Anda di halaman 1dari 36

BAB II PENDAHULUAN

Tumor hati dapat berbentuk primer atau sekunder. Tumor hati primer dapat berbentuk jinak atau ganas dan dapat timbul dari sel parenkim hati, epitel duktus biliaris atau dari jaringan penunjang mesenkim atau bisa berasal lebih dari satu sel-sel tersebut Tumor hati sekunder (metastase dihati) paling sering berasal dari metastase tumor saluran cerna, mamma atau paru Walaupun jenis tumor hati amat banyak, namun dalam kenyataannya yang terbanyak ditemukan di Indonesia hanyalah bentuk karsinoma hati primer/ karsinoma hepatoseluler /hepatoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan hepatoma; 10% kolangiosarkoma; dan 5% adalah jenis lainnya. Karsinoma hepatoselular (KH) atau Hepatoma merupakan keganasan primer pada hepar yang paling sering ditemui, 90-95% dari seluruh tumor hepar primer. Kanker ini menduduki peringkat keempat terbanyak di dunia dan menyebabkan hampir 250.000 kematian per tahun. Di Asia dan Sub-Sahara Afrika insidensi tahunan KH mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk. Sehingga pembahasan selanjutnya akan ditujukan terhadap karsinoma hati primer.

BAB III KARSINOMA HEPATOSELULER


2.1 DEFINISI Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 20 bulan.

2.2 INSIDEN DAN DISTRIBUSI GEOGRAFIK Terdapat suatu distribusi geografik insiden hepatoma didunia. Szmuness telah

menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat pada gambar peta dunia diatas, gambaran distribusi geografik hepatoma ternyata mirip dengan peta geografik prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa keduanya mungkin mempunyai hubungan kausal. Insiden hepatoma nampak meningkat dibeberapa negara dalam 3 dokade terakhir ini. Keterangan mengenai terjadinya peningkatan ini tidak jelas. Agaknya terdapat kecenderungan paparan terhadap "environmental carcinogen" bertambah, atau penderita sirosis hati lebih banyak yang hidup lebih tua. Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor mungkin dihubungkan dengan faktor hormonal, atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor risiko hepatoma seperti virus hepatitis dan alkohol

<0,5% 1-2 %

3-5% 6-10%

2.3 ETIOLOGI Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.

1. Virus hepatitis HBV Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan

hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. HCV Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan sirosis hati.

Hepatocellular carcinoma in an individual that was hepatitis C positive. Autopsy specimen.

2. Aflatoksin Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. 3. Pencemaran air minum Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di propinsi Jiangshu, Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong dll. menunjukkan peminum air saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih tinggi dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam, mortalitas

hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen utama.

2.4 FAKTOR RESIKO Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati. Obesitas

Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>5070 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC. Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan

faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun( hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.

2.5 PATOLOGI

Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atau porta intrahepatik.

Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif, dengan batas yang jelas, 2. infilt menyebar/menjalar; 3. multifokal. Menurut WHO secara histologik HCC dapat

diklasifikasikan berdasa organisasi struktural sel tumor sebagai berikut: 1). Trabekuli (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Sirous Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor; diameternya lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari karsinoma yang berdiferensiasi baik, deng sedikit atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi, berbagai variasi histologik beserta de-diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker

yang berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya terdiri atas lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-beda.

Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.

2.6 PATOGENESIS Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen gen yang berubah dalam perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan Catenin. Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul nodul di hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa nodul yang terbentuk dari sel sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati. Sel sel ini meregenrasi sel sel hati yang rusak tetapi sel sel ini juga berkembang sendiri menjadi nodul nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik

yang disebabkan oleh infeksi virus.nodul nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.

