Anda di halaman 1dari 12

HERNIA INGUINALIS

Merupakan herniasi organ abdomen yang tejadi di lipat paha (Inguinal) yang
melewati canalis inguinalis.
Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada perempuan.

Gambar Kanalis Inguinalis


Lipat paha adalah daerah pada dinding abdomen yang lemah secara alami dan merupakan
tempat yang paling sering untuk herniasi. Pria 25 kali lebih sering terkena hernia inguinalis.

Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu :
1. kanalis inguinalis yang berjalan miring
2. adanya struktur m.oblicuus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi.
3. Adanya fascia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang
umumnya hampir tidak berotot.

Gangguan pada mekanisme di atas dapat menyebabkan hernia.


Faktor yang dipandang berperan kausal adalah :
1. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
2. Peninggian tekanan di dalam rongga perut
3. Kelemahan otot dinding perut karena usia.

1. Adanya prosesus vaginalis yang tetap terbuka


Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90%
prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30% prosesus
vaginalis belum tertutup Akan tetapi, kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen.
Tidak sampai 10 % dengan anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada
lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi
insidens hernia tidak melebih 20 %. Umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang
paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain,
seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Anak yang pernah menjalani operasi hernia pada waktu bayi, mempunyai
kemungkinan 16% mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa. Insidens hernia
inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2 %. Kemungkinan terjadi hernia bilateral dari
insidens tersebut mendekati 10 %.

2. Peninggian tekanan intraabdomen


Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertropi
prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai hernia inguinalis.
Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan
penunjang. Hernia dapat terjadi setelah peningkatan tekanan intra-abdominal yang tiba-tiba
dan kuat seperti waktu mengangkat barang yang sangat berat, mendorong, batuk, atau
mengejan dengan kuat pada waktu miksi atau defekasi1.

3. Kelemahan otot dinding perut karena usia.


Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya
usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat
kerusakan n. ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendektomi.

Diagnosis Hernia Inguinalis


a. Anamnesa
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
bediri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di darah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi
karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio
inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong
kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar
ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin
teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking,
pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal
hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau
bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi
perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat biasanya terdiri atas ovarium2.

Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atas dasar tidak
adanya pembatasan jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus
eksternus.
Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel, pembesaran limfonodi inguinal atau
elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membedakannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Widjaja, H, Anatomi abdomen, Jakarta, EGC, 2007, Hal : 21-25.


2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC,
Hal: 523-537

Ca Rectum
A. Etiologi dan Faktor Resiko
Banyak faktor dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker rektal, diantaranya adalah :

Diet tinggi lemak, rendah serat

Usia lebih dari 50 tahun

Riwayat pribadi mengidap adenoma atau adenokarsinoma kolorektal mempunyai


resiko lebih besar 3 kali lipat.

Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal


mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.

Terjadi pada 50 % pasien Kanker kolorektal Herediter nonpolyposis

Inflammatory Bowel Disease

Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun)

Crohn Disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat

B. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar maupun
yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau
nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah,
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus.
C. Diagnosis dan Staging
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal, diantaranya
ialah :
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionic Antigen) dan
Uji faecal occult bloodtest (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal.
Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal pemeriksaan
digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba
keras dan menggaung.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan
melalui rektumkemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal bawah.

4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui
rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan melalui
rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan.
Secara patologi anatomi,adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90
sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid
tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.

Ketika diagnosis rectal cancer sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur untuk menetukan
stadium tumor. Hal ini termasuk CT scan dada, abdomen, dan pelvis, complete blood count
(CBC), tes fungsi hepar dan ginjal, urinanalysis, dan pengukuran tumor marker CEA
(carcinoembryonic antigen).
Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini ialah untuk mengetahui perluasan dan lokasi
tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan prognosis. Stadium penyakit pada
kanker rektal hampir mirip dengan stadium pada kanker kolon. Awalnya, terdapat Duke's
classification system, yang menempatkan klanker dalam 3 kategori stadium A, B dan C.
sistem ini kemudian dimodofikasi oleh Astler-Coller menjadi 4 stadium (Stadium D), lalu
dimodifikasi lagi tahun 1978 oleh Gunderson & Sosin. 1,2
Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer
(AJCC) memperkenalkan TNM system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4
stadium (Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding
rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tedak menyebar kebagian
tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau ovarium.
Disebut jugaDukes D rectal cancer

Gambar Stadium Ca Recti I-IV


Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*

Stadium

Deskripsi

T1

Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall

T2

Thickened rectal wall >6 mm; no perirectal extension

T3a

Thickened rectal wall plus invasion of adjacent muscle or organs

T3b

T4

Thickened rectal wall plus invasion of pelvic side wall or abdominal


wall
Distant metastases, usually liver or adrenal

*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)


Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM

Modified

Deskripsi

Stadium

Dukes
Stadium

T1 N0 M0

Limited to submucosa

T2 N0 M0

B1

Limited to muscularis propria

T3 N0 M0

B2

Transmural extension

T2 N1 M0

C1

T2, enlarged mesenteric nodes

T3 N1 M0

C2

T3, enlarged mesenteric nodes

T4

C2

Invasion of adjacent organs

Any T, M1

Distant metastases present

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)


D. Pentatalaksanaan
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi standar dan
beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk kanker rektal
yang digunakan antara lain ialah :
1. PEMBEDAHAN
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I dan II
kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan.
Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak
pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi.
Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagaineoadjuvant chemotherapy,
dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan
III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. 2,7

Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 1,2,9

Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan
tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk
polip, operasinya dinamakan polypectomy.

Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis.
Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah

limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.


Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis

Reseksi dan kolostomi :


Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi
2. RADIASI
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat
menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah
sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah
diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan
setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis

sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor
lokal yang unresectable. 1,2,9
3. KEMOTERAPI
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit residual
tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya
menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium
III). terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin
dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan
leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,
dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira
kira 15% dan menurunkan angka kematian kira kira sebesar 10%. 1,2,9
E. Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :

Stadium I - 72%

Stadium II - 54%

Stadium III - 39%

Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal, jauh
maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 530% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan , Isaac 2006, Rectal carcinoma, www.emedicine.com

2. Cirincione, Elizabeth 2005, Rectal Cancer,www.emedicine.com


3. . Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media
Aesculapius. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai