Anda di halaman 1dari 3

Global Initiative on Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) menyebutkan PPOK sebagai penyakit paru yang mempunyai karakteristik

keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. American Thoracic Society (ATS) menyebutkan bahwa PPOK merupakan penyakit ditandai dengan obstruksi saluran napas progresif pada bronkitis kronik atau emfisema dapat disertai hiperreaktivitas saluran napas (Wisnuwardhani, 2013). Penyakit Paru Obstruktif Kronik ditandai dengan penurunan nilai Volume Ekspirasi Paksa pada detik pertama (VEP1) yang ireversibel, peningkatan sesak napas atau tanda respirasi lain, penurunan status kesehatan yang progresif dan dihubungkan dengan respons inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel gas yang merusak terutama asap rokok (Wisnuwardhani, 2013). Faktor risiko PPOK dibedakan menjadi endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah genetic (defisiensi 1 antitripsin) dan hiperaktivitas bronkhus. Faktor eksogen berupa merokok, polusi (debu, bahan kimia, infeksi), dan status ekonomi sosial. PPOK ditandai inflamasi kronik saluran napas, baik parenkim maupun vaskularisasi, selain ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase di paru serta adanya stres oksidatif. Kerusakan jaringan akibat inflamasi pada PPOK bisa terjadi di dua tempat, yaitu saluran pernapasan dan perenkim paru. Di saluran pernapasan terjadi inflamasi dan remodeling, mengakibatkan hambatan pada saluran pernapasan yang disebut sebagai bronkhitis kronis; sedangkan pada parenkim mengakibatkan destruksi (Putri PS, et.al, 2010). Patofisiologi PPOK melibatkan beberapa sel inflamasi, mediator inflamasi dan stress oksidatif seperti halnya perubahan pada sistem kardiovaskular sebagai hasil pajanan asap rokok dan berkembang menjadi keterbatasan aliran udara yang progresif. Sel inflamasi dan mediator menginduksi metaplasia sel goblet, hipersekresi mukus, hipertrofi otot polos jalan napas dan hilangnya fungsi mukosiliar. Hipersekresi mukus dan kehilangan fungsi siliar adalah keadaan yang mempermudah

terjadinya infeksi oleh virus maupun bakteri yang dapat mengubah kondisi jalan napas. Infiltrasi sel yang melepaskan enzim proteolitik dan mengakibatkan kerusakan menetap. Pada saat yang sama, reactive oxygen species (ROS) dihasilkan dalam kompartemen paru sebagai hasil dari inhalasi asap rokok atau peningkatan produksi oleh aktivasi sel inflamasi dan aktivasi siklus xantin oksidase. Oksidan-oksidan ini akan menghambat 1-antitripsin yang merupakan salah satu penghambat enzim elastase yang berperan dalam kerusakan parenkim dan kehilangan elastisitas rekoil. Penelitian terbaru pada hewan yang mengalami emfi sema adalah bahwa kerusakan parenkim juga disebabkan oleh proses apoptosis endotel vaskular dan sel alveoli yang mendukung bahwa kejadian emfi sema disebabkan oleh gangguan vaskular. Inflamasi dan stres oksidatif merupakan peran utama pada patofi siologi perubahan kompartemen paru pada pasien PPOK. Patofi siologi serta tampilan klinis PPOK rumit dan belum semuanya dapat dipahami. Fenotip PPOK sangat sulit diidentifikasi dan penelitian genetik telah dilakukan pada pasien menurut fenotip klinis yang berbeda-beda (Supriyadi, 2013). Gejala klinis PPOK adalah sesak napas selama aktivitas dan hilang selama istirahat yang menunjukkan perburukan penyakit. Pada autopsi saluran napas penderita PPOK menunjukkan gambaran inflamasi kronik disertai pelebaran alveolus dan destruksi dinding alveolus. Pemeriksaan faal paru berguna untuk membantu diagnosis, melihat perkembangan dan perjalanan penyakit serta menentukan prognosis penyakit. Pada dewasa normal usia 20-60 tahun, VEP1 akan menurun sekitar 28 ml setiap tahun dan pada penderita PPOK terjadi penurunan VEP1 sekitar 80 mL setiap tahun. Setiap terjadi eksaserbasi akut maka akan terjadi perburukan penurunan nilai faal paru, setelah fase ini membaik, nilai faal paru tidak pernah kembali ke nilai awal karena itu perlu penatalaksanaan yang tepat dan adekuat agar eksaserbasi akut dapat dicegah dan harus diatasi segera supaya fase ini berlangsung sesingkat mungkin mengingat semakin lama fase ini berlangsung semakin buruk faal paru penderita (Wisnuwardhani, 2013).

Supriyadi M (2013). Faktor Genetik Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Cermin Dunia Kedokteran. Edisi ke 270. 40:8.

Wisnuwardhani D (2013). Hiperreaktivitas Bronkus pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Cermin Dunia Kedokteran. Edisi ke 270. 40:8.

Putri PSS, Prasodjo JB, Murti B, Suyono, Haryati S (2010). PPOK : Spirometri vs. Foto Thorax PA. Cermin Dunia Kedokteran. Edisi ke 180.

Anda mungkin juga menyukai