2.7 MANIFESTASI KLINIS Hepatoma fase subklinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer. Hepatoma fase klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: (1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering dating berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul( dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga

menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma. (2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arkus kostae berbenjol

benjol; hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri. (3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan fungsi hati. (4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah. (5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia. (6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil. (7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. (8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai. (9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ lain

2.8 DIAGNOSIS

Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara seksama yang dilakukan pasien yang berguna untuk menunjang diagnosis penyakit seorang pasien. Seringkali, anamnesis yang baik sudah dapat menentukan penyakit seseorang. Anamnesis merupakan gabungan dari keahlian mewawancarai

dan pegetahuan yang mendalam tentang gejala dan tanda suatu penyakit sehingga dapat melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai untuk penyakit tersebut. Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Keluhan utama Keluhan utama Tuan X (60 tahun) ialah rasa penuh di abdomen, lesu, lemah dan nafsu makan berkurang serta berat badan menurun. Riwayat Penyakit Sekarang Dalam scenario ini ialah didapatkan kulit berwarna kekuningan dan perut membesar. Selain itu perlu ditanyakan juga : Apakah terdapat nyeri pada bagian abdomen dan lama nyerinya? Terdapat demam atau tidak, lama demam, munculnya pada waktu kapan? Apakah urin berwarna gelap seperti air teh? Apakah warna tinja keputihan seperti dempul? Apakah kulit terasa gatal?

Riwayat Penyakit Dahulu Dalam scenario ini, tidak diberitahu mengenai riwayat penyakit terdahulu. Adakah riwayat ikterus sebelumnya? Pernah sakit kuning (hepatitis) atau kontak dengan penderita hepatitis? Adakah riwayat transfusi darah, cabut gigi, dan pembuatan tato dalam 6 bulan terakhir? Adakah pasien makan makanan kurang bersih dalam sebulan terakhir? Adakah riwayat batu empedu? Adakah riwayat pemakaian obat dalam jangka waktu lama? Adakah riwayat pemakaian obat jarum suntik? Adakah riwayat berhubungan sex bebas? Adakah riwayat minum alcohol?

Riwayat Penyakit Keluarga Penting ditanyakan khususnya pada pasien dengan ikterus yang tidak dapat ditemukan penyebabnya ; yang mungkin disebabkan karena defisiensi enzim, gangguan aktivasi enzim,

atau idiopatik. Keadaan ini sering ditemukan pada anak bayi dengan ikterus yang patologis (sind. Gilbert, sind. Crigler-najjar, anemia hemolitik) dan wanita hamil atau sedang minum pil KB yang sebelumnya tidak pernah mengalami ikterus (sind. Dubin-Johnson).

Pada anamnesa didapatkan rasa penuh di abdomen, lesu , lemah, nafsu makan berkurang serta berat badan menurun. Didapatkan pula kulit berwarna kekuningan serta perut membuncit. Hal inilah yang dipakai sebagai bahan pemikiran untuk menentukan diagnosis.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Pada penderita penyakit hepatobilier maka pada sebagian besar pasien nampak kulit dan sclera yang berwarna kekuningan. Kelainan yang sering terjadi terletak pada kuadran kanan atas. Mula mula dilihat bagaimana kulit (baik itu warna maupun dilatasi vena yang biasa diakibatkan keadaan sirosis hepar). Setelah itu dengan melihat bentuk yaitu simetris atau tidak dan mendatar atau menonjol. Tidak simetris disebabkan oleh pembesaran organ, tumor, kista, dll. Lihat perut pasien apakah membuncit atau tidak (jika membuncit mungkin terjadi pembesaran hepar atau asites). Pada keadaan tertentu didapatkan caput medusae, spider nevi dan pembuluh darah kolateral. Keadaan tersebut disebabkan oleh hipertensi portal. Pada gangguan hepar mungkin terdapat pula ginekomasti. Palpasi Lebih diutamakan pemeriksaan di kuadran kanan atas. Dapat dilakukan pula Murphys sign untuk menilai kolesistisis. Selain itu yang terpenting untuk dilaporkan ialah bagaimana deskripsi dari hepar. Apakah terjadi hepatomegali, konsistensi, tepi, permukaan juga dilaporkan. Selain palpasi pada hepar, juga dilakukan palpasi ada lien. Apakah terdapat splenomegali? Hal tersebut mungkin terjadi oleh hipertensi portal. Pada keganasan hepar yang didapatkan ialahpembesaran hati (hepatomegali), konsistensi keras, tepi tumpul dan permukaan berbenjol. Perkusi Pada perkusi hepar maka dapat ditentukan apakah terjadi pembesaran hepar (hepatomegali) atau hepar mengecil (sirosis hepatis). Auskultasi

