Oleh karena itu, peningkatan denyut jantung dapat meningkatkan peningkatan curah jantung dan diikuti oleh peningkatan tekanan darah (Sherwood, 2010).

Tekanan darah juga sangat dipengaruhi oleh ketegangan arteri yang juga dikenal dengan istilah tahanan vaskular sistemik. Tahanan vaskuler sangat dipengaruhi oleh diameter arteri dan tonus otot vaskuler. Semakin kecil lumen pembuluh darah (diameter arteri) maka semakin tinggi tahanan vaskuler terhadap aliran darah maka tekanan darah juga akan semakin tinggi. Lumen arteri dapat menyempit pada berbagai keadaan seperti arterosklerosis, vasokonstriksi pembuluh darah, dan perubahan akibat usia. Oleh karena itu, semakin tua usia seseorang tekanan darahnya cenderung semakin tinggi pula (Black dan Hawks, 2010) Viskositas darah juga merupakan salah satu faktor penentu tekanan darah. Semakin tinggi viskositas darah maka tekanan yang diberikan pada dinding vaskuler akan semakin tinggi juga. Viskositas darah dapat meningkat karena

adanya penumpukan sisa metabolisme di dalam darah seperti glukosa, lipid, protein, dan sebagainya (Black dan Hawks, 2010).

B. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan istilah tekanan darah tinggi adalah keadaan ketika terjadi kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih (Black dan Hawks, 2005). Tekanan darah adalah pengukuran terhadap kekuatan yang diberikan kepada dinding arteri ketika jantung memompa sejumlah darah keseluruh tubuh. Oleh karena itu, tekanan darah tinggi biasanya mengacu kepada hipertensi arterial (A.D.A.M Medical Encyclopedia, 2011). Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 2.2 dibawah ini: Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prahipertensi Hipertensi Derajat 1 Hipertensi Derajat 2 Sistolik (mm Hg) < 120 120-139 140-159 160 (Sumber: JNC 7, 2003) Jadi, berdasarkan klasifikasi tekanan darah pada tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan klinis ketika terjadi peningkatan darah arteri secara persisten yang ditandai dengan trekanan darah sistolik 140 mm Hg dan tekanan darah diastolik 90 mm Hg. Diastolik (mm Hg) < 80 80-89 90-99 100

2. Penyebab Hipertensi Hipertensi disebabkan peningkatan cardiac output, peningkatan resistensi perifer, atau kombinasi dari keduanya. Cardiac output bisa meningkat oleh berbagai kondisi yang dapat memperbesar frekuensi denyut jantung atau stroke volume. Stroke volume yaitu sejumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam satu denyut. Sedangkan tahanan/resistensi perifer meningkat karena berbagai faktor yang dapat meningkatkan viskositas/kekentalan darah dan mengecilkan diameter pembuluh darah (vasokonstriksi) terutama pembuluh darah arteri (Black Hawks, 2010) 3. Hipertensi Primer dan

Studi epidemiologi membagi hipertensi menjadi dua kategori besar berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer yang juga dikenal dengan hipertensi idiopatik merupakan hipertensi yang paling banyak terjadi . Hipertensi primer merupakan lebih dari 90% kasus hipertensi yang terjadi di seluruh dunia. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi. Hipertensi sekunder biasanya diawali oleh penyakit penyerta seperti gagal ginjal, hipertensi maligna , yang apabila penyakit primer penyertanya teratasi maka hipertensi nya akan hilang juga. Akan tetapi hipertensi sekunder ini hanya kurang dari 5-8 % kasus (Sherwood, 2010). 4. Faktor risiko Hipertensi Primer

