Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kinerja 1. Pengertian Kinerja Istilah kinerja sering kali disamakan dengan istilah performance atau activities. Asad (Darmawan, 2009: 83) menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Adapun pengertian kinerja yang dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67), Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawaidalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam konteks lembaga publik, pengertian kinerja dapat dilihat dari pendapat Prawirasosentono (Darmawan, 2009: 85) : Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, serta sesuai dengan moral dan etika.
Pencapaian kinerja dalam suatu lembaga instansi pemerintah (termasuk pemerintah daerah) sering diukur dari sudut pandang masing-masing stakeholder, misalnya lembaga legislatif, instansi pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum.
15
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Sebagaimana yang dikemukakan oleh Darmawan (2009: 85) : kinerja pada dasarnya merupakan salah satu perwujudan aktivitas kehidupan manusia, baik yang bersifat aktivitas fisik maupun aktivitas mental, dan kinerja merupakan suatu kerja yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika dan kinerja merupakan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan suatu pekerjaan baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. 2. Pengukuran Kinerja Menurut Larry D Stout (Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BPKP, 2000: 15) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Maksudnya, setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapain arah organisasi di masa yang akan datang yang dinyatakan dengan pencapaian visi dan misi organisasi. Produk dan jasa yang dihasilkan akan kurang 16
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu berarti apabila tidak ada kontribusinya terhadap pencapaian visi dan misi organisasi. Pengukuran kinerja dalam pemerintahan bukanlah suatu aktivitas yang baru. Setiap departemen, satuan kerja, dan unit pelaksana tugas, telah diprogram untuk mengumpulkan informasi berupa laporan berkala (triwulan/semester/tahunan) atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Namun sayangnya, pelaporan ini lebih terfokus kepada input (masukan), misalnya jumlah pemakaian obat-obatan, jumlah anggaran tenaga dan material yang terserap dalam suatu proyek jalan maupun transmigrasi, dan lain-lain. Kadang sudah ada juga instansi yang melaporkan output (keluaran) dari program yang dilaksanakan, misal jumlah kilometer jalan maupun unit jembatan yang dibangun, pajak yang berhasil dikumpulkan, atau jumlah transmigran yang berhasil dipindahkan. Informasi atas input dan output dari pelaporan tersebut bukannya tidak penting, akan tetapi melalui pengukuran kinerja, fokus pelaporan bergeser dari besarnya jumlah sumber daya yang dialokasikan ke hasil yang dicapaidari penggunaan sumber daya tersebut. Dengan pengukuran kinerja juga diharapkan pola kerja dan pelaksanaan tugas pembangunan dan tugas umum pemerintahan akan terlaksana secara lebih efisien dan efektif dalam mewujudkan tujuan nasional. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Lester R Bittel dan John W Newstrom (Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BPKP, 2000: 19) bahwa pengukuran kinerja akan dapat berguna untuk : 17
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu a. Mendorong orang agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka yang dibawah standar kinerja (to encourage good behavior or to correct and discourage below standard performance), b. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah mereka telah bekerja dengan baik (to satisfy them about how well they are doing), c. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk peningkatan organisasi (to provide a firm foundation for later judgements that concern on the organizations improvement)
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Robertson (Darmawan, 2009: 83): Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efesiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Sementara itu menurut Stout (Darmawan, 2009: 83) juga mengemukakan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, atau pun suatu proses. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan bahwa melalui pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang ditetapkan dan pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam pengambilan keputusan sebuah organisasi dan dengan adanya pengukuran kinerja itu maka setiap kinerja itu dapat diukur dan diselesaikan dengan baik yang akan mendorong pencapaian kinerja tersebut. Dengan adanya pengukuran kinerja diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas sebuah organisasi.
18
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3. Teori-Teori Kinerja Terdapat tiga teori motivasi yang paling banyak memberikan kontribusinya terhadap falsafah manajemen kinerja yakni yang berkenaan dengan tujuan (goals), dorongan (reinforcement) dan harapan (expectancy). Teori tujuan (goals) dikembangkan oleh Letham dan Locke (Dharma (2011: 36) atas dasar penelitian selama 14 tahun terhadap penetapan tujuan sebagai suatu teknik motivasi. Karakteristik penetapan tujuan menurut Dharma (2011: 36) adalah sebagai berikut. a. Tujuan harus bersifat spesifik. b. Tujuan harus cukup menantang tetapi dapat dicapai. c. Tujuan dipandang adil dan masuk akal. d. Karyawan secara individu ikut berpartisipasi dalam penetapan tujuan. e. Umpan-balik memastikan bahwa para karyawan akan merasa bangga dan puas mendapatkan pegalaman keberhasilan mencapai suatu tujuan yang menantang dan adil. f. Umpan-balik dipergunakan untuk mendapatkan komitmen terhadap tujuan yang lebih tinggi lagi.
Berdasarkan karakteristik penerapan yang diungkapkan oleh Dharma, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai suatu keberhasilan terhadap kinerja harus terlebih dahulu menentukan tujuan yang hendak dicapai sehingga seluruh orang yang berada dalam suatu organisasi atau perusahaan akan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut dengan mempertimbangkan umpan- balik (feed-back) bagi kedua belah pihak. Teori reinforcement menyatakan bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan dan imbalannya berlaku sebagai insentif yang positif dan mendorong perilaku yang berhasil, dan bila diulangi kebutuhan yang sama dapat muncul kembali. Teori reinforcement berkaitan dengan pemberian pujian atas 19
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu keberhasilan dan memaafkan kegagalan. Dengan demikian, kesalahan seharusnya dipergunakan sebagai suatu kesempatan untuk belajar, sesuatu yang hanya mungkin terjadi apabila kesalahan tersebut benar-benar dimaafkan karena apabila tidak, maka pelajaran tersebut akan terdengar sebagai teguran dan bukan sebagai tawaran untuk memberikan bantuan. Sementara itu, teori harapan sebagaimana yang dikembangkan oleh Vroom (Dharma, 2011: 36-37), menyatakan bahwa agar dapat meningkatkan motivasi untuk menunjukkan kinerja tinggi, karyawan harus : a. Merasa mampu mengubah perilaku mereka; b. Merasa yakin bahwa perubahan perilaku mereka menghasilkan imbalan; c. Memberikan nilai imbalan yang memadai sehingga membawa perubahan perilaku.
Ketiga hal yang terdapat dalam teori motivasi diperlukan dalam peningkatan kinerja suatu organisasi atau sebuah perusahaan. Peningkatan kinerja dapat bermula pada penetapan tujuan awal yang ingin dicapai, selanjutnya adanya dorongan bagi seseorang atau banyak orang di dalam sebuah organisasi sehingga pada akhirnya mereka memiliki harapan yang hendak mereka capai guna memajukan organisasi yang mereka dirikan. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Seorang pemimpin dalam rangka untuk meningkatkan kinerja bawahannya harus mengetahui faktor-faktor yang perlu dipersiapkan sehingga mendukung terhadap peningkatan kinerja. Kinerja akan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yang ada dalam diri pegawai. Hal ini membuktikan bahwa dalam 20
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu meningkatkan kinerja pegawai, diperlukan suatu pengkondisian aspek-aspek yang mempengaruhinya dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (Anwar Prabu Mangkunegara, 2001: 67) yang merumuskan bahwa: a. Human Performance = Ability + Motivation b. Motivation = Attitude + Situation c. Ability = Knowledge + Skill Menurut Keith Davis (Anwar Prabu Mangkunegara, 2001: 67), menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain : a. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality(knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diterapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job). b. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang 21
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. Selain itu menurut Keith Davis (Anwar Prabu Mangkunegara, 2001: 67), sikap mental yang secara psikofisik terbentukkarena pegawai mempunyai MODAL dan KREATIF : Modal merupakan singkatan dari M = Mengolah, O = Otak, D = Dengan, A = Aktif, L = Lincah, sedangkan Kreatif singkatan dari K = Keinginan maju, R = Rasa ingin tahu, E = Energik, A = Analisis sistematik, T = Terbuka dari kekurangan, I = Inisiatif tinggi, dan P = Pikiran luas. Dengan demikian, pegawai tersebut mampumengolah otak dengan aktif dan lincah, memiliki keinginan maju, rasa ingin tahu tinggi, energik, analisis sistematik, terbuka untuk menerima pendapat, inisiatif tinggi, dan pikiran luas terarah. Seperti yang dikemukakan oleh David C. Mc Clelland (Anwar Prabu Mangkunegara, 2001: 68), yang berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut model partner-rawyer yang dikemukakan oleh Gibson 22
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu (Veithzal Rivai, 2004: 17), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor : a. Harapan mengenai imbalan b. Dorongan c. Kemampuan, kebutuhan dan sifat d. Persepsi terhadap tugas e. Imbalan internal dan eksternal f. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja
Kinerja individu dapat berjalan dengan baik, ketika terjadi timbal balik antara kedua belah pihak yaitu individu dengan perusahaan dan perusahaan dengan individu. Selanjutnya Anwar Prabu Mangkunegara (2001: 120) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah : a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, prestasi, dan sikap kerja. b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. Berdasarkan hal tersebut, penulis dapat memperoleh gambaran bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang sangat erat hubungannya dengan kepribadian dari masing-masing pegawai. Frusein Umar yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 18), membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut : a). Kualitas pekerjaan; b). Kejujuran karyawan; c). Inisiatif; d). Kehadiran; e). Sikap; f). Kerjasama; g). Keahlian; h). Pengetahuan tentang pekerjaan; i). Tanggung jawab; dan j). Pemanfaatan waktu kerja. 23
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Berdasarkan pernyataan diatas bahwa dalam aspek-aspek kinerja mengandung keseluruhan faktor-faktor yang dari dalam diri masing-masing individu/faktor intern. Senada dengan hal diatas, Hasibuan (2003: 30) juga mengemukakan mengenai aspek-aspek kinerja mencakup sebagai berikut : a). Kesetiaan; b). Hasil kerja; c). Kejujuran; d). Kedisiplinan; e). Kreativitas; f). Kerja sama; g). Kepemimpinan; h). Kepribadian; i). Prakarsa; j). Kecakapan. Mengenai aspek-aspek kinerja diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa aspek dalam kinerja sangat mempengaruhi hasil kerja seorang pegawai. Karena aspek kinerja biasanya digunakan untuk penilaian atau menjadi tolak ukur suatu organisasi perusahaan terhadap kinerja pegawainya. Dari semua aspek- aspek kinerja tersebut merupakan faktor utama dalam keberhasilan seorang pegawai dalam mencapai hasil kerja yang maksimal. 5. Tolak Ukur Kinerja Kepala Desa Kinerja pegawai dapat diketahui dengan cara meneliti penampilan kerja dan hasil yang diperolehnya. Kinerja pegawai adalah modal yang dapat menunjang terhadap kesuksesan yang akan dicapai pegawai tersebut dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kinerja merupakan fungsi dari motivasi yang dapat dilihat dan ditentukan dari kemampuan dan motivasi. Untuk lebih jelasnya dapat penulis jelaskan sebagai berikut : 1). Kemampuan Melaksanakan Tugas Kemampuan melaksanakan tugas pada dasarnya merupakan suatu kondisi bagi pegawai untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan situasi kerja yang sebenarnya akan dijadikan tolak ukur 24
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu untuk dilihat kualitas kerja yang akan diberikannya. Dengan kata lain kemampuan melaksanakan tugas merupakan kesanggupan seorang pegawai dalam mengemban tugas-tugasnya sesuai kemampuan pegawai, sehingga tugas-tugasnya tersebut mampu diselesaikan dengan hasil yang maksimal. Pengetahuan merupakan rangkaian informasi yang dimiliki seseorang, sehingga dia mampu mengerjakan sesuatu dengan dibekali oleh informasi tersebut. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003: 3) yang menyebutkan ada 6 tingkat pengetahuan dalam domain kognitif pengetahuan yatu : 1). Tahu (Know); 2). Memahami (Comprehention); 3). Aplikasi (Application); 4). Analisis (Analysys); 5). Sintesa (Syntesis); 6). Evaluasi (Evaluation). Sedangkan menurut Vethzal rivai (2003: 367), mengartikan sikap sebagai perilaku, gerak-gerik, bertingkah laku dengan gaya yang dibuat-buat. Sikap adalah determinan perilaku, sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sedangkan Jalaluddin Rakhmat (1986: 39) mengemukakan pengertian sikap, sebagai : Kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
Sedangkan keterampilan merupakan kompetensi-kompetensi yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan, sebagaimana dikemukakan Idochi Anwar (1984: 2) bahwa : Keterampilan merupakan sesuatu yang penting untuk tugas-tugas intelektual yang kreatif dan independen. Keterampilan ini dapat dipandang sebagai abilitas untuk menempatkan dan proses pemecahan masalah dan menganalisa data yang ada. Keterampilan menentukan kompetensi 25
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu seseorang dalam melaksanakan aktivitasnya dan merupakan suatu variable yang lebih khusus dari abilitas (kemampuan). Seluruh faktor yang telah dijelaskan di atas merupakan satu kesatuan yang utuh dalam mewujudkan kinerja seorang pegawai untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sehinggan perlu dikembangkan dan dibina oleh organisasi tersebut agar mampu menunjang terhadap pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. 2). Motivasi Motivasi adalah penggerak diri pegawai dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Menurut Alex Sobur (2003 : 268), menyatakan secara etimologis, motif atau dalam bahasa inggrisnya motive, berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Motivasi pegawai memerlukan peranan seorang pemimpin untuk selalu menumbuhkan dan mengembangkannya. Sehingga memungkinkan dalam mempermudah dan mempercepat pegawai untuk menyelesaikan tugas. Organisasi pemerintah desa yang baik akan selalu memperhatikan naik turunnya kinerja yang dimiliki oleh aparat pemerintah desa khususnya kepala desa. Untuk melihat tolak ukur, indikator keberhasilan kepala desa dalam kesehariannya secara menyeluruh yang mencakup pelaksanaan tugas sesuai dengan harapan masyarakat, penggunaan sumber daya manusia sesuai dengan kemampuannya, mempunyai motivasi yang tinggi, mempunyai hubungan kerjasama yang baik dengan para bawahan dan masyarakat, serta dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan setiap hari.
26
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu B. Tinjauan Tentang Desa 1. Pengertian Desa Cukup banyak literature yang membahas pengertian desa dengan berbagai sudut pandang keilmuan. Apabila dilihat dari segi etimologis, kata desa berasal dari kata deshi yang artinya tanah kelahiran atau tanah tumpah darah. Kata yang hampir sama atau sedikit lebih kecil tingkatannya adalah dusun, dukuh, atau kampung atau sebutan lain dengan pengertian yang hampir sama seperti : gampong, hukum tua, wanua dan lain sebagainya. Terdapat banyak aspek yang mengantar kita untuk dapat memberikan batasan mengenai desa. Berdasarkan aspek morfologi, desa ialah pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris, serta bangunan rumah tinggal yang terpancar (jarang). Berdasarkan aspek jumlah penduduk, desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk dengan kepadatan yang rendah. Sementara itu, dari aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau masyarakatnya bermata pencaharian pokok dibidang pertanian, bercocok tanam atau agrarian, atau nelayan. Selain itu, dari aspek sosial budaya, sebuah wilayah dapat dikatakan desa dengan melihat hubungan sosial antar penduduknya yang bersifat homogeny, serta bergotong royong. Dilihat dari aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum tersendiri. Secara khusus, Bintarto (1983: 11) mendefinisikan desa sebagai berikut : Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruh secara timbal balik dengan daerah yang lainnya. Dari pengertian ini dapat dijelaskan 27
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu bahwa sedikitnya sebuah desa harus memenuhi syarat geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural. Ditinjau dari sudut geografi, gambaran sebuah desa tidak lepas dari kondisi yang masih sangat sederhana, berada pada lingkungan dengan kondisi alam yang masih terjaga dan biasanya masih asri. Dari sudut sosial, desa masih memiliki kekhasan tertentu yang barangkali tidak lagi dimiliki oleh wilayah lainnya. Pada segi ekonomi corak kehidupan agraris biasanya masih melekat sebagai sumber utama penghidupan. Sisi politik lingkungan desa biasanya masih berada pada kesederhanaan. Namun demikian, dilihat dari sisi kultural desa memiliki kekhasan berupa nilai-nilai kultural yang masih terjaga. Secara universal, desa adalah sebuah aglomerasi pemukiman di area pedesaan (rural). Sementara itu, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, disebutkan bahwa : Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa desa memiliki kewenangan untuk menjalankan upaya pencapaian setiap kebutuhan yang sekaligus menjadi tujuan penyelenggaraan kehidupan desa. Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, desa memiliki hak untuk mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan. 28
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Adapun kewenangan-kewenangan yang dimiliki desa, antara lain seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa sebagai berikut : a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa. b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota. d. Urusan pemerinthan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Kewenangan desa saat ini yang diatur dalam PP. Nomor 72 tahun 2005 sudah cukup menjadi landasan bagi pemerintah daerah untuk membuat perda yang lebih jelas lagi. Tetapi, pemerintah di desa saat ingin ada peraturan yang lebih kuat dari sekedar perda dan peraturan pemerintah. Pemerintahan desa saat ini menginginkan adanya undang-undang tentang desa, supaya peraturannya lebih baik semua pihak dan lebih kuat landasan hukumnya. 2. Pengertian Pemerintahan Desa Konsep pemerintahan desa terdiri dari dua sub konsep yaitu desa dan pemerintah. Untuk itu, sebelum mencoba mencari pemahaman tentang konsep pemerintah desa secara menyeluruh, terlebih dahulu akan diuraikan penjelasan mengenai desa dan pemerintah sehingga pemahaman terhadap pemerintah desa diharapkan akan lebih lengkap. Konsep yang pertama yang perlu dibahas adalah mengenai desa. Sejak dulu di Indonesia telah ada dan dikenal satuan-satuan masyarakat kecil yang menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. Di Jawa satuan masyarakat itu disebut desa. 29
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Mengenai pengertian desa, Ndraha (1982: 42), berpendapat bahwa sebagai suatu konsep umum, desa atau village adalah jika dilihat dari segi fisik merupakan : 1. Sekelompok rumah 2. Rumah-rumah itu merupakan suatu kesatuan 3. Terletak di pedalaman (pedesaan), dan 4. Kecil (lawan dari kota)
Konsep yang kedua yang perlu dibahas adalah konsep pemerintah menurut Suryaningrat (1992: 50) memberikan pengertian pemerintah sebagai perangkat (organ) negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Pemerintahan, diberi pengertian sebagai kegiatan yang diselenggarakan oleh perangkat negara yaitu pemerintah. Penjelasan lain tentang pengertian pemerintah dan pemerintahan, dikemukakan oleh Pamudji bahwa secara etimologi, pemerintahan berasal dari kata pemerintah sedangkan pemerintah berasal dari kata perintah. Maka masing-masing istilah tersebut menurut Pamudji (1989: 23) mempunyai arti sebagai berikut : 1) Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu. 2) Pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara (seperti kabinet merupakan suatu pemerintah). 3) Pemerintah adalah perbuatan (cara, hal, urusan dan sebagainya) memerintah.
Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan pemerintah desa adalah organ atau alat negara yang menjalankan pemerintahan di tingkat atau unit pemerintah terbawah. Dengan demikian, secara hakiki pemerintah desa sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah secara 30
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu keseluruhan dari suatu negara, karena pada dasarnya organ atau perangkat negara untuk mencapai tujuan negara adalah satu.
C. Tinjauan Tentang Kepala Desa 1. Pengertian Kepala Desa Kepala desa adalah pengemban tugas, berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan pemerintahan desa dan segala kegiatan pembangunan, kemasyarakatan, menciptakan ketentraman dan ketertiban sekaligus pembinaan mental di wilayah desa tempat ia bertugas. Dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, Kepala Desa bersama-sama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dibantu oleh perangkat desa. Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan tujuan pembangunan desa, maka diperlukan kemampuan, kecerdasan, keterampilan disamping persyaratan lain secara administratif. Persyaratan sebagai calon Kepala Desa adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia, hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 pasal 203 yang berbunyi : (1) Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. (2) Calon Kepala Desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan sebagai Kepala Desa. (3) Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang 31
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan penjelasan diatas sangatlah jelas bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi calon Kepala Desa sangat selektif. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan seseorang sebagai Kepala Desa mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan desa sebagai upaya pencapaian pembangunan desa yaitu meningkatkan kemakmuran dan kemajuan masyarakatnya. Selanjutnya Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Menurut Ade Engkus Kusnadi (2007: 44), menyatakan kepala desa juga memiliki wewenang menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD. Kepala desa dipilih langsung melalui pemilihan kepala desa (PILKADES) oleh penduduk desa setempat. Dalam Pasal 202 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa : Pemerintah Desa terdiri dari atas Kepala Desa dan Perangkat Desa. Kepala Desa sebagai dimaksud (Pasal 202 ayat 1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan di atur dengan perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.
Dari berbagai pendapat di atas dapat dikatakan bahwa konsep Kepala Desa dapat dikatakan sebagai unsur kepala dari organisasi pemerintahan desa, sekaligus juga merupakan seorang pemimpin yang melaksanakan fungsi kepemimpinan. 32
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Sebagai unsur kepala, seorang Kepala Desa selalu ada dan melekat pada organisasi yang dikepalainya, sedangkan sebagai seorang pemimpin seorang Kepala Desa melaksanakan fungsi kepemimpinannya. 2. Tugas dan Kewajiban Kepala Desa Kepala Desa sebagai penyelenggara pemerintahan desa memiliki tugas dan kewajiban antara lain : 1). Menyelenggrakan pemerintahan desa 2). Membina kehidupan masyarakat desa 3). Membina perekonomian desa 4). Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat 5). Mendamaikan perselisihan masyarakat desa 6). Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
Jika dilihat dari tugas dan fungsinya Kepala Desa mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam menggerakan, mendorong dan mengawasi program-program pembengunan yang melibatkan masyarakat. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dituntut kemampuan dan keterbukaan dari Kepala Desa dalam setiap pembuatan maupun pelaksanaan pembangunan. Melihat tugas dan peranan yang diemban oleh Kepala Desa maka diperlukan kemampuan diberbagai bidang. Hal ini sejalan dengan pendapat Saparin (1986: 3) bahwa setiap pemimpin harus memiliki beberapa kemampuan yaitu persepsi sosial, kemampuan berfikir abstrak dan keseimbangan sosial. Menurut PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa, kepala desa memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut : a. Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD. b. Mengajukan rancangan peraturan desa. 33
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD. d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran Pendapat dan Belanja Desa (APB Desa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. e. Membina kehidupan masyarakat desa. f. Membina perekonomian desa. g. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Berdasarkan pernyataan diatas, pada dasarnya kepala desa mempunyai peranan yang sangat vital dalam kehidupan bermasyarakat, karena kepala desa merupakan contoh teladan bagi masyarakatnya. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, menurut PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa, kepala desa juga mempunyai kewajiban antara lain : a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. d. Melaksanakan kehidupan demokrasi. e. Melaksanakan prisip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa. g. Membina, mengayomi, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat. h. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Selain kewajiban kepala desa yang telah dipaparkan diatas, kepala desa juga dilarang menjadi pengurus partai politik namun boleh menjadi anggota partai politik. Kepala desa tidak boleh merangkap jabatan sebagai anggota DPRD, dan lembaga kemasyarakatan, terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah.
34
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu D. Tinjauan Tentang Persepsi 1. Pengertian Persepsi Secara etimologi, persepsi atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama perception berasal dari bahasa Latin yaitu perceptio dan berasal dari kata percipere yang artinya menerima atau mengambil. Dalam banyak sumber, kata persepsi berkaitan dengan psikologi. Seperti yang diungkapkan Slameto (2003: 102) berikut ini : Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Melalui persepsi, manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu dengan indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium.
Selanjutnya menurut Miftah Thoha (2007:141) mengemukakan bahwa : Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu tatanan yang benar terhadap situasi.
Berdasarkan hal diatas, persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses kognitif yang dialami oleh semua manusia dalam memahami informasi melalui alat indera dan kunci untuk memahami persepsi tersebut adalah melalui pengenalan, karena pada hakikatnya persepsi merupakan penafsiran. Sedangkan Veithzal Rivai (2003: 231) mengemukakan bahwa : Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka. Persepsi itu penting dalam studi perilaku organisasi karena perilaku orang yang didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa itu realitas dan bukan mengenai realitas itu sendiri.
35
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Pendapat diatas menjelaskan bahwa persepsi ditempuh untuk menafsirkan kesan-kesan yang ada di dalam alat indera dan persepsi itu sangat penting untuk menilai suatu perilaku manusia. Senada dengan hal tersebut, Bimo Walgito (2004: 87), berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengideraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensorik. Proses tersebut didahului oleh proses penginderaan yang dilakukan oleh individu. Sedangkan Jalaluddin Rakhmat (1986: 57-58), mempunyai pendapat lain mengenai pengertian persepsi, bahwa : Persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus inderawi (sensory stimulus). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas sensasi adalah bagian dari persepsi.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis mengambil salah satu alasan mengapa persepsi sangat penting dalam hal menafsirkan lingkungan sekeliling kita adalah bahwa kita masing-masing mempersepsikan secara berbeda apa yang dimaksud dengan sebuah situasi. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas mengenai persepsi, maka dapat dirumuskan mengenai pengertian persepsi merupakan keadaan dimana seseorang akan menilai sesuatu yang dilihat dan dirasakan melalui alat indera. Persepsi lahir dari suatu proses yang lama di dalam otak manusia, dimulai dari menafsirkan informasi dan menyimpulkan melalui pengalaman, peristiwa dan situasi yang terjadi disekitar. 36
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2. Fungsi dan Sifat-sifat Dunia Persepsi a. Fungsi Persepsi Setelah berbagai ahli psikologi melakukan penelitian tentang persepsi, ditemukan fungsi utama dalam sistem persepsi, yaitu lokalisasi atau menentukan letak objek tersebut. Atkinson (Alex Sobur, 2003: 469), menyebutkan lokalisasi dan pengenalan dilakukan oleh daerah konteks yang berbeda. Untuk melokalisasi (menentukan lokasi) objek kita terlebih dahulu harus menentukan objek kemudian mengorganisasikan objek menjadi kelompok. Proses tersebut merupakan prinsip-prinsip organisasi, dan salah satu prinsip tersebut menurut Alex Sobur (2003: 469), adalah bahwa kita mengorganisasikan stimulus ke daerah yang bersesuaian dengan gambar dan latar. Prinsip lain, menyatakan bahwa dasar-dasar yang kita gunakan untuk mengelompokkan objek, dianytaranya kedekatan, penutupan, kontinuasi baik, dan kemiripan. b. Sifat-sifat Dunia Persepsi Pada hakikatnya dunia persepsi merupakan suatu satu kesatuan yang utuh. Hanya ada satu dunia persepsi, namun dunia yang satu itu diamati dengan cara yang berbeda. Menurut Verbeek (Alex Sobur, 2003 : 469), menyatakan dalam diamati atau dipersepsi. Menurut Alex Sobur (2003: 470), menyebutkan ada dua sifat dalam dunia persepsi. Sifat-sifat umun dunia persepsi antara lain : 1) Dunia persepsi mempunyai sifat-sifat ruang. Objek yang dipersepsikan itu meruang, berdimensi ruang. 2) Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, dalam hal ini, terdapat kestabilan yang luas. Objek persepsi kurang lebih bersifat tetap, 37
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu namun kita juga harus mempersepsi adanya perubahan yang terjadi dalam waktu. 3) Dunia persepsi itu berstruktur menurut berbagai objek persepsi. Disitu, berbagai keseluruhan yang kurang lebih berdiri sendiri menampakan sendiri. 4) Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh dengan arti. Mempersepsi tidak lah sama dengan mengonstatir benda dan kejadian tanpa makna. Yang kita persepsi selalu merupkan tanda-tanda, ekspresi-ekspresi, benda-benda dengan fungsi, relasi-relasi yang penuh arti, serta kejadian-kejadian.
Persepsi bukanlah suatu fungsi yang terisolasi, melainkan erat hubungannya dengan fungsi lain manusia. Yang mempersepsi bukanlah hanya suatu indera yang terisolasi saja, melainkan seluruh pribadi. Oleh karena itu, apa yang kita persepsi bergantung pada pengetahuan dan pengalaman, dari perasaan, keinginan dan dugaan-dugaan kita. Sedangkan sifat-sifat khusus dunia persepsi (bagi masing-masing indera tersendiri) menurut Alex Sobur (2003: 471), adalah diantara sifat-sifat, terdapat berbagai kelompok yang khusu bagi indera-indera. Suatu keseluruhan sifat sensoris yang khas bagi mata (penglihatan), bunyi telinga (pendengaran). Dalam suatu modalitas tertentu, dapat dibedakan kualitas-kualitas indera. Jadi sesuai dengan jumlah modalitas, dapat juga dibedakan sejumlah indera. Anggapan klasik membedakan lima macam indera, tetapi apa yang disebut indera perasa/peraba tidak mencakup keseluruhan yang homogen-homogen dari kualitas sensoris. 3. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterimanya sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan 38
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu demikian, stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan persepsi. Selanjutnya Bimo Walgito (2004: 89), menyebutkan faktor-faktor yang berperan dalam persepsi diantaranya adalah : a. Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi dapat juga datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai resptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu. b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensorik sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motorik. c. Perhatian Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Dari hal-hal tersebut penulis dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengadakan persepsi harus adanya beberapa faktor yang berpengaruh, yang merupakan syarat agar terjadi persepsi, yaitu : 1). Objek yang dipersepsi; 2). Alat indera dan syaraf-syaraf; 3). Perhatian. Selain faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dijelaskan juga mengenai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi. Menurut Veithzal Rivai (2003: 359) dan Miftah Thoha (2007: 147), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang, yaitu : a. Psikologis Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu yang terjadi di alam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis. 39
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu b. Famili Pengaruh yang besar terhadap anak-anak adalah familinya, orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. c. Kebudayaan Kebudayaan dan ligkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di sunia ini.
Menurut pendapat di atas bahwa faktor-faktor pengembangan diri individu bisa dipengaruhi oleh faktor psikologi, famili, dan kebudayaan dan dari kesemua faktor di atas merupkan faktor yang penting dalam pembentukan persepsi. Menurut Veithzal Rivai (2003: 360-361), menyebutkan faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi proses seleksi persepsi antara lain : 1). Intensitas; 2). Ukuran; 3). Berlawanan atau Kontras; 4). Pengulangan; 5). Gerakan. Sedangkan faktor-faktor dari dalam yang mempengaruhi persepsi adalah : 1). Belajar dan persepsi; 2). Motivasi dan persepsi; 3). Kepribadian dan persepsi. Berdarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menginterpretasikan persepsi harus melakukan seleksi persepsi terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi baik dari luar maupun dari dalam. Ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, menurut Siagian (1995: 101-105), yaitu : 1). Diri seseorang yang bersangkutan, apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, pengalaman, minat, dan harapannya. 2). Sasaran persepsi, sasaran tersebut mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sasaran tersebut biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang dilihatnya. 3). Faktor situasi, persepsi harus dilihat secara kontekstual, yang berarti situasi dimana persepsi itu timbul perlu pula mendapatkan perhatian. 40
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Situasi merupakan faktor yang turut memperdalam penumbuhan persepsi seseorang.
Sesuai pernyataan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa dalam diri individu bisa mengadakan persepsi, ini merupakan faktor internal yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Disamping itu masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi dalam proses, yaitu faktor dari luar yang berasal dari pengaruh-pengaruh lingkungan tempat individu berinteraksi. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi. 4. Proses Terjadinya Persepsi Banyak hal yang terjadi dalam proses pembentukan atau terjadinya suatu persepsi, persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia, proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Menurut Bimo Walgito (2004: 90), menyebutkan bahwa : Objek menimbulkan stimulus mengenai alat indera atau reseptor (proses fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensorik ke otak (proses fisiologis). Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari stimulus apa yang diterimanya. Proses terjadinya persepsi yaitu objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor.
Antara stimulus dan objek itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu, yaitu dalam hal tekanan, benda sebagai objek langsung mengenai kulit, sehingga akan terasa tekanan tersebut. Dari segipsikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku 41
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu seseorang harus dimulai dari mengubah persepsinya. Menurut Alex Sobur (2003: 447), dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama, yaitu : 1). Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap ransangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 2). Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. 3). Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.
Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah dalam persiapan persepsi itu, tetapi individu dikenai berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Bimo Walgito (2004: 91) berpendapat bahwa tidak semua stimulus mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa walaupun kita semua menerima sebuah pesan, tetapi cara menafsirkan dan mengevaluasikannya berbeda.
E. Tinjauan Tentang Masyarakat 1. Pengertian Masyarakat Salah satu kesatuan sosial, sistem sosial atau kesatuan hidup manusia yang paling lumrah ditulis atau dilisankan, baik dalam konteks ilmiah maupun bahasa keseharian adalah masyarakat. Dalam bahasa Inggris istilah masyarakat disebut society, sedangkan dalam bahasa Arab disebut syaraka yang berarti ikut serta atau 42
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu berpartisipasi. Konsep masyarakat dalam bahasa Arab berarti saling bergaul atau saling berinteraksi. Soemardjan (Soekanto, 2004: 24) merumuskan suatu definisi mengenai masyarakat yaitu orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1994) menyebutkan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinue dan terikat oleh rasa identitas yang sama. Dari kedua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat terdiri dari beberapa orang yang hidup bersama, mempunyai kesamaan tujuan sehingga mendorong mereka untuk berinteraksi serta menghasilkan suatu kebudayaan yang membedakannya dengan kelompok lain. Lebih lanjut Ralph Linton (Harsoyo, 1989: 126) mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan diri dan berpikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Dengan kata lain, masyarakat merupakan kelompok manusia yang berdiam diri bersama dalam waktu yang relatif lama sehingga satu sama lainnya dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai kesatuan sosial dengan norma-norma yang mengetur kehidupan mereka. Mac Iver (Soekanto, 2004: 24) merumuskan pengertian masyarakat sebagai berikut : Masyarakat adalah suatu sistem kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan golongan dari pengawasan 43
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan selalu berubah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial yang selalu berubah, masyarakat akan selalu mengalami perubahan di berbagai kehidupannya dan perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Proses perubahan masyarakat terjadi karena manusia ialah makhluk yang berpikir dan bekerja, karena manusia merupakan bagian dari masyarakat maka mereka akan saling mempengaruhi satu sama lain. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Manusia yang hidup bersama, dua atau lebih dari dua orang. b. Bergaul dalam jangka waktu yang relatif lama. c. Setiap anggotanya menyadari sebagai suatu kesatuan. d. Bersama membangun sebuah kebudayaan yang membuat keteraturan dalam kehidupan bersama. 2. Bentuk Masyarakat Masyarakat merupakan sarana bagi manusia untuk membangun sebuah kebudayaan. Tanpa adanya masyarakat, manusia akan sulit untuk menciptakan kebudayaanya, apalagi mencapai tujuan yang hendak dicapai. Hal ini disebabkan karena dengan membentuk masyarakat, manusia menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi berbagai kesulitan. Terkait dengan hal tersebut, akan dikemukakan beberapa bentuk masyarakat. 44
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Menurut Kansil dalam buku Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (1989 : 31-32) masyarakat sebagai bentuk pergaulan hidup memiliki keanekaragaman diantaranya adalah : a. Berdasarkan hubungan yang diciptakan para anggotanya Masyarakat jika dilihat dari hubungan yang diciptakan oleh para anggotanya terdiri atas 2 yakni : 1). Masyarakat paguyuban (gemeinschaft), apabila hubungan itu bersifat kepribadian dan menimbulkan ikatan batin; 2). Masyarakat patembayan (gesellschaft), apabila hubungan itu bersifat tidak kepribadian dan bertujuan untuk mencapai keuntungan atau kebendaan. b. Berdasarkan sifat pembentukannya Menurut sifat pembentukannya, masyarakat terdiri dari : masyarakat yang teratur oleh karena sengaja diatur untuk tujuan tertentu; masyarakat yang teratur tetapi terjadi dengan sendirinya, oleh karena orang-orang yang bersangkutan mempunyai kepentingan bersama; dan masyarakat yang tidak teratur. c. Berdasarkan peri-kehidupan kebudayaan Dilihat dari perikehidupan atau kebudayaannya masyarakat dibagi kedalam beberapa kelompok yaitu : masyarakat primitif dan modern, masyarakat desa dan masyarakat kota, masyarakat teritorial yang anggotanya bertempat tinggal di dalam satu daerah, masyarakat genealogis yang anggota-anggotanya mempunyai pertalian darah (keturunan), dan masyarakat teritorial genealogis yang anggota-anggotanya bertempat tinggal dalam satu daerah dan mereka adalah satu keturunan.
45
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3. Tipologi Masyarakat Masyarakat merupakan komunitas sosial yang memiliki bentuk pergaulan yang beraneka ragam. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, masyarakat memiliki bentuk dan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan bagaimana terbentuknya. Selain memiliki bentuk yang beraneka ragam, masyarakat juga dibedakan menurut tipologinya. Menurut Soekanto (2004: 153), dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dengan masyarakat perkotaan (urban community). Kedua tipe masyarakat tersebut selalu mempunyai hubungan, karena betapa pun kecilnya desa pasti ada pengeruh-pengaruh dari kota. Supaya lebih jelas, di bawah ini dipaparkan karakteristik dari kedua tipe masyarakat tersebut. a. Masyarakat Pedesaan (Rural Community) Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan dan dikategorikan sebagai masyarakat yang hidup di dalam suasana, cara dan pemikiran pedesaan. Masyarakat pedesaan mempunyai ciri dan kepribadian sendiri. Mereka hidup secara berdampingan dengan penuh kebahagiaan, tolong menolong dan gotong royong yang disertai dengan suasana alam yang masih sederhana. Pekerjaan mereka masih tergantung dari pertanian yang digarap secara tradisional. Warga masyarakat desa mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam dibandingkan dengan warga masyarakat desa lainnya di luar batas wilayahnya. Sistem kehidupan masyarakat desa adalah berkelompok atas dasar 46
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu sistem kekeluargaan. Siswopangritno dan Suprihadi (1987: 37) memberikan batasan tentang masyarakat desa sebagai berikut : Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan dan dikategorikan sebagai masyarakat yang masih hidup melalui dan dalam suasana dari pemikiran alam pedesaan. Biasanya mereka bekerja, berbicara, berfikir dan melakukan kegiatan apapun selalu mendasarkan diri kepada apa-apa yang biasa berlaku di daerah pedesaan.
Karakteristik masyarakat pedesaan dikemukakan oleh Soekanto (2004: 153-155) sebagai berikut : 1) Mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam dibandingkan dengan warga masyarakat lainnya. 2) Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. 3) Pada umumnya hidup dari pertanian. 4) Cara bertani sangat tradisional dan dilakukan semata-mata untuk memenuhi kehidupannya sendiri serta tidak dijual (subsistence farming). 5) Golongan orang tua pada umumnya memegang peranan penting. 6) Hubungan antara penguasa dengan rakyat berlangsung secara tidak resmi. 7) Segala sesuatu dijalankan atas dasar musyawarah. 8) Tidak adanya mekanisme pembagian kerja yang tegas.
Sedangkan menurut Siagian (1983: 2), pada umumnya masyarakat pedesaan mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) Kehidupan di pedesaan erat hubungannya dengan alam, mata pencaharian tergantung kepada alam serta terikat pada alam. 2) Pada umumnya semua anggota keluarga mengambil bagian dalam kegiatan bertani walaupun kekerabatannya berbeda. 3) Orang desa sangat terikat pada desa dan lingkungannya, apapun yang ada di desa sukar dilupakan sehingga perasaan akan desanya merupakan sebuah ciri yang nampak. 4) Di pedasaan segala sesuatu seolah-olah membawa kehidupan yang rukun, perasaan sepenanggungan, jiwa tolong menolong sangat kuat dihayati. 5) Corak feodalisme masih nampak walaupun sudah mulai pudar. 6) Hidup dipedesaan banyak berkaitan dengan adat istiadat dan kaidah- kaidah yang diwarnai dari suatu generasi ke generasi berikutnya sehingga masyarakat pedesaan dicap statis. 47
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat pedesaan pada umumnya memiliki ciri kehidupan yang bersifat paguyuban. Dengan segala homogenitasnya, nilai perasaan selalu mendominasi cara berpikir mereka, akibatnya mereka kurang berani mengungkapkan hal-hal yang dianggap tabu dan tidak sopan menurut ukuran mereka. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya warga masyarakat desa untuk berpikir terbuka dan menerima modernisasi. Oleh karena itu bimbingan dan penerapan tentang modernisasi perlu digalakkan di pedesaan agar masyarakat desa mampu berpikir kritis, dinamis masyarakat kota. b. Masyarakat Perkotaan (Urban Community) Dilihat dari segi fisik, kota merupakan suatu pemukiman yang mempunyai bangunan-bangunan perumahan yang jaraknya relatif rapat dan yang mempunyai sarana dan prasarana serta fasilitas-fasilitas yang memadai guna memenuhi kehidupannya. Grunfeld (Menno dan Alwi, 1992: 24) merumuskan pengertian kota sebagai berikut : Suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar dari pada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non-agraris dan tataguna tanah yang beraneka ragam serta dengan gedung-gedung yang berdiri berdekatan.
Soekanto (2004: 156-157) yang merumuskan masyarakat kota dengan karakteristik-karakteristik sebagai berikut : 1) Kehidupan keagamaan yang kurang bila dibandingkan dengan kehidupan beragama di desa. 2) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. 3) Pembagian kerja diantara warga kota jauh lebih tegas dan punya batas kota. 48
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 4) Peluang untuk mendapatkan pekerjaan lebih luas. 5) Jalan pikiran rasional pada umumnya dianut oleh masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi. 6) Efisiensi dan efektivitas waktu sangat diperhatikan. 7) Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata.
Sistem kehidupan masyarakat kota mempunyai corak-corak kehidupan tertentu yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan masyarakat di desa. Sifat-sifat yang tampak menonjol pada masyarakat kota adalah : 1) Sikap hidupnya cenderung pada individualisme/egoisme. 2) Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. 3) Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. 4) Pandangan hidupnya menjurus pada materialistis. Masyarakat kota cenderung mementingkan diri pribadi, memungkinkan mereka mengabaikan faktor-faktor sosial dalam lingkungan masyarakatnya. 5) Nilai-nilai religi cenderung berkurang karena aktivitas dan pikiran terlalu disibukkan oleh hal-hal yang menjurus kepada usaha keduniawian.
F. Tinjauan Tentang Otonomi Daerah 1. Pengertian Otonomi Daerah Menurut asal katanya dalam Widjaja (2002: 76) menyatakan bahwa : Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu auto dan nomous yang berarti hak untuk mengatur kepentingan sendiri dan urusan intern daerah atau organisasinya menurut hukum sendiri dalam negeri, yaitu dalam hukum tata negara, otonomi dalam batas tertentu dapat dimiliki wilayah-wilayah dari suatu negara.
Pengertian otonomi tersebut sangat mudah untuk dipahami, yaitu bahwa otonomi menurut asal katanya mengandung makna hak untuk mengatur pemerintahan sendiri. Pengertian sederhana tentang otonomi daerah ini dijabarkan secara lebih jelas dalam paparan Widjaja (2002: 76) selanjutnya yaitu : 49
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Dalam bahasa Inggris, otonomi atau autonomy berasal dari dua kata yaitu auto yang berarti sendiri dan nomoi adalah undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi berarti mengatur sendiri, sedangkan dalam bidang pemerintahan, otonomi diartikan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Berdasarkan dua pengertian tentang otonomi daerah tersebut semakin memperjelas pemahaman terhadap makna otonomi daerah. Penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah yaitu hak untuk mengatur dan mengurus sendiri, dan jika diterapkan dalam pemerintahan makna ini ditandai dengan hak untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Pengertian tentang otonomi daerah ini dijelaskan pula dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004, sebagai berikut : Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut, maka makna otonomi itu sendiri lebih menekankan pada pemberian kewenangan yang sangat besar kepada daerah otonom dari pemerintah pusat kepada pemerintah di bawahnya (pemerintahan daerah), dalam hal pengembalian keputusan, pembagian kekuasaan secara horizontal antara eksekutif dan legislatif dalam format pemerintahan daerah. Namun meskipun demikian ada bidang-bidang tertentu yang masih menjadi kewenangan pusat yang tidak bisa diserahkan kepada daerah. Di sisi lain, melalui otonomi daerah, organisasi daerah diharapkan menjadi organisasi yang solid dan mampu berperan sebagai wadah bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah, serta dengan masyarakat secara optimal. Jadi, 50
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu organisasi pemerintahan daerah memerlukan terwujudnya organisasi yang proporsional, efektif, dan efisien yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip organisasi. 2. Tujuan Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah atau desentralisasi adalah : a. Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong pemerataan hasil- hasil pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. b. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambil keputusan publik ke tingkat pemerintah yang lebih rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap.
3. Prinsip Otonomi Daerah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Prinsip otonomi daerah yang dikemukakan oleh Widjaja (2002: 8) adalah sebagai berikut : Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proposional dan berkeadilan, jauh dari praktek-praktek korupsi, kolusi. Dan nepotisme serta adanya perimbangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pandangan Widjaja terhadap prinsip otonomi daerah itupun sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 51
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa prinsip otonomi daerah itu adalah prinsip otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonom yang luas dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang itu. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar- benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip tersebut, penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain 52
Denis Suryaningsih, 2012 Kinerja Kepala Desa Dalam Persepsi Masyarakat Di Era Otonomi Daerah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerja sama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Dengan prinsip-prinsip otonomi daerah itu diharapkan pemerintah daerah kabupaten/kota termasuk desa-desa dapat menjalankan pemerintahannya dengan sebaik mungkin, sebab asas penyerahan wewenang (desentralisasi) yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah itu merupakan suatu inovasi dalam pemerintahan yang memberikan peluang yang sangat besar bagi pemerintah daerah untuk mampu mengembangkan daaerahnya, sehingga diharapkan dengan adanya otonomi daerah ini tidak menjadikan daerah semakin terbelakang melainkan akan memberikan akan memberikan suatu kemajuan bagi daerah untuk menggali potensi yang dimiliki oleh daerah yang berupa potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusi yang memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan di daerah otonomnya.