ISI
2.1 Definisi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel
(feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh
yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urinee adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal.
Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi
dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk
memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai
dengan program yang teratur.
Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang
normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata
harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Semua
organ system perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis berwarna coklat agak
kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum dan
terletak pada otot punggung bagian dalam.
Ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap
ginjal berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150 gram. Produk buangan hasil
metabolisme dalam darah difiltrasi di ginjal melalui arteri renalis. Darah masuk ke nefron melalui
arteriola aferen, sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus yang
merupakan tempat pertama filtrasi dan pembentukan urine. Glumerolus memfiltrasi sekitar 125 ml
filtrate permenit. Setelah filtrate meninggalkan glomerulus, filtrate masuk ke system tubulus dan
duktus pengumpul. Sekitar 99% filtrate direabsorpsi ke dalam plasma dengan 1% sisanya
diekskresikan sebagai urinee. Haluaran urine normal orang dewasa dalam 24 jam adalah sekitar
1500-1600 ml.
Ada tiga tahap proses pembentukan urine:
1. Proses Filtrasi. Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar
dari eferen maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaing adalah bagian cairan
darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukopsa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat, diteruskan ke tubulus ginjal
2. Proses reabsorpsi. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal
dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulusginjal bagian bawah
terjadi kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke
dalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses ekskresi. Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar.
urinee meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan memtranspor
urine ke sebuah ureter sebagai rute keluar pertama pembuangan urinee. Ureter memiliki panjang 25
sampai 30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Dinding ureter dibentuk dari tiga
lapisan jaringan, yaitu membrane mukosa, serabut otot polos, dan jaringan penyambung fibrosa.
Gerakan peristaltic menyebabkan urine masuk ke dalam vesica urinearia. Bagian vesika
uronaria terbagi menjadi tiga bagian: fundus, korpus, dan verteks. Dinding kandung kemih memiliki
empat lapisan: lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa di bagian luar.
Dapat menampung sekitar 600 ml urine. urinee keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar
dari tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4-6,5 cm yang terletak
diantara labia minora. U
Uretra pada pria berukuran panjang 20 cm yang terletak pada ujung distal penis, terdiri dari
tiga bagian yaitu uretra prostatic, uretra membranosa, dan uretra kavernasa.
Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih meliputi korteks serebral,
thalamaus, hypothalamus, dan batang otak. Seiring dengan peningkatan volume urine, dinding
kandung kemih meregang, mengirim impuls sensorik ke pusat mikturisi di medulla spinalis pars
sakralis, kemudian impuls saraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk
berkontraksi.
Sfingter uretra interna juga berelaksasi sehinggan urinee dapat masuk ke uretra. Saat
kandung kemih berkontraksi, impuls saraf naik ke medulla spinalis sampai ke pons dan korteks
serebral. Kemudian individu menyadari keinginannya untuk berkemih. Pada saat individu siap
berkemih, sfingter eksterna berelaksasi, refleks mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk
berkontraksi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih yang efisien.
Eliminasi urine dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi urine:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif sehingga urine mereka
tampak berwarna kuning jernih atau bening. Bayi atau anak kecil mensekresikan urine lebih besar
dibandingkan ukuran tubuh mereka yang kecil. Seorang akan tidak dapat mengontrol mikturasi
secara volunteer sampai ia berusia 18-24 tahun. Seorang anak mungkin tida dapat mengontrol
berkemihnya secara total sampai ia berusia 4 atau 5 tahun. Orang dewasa pada kondisi normal
mengeksresikan 1500 sampai 1600 ml urine setiap hari. Ginjal memekatkan urine, mengeluarkan
urine normal yang berwarna kekuningan.
Proses penuaan mengganggu mikturasi. Masalah mobilitas kadangkala membuat lansia sulit
mencapai kamar mandi tepat waktu karena ia terlalu lemah untuk bangkit dari tempat tidur menuju
toilet tanpa dibantu. Penyakit neurologis seperti Parkinson atau stroke mengganggu sensasi
keseimbangan dan membuat pria sulit berdiri saat berkemih atau membuat wanita sulit untuk
berjalan menuju kamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan proses berpikir maka
kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat dipredisksikan. Lansia mungkin akan
kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa kandung kemihnya sudah penuh atau tidak.
Selain itu perubahan pada fungi ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses
penuaan. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk
memekatkan urine. Sehingga lansia sering mengalami nokturia (urine yang berlebih pada malam
hari). Kandung kemih juga akan kehilangan tonus otot dan daya tampungnya untuk menahan urine
sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. Karena kandung kemih tidak bekontraksi
dengan baik maka lansia sering menyisakan urine dalam kandung kemihnya.
2. Faktor sosialkultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contohnya adalah masyarakat Amerika
Utara yang mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi sementara
masyarakat Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama. Peraturan social
(misalnya saat istirahat sekolah) juga mempengaruhi waktu berkemih. Pendekatan keperawatan
terhadap kebutuhan eliminasi perlu mempertimbangkan aspek social dan budaya klien.
3. Faktor psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi
berkemih meningkat. Ansietas juga dapat membuat individu tidak mampu berkemih dengan tuntas.
Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi sulit. Apabila
sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara total maka bunag air menjadi tidak tuntas dan
terdapat sisa urine di dalam kandung kemih.
4. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan
individu.
5. Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan kontrol
sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturasi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak
dipakai yang merupakan akibat dari lamanya imobilisasi, peregangan otot selama melahirkan, atrofi
otot setelah melahirkan, dan kerusakan otot akibat trauma. Drainase urine yang berkelanjutan
melalui kateter menetap menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih dan kerusakan pada sfingter
uretra. Jika klien terpasang kateter menetap kandung kemih klien tetap kosong dan dengan demikian
kandung kemih tidak pernah meregang akibat penuhnya dya tampung.
6. Status volume
Ginjal mempertahankan keseimbangan antara retensi dan ekskresi. Apabila cairan dan
konsentrasi elektrolit serta solute berada dalam keseimbangan maka peningkatan asupan cairan
dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma
yang bersirkulasi di dalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrate glomerulus dan ekskresi
urine. Jumlah haluaran urine bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan. Jumlah volume
urine yang terbentuk pada malam hari setengah dari jumlah urine yang terbentuk pada siang hari
akibat penurunan asupan dan metabolisme. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal.
7. Kondisi penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan hilangnya tonus
kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan kesulitan untuk mengontrol
urineisasi. Misalnya diabetes militus dan sklerosis. Artritis rheumatoid, penyakit sendi degenerative,
dan Parkinson merupakan suatu kondisi yang membuat individu sulit mencapai dan menggunakan
fasilitas kamar mandi. Penyakit yang menyebabkan ireversibel pada glomerulus atau tubulus
menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permanen. Istilahnya adalah penyakit ginjal kronis atau
penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). Perubahan ini disebabkan oleh akumulasi limbah nitrogen dan
berbagai kekacauan asam basa serta kerusakan biokimia. Gejala yang terkait dengan klien terjadi
sebagai akibat sindrom uremia yang ditandai dengan meningkatnya limbah nitrogen di dalam darah,
perubahan fungsi pengaturan, mual, muntah, sakit kepala, koma, dan konvulsi.
8. Proses bedah
Stress pembedahan memicu sindrom adaptasi umum. Kelejar hipofisis posterior melepas
sejumlah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorpsi air dan mengurangi haluaran urine.
Respon stress juga meningkatkan kadar aldosteron yang menyebabkan berkurangnya haluaran urine
dalam mempertahankan volume sirkulasi cairan. Analgetik narkotik dan anestesi dapat
memperlambat laju filtrasi glomerulus, mengurangi haluaran urine. Obat farkmakologi ini merusak
impuls sensorik dan motorik yang berjalan dari kandung kemih, medulla spinalis dan otak. Klien
yang pulih dari anestesis dan analgetik yang dalam seringkali tidak mampu memulai atau
menghambat berkemih.
Pembedahan struktur panggul dan abdomen bagian bawah dapat merusakkan urineisasi
akibat trauma local pada jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan
dapat menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari kandung kemih atau uretra,
mengganggu relaksasi otot panggul dan sfingter atau menyebabkan ketidaknyamanan selama
berkemih. Pembentukan diversi urinearius melaui pembedahan dengan membuat jalan pintas dari
kandung kemih atau uretra sebagai rute keluar urine. Klien yang menjalani diversi urinearius
memiliki stoma pada abdomennya untuk mengeluarkan urine.
9. Obat-obatan
Diuretik mencegah reabsorbsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran urine. Retensi
urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (misalnya atropine), antihistamin (mis,
Sudafen), antihipertensi (mis, Aldomet), dan obat penyekat beta adrenergic (mis, Inderal) Beberapa
obat mengubah warna urine.
2. 3 Eliminasi Fekal
A. Anatomi fisiologi proses eliminasi fekal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muscular berongga yang dilapisi
oleh membrane mukosa. Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan
bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerjasama untuk memastikan bahwa masa atau
bolus makanan mencapai daerah absorpsi nutrisi dengan aman dan efektif. Pencernaan kimiawi dan
mekanis dimulai dari mulut. Gigi mengunyah makanan dan saliva mencairkan dan melunakkan
bolus makanan didalam mulut sehingga lebih mudah ditelan. Makanan memasuki bagian atas
esophagus melalui sfingter esophagus bagian atas, yang mencegah udara memasuki esophagus dan
makanan mengalami refluks. Bolus makanan menelusuri esophagus yang panjangnya kira-kira 25
cm. makanan didorong oleh gerakan peristaltic yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan
relaksasi otot halus bergantian, sehingga mendorong makanan menuju ke lambung.
Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan kimiawi
dipecah untuk dicerna dan diabsorpsi. Konsentrasi HCL selain dapat mempengaruhi keasaman
lambung dan keseimbangan basa tubuh, HCL juga dapat membantu mencampur dan memecah
makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas enzim.
Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair yang disebut
kimus. Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus
yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 6 m. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian: duodenum,
jejunum, dan ileum. Nutrisi hamper seluruhnya diabsobsi oleh duodenum dan jejunum. Enzim dari
pankreas (amilase) dan empedu dari kandung empedu dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim
didalam usus halus memecah lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsure-unsur dasar. Ileum
mengabsobsi vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu.
Saluran GI bagian bawah disebut usus besar (colon) yang memiliki diameter lebih besar
namun panjangnya yaitu 1,5-1,8 m jauh lebih pendek. Usus besar yang merupakan organ utama
dalam eliminasi fekal dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Kimus yang tidak diabsorbsi
memasuki sekum melalui katup ileosekal. Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah
regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, kolon
transversal, kolon desenden, dan kolon sigmoid. Kolon memiliki empat fungsi yang saling
berkaitan:absorbs, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Kontraksi peristaltik yang lambat menggerakan
isi usus ke kolon. Produk buangan dan gas memberikan tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot
meregang, menstimulasi refleks yang menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltic masa, mendorong
makanan yang tidak tercerna menuju rectum. Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid
disbut feses. Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi.
Rektum yang memiliki panjang bervariasi sesuai usia individunya, merupakan bagian akhir
pada saluran GI. Rektum dibangun oleh lipatan-lipatan jaringan ventrikel dan transversal. Setiap
lipatan ventrikel berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila masa feses atau gas bergerak
ke dalam rectum sehingga membuat dindingnya berditensi, saraf sensorik distimulasi dan membawa
impuls yang menyebabkan relaksasi sfingter interna memungkinkan lebih banyak feses yang
memasuki rectum. Pada saat yang sama, impuls bergerak ke otak untuk menciptakan kesadaran
untuk melakukan defekasi. Pada saat defekasi, sfingter eksterna berelaksasi. Tekanan untuk
mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan tekanan intraabdomen atau melakukan valsava
manuver.
Refleks gastrokolik
Klien memiliki Dorong klien paling sensitive pada
jadwal defekasi yang Klien mengeluarkan mengambil waktu pagi hari dan setelah
teratur pada 22 feses yang berbentuk untuk defekasi 30 makan (Goldfinger,
februari dan lunak tanpa sampai 60 menit 1991).
mengedan secara setelah sarapan. Kontrak tentang
berlebihan Minta klien perilaku yang
mengatakan dilakukan antara
komitmennya untuk perawat dank lien
berupaya melakukan memperlihatkan
defekasi dalam 5 keberhasilan
menit setelah modifikasi perilaku
merasakan (Gilpatrick, 1989)
keinginan untuk
defekasi
(sumber: Potter & Perry, 2006, hal 1765)
Diare
1. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa yang dapat diambil dari pasien diare adalah sebagai
berikut:
-Diare yang berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus
-Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan
kurangnya asupan cairan
-Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol
-Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering dan encer.
2. Penatalaksanaaan pasien diare
Tujuan utama mencakup peningkatan pola defekasi normal, menghindari kekurangan cairan,
mengurangi ansietas, mempertahankan integritas kulit perineal, dan tidak adanya komplikasi
Intervensi keperawatan
3. Tindakan mengontrol diare
Selama periode diare akut, pasien didorong untuk beristirahat di tempat tidur, minum cairan
dan makanan rendah serat sampai periode akut berkurang. Apabila asupan makanan ditoleransi, diet
saring dari semi padat hingga padat dianjurkan. Minuman yang mengandung kafein dan karbonat
dibatasi karena akan merangsang mobilitas usus. Makanan yang sangat panas atau sangat dingin
harus dihindari. Produk susu, lemak, produk gandum, buah segar, dan sayur dibatasi selama
beberapa hari. Obat-obatan anti diare seperti defenoksilat (lomotil) diberikan sesuai resep.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan
Keseimbangan cairan sulit dipertahankan selama periode akut karena feses didorong melalui
usus terlalu cepat untuk memungkinkan absorbs air, haluaran melebihi asupan. Apabila pasien
mengalami diare perawat harus mengkaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, takikardia, nadi
lemah, penurunan natrium serum, haus) dan mempertahankan catatan akurat tentang asupan dan
haluaran. Berat jenis urine dapat dipantau untuk mengkaji status hidrasi. Pasien ditimbang setiap
hari. Perawat mendorong penggantian cairan oral dalam bentuk air, jus, kaldu, dan preparat yang
dijual seperti Gatorade. Cairan parenteral dapat diberikan sesuai resep.
o Individu lansia dapat dengan cepat mengalami dehidrasi dan menderita kadar kalium rendah
(hipokalemia) sebagai aibat diare. Individu lansia yang menggunakan digitalis harus waspada
terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia pada diare. Individu juga diinstruksikan untuk
mengenali tanda-tanda hipokalemia, karena kadar kalium rendah memperberat kerja digitalis, yang
dapat menimbulkan toksisitas digitalis.
5. Mengurangi ansietas
Kesempatan diberikan pada klien untuk mengekspresikan rasa takut dan kekhawatiran tentang akan
merasa malu akibat kurang kontrol terhadap eliminasi usus. Ketakutan tentang rasa malu ini sering
menjadi masalah utama. Pasien dibantu untuk mengidentifikasi makanan pengirirasi dan stressor
yang mencetuskan episode diare. Menghilangkan atau mengurangi faktor ini membantu mengontrol
defekasi. Pasien didorong untuk sensitif terhadap petunjuk tubuh tentang adanya dorongan untuk
defekasi (keram abdomen, bising usus hiperaktif). Celana dalam khusus yang menyerap, dan
melindungi pakaian bila ada kotoran fekal tak disengaja akan membantu.
Pemahaman, toleransi, dan sikap yang rileks pada pihak perawat sangat penting. Upaya pasien untu
menggunakan mekanisme koping harus didukung. Obat-obatan ansietas diberikan sesuai program.
6. Perawatan kulit
Area perineal mengalami eksorasi akibat feses diare yang mengandung enzim yang dapat
mengiritasi kulit. Perawat menginstruksikan pasien untuk mmengikuti rutinitas perawatan kulit
seperti mengelap atau mengeringkan area setelah defekasi, membersihkan dengan bola kapas, dan
memberikan pelindung kulit dan barier pelembab sesuai kebutuhan.
o Kulit lansia sangat sensitive akibat penurunan turgor dan penurunan lapisan lemak sub kutan
7. Mencegah infeksi
Semua pasien dengan diare harus diobati sebagai pasien potensial mengalami infeksi sampai pasien
pulih. Kewaspadaan yang tepat termasuk kewaspadaan umum harus dilakukan untuk mencegah
penyebaran penyakit melalui tangan yang terontaminasi, pakaian, linen tempat tidur, dan objek lain
8. Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensia
Kadar elektrolit serum dipantau setiap hari. Tanda-tanda vital, termasuk nadi apical dan perubahan
pada refleks tendon dan kekuatan otot, harus sering dipantau. Penggantian elektrolit diberikan sesuai
program. Bukti disritmia atau perubahan pada tingkat kesadaran dilaporkan dengan segera.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Melaporkan pola defekasi normal
2. Mempertahankan keseimbangan cairan
a. Mengonsumsi cairan per oral dengan adekuat
b. Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot
c. Menunjukan membrane mukosa lembab dan turgor jaringan normal
d. Mengalami keseimbangan asupan dan haluaran
e. Mengalami berat jenis urine normal
3. Mengalami penurunan tingkat ansietas
4. Mempertahankan integritas kulit
a. Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekasi
b. Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kulit
5. Tidak mengalami komplikasi
a. Elektrolit tetap dalam rentang normal
b. Tanda vital stabil
c. Tidak ada disritmia atau perubahan dalam tingkat kesadaran
9. Antidiare
a. Oralit
Lini pertama pengobatan diare akut, seperti pada gastroenteritis, ialah mencegah atau mengatasi
pengeluaran berlebihan cairan dan elektrolit, terutama penting bagi pasien bayi dan usia lanjut.oralit
tidak menghentikan diare tetapi menggantikan cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan
menggantikan cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan. Oralit tersedia dalam
bentuk serbuk untuk dilarutkan dan dalam bentuk larutan, diminum perlahan-lahan.
5. Abdoserben dan obat pembentuk massa
Abdoserben seperti kaolin tidak dianjurkan untuk diare akut. Obat-obat pembentuk massa seperti
ispaghula, metilselulosa, dan sterkulia bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi tinja pada
ileostomi dan dalam mengendalikan diare akibat penyakit divertikular.
6. Antimotilitas
Pada diare akut obat-obatan antimotulitas perannya sangat terbatas sebagai tambahan pada terapi
penggantian cairan dan elektrolit. Obat ini tidak dianjurkan untuk diare akut pada anak-anak. Peran
obat motilitas pada pengobatan diare kronis.
Kodein fosfat
Indikasi : diare
Peringatan : kontraindikasi dan efek samping: tidak untuk digunakan digunakan pada kondisi
dimana hambatan peristaltik harus dihindari, dimana terjadi kembung perut atau pada kondisi diare
akut seperti kolitis ulseratif akut atau kolitis akibat antibiotik; tidak dianjurkan untuk anak; toleransi
dan ketergantungan mungkin terjadi pada penggunaan yang lama
Interaksi : analgesik opioid
Anak-anak tidak dianjurkan
Codein (Generik) Tablet 10 mg, 15 mg, 20 mg (N)
10. Pencahar
Konstipasi (sembelit) adalah berkurangnya frekuensi pembuangan tinja yang keras`dari kolon
melintas rektum. Keadaan ini seringkali disalahartikan oleh pasien, manakala mereka adanya
prubahan kebiasaan buang air besar, sehingga mendorong penggunaan pencahar secara berlebihan.
Penyalahgunaan pencahar`dapat menyebabkan hipokalemia dan atonia kolon sehingga tidak
berfungsi.
Pencahar adalah obat yang digunakan untuk memudahkan pelintasan dan pengeluaran tinja dari
kolon dan rektum. Pencahar juga bermanfaat pada konstipasi pada karena obat untuk pengeluaran
parasit setelah pemberian antelmentik, serta untuk membersihkan saluran cerna sebelum
pembedahan dan prosedur radiologi.
- Pencahar pembentuk massa
Pencahar pembentuk massa meringankan konstipasi dengan cara meningkatkan massa tinja yang
selanjutnya merangsang peristaltik. Pencahar pembentuk massa bermanfaat khususnya pada kasus
konstipasi dengan tinja yang sedikit keras, tetapi sesungguhnya tidak diperlukan kecuali bila
masukan serat melalui diet tidak dapat ditingkatkan. Pencahar pembentuk massa bermanfaat dalam
penatalaksanaan kolostomi, ileostomi, hemoroid, fisura anal.
Obat: Isphagula Sekam
Indikasi: konstipasi
Peringatan: masukan cairan yang cukup harus dipertahankan guna menghindari obstruksi usus.
Kontraindikasi: kesulitan dalam menelan, obstruksi usus, atoni kolon
Efek samping: perut kembung, obstruksi saluran cerna, atoni kolon
Dosis: 1 sachet dalam 1 gelas air 1-3 kali sehari sebelum atau sesudah makan
- Pencahar stimulan
Pencahar stimulan termasuk bisakodil dan kelompok atrakuinon, misalnya senna. Natrium dokusat
bekerja sebagai stimulan dan pelunak feses.
Obat: Bisakodil, Dantron, Natrium Dokusat, Gliserol, Natrium Pikosulfat.
- Pelunak tinja
Parafin Cair
Indikasi: konstipasi
Peringatan: hindari penggunaan jangka panjang dan kontraindikasi untuk anak usia di bawah 3
tahun.
Efek samping: tirisan (rembesan) anal parafin menyebabkan iritasi anal setelah penggunaan jangka
panjang, reaksi granulomatosa disebabkan oleh absorpsi sedikit parafin cair (terutama dari emulsi)
dan gangguan vitamin larut lemak.
Dosis: 10 ml pada malam hari bila perlu.
- Pencahar osmotik
Pencahar osmotik bekerja dengan cara menahan cairan dalam usus secara osmosis atau dengan
mengubah penyebaran air dalam tinja.
Purgativa salin seperti magnesium hidroksida biasa disalahgunakan, tetapi memuaskan untuk
penggunaan sekali-sekali. Magnesium sulfat bermanfaat bila diperlakukan penggosongan usus yang
cepat. Garam natrium harus dihindari karena pada individu yang rentan dapat menimbulkan retensi
air san natrium. Enema fosfat bermanfaat dalam membersihkan usus sebelum prosedur radiologi,
endoskopi, dan bedah.
Laktulosa adalah disakarida semisintetik tidak diabsorpsi dari saluran cerna. Senyawa ini
menyebabkan diare osmotik dengan pH tinja yang rendah dan mengurangi proliferasi organisme
penghasil ammonia. Karena itu laktulosa bermanfaat dalam pengobatan ensefalotopi hepatik.
Laktilol merupakan disakarida yang serupa.