Pada kelainan hepar yang dapat terdengar ialah Bruit hepar yaitu suara yang menunjukkan indikasi ke arah karsinoma hepar atau hepatitis alcoholic. Suara bruit ini mirip dengan suara murmur pada paru yang sama-sama diakibatkan oleh aliran turbulen pada organ. Suara lainnya ialah Venous hum yaitu adanya suara sistolik dan diastolic seperti humming. Suara ini mengindikasikan sirkulasi kolateral pada sirosis hepatis. Friction Rub ialah mengindikasikan adanya inflamasi pada permukaan peritoneal dari organ misalnya adanya tumor, setelah biopsy. Adanya bruit hepar bersamaan dengan friction rub mengindikasikan kuat adanya carcinoma pada hepar.

Pemeriksaan asites Asites adalah satu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan berlebih yang mengisi rongga peritoneal. Pemeriksaan asites dengan cara shifting dullness atau dengan undulasi. Pada keganasan mungkin didapatkan asites karena sebelum terjadi hepatoma biasanya didahului oleh sirosis hepatis.

Pemeriksaan laboratorium 1. Alfa-fetoprotein (AFP) AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.) dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat. AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.

Alphafetoprotein (ng/mL) >400-500

Interpretation

- HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.

- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging. - Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or

seroconversion Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with <400 elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial hepatectomy - If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious for HCC Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)

Alphafetoprotein (ng/mL) >400-500

Interpretation

- HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.

- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging. - Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or

seroconversion Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with <400 elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial hepatectomy - If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious for HCC

Normal value

Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)

2. Petanda tumor lainnya Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll. 3. Fungsi had dan sistem antigen antibodi hepatitis B Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.

Pemeriksaan pencitraan l. Ultrasonografi (USG) USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi

2. CT CT telah menj adi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CTlipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.

3.

MRI MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium,

dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%

4.

Angiografi arteri hepatika Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis

perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.

5.

Tomografi emisi positron (PET) Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun karsinoma

kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.

Pemeriksaan lainnya Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.

Prinsip diagnosis hepatoma Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk

kasus yang dengan berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif.

2.9 SISTEM STAGING Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah: Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System Okuda Staging System Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System Chinese University Prognostic Index (CUPI) Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

Standar diagnosis Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer. 1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer. (1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. (2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. (3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma metastatik

2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B. Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B. Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

2.10 DIAGNOSIS BANDING

1.

Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar

reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.

2.

Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari hepatoma kecil dengan

AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahuntahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer Hepatocellular adenoma

Hepatocellular adenoma merupakan tumor jinak pada hati. Pada tumor ini tidak ditemukan sirosis. Pada jaringannya mirip dengan jaringan normal. Tumor ini berhubungan dengan anabolic steroid. Tumor ini jarang ditemukan, dapat berkembang menjadi hepatocellular carcinoma. Sirosis hepatis Sirosis hepatis disebabkan oleh banyak factor. Pada sirosis hepar tidak akan teraba oleh karena fibrosis. Gambaran radiologi menunjukkan hepar yang mengecil, adanya pelebaran vena, dan permukaan yang berbenjol (waving). Kista hydatid Kista hydatid disebabkan oleh Echinococcus sp. Gejala yang timbul karena desakan kista hydatid dapat menekan duktus bilier dan vena porta, cairan yang dapat menimbulkan alergi, jika kista tersebut pecah maka cairan kista dapat masuk ke peredaran darah yang dapat menimbulkan syok anafilaktik. Kadang kala kista hydatid tumbuh seperti tumor ganas. Kista hydatid dapat didiagnosa dengan tes imunologi. Pada radiologi tampak seperti daughter cyst dan kalsifikasi (crushed egg shell calcification). Hemangioma (cavernosa) Hemangioma merupakan tumor jinak pada pembuluh darah. Tumor ini berasal dari mesodermal. Hemangioma ditemukan di lobus kanan hepar. Gejala yang ditimbulkan ialah nyeri pada kuadran kanan atas bila lesi yang ada lebih dari 5 cm dan menyebabkan hemoragik dan thrombosis.Manifestasi klinik sering adanya gambaran eritema pada kulit karena vasodilatasi dari pembuluh darah. Pada CT-scan memberi gambarang Venus Lake.

