Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik1. Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi2,3,4. Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.3,4 Namun angka kejadian abortus sangat tergantung pada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran hidup.4 Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita berusia 20 tahun sebesar 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun sebesar 50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama
1

kehamilan.3 Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam

keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak. Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit, menjadi penting bagi para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah terjadinya komplikasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.1 Menurut World Health Organization (WHO), abortus didefinisikan sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis1.

2.2

Epidemiologi Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.3,4 Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai
3

abortus spontan5. Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga5. Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan4,5,6. 2.3 Etiologi Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari ayahnya5. 2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21%) dan monosomi X (13%)7'8 .

Gambar 1. Kromosom trisomi2 2.3.2 Faktor Maternal Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5. a. Infeksi Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek, cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticun dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama5. b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu misalnya penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus5'9.
5

Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur5'9. Diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya5. c. Pengaruh Endokrin Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabtetes mellitus, dan defesiensi progesteron5'9. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya5. d. Nutrisi Pada saat ini, malnutrisi umum yang sangat berat paling besar kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrien yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi abortus spontan. e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan. f. Faktor-faktor Imunologis Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: lupus anticoagulant (LAC) dan antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta destruksi plasenta.

g. Gamet yang Menua Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut5,7. h. Laparotomi Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus. i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas5,7,9. j. Kelainan Uterus Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES)5,7. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
7

Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar kemungkinannya imtuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya temyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan. k. Inkompetensi serviks Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.
2.3.3 Faktor Paternal

Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dalam menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak dapat menyebabkan abortus5,7. 2.4 Patogenesis Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya dari tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari
8

perlekatannya merupakan benda asing di dalam uterus dan merangsang rahum untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar. Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah abortus inkomplit. yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Sisa abortus yang tertahan didalam mengganggu kontraksi rahim yang menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap1,5,9. 2.5 Gambaran klinis Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta, seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus. Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi hipovolemik berat5'7.

2.6

Diagnosis Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Anamnesa akan menunjukkan pasien mengeluarkan flek-flek atau mengalami perdarahan pervaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah yang hebat. Pasien juga dapat mengeluh mengeluarkan darah yang bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen, inspikulo dan vaginal toucher (VT). 1. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus uteri yang sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak. Tidak ada nyeri tekan maupun tanda-tanda cairan bebas. 2. Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Pemeriksa juga mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal dalam vagina. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4. 3. Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan teraba jaringan di dalamnya. Pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi (USG) akan menunjukkan adanya sisa jaringan dalam uterus berupa gambaran ekogenik.

2.7

Diagnosis banding Diagnosis banding dari abortus inkomplit adalah: a. Kehamilan ektopik terganggu Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal dan kehamilan kornual.
10

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu : o Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang o Serviks tertutup o Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal o Gejala/tanda: limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri goyang porsio, massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen. b. Mola hidatidosa Mola hidatidosa adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20 minggu kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola.14 Dan pada pemeriksaan fisik dan USG tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin. Diagnosis mola hidatidosa: Perdarahan sedang hingga masif (banyak) Serviks terbuka Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan Gejala/tanda: mual/muntah, kram perut bawah, sindrom mirip pre eklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur. 2.8 Penatalaksanaan Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang dapat dilakukan dengan histerotomi maupun histerektomi. Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa
11

injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas. Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut. Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara13: 1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral. 2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan: Aspirasi vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu). 3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu: Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg). Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
12

Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara 95-100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus inkomplit. Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10 menit3,5. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema, vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disoride dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4 mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahanlahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360. Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1-2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian13.

13

Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekeria dengan cara mengikat reseptor progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36-48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi. Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3. 2.9 Prognosis Abortus inkomplit yang dievakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu. Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan 5,9. 2.10 Komplikasi Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga merupakan komplikasi dari abortus. Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase adalah: 1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi dan cardiac arrest.
14

2.

Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.

3.

Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.

4. Pendarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi. Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi. 5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.

15

BAB III LAPORAN KASUS

3.1

Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Pendidikan Pekerjaan Status Perkawinan Tanggal MRS : KA : 17 tahun : Perempuan : Hindu : Banjar dinas Sumber Bunga, Desa Sumber Kima : SMP : Ibu rumah tangga : Menikah : 5 September 2013 ( 19.00 wita)

3.2

Anamnesis Keluhan Utama: Perdarahan pervaginam Perjalanan Penyakit: Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit (04/09/13) dan dikatakan bahwa perdarahan awalnya berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan, kemudian bertambah berat sejak tadi sore (05/09/2013) ( pk 16.00) sebelum masuk rumah sakit dan keluar darah berupa gumpalan. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Tes kehamilan pada urin positif sebulan yang lalu dilakukan di bidan. Riwayat trauma dan panas badan disangkal. Riwayat menstruasi: Menarche umur 15 tahun, dengan siklus teratur setiap 30 hari, lamanya 3-4 hari tiap kali menstruasi. Hari pertama haid terakhir 15/07/2013.

16

Riwayat perkawinan: Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 2 minggu. Riwayat kehamilan: 1. Hamil ini Riwayat KB: Penderita tidak pernah memakai KB . Riwayat penyakit dahulu: Riwayat asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus disangkal. Riwayat penyakit dalam keluarga: Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal. Pasien menyangkal dalam keluarganya terdapat penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kehamilannya, seperti asma, hipertensi, penyakit jantung, maupun diabetes mellitus Riwayat Sosial: Pasien menyangkal memiliki kebiasaan meminum alkohol maupun merokok. 3.3 Pemeriksaan Fisik 1. Status Present Keadaan umum : baik Tekanan Darah : 120/80 mmHg Respirasi Tinggi badan 2. Status General Kepala Jantung Pulmo Abdomen Ekstremitas 3. Status Ginekologi Abdomen : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, ascites tidak ada, massa tidak ada.
17

Kesadaran Nadi Suhu tubuh Berat badan

: E4V5M6(CM) : 84 x/menit : 36,6 C : 52 kg

: 20 x/menit : 156 cm

: Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/: ~ status ginekologi : oedema tidak ada pada keempat ekstremitas

Inspekulo VT

: v/v fl (-), flx (+), p (+), livide (+), jaringan (+) : Flx (+), fl (-), p (+), jaringan (+), perdarahan aktif (-), corpus uteri antefleksi b/c ~ 10~12 mgg, cavum douglasi dalam batas normal.

3.4

Diagnosis Kerja - Abortus inkomplit

3.5

Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (5/9/2013) WBC : 12.0 K/Ul RBC : 4.53 M/uL HGB :13.2 g/dL HCT : 38.4 % PLT : 250 K/uL BT : 157 CT : 845

3.6

Penatalaksanaan Tx: Kuretase Cefadroxil 3x 500 mg Asam Mefenamat 3x500mg Methyl Ergometrin 3 x 0.125mg SF 2 x 200mg Mx: o Observasi 2 jam post kuretase o Keluhan o Vital Sign o Setelah observasi selama 2 jam, dan tampak keadaan pasien baik pasien boleh pulang.
18

KIE

o Pasien dan Keluarga o Kontrol ke poli kebidanan

19

BAB IV PEMBAHASAN

4.1

Diagnosis Seorang pasien wanita 17 tahun, Hindu, Bali datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit (04/09/13) dan dikatakan bahwa perdarahan awalnya berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan, kemudian bertambah berat sejak tadi sore (05/09/2013) pukul 16.00 sebelum masuk rumah sakit dan keluar darah berupa gumpalan. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Tes kehamilan pada urin positif sebulan yang lalu dilakukan di bidan. Riwayat trauma dan panas badan disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general normal, pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Dari pemeriksaan dalam didapatkan, terdapat fluxus, pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan tampak jaringan. Pada pasien tersebut, dari anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan telat haid (hari pertama haid terakhir 15/07/2013) yang mendukung bahwa pasien sedang hamil. Disamping itu telah dilakukan tes kencing di bidan dengan hasil positif hamil. Selain adanya keluhan perdarahan pervaginam yang banyak berupa gumpalan, serta keluhan nyeri perut bagian bawah dan tidak ada riwayat trauma fisik. Berdasarkan data anamnesis tersebut, maka dapat dipikirkan adanya kecurigaan terhadap gejala abortus, terlebih lagi pasien sedang dalam masa reproduksi. Pada kasus ini, setelah dilakukan pemeriksaan dalam ternyata didapatkan adanya pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan teraba massa/jaringan besar dan konsistensi uterus sesuai dengan usia kehamilam 8-9 minggu. Berdasarkan gambaran klinis yang jelas inilah kemudian dapat ditegakkan diagnosanya menjadi abortus inkomplit.

20

Walaupun demikian jika hanya dari anamnesa saja mungkin cukup sulit untuk dapat yakin bahwa itu merupakan suatu abortus inkomplit oleh karena adanya keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan muda, selain abortus inkomplit perlu juga dipikirkan kemungkinan lain seperti: kehamilan ektopik, mola hidatidosa, dan kehamilan dengan kelainan pada pelvis. Untuk abortus itu sendiri, masih harus dipikirkan berdasarkan mekanismenya apakah abortus spontan atau abortus provokatus oleh karena penatalaksanaannya yang berbeda. Kemungkinan lainnya yang harus disingkirkan adalah kehamilan ektopik, namun pada kehamilan ektopik, nyeri merupakan keluhan utamanya. Apalagi jika sudah terjadi kehamilan ektopik terganggu. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua yang dapat menandakan kematian janin, dimana perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua. Meskipun gejala klinisnya dapat bervariasi dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai gejala yang tidak jelas, ada trias klasik yang sering didapatkan yaitu, amenore, perdarahan dan nyeri abdomen. Sedangkan kemungkinan yang paling jauh yang dapat dipikirkan adalah adanya suatu mola hidatidosa. Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrotik. Pada mola perdarahan merupakan gejala utama, dimana sifat perdarahannya bisa intermitten, sedikitsedikit atau sekaligus banyak yang dapat menyebabkan syok. Pada kasus dengan perdarahan yang banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dari jaringan mola. Pada pemeriksaan fisik, besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus menunjukkan besar uterus lebih dari usia kehamilan sesungguhnya), tidak ditemukan balottement dan denyut jantung janin. Selain itu pada permulaan kehamilan biasanya pasien mengalami hiperemesis gravidarum, mual, muntah pusing dengan derajat keluhan yang lebih berat. Perkembangan kehamilan adalah lebih pesat sehingga pada umumnya didapatkan uterus lebih besar dari umur kehamilan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes kehamilan, dan
21

ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan Hb yang rendah akibat dari perdarahan yang bermakna, tapi pada kasus ini kadar Hb penderita masih berada pada batas normal. Hitung sel darah putih dan laju endap darah meningkat bahkan tanpa adanya infeksi. Menurunnya atau kadar plasma yang rendah dari -hCG adalah penanda kehamilan abnormal, baik blighted ovum, abotus spontan, ataupun kehamilan ektopik.2 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) transvaginal berguna untuk

mendokumentasikan kehamilan intrauterin. Pada abortus inkomplit, sakus gestasional biasanya terlihat gepeng dan ireguler, material ekogenik yang mewakili jaringan plasenta terlihat dalam kavum uteri.2 Akan tetapi pada kasus ini tidak dikerjakan. Berdasarkan uraian diatas maka diagnosis cenderung mengarah ke abortus inkomplit, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi jelas didapatkan gejala klinis yang sesuai dengan abortus inkomplit. Adanya diagnosis banding yaitu abortus iminens, kehamilan ektopik dan mola dapat disingkirkan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hematologi rutin yaitu untuk mencari terutama kadar hemoglobin yang bertujuan dengan mengetahui adanya kadar hemoglobin dibawah normal berarti pasien dalam keadaan anemia yang salah satunya dapat disebabkan oleh adanya perdarahan banyak. Pada kasus ini hasil dari laboratorium darah rutin didapatkan dalam batas normal, sehingga tidak perlu ditakutkan adanya keadaan anemia. Pemeriksaan penunjang lainnya, USG dapat pula menyingkirkan adanya kehamilan ektopik atau suatu mola hidatidosa. Dengan pemeriksaan USG pada trimester awal kehamilan, dapat diketahui kehamilan tersebut intra atau ekstra uteri. Sedangkan pada kasus mola, dengan pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow flake pattern). Pada kasus ini ditemukan pemeriksaan USG berupa gambaran hypo/hyperdense intrauterine. Bahwa massa intrauterine berbentuk tidak beraturan.

22

4.2

Faktor predisposisi atau etiologi Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom. Berdasarkan anamnesis kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Penyebab lain yang dapat dipertimbangkan adalah faktor nutrisi, faktor paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin lingkungan. Pada kasus abortus inkomplit ini mungkin dapat lebih diperdalam lagi sehingga dapat diketahui etiologinya (eksplorasi kausa). Disamping itu, faktorfaktor lainnya juga harus ditelusuri seperti ada tidaknya kelainan pada plasenta (end arteritis vili korealis yang dapat dipicu oleh karena hipertensi menahun) serta adanya penyakit pada ibu antara lain pneumoni, tifus abdominalis, malaria dan anemia berat, yang juga dapat menyebabkan abortus. Ini sangatlah perlu untuk memahami faktor-faktor resiko tersebut sehingga dapat membantu memberikan konseling kepada pasien. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada pasien merupakan komponen penting untuk memberikan penjelasan yang benar dan dapat dipahami oleh pasien tentang apa yang ia alami. Oleh karena itu dapat dianjurkan kepada pasien untuk dilakukannya eksplorasi kausa. Secara garis besar, terjadinya suatu abortus dapat disebabkan oleh keadaan dari hasil konsepsi itu sendiri (zygote), adanya penyakit kronis dan infeksi yang diderita oleh ibu, pengaruh lingkungan misalnya lingkungan fisik (paparan radiasi tertentu, infeksi oleh toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/CMV dan herpes simplex (TORCH) atau adanya riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang bersifat teratogenik dan adanya trauma fisik. Selain itu adanya gangguan hormonal/endokrin juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh. Disamping itu juga perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan pada uterus berupa kelainan hormonal yang mempengaruhi endometrium, kelainan oleh karena factor mekanik (adanya mioma submukus) serta kelainan anatomis (serviks inkompeten, uterus bikornu, uterus arkuatus, dan lain-lain).
23

Jika ada kecurigaan bahwa kausanya adalah kelainan pada zigot dimana defeknya bersifat genetikal maka usaha eksplorasinya bisa berupa pemeriksaan kromosom (kariotype) karena mungkin saja kelainan genetik pada zigot ternyata berasal dari gen-gen mutasi baik dari ibu ataupun ayah. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi. Selain itu pemeriksaan patologi anatomi jaringan yang diklaim akan mengetahui apakah ada tidaknya suatu keganasan. Namun pada kasus abortus inkomplit ini tidak dilakukan pemeriksaan PA. Adanya penyakit infeksi akut (pneumonia, malaria) atau penyakit kronis (diabetes mellitus, Hipertensi kronis, penyakit liver/ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik dan terperinci. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Hal ini penting sebagai data dasar untuk nantinya dapat membantu dalam

menghubungkan dengan kejadian riwayat obsetri buruk (ROB). Ketidakjelasan secara klinis adanya diabetes melitus atau gangguan kronis pada hepar atau ginjal dapat dibantu dengan pemeriksaan gula darah acak/ 2 jam pp, tes fungsi hati/ LFT (AST/ALT) maupun tes fungsi ginjal/ RFT (BUN/SC). Untuk eksplorasi kausa, pemeriksaan-pemeriksaan diatas dapat dikerjakan. Jika ingin mengetahui pengaruh faktor lingkungan, maka perlu ditanyakan tentang lingkungan tempat tinggal ibu, mungkin ada tidaknya riwayat menjalankan radioterapi, maupun lingkungan kerjanya. Ada tidaknya binatang seperti kucing yang dianggap sebagai vektor penularan TORCH, penting juga diketahui. Oleh karena itu boleh disarankan pemeriksaan serologis TORCH untuk mengetahui titer antibodi terhadap virus ini. Demikian juga penggunaan obatobatan tertentu yang dianggap

teratogenik harus dicari dari anamnesa karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu faktor yang berperan. Adanya kelainan anatomis pada uterus misalnya serviks inkompeten (mudah berdilatasi) atau kelainan bentuk uterus (bikornus) dapat diketahui dari pemeriksaan USG, HSG (histerosalfingografi), histeroskopi, dan laparoskopi
24

(prosedur diagnostik). Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan TORCH, laboratorium terhadap penyakit kelamin, USG. Pemeriksaan TORCH dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi dari virus-virus tersebut karena dapat menyebabkan terjadinya abortus maka diperlukan pengobatan terlebih dahulu. Infeksi dari kelamin juga dapat menyebabkan abortus karena kebanyakan infeksi kelamin pada wanita bersifat asimtomatik sehingga memerlukan eksplorasi yang lebih lanjut. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya riwayat obstetri buruk pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan operasi. Uraian diatas penting disampaikan kepada pasien agar ia dapat memahami apa kira-kira yang melatarbelakangi penyakitnya. Pilihan lain yang dapat disarankan adalah mengenai adopsi anak. Maka dari itu, konseling pada pasien ini perlu melibatkan pihak lain, khususnya suaminya untuk ikut memberi dukungan kepada pasien. 4.3 Penatalaksanaan Penatalaksanaan kasus tersebut berupa kuretase sebagai terapi pilihan. Mengingat komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan prosedur yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut seminimal mungkin. Adapun penanganan kasus ini adalah dengan: Kuretase Cefadroxil 3x 500 mg Asam Mefenamat 3x500mg Methyl Ergometrin 3 x 0.125mg SF 2 x 200mg KIE
25

Keadaan pasien stabil dan diberikan pengobatan cefadroxil untuk terapi karena tindakan yang invasif pada kuretase dapat menyebabkan infeksi, Asam mefenamat untuk mengurangi nyeri dan metergin untuk mempertahankan kontraksi uterus yang mana berperan dalam mengurangi perdarahan. Setelah diakukan kuretase, penderita diobservasi untuk dua jam dan jika keadaan penderita baik, maka dipulangkan. 4.4 Prognosis Prognosis pada pasien ini adalah mengarah ke baik, dubius ad bonam karena dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko perdarahan menjadi sangat minimal, setlah observasi dua jam pasca kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu, pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.

26

BAB V KESIMPULAN

Telah diuraikan kasus wanita 17 tahun, hamil muda 8-9 minggu yang mengalami perdarahan pervaginam. Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus inkomplit. Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan dipulangkan 2 jam setelah observasi post kuretase. Penderita diberikan obat oral yaitu Cefadroxil 2x500 mg, metyl ergometrin 3x0.125mg, asam mefenamat 3x500mg, SF 2x200mg. Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan penderita. Abortus inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum viable disertai dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal dalam uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit Insiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Secara garis besar penyebab terjadinya abortus dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal dan paternal. Patogenesis terjadinya abortus inkomplit, berawal terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan sekitamya. Pada umur kehamilan 8 sampai 14 minggu vili korealis telah menembus desidua terlalu dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, maka terjadilah abortus inkomplit. Sisa abortus yang tertahan di dalam rahim mengganggu kontraksinya sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apkah ada tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain yang mungkin timbul, maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.
27

DAFTAR PUSTAKA

1.

Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 - 312. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproductive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed November 17,2007. Pedoman Diagnosis Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGrawHills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 55. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 9 :// www.emedicine.com/med/topic. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family Physician. October 012005;72;1. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American Family Physician. December 1993. http://www/findarticles.com/p/ articles/mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S, Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.

2.

3.

4.

5. 6.

7.

8.

9.

10. Lindsey.J.L.Missed Abortion. Available from htpp last update : Juli 18, 2005 11. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002. 12. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000. 13. Valley.V.T. Abortion Incomplete. In: Emedicine. http://www.emedicine.com/ emerg/obs-tetrics_and_gynecology.htm : last updated: 30 Mei 2006.

28

Anda mungkin juga menyukai