Anda di halaman 1dari 5

Fungsi otot wajah 1. M.occipitofrontalis : Menggerakkan kulit kepala, menciptakan kerut miring di dahi 2. M.

temporoparietalis : Menggerakkan kulit kepala 3. M.auricularis anterior : Menggerakkan daun telinga ke depan dan ke atas 4. M.auricularis superior : Menggerakkan daun telinga ke belakang dan ke atas 5. M.auricularis posterior : Menggerakkan daun telinga ke belakang 6. M.orbicularis oculi : Menutup kelopak mata, menekan saccus lacrimalis, menggerakkan alis mata 7. M.depressor supercilii : Menarik turun kulit dahi dan alis, menciptakan kerutan miring tepat di atas pangkal hidung 8. M.corrugator supercilii : Menggerakkan kulit dahi dan alis mata ke arah pangkal hidung, menciptakan kerut vertikal tepat di atas pangkal hidung 9. M.procerus : Menarik turun kulit dahi dan alis mata 10. M.nasalis (pars alaris dan pars transversa) : Menggerakkan cuping hidung dan hidungnya sendiri Pars alaris: membuka lebar cuping hidung Pars transversa: mengecilkan lubang hidung 11. M.depressor septi nasi : Menggerakkan cuping hidung dan hidungnya sendiri 12. M.orbicularis oris : Menutup bibir, sehingga juga menggerakkan cuping hidung, pipi dan kulit dagu 13. M.buccinator : Menegangkan bibir, meningkatkan tekanan intraoral (ketika meniup dan mengunyah) 14. M.levator labii superioris : Menarik bibir atas ke lateral dan ke atas 15. M.depressor labii inferioris : Menarik bibir bawah ke lateral dan ke bawah 16. M.mentalis : Membentuk lekuk di dagu, eversi bibir bawah (bersama dengan m.orbicularis oris) 17. M.transversus mentii : Menggerakkan kulit dagu 18. M.depressor anguli oris : Menarik sudut mulut ke bawah 19. M.risorius : Menarik sudut mulut ke lateral dan atas, membentuk lesung pipi 20. M.levator anguli oris : Menarik sudut mulut ke arah medial dan ke atas 21. M.zygomaticus major : Menarik sudut mulut ke arah lateral dan ke atas 22. M.zygomaticus minor : Menggerakkan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu, memperdalam sulcus nasolabialis 23. M.levator labii superioris alaeque nasi : Menggerakkan bibir, alae nasi, pipi dan kulit dagu 24. Platysma : Menegangkan kulit leher, menciptakan kerut-kerut vertikal Otot wajah terbagi atas: 1. Otot mata (muskulus rektus okuli) 2. Otot bola mata, terdiri dari otot-otot: a. Muskulus oblikus okuli/otot bola mata sebanyak 2 buah, fungsinya memutar mata b. Muskulus orbikularis okuli/otot lingkar mata terdapat di sekliling mata, funsinya sebagai penutup mata atau otot sfingter mata c. Muskulus levator palpebra superior terdapat pada kelopak mata. Fungsinya menarik, mengangkat kelopak mata atas pada waktu membuka mata

3. Otot mulut bibir dan pipi, terbagi atas: a. Muskulus triangularis dan muskulus orbikularis oris/otot sudut mulut, fungsinya menarik sudut mulut ke bawah b. Muskulus quadratus labii superior, otot bibir atas mempunyai origo penggir lekuk mata menuju bibir atas dan hidung c. Muskulus quadratus labii inferior, terdapat pada dagu merupakan kelanjutan pada otot leher. Fungsinya menarik bibir ke bawah atau membentuk mimik muka ke bawah d. Muskulus buksinator, membentuk dinding samping rongga mulut. Origo pada taju mandibula dan insersi muskulus orbikularis oris. Fungsinya untuk menahan makanan waktu mengunyah. e. Muskulus zigomatikus/otot pipi, fungsinya untuk mengangkat dagu mulut ke atas waktu senyum. 4. Otot pengunyah/otot yang bekerja waktu mengunyah, teerbagi atas: a. Muskulus maseter, fungsinya mengangkat rahang bawah pada waktu mulut terbuka b. Muskulus temporalis fungsinya menarik rahang bawah ke atas dan ke belakang c. Muskulus pterigoid internus dan eksternus, fungsinya menarik rahang bawah ke depan 5. Otot lidah sangat berguna dalam membantu pancaindra untuk menunyah, terbagi atas: a. Muskulus genioglosus, fungsinya mendorong lidah ke depan b. Muskulus stiloglosus, fungsinya menarik lidah ke atas dan ke belakang 6. Otot Leher, bagian otot ini dibagi menjadi 3 bagian: a. Muskulus platisma, terdapat di samping leher menutupi sampai bagian dada. Fungsinya menekan mandibula, menarik bibir ke bawah dan mengerutkan kulit bibir. b. Muskulus sternokleidomastoid di samping kiri kanan leher ada suatu tendo sangat kuat. Fungsinya menarik kepala ke samping, ke kiri, dan ke kanan, memutar kepala dan kalau keduanya bekerja sama merupakan fleksi kepala ke depan disamping itu sebagai alat bantu pernapasan.. c. Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis. Ketiga otot ini terdapat di belakang leher, terbentang dari belakang kepala ke prosesus spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala belakang dan menggelengkan kepala. Sifat-sifat otot 1. Kontraktilitas : kemampuan otot untuk mengadakan respon (memendek) bia dirangsang (otot polos 1/6 kali; otot rangka 1/10 kali) 2. Ekstensibilitas = Distensibilitas : kemampuan otot untuk memanjang bila otot ditarik atau ada gaya yang bekerja pada otot tersebut -> bia otot rangka diberi beban 3. Elastisitas : kemampuan otot untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah mengalami ekstenbilitas/distensibilitas (memanjang) atau kontraktilitas (memendek) 4. Iritabilitas=Eksitabilitas : kemampuan otot untuk ngeadakan respon bila dirangsang. Sifat-sifat khusus otot 1. Mudahterangsang(irritability) 2. Mudahberkontraksi(contractility) 3. Dapatmelebar(extensibility)

4. Dapatdiregang(elasticity) 5. Mempunyaiiramakontraksi(ototjantung) Gangguan penelanan Gangguan-gangguan yang muncul dalam system stomatognasi dapat berupa gejala-gejala ringan yang mungkin diabaikan oleh pasien, seperti bruksim atau gangguan ringan pada otot kunyah dan telan, tetapi dapat pula menjadi fatal bilamana gangguan terjadi pada fungsi penelanan dan pernafasan seperti misalnya tersumbatnya jalan nafas oleh bolus (tersedak), oedema ataupun abses parafaringeal. a. Disfagia Penelanan abnormal atau yang sering disebut disfagia yaitu keadaan dimana pasien mengalami kesulitan dalam menelan makanan. Kesulitan menelan ada dua tahap, pertama, yaitu melewatkan bolus ke bagian belakang tenggorokan dan kedua, tahap mengawali refleks menelan makanan. Disfagia yang terjadi setelah tahap mengawali refleks menelan biasanya disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan jarang terjadi, hal ini karena adanya lesi di dalam laringofaring dan esophagus (Andriyani, 2001). Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan di esofagus bagian torakal. Tetapi bila sumbatan berada di leher, kelainannya terletak di faring atau esofagus bagian servikal (Andriyani, 2001). Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah kesulitan mencoba menelan, tersedak atau menghirup air liur ke dalam paru-paru saat menelan, batuk saat menelan, muntah cairan melalui hidung, bernapas saat menelan makanan, suara lemah, dan berat badan menurun. Sedangkan gejala disfagia esofagus adalah sensasi tekanan dalam dada tengah, sensasi makanan yang menempel di tenggorokan atau dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa terbakar di dada yang berlangsung kronis, belching, dan sakit tenggorokan (Andriyani, 2001). Disfagia juga dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan yang cepat berkurang (Andriyani, 2001). Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat di antara orang berusia lanjut. Oleh karena itu, insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan juga pada pasien stroke. Kurang lebih 51-73% pasien stroke menderita disfagia (Andriyani, 2001). Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia motorik, dan disfagia oleh gangguan emosi atau psikogenik. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak arteri subklavia dekstra yang abnormal juga dapat menyebabkan disfagia, yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal, lumen esofagus orang dewasa dapat

meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm (Andriyani, 2001). Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan scleroderma esophagus (Andriyani, 2001). Keluhan disfagia dapat juga timbul karena terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat (factor psikogenik). Kelainan ini disebut globus histerikus. Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot rongga mulut dan lidah (Andriyani, 2001). Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.vagus, aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esophagus (Andriyani, 2001). Penyakit-penyakit yang memiliki gejala disfagia adalah antara lain keganasan kepalaleher, penyakit neurologik progresif seperti penyakit Parkinson, multiple sclerosis, atau amyotrophic lateral sclerosis, scleroderma, achalasia, spasme esofagus difus, lower esophageal (Schatzki) ring, striktur esofagus, dan keganasan esophagus (Andriyani, 2001). b. Tersedak (chocking) Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing, muntah, darah atau cairan lain. Tersedak bisa terjadi jika sumber udara tersumbat. Tersedak juga bisa terjadi jika adaya benda asing disaluran nafas yang menghalangi udara masuk keparu-paru. Tersedak mungkin disebabkan oleh kelainan otot-otot volunter dalam proses menelan khususnya pada klien dengan penyakit-penyakit (otot rangka) atau persarafan yaitu penderita adermatomiiositis, miastenia grafis, distrofi otot, polio, kelumpuhan pseudobular dan kelainan otak dan sum-sum tulang belakang seperti penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotropik. Tersedak merupakan salah satu gejala klini dari dispagia dan terjadi bila ada problem dari bagian proses menelan, misalnya kelemahan otot pipi atau lidah yang menyebabkan kesukaran untuk memindahkan makanan ke sekeliling mulut untuk dikunyah. Makan yang ukurannya sangat besar utuk ditelan akan masuk ke tenggorokkan dan menutup jalan nafas. Kedua, karena ketidak mampuan untuk memulai reflek menelan yang merupakan suatu rangsangan sehingga menyebabkan makanan dan cairan dapat melewati faring dengan aman, seperti adanya

gangguan stroke, atau gangguan syaraf lain sehingga terjadi ketidakmampuan utnuk memulai gerakan otot yang dapat memindahkan makanan-makan dari mulut ke lambung. Ketiga, kelemahan otot-otot faring sehingga terjadi ketidak mampuan memindahkan keseluruhan makan ke lambung akibatnya sebagian makanan akan jatuh atau tertarik kedalam saluran nafas (trakea) yang menyebabkan infeksi pada paru-paru (Arsyad, 2008). c. Bruksism Kerja otot saat mengunyah Selama proses pengunyahan, komponen-komponen yang terlibat adalah tulang, otot-otot, ligament dan gigi. Pada sistem stomatognasi, proses pengunyahan dan penelanan merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan otot-otot, persendian temporomandibula, gigi dan persyarafan. Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi yang berfungsi optimal, akan menghasilkan makanan yang berubah menjadi konsistensi relatif halus yang disebut dengan bolus Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga merubah ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah untuk ditelan. Penghancuran makanan dilakukan oleh gigi geligi dangan bantuan otot-otot pengunyahan dan pergerakan kondilus mandibula melalui artikulasi temporo mandibula. Gerakan artikulasi temporomandibula adalah gerakan kapitulum mandibula yang terjadi pada waktu mengunyah seperti gerakan memajukan mandibula, gerakan memundurkan mandibula dan gerakan mandibula kesamping kiri dan kanan (Andriyani, 2001). Mengunyah terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup mandibula dan tahap berkontaknya gigi antagonis satu sama lain atau kontak gigi dengan bolus makanan, dimana setiap tahap mengunyah berakhir 0,5 sampai 1,2 detik (Andriyani, 2001). Otot-otot yang terutama bertanggung jawab untuk menggerakkan mandibula selama proses pengunyahan adalah m.masseter, m.temporalis, m.pterygoideus lateralis, m.pterygoideus medialis. Otot pengunyahan tambahan seperti muskulus mylohyoideus, m.geniohyoideus, m.stylohyoideus, m.infrahyodeus, m.buccinator dan labium oris (Evelyn, 1992). Selama proses pengunyahan, otot yang aktif pada saat gerakan membuka mandibula adalah muskulus pterygoideus lateralis. Pada saat bersamaan m.temporalis, m.masseter dan m.pterygoideus medialis, sedangkan m.pterygoideus lateralis dalam keadaan relaksasi. Sementara mandibula tertutup perlahan, m.temporalis dan m.masseter