2.11 PENATALAKSANAAN Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi efektif menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai terapi pertama. Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum dapat mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi hepatoma memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel sesuai kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan, agar semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan tumor,

tapi juga semaksimal mungkin mempertahankan fisik, memper-panjang survival. Terapi berulang. Terapi satu kali terhadap hepatoma sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi ulangan sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali, reseksi ulangan pada rekurensi pasca operasi dll.

Terapi operasi Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik, diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker; rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan operasi.

1. Metode hepatektomi. Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi terdiri atas hepatektomi beraruran dan hepatektomi tak beraruran. Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu ber-jarak 23cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Metode reseksi ini sesuai untuk hepatoma disertai sirosis hati, lebih banyak dilakukan di China, menjadikan operasi lebih simpel, hingga sebagian besar pasien hepatoma dengan sirosis dapat mem-pertahankan lebih banyak jaringan hati normal selain tumornya dapat direseksi, mengurangi komplikasi operasi, menurunkan mortalitas operasi. Kunci dari hepatektomi adalah me-ngontrol perdarahan. Pada waktu reseksi hati, metode mengurangi perdarahan me-liputi obstruksi aliran darah porta pertama hati, koagulasi gelombang mikro potongan hati, klem hati, obstruksi temporer satu sisi cabang vena porta dan cabang arteri

hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali. Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal ftmgsi hati; timbul beberapa hari hingga beberapa minggu pasca operasi, sering kali berkaitan dengan pasien dengan penyakit hati aktif kronis, sirosis sedang atau lebih, volume hepatektomi terlalu besar, perdarahan selama operasi berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu lama dan obat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik) bersifat hepatotoksik. Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karena hemostasis selama operasi kurang tuntas, sutura ligasi vaskular terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan irisan hati dll. Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena pasca operasi terjadi akumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka timbul abses subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas. Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi

2.

Transplantasi hati

Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.

Survival Rate 1 year 5 years Mazzefero (1996) 48 Bismuth (1999) Llovet (1999) Jonas (2001) 45 79 84% 82% 86% 74% 74% 75% 71%

120 90%

Survival Rate 1 year 5 years

Mazzefero (1996) 48 Bismuth (1999) Llovet (1999) Jonas (2001) 45 79

84% 82% 86%

74% 74% 75% 71%

120 90%

3.

Terapi operatif nonreseksi Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak dapat

dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi

Terapi lokal Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan injeksi obat intratumor. Yang pertama meliputi ablasi radiofrekuensi, koagulasi gelombang mikro, laser, pembekuan, ultrason energi tinggi terfokus, yang kedua yang tersering ditemukan adalah injeksi alkohol absolut intratumor. jlerapi lokal umumnya dilakukan melalui fpungsi perkutan, perlu panduan pencitraan, I yang sering adalah dengan USG, dapat juga I dengan CT atau laparoskopi. 1. Ablasi radiofrekuensi (RFA) Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan efektif dewasa ini.

Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan tumor. Satu kali RFA meng-hasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma. 2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi

ideal terhadap hepatoma besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma kecil tapi suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat kanker nekrosis memadai.

Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati, fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relatif kecil. Kemoembolisasi arteri hepatik dapat melalui mekanisme dobel kemoterapi dan embolisasi terhadap hepatoma membuat tumor nekrosis, mengecil, sebagian hepatoma setelah volume-nya mengecil mendapat peluang fase dua untuk direseksi. Kemoembolisasi arteri hepatik menggunakan teknik Seldinger, dilakukan kateterisasi perkutan lewat arteri femoralis atau arteri subklavia memasuki arteri hepatik atau cabangnya, angiografi arteri hepatik dapat membantu diagnosis lebih jauh dan memahami kondisi pasokan darah tumor, ada tidaknya fistel arteriovenosa dll. Jika tak ada kontraindikasi, maka dapat disuntikkan zat embolisasi dan obatantitumor. Zatembolisasi yang umum dipakai adalah lipiodol, spons gelatin, mikrosferis obat, cincin baja anti-karat, dll. Obat antitumor dapat berupa kemo-terapi dan sediaan biologis; kemoterapi dapat dengan adriamisin, karboplatin, FU, MMC dll. Yang paling sering dipakai adalah lipiodol dan kemoterapi yang dicampur men-jadi suspensi, menggunakan afinitas lipiodol terhadap tumor, sebagai karier kemoterapi, membawa obat kemoterapi ke dalam jaringan kanker, menghasilkan efek kemoembolisasi yang tahan lama. Pasca kemoembolisasi arteri hepatik survival 1 tahun pasien hepatoma adalah 44-66,9%, lama ketahanan hidup rata-rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi intervensi berulang kali pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek terapi jangka panjang

belum memuaskan, selain juga mencederai rungsi hati. Oleh karena itu setelah dengan terapi intervensi hepatoma mengecil hingga batas tertentu, harus diupayakan memanfaatkan peluang reseksi bedah 2 tahap untuk mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma 3-4 minggu, bila ditunjang dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang mungkin residif dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan survival.

Radioterapi Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi. dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma.

Terapi biologis Terapi biologis telah dianggap sebagai metode terapi tumor ke empat setelah operasi kemoterapi, radioterapi, dewasa ini yang digunakan secara klinis terdapat imunoterapi aktif nonspesifik, imunoterapi sekunder, terapi terpandu dll. tapi efektivitasnya belun cukup meyakinkan.

Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediateadvanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterialembolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan.

Terapi herba China Pengobatan China merupakan bagian penting dari terapi hepatoma, herba China cukup baik memperbaiki gejala, efek buruk sedikit, menjaga kondisi umum yang baik, memperlambat progresi penyakit mengecilkan tumor atau memungkinkan hidup dengan tumor dalam jangka panjang pada sebagian kecil pasien. Bila digunakan bersama obat Barat dapat mengurangi efek buruk kemoterapi dan radioterapi, memperkuat fisik, meregulasi limpa lambung, memperbaiki gejala, memacu pemulihan dari operasi, kemoterapi atau radioterapi. Obat yang sering dipakai adalah chaihu, danggui, baishao, yujin, banzhilian, shishangbo, bai-huasheshecao, shanjia, bayuezha, shouwu, dangshen, huangqi. qiyeyizhihua dll. Obat formulasi termasuk lianhuapian, ganfule, huachansu, banmaosu dll.

Penatalaksanaan pada hepatoma didasarkan pada criteria Child-Pugh dan Okuda.

Okuda Classification of Hepatocellular Carcinoma Negative Tumor size Ascites Serum albumin Bilirubin <50% of liver Absent >3 g/dl <3 mg/dl Positive >50% of liver Present <3 g/dl >3 mg/dl

Okuda I: No positive factor; Okuda II: 1 or 2 positive factors; Okuda III: 3 or 4 positive factors.

Pencegahan
Hepatoselular carcinoma pada Asia sering disebabkan oleh hepatitis virus. Hal yang perlu dilakukan adalah memberikan vaksin Hepatitis B, mencegah penularan Hepatitis B dan C, pencegahan secara vertikal, dan mencegah perkembangan virus pada kronic hepatitis. Merubah gaya hidup juga dibutuhkan pada alcoholic steatohepatitis maupun non-alkoholic hepatitis. Sirosis yang diakibatkan oleh aflatoxin dan hemokromatosis pun harus dicegah. Vaksinasi hepatitis B Pemberian vaksinasi hepatitis B memberikan makna yang besar pada pencegahan hepatoma. Di Indonesia sebagian besar penderita hepatoma disebabkan oleh hepatitis B. Vaksinasi secara dini merupakan hal yang penting karena semakin muda usia terkena hepatitis B maka

semakin besar kemungkinan menjadi hepatitis B kronik yang nantinya dapat berkembang menjadi hepatoma. Pencegahan penularan hepatitis B dan C Di Negara berkembang termasuk Indonesia tingkat penularan hepatitis B dan C sangat tinggi hal ini disebabkan karena sanitasi dan tingkat steril yang kurang pada pelayanan kesehatan. Hepatitis B dan C ditularkan melalui darah. Penularan melalui darah dengan cara :

Hubungan seksual Penggunaan jarum suntik pada pengguna narkoba Perawatan gigi Pembuatan tattoo Piercing Akupuntur

Pencegahan secara vertikal Penularan secara transversal disebabkan dari ibu dengan HBsAg positif yang sedang hamil. Maka yang perlu dilakukan adalah pemberian lamivudin pada ibu untuk menekan virus dan pemberian IgHBV dan kemudian pemberian vaksin pada perinatal. Mencegah perkembangan virus pada kronik hepatitis Untuk mencegah hepatoma maka yang harus dilakukan ialah pengobatan Hepatitis B dengan cara kombinasi antara peg-interferon dengan lamivudin. Pengobatan hepatitis C dengan kombinasi antara peg-interferon dengan ribavirin. Pencegahan alcoholic steatohepatitis dan non-alkoholic steatohepatitis Untuk mencegah ini maka yang perlu dilakukan ialah gaya hidup sehat. Antara lain dengan membatasi minum alcohol, tidak merokok, diet makanan sehat, mengurangi makanan berlemak, dan rajin berolahraga. Mencegah sirosis akibat hemokromatosis Hemokromatosis merupakan penyakit yang disebabkan kelainan genetic sehingga distribusi Fe yang menumpuk pada hepar. Untuk mencegah sirosis akibat penyakit tersebut ialah melakukan flebotomi. Mencegah sirosis akibat Aflatoxin Aflatoxin dihasilkan oleh Aspergillus flavus. Berarti untuk mencegah ini maka dilakukan fungisida untuk Aspergillus tetapi membutuhkan biaya yang mahal sehingga sulit untuk

diterapkan di Negara berkembang seperti di Indonesia. Jika sudah memakan makanan yang mengandung aflatoksin maka diberikan Oltipraz (antischistosoma). Obat ini bekerja dengan cara mendetoksikasi dengan cara menghasilkan serum aflatoksin-albumin. Chlorophyllin juga memberikan hasil yang baik pada pasien ini. Chlorophyllin merupakan obat yang lebih murah dibandingkan dengan Oltipraz 2.11 KOMPLIKASI Karena 80% hepatocellular carcinoma disebabkan oleh sirosis hepatis. Maka komplikasi yang ditimbulkan antara lain : Perdarahan pada gastrointestinal Asites Ensefalopati hepatikum Sindrom hepatorenal Infeksi Metastase Kematian 2.12 PROGNOSIS Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma di RS Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma <5cm survival 57,3%- Tidak sedikit kasus yang pasca reseksi bertahan hidup lama. prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh: 1. stadium tumor pada saat diagnosis 2. status kesehatan pasien 3. fungsi sintesis hati 4. manfaat terapi

Sistem BCLC dianggap yang paling memenuhi kriteria diatas sehingga sering dianggap memiliki nilai prognostic yang akurat bahkan lebih akurat dibanding sistem TNM-AJCC

Studi yang dilakukan oleh Yeung dkk. (1996) mendapatkan nilai median angka harapan hidup pasien hepatoma dengan meggunakan sistem Okuda yaitu: Okuda stadium I Okuda stadium II 5.1 bulan 2.7 bulan

Okuda stadium III 1.0 bulan

Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 - tahun pada stadium I berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran tumor :

2-

BAB IV KESIMPULAN
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. Faktor risiko hepatoma antara lain : Infeksi Hepatitis B, Infeksi Hepatitis C, Alkohol, Obesitas, Diabetes Melitus (DM), Idiopatik, Usia, dan Sirosis Hepatis. Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain. Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu: 1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri. 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS. 4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS. Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima. Pemeriksaan hepatoma terdiri dari alphafetoprotein (AFP), AJH (Aspirasi Jarum halus), Ultrasonography (USG) Abdomen, CT Scan, Angiography. Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri,

injeksi tumor dengan etanol agar terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan angka harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I, Edisi IV. Hal: 455-459. Pusat Penererbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Juni 2006. 2. Askandar. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI. Jakarta: Januari 2007. 3. Media Medika Muda . HUBUNGAN KADAR ALFA FETOPROTEIN SERUM DAN GAMBARAN USG PADA KARSINOMA HEPATOSELULER diunduh dari:

http://www.m3undip.org/ed2/artikel_09_full_text_01.htm last up date : 17 Juni 2013. 4. Axelrod, David, MD,MBA. Hepatocellular Carcinoma diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last up date: 22 Juni 2013. 5. Hepatocllular Carsinomadiunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Hepatoma last up date: 30 Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai