Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan Pneumothoraks Oleh Najat, 0906493376 I. KONSEP DASAR A.

Pengertian Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru -paru dapat terjadi kolaps. Klasifikasi berdasarkan penyebab Pneumothoraks Spontan Primer (tidak diketahui dengan pasti penyebabnya) Pneumothoraks spontan primer diperkirakan terjadi karena rupture dari bleb emfisematous di subpleura, yang biasanya terletak pada apeks paru-paru. Bleb dapat ditemukan pada lebih dari 75% pasien yang menjalani thorakoskopi sebagai terapi dari pneumothoraks spontan primer. Patogenensis terjadinya bleb subpelural ini masih belum jelas. Bleb-bleb seperti ini dihubungkan dengan abnormalitas congenital, inflamasi dari bronkiolus, dan gangguan pada ventilasi kolateral. Angka kejadian pneumothoraks spontan berhubungan dengan tingkat merokok seseorang. Sangat mungkin bahwa penyakit yang diinduksi oleh merokok pada saluran napas kecil berkontribusi terhadap terbentuknya bleb subpleural. Pasien dengan pneumothoraks primer spontan biasanya lebih tinggi dan lebih kurus daripadi orang control. Selain itu, terdapat suatu kecenderungan berkembangnya pneumotoraks primer spontan karena diwariskan. Sekunder (latar belakang penyakit paru)

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyebab tersering pada pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder, walau sebenernya hampir semua penyakit paru-paru telah diasosiasikan dengan pneumotoraks spontan sekunder. Pada suatu penelitian denfan 505 pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder, 348 pasien memiliki PPOK, 93 memilki tumor, 25 sakkoidosis, 9 tuerkulosis, 16 memiliki infeksi pulmo lainnya, dan 13 memiliki penyakit lain. Pada pasien dengan PPOK, insidensi terjadinya pneumothoraks spontan sekunder meningkat dengan progresifitas keparahan PPOK. Salah satu penyebab tersering dari pneumothoraks spontan sekunder adalah infeksi Pneumocystis jirovecii (dulu disebut carinii) pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Selain itu, terda[at insidensi tinggi penumothoraks spontan pada pasien dengan sistik fibrosis. Pneumothoraks Traumatik Penumothoraks traumatic adalah pneumothoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Iatrogenik ( akibat tindakan medis) Aksidental (terjadi karena kesalahan/komplikasi tindakan)

Terjadi pada misalnya tindakan parasentesis dada, biopsy pleura, biopsy transbronkial, biopsy/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentralis, barotraumas (ventilasi mekanik) Artifisial (sengaja dilakukan ) Bukan iatrogenik (akibat jejas kecelakaan) Insidensi terjadinya pneumothoraks setelah adanya jejas tumpul tergantung dari derajat keparahan trauma. Pneumothoraks traumatic dapat terjadi karena trauma dada yang penetrasi maupun tidak penetrasi. Pada trauma dada penetrasi, mekanisme pneumothoraks dapat dengan mudah dimengerti karena luka memperbolehkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura melalui rongga dada atau melalui pleura viseralis dari pohon trakeobronkial. Pada trauma dada yang tidak penetrasi, suatu pneumothoraks dapat terjadi apabila pleura viseralis terlaserasi secara sekunder karena adanya fraktur atau dislokasi iga. Walaupun demikian, pada mayoritas pasien dengan pneumotoraks sekunder terhadap trauma tidak penetrasi tidak terdapat assosiasi dengat fraktur iga. Pada kasus seperti itu, dipikirkan bahwa kompresi dada tiba-tiba, secara mendadak meningkatkan tekanan alveolar, yang dapat menyebabkan rupture alveolar. Apabila sudah terjadi rupture alveolar, udara dapat memasuki ruang interstitial dan berjalan ke pleura viseralis atau mediastinum. Suatu pneumothoraks terjadi baik saat ruptu pleura viseralis maupun mediastinalis yang memperbolehkan udara untuk memasuki rongga pleura. Klasifikasi berdasar jenis fistula: Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax) Suatu pneumotoraks dimana tidak ada defek/ luka terbuka dari dinding dada.

Pneumotoraks terbuka Suatu pneumotoraks dimana terdapat luka terbuka pada dinding dada sehingga saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).

Tension pneumotoraks Suatu tension pneumotoraks dikatakan dapat ditemukan saat tekanan intrapleural melebihi tekanan atmosfer selama ekspirasi dan terkadang saat inspirasi juga. Pada kebanyakan pasien, tension pneumothoraks didapatkan dari penerimaan tekanan positif ke dalam saluran nafasnya, baik dari ventilasi mekanik atau saat resusitasi. Untuk sebuah tension pneumothoraks untuk berkembang pada seseorang yang secara spontan bernapas, suatu mekanisme katup satu aliran harus ada supaya lebih banyak udara dapat memasuki rongga pleura saat inspirasi saripada saat ekspirasi, sehingga udara berakumulasi di rongga pleura pada tekanan yang positif.

B. Anatomi Anatomi Rongga Thoraks. Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh : Depan : Sternum dan tulang iga. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis). Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal. Bawah : Diafragma Atas : Dasar leher. Isi : - Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya. - Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995). C. Patofisiologi Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu akan pecah dan robek. Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat dari ekspirasi biasa. Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut: 1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat. 2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan 3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks. D. Pemeriksaan Penunjang : - Photo toraks (pengembangan paru-paru). - Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).

E. Penatalaksanaan 1. Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : - Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks. - Terapi : - Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya. - Preventive : - Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik. 2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. - Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. Dalam perawatan yang harus diperhatikan : - Penetapan slang. - Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. - Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera. Mendorong berkembangnya paru-paru. - Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. - Latihan napas dalam. - Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. - Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan. Suction harus berjalan efektif : - Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 -

jam selama 24 jam setelah operasi. Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher. Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll. Dinyatakan berhasil, bila : o Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi. o Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. o Tidak ada pus dari selang WSD.