Faktor-faktor risiko merupakan karakteristik, tanda, dan gejala penyakit yang terdapat pada individu dan kelompok masyarakat, yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden dari suatu penyakit. Hipertensi primer merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh satu penyebab yang jelas oleh karena itu hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik. Faktor risiko hipertensi primer digolongkan menjadi dua kategori yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah (Price dan Wilson, 2003). Faktor-faktor risiko hipertensi hipertensi primer dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Faktor Risiko Hipertensi Primer Faktor Risiko yang Dapat Diubah Riwayat Keluarga / Hereditas Usia Jenis Kelamin Etnis Stress Obesitas Nutrisi Penyalahgunaan zat (Obat-Obatan, rokok,dan alkohol) (Sumber: Black & Hawks, 2010) 2.3.4.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah faktor-faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol. Faktor risiko yang tidak dapat diubah pada hipertensi yaitu faktor hereditas, usia, jenis kelamin, dan etnis (Price dan Wilson, 2003). a) Riwayat Keluarga Hipertensi merupakan penyakit poligenik multifaktorial. Apabila ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, maka ada kemungkinan gen yang akan diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Gen ini kemudian akan berinteraksi dengan faktor lingkungan dan berpotensi meningkatkan tekanan darah dari waktu ke waktu. Faktor keturunan ini hanyalah merupakan faktor predisposisi yang tidak akan otomatis menyebabkan hipertensi tanpa adanya faktor faktor lain seperti lingkungan atau gaya hidup. Faktor genetik ini menyebabkan orang-orang yang berasal dari keluarga yang menderita hipertensi menjadi lebih rentan terkena hipertensi di usia yang lebih muda dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga. Kecenderungan ini kemungkinan berhubungan dengan peningkatan level sodium intaseluler dan penurunan rasio kalsium-sodium. b). Usia Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Insiden hipertensi meningkat seiring dengan usia. 50 %- 60 % klien berusia lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah di atas 140/90 mm Hg. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

c). Jenis kelamin Secara keseluruhan, insiden hipertensi lebih tinggi pada pria daripada wanita sampai pada usia 55 tahun. Antara usia 55-74 tahun risiko antara pria dan wanita hampir sama, sedangkan pada usia di atas 74 tahun wanita memiliki risiko lebih besar. Hal ini dipercaya berhubungan dengan penurunan kadar hormon esterogen dan progesteron setelah masa menopause pada wanita.

d) Etnis Data statistik menunjukan bahwa mortalitas hipertensi terendah pada wanita berkulit putih adalah 4, 7 %, mortalitas pria berkulit putih adalah 6, 3 %, sedangkan mortalitas terendah pria berkulit hitam adalah 22,5 %, dan

mortalitas wanita berkulit hitam adalah 29, 3 %. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ras berkulit hitam memiliki mortalitas yang lebih besar pada kasus hipertensi dibandingkan ras kulit putih. Penyebab hal ini belum terdidentifikasi secara jelas, akan tetapi peningkatan ini dipercayai

berhubungan dengan level rennin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopressin, intake garam yang lebih tinggi, dan stressor lingkungan yang lebih besar. 5. Faktor Risiko yang Dapat Diubah Faktor risiko yang dapat diubah merupakan faktor risiko yang dapat dikontrol. Faktor-faktor risiko ini biasanya berkaitan dengan gaya hidup seperti stress, obesitas, nutrisi dan konsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang (Sherwood, 2010). a). Stress Stress meningkatkan resistensi vaskular perifer dan cardiac output serta menstimulus aktivitas sistem saraf simpatis yang dapat memicu hipertensi. Kronik stress akan memperparah instabilitas fisik dan emosi. b). Obesitas Obesitas khususnya kegemukan pada bagian atas tubuh (Apple Shape Body) , dengan peningkatan jumlah lemak pada pinggang dan perut berhubungan

dengan perkembangan hipertensi. Sementara itu orang-orang kelebihan berat

badan akan tetapi volume lemaknya terkonsentrasi pada bokong, (Peer Shape Body) memiliki risiko hipertensi lebih rendah.

C). Nutrisi Konsumsi natrium merupakan faktor yang penting untuk perkembangan hipertensi primer. Diet tinggi garam dapat menginduksi pelepasan hormon natriuretik yang dapat secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Natrium juga dapat menstimulus mekanisme vasopressor di dalam sistem saraf pusat. Studi juga menunjukan bahwa intake kalsium, kalium, dan magnesium yang rendah dapat juga memicu perkembangan hipertensi. d). Penyalahgunaan Zat Merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat-obatan tertentu merupakan faktor risiko untuk hipertensi. Nikotin pada rokok dan obat-obatan seperti cocain dapat meningkatkan tekanan darah secara langsung. Statistik juga menunjukan bahwa insiden hipertensi juga lebih tinggi pada orang-orang yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 3 ons per hari.Selain itu, Kafein juga dapat meningkatkan berkepanjangan. 6. Hipertensi Sekunder tekanan darah akan tetapi tidak menimbulkan efek

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi. 5-10 % kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder biasanya diawali dengan penyakit-penyakit atau kelainan seperti pada gambar 2.4. Oleh karena penyebabnya bermacam-macam, perjalanan penyakit hipertensi sekunder juga beragam tergantung penyebabnya. Hipertensi sekunder biasanya akan sembuh atau hilang apabila penyakit atau kelainan penyertanya disembuhkan terlebih dahulu (Yusuf, 2008). Oleh karena itu, penanganan hipertensi sekunder berfokus kepada penanganan kelainan penyebabnya. Gambar 2.4 Penyebab Hipertensi Sekunder

(Sumber: Ilmu Penyakit Dalam RSCM, 2008) Lampiran 2 : Ansietas 1. Pengertian Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Corner, 1992). Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu.

Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.

Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga menyebabkan perilaku maladaptif dan disabilitas emosional. Misalnya, diagnosis gangguan ansietas umum ditegakkan ketika individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata, merasa gelisah, lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi selama sekurang-kurangnya enam bulan terakhir. Makalah ini berfokus pada gangguan

ansietas yang menyebabkan ansietas yang ekstrenm dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan sehari-hari individu.

2. Penyebab

Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut : 1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. 5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat. 6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

3. Tingkatan Ansietas

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspekmembahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Ketegangan otot ringan

- Sadar akan lingkungan - Rileks atau sedikit gelisah - Penuh perhatian - Rajin b. Respon kognitif - Lapang persepsi luas - Terlihat tenang, percaya diri - Perasaan gagal sedikit - Waspada dan memperhatikan banyak hal - Mempertimbangkan informasi - Tingkat pembelajaran optimal c. Respons emosional - Perilaku otomatis - Sedikit tidak sadar - Aktivitas menyendiri - Terstimulasi - Tenang Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut : a. Respon fisik : - Ketegangan otot sedang - Tanda-tanda vital meningkat - Pupil dilatasi, mulai berkeringat - Sering mondar-mandir, memukul tangan - Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi - Kewaspadaan dan ketegangan menigkat - Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung b. Respons kognitif - Lapang persepsi menurun - Tidak perhatian secara selektif - Fokus terhadap stimulus meningkat

- Rentang perhatian menurun - Penyelesaian masalah menurun - Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan c. Respons emosional - Tidak nyaman - Mudah tersinggung - Kepercayaan diri goyah - Tidak sabar - Gembira Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,

memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Ketegangan otot berat - Hiperventilasi - Kontak mata buruk - Pengeluaran keringat meningkat - Bicara cepat, nada suara tinggi - Tindakan tanpa tujuan dan serampangan - Rahang menegang, mengertakan gigi - Mondar-mandir, berteriak - Meremas tangan, gemetar b. Respons kognitif - Lapang persepsi terbatas - Proses berpikir terpecah-pecah - Sulit berpikir - Penyelesaian masalah buruk - Tidak mampu mempertimbangkan informasi - Hanya memerhatikan ancaman - Preokupasi dengan pikiran sendiri - Egosentris

c.

Respons emosional - Sangat cemas - Agitasi - Takut - Bingung - Merasa tidak adekuat - Menarik diri - Penyangkalan - Ingin bebas

Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Flight, fight, atau freeze - Ketegangan otot sangat berat - Agitasi motorik kasar - Pupil dilatasi - Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun - Tidak dapat tidur - Hormon stress dan neurotransmiter berkurang - Wajah menyeringai, mulut ternganga b. Respons kognitif - Persepsi sangat sempit - Pikiran tidak logis, terganggu - Kepribadian kacau - Tidak dapat menyelesaikan masalah - Fokus pada pikiran sendiri - Tidak rasional - Sulit memahami stimulus eksternal - Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi c. Respon emosional - Merasa terbebani

- Merasa tidak mampu, tidak berdaya - Lepas kendali - Mengamuk, putus asa - Marah, sangat takut - Mengharapkan hasil yang buruk - Kaget, takut - Lelah Gambar berikut adalah rentang respon ansietas:

4. Faktor Predisposisi Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa: 1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. 2) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan. 4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. 5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. 5. Faktor Presipitasi Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil). b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. 2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

6. Sumber Koping dan Mekanisme Koping Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005). 7. Mekanisme Koping Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu : a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan. b. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. c. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress. d. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. e. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini

seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut : f. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien. g. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa

pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian. h. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien. i. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

Anda mungkin juga menyukai