F. Pemeriksaan penunjang X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) Diagnosis fisik : - Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi. - Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. - Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi - Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi. G. Terapi : Antibiotika. Analgetika. Expectorant. H. Komplikasi Tension Penumototrax Penumotoraks Bilateral

Emfiema

II. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian : Point yang penting dalam riwayat keperawatan : 1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun. 2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu. 3. Pengobatan terakhir. 4. Pengalaman pembedahan. 5. Riwayat penyakit dahulu. 6. Riwayat penyakit sekarang. 7. Dan Keluhan. B. Pemeriksaan Fisik : 1. Sistem Pernapasan : Sesak napas Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi klavikula/dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. 2. Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia, lemah Pucat, Hb turun /normal. Hipotensi. 3. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan. 4. Sistem Perkemihan. Tidak ada kelainan. 5. Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan. 6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen. Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam. Terdapat kelemahan. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan. 7. Sistem Endokrine : Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan. 9. Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan. C. Pemeriksaan Diagnostik : Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa Co2 kadang-kadang menurun. Pa O2 normal / menurun. Saturasi O2 menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah). Toraksentesis : menyatakan darah/cairan, D. Diagnosa Keperawatan : 1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. 3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum. 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. E. Intevensi Keperawatan : 1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma. Tujuan : Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. INTERVENSI RASIONAL a. Berikan posisi yang nyaman, a. Meningkatkan inspirasi maksimal, biasanya dnegan peninggian kepala meningkatkan ekpsnsi paru dan tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. ventilasi pada sisi yang tidak sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat b. Distress `ernapasan dan perubahan frekuensi pernapasan, dispnea atau pada tanda vital dapat terjadi sebgai perubahan tanda-tanda vital. akibat stress fifiologi dan nyeri atau

c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam : 1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar. 2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. 3) Observasi gelembung udara botol penempung.

4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu. 5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.

dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. c. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. e. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. f. . 1) Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan. 2) Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural. 3) gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu. 4) Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.

5) Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. g. Kolaborasi dengan tim kesehatan g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain lain : unutk engevaluasi perbaikan kondisi Dengan dokter, radiologi dan klien atas pengembangan parunya. fisioterapi. Pemberian antibiotika. Pemberian analgetika. Fisioterapi dada.

Konsul photo toraks.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. Tujuan : Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil : Menunjukkan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan. Klien nyaman. INTERVENSI RASIONAL a. Jelaskan klien tentang kegunaan a. Pengetahuan yang diharapkan akan batuk yang efektif dan mengapa membantu mengembangkan terdapat penumpukan sekret di sal. kepatuhan klien terhadap rencana pernapasan. teraupetik. b. Ajarkan klien tentang metode yang b. Batuk yang tidak terkontrol adalah tepat pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. c. Napas dalam dan perlahan saat duduk c. Memungkinkan ekspansi paru lebih setegak mungkin. luas. d. Lakukan pernapasan diafragma. d. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. e. Tahan napas selama 3 - 5 detik e. Meningkatkan volume udara dalam kemudian secara perlahan-lahan, paru mempermudah pengeluaran keluarkan sebanyak mungkin melalui sekresi sekret. mulut. f. Lakukan napas ke dua, tahan dan f. Pengkajian ini membantu batukkan dari dada dengan mengevaluasi keefektifan upaya melakukan 2 batuk pendek dan kuat. batuk klien. g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan klien batuk. dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. h. Ajarkan klien tindakan untuk h. Untuk menghindari pengentalan dari menurunkan viskositas sekresi : sekret atau mosa pada saluran nafas mempertahankan hidrasi yang bagian atas. adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. i. Dorong atau berikan perawatan mulut i. Hiegene mulut yang baik yang baik setelah batuk. meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut j. Kolaborasi dengan tim kesehatan j. Expextorant untuk memudahkan lain : mengeluarkan lendir dan menevaluasi

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks.

perbaikan kondisi klien pengembangan parunya.

atas

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan : Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil : Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah. INTERVENSI RASIONAL a. Jelaskan dan bantu klien dengan a. Pendekatan dengan menggunakan tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi nonfarmakologi dan non invasif. lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. b. Akan melancarkan peredaran darah, b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan untuk menurunkan ketegangan otot akan terpenuhi, sehingga akan rangka, yang dapat menurunkan mengurangi nyerinya. intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. c. Mengalihkan perhatian nyerinya ke c. Ajarkan metode distraksi selama hal-hal yang menyenangkan. nyeri akut. d. Istirahat akan merelaksasi semua d. Berikan kesempatan waktu istirahat jaringan sehingga akan bila terasa nyeri dan berikan posisi meningkatkan kenyamanan. yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. e. Tingkatkan pengetahuan tentang: e. Pengetahuan yang akan dirasakan sebab-sebab nyeri, dan membantu mengurangi nyerinya. menghubungkan berapa lama nyeri Dan dapat membantu akan berlangsung. mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. f. Analgetik memblok lintasan nyeri, f. Kolaborasi denmgan dokter, sehingga nyeri akan berkurang. pemberian analgetik. g. Pengkajian yang optimal akan g. Observasi tingkat nyeri, dan respon memberikan perawat data yang motorik klien, 30 menit setelah obyektif untuk mencegah pemberian obat analgetik untuk kemungkinan komplikasi dan mengkaji efektivitasnya. Serta setiap melakukan intervensi yang tepat. 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J. (2003). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes. Doegoes, L.M. (2007). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC. Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mason: Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed., Copyright 2005 Saunders, An Imprint of Elsevier

Anda mungkin juga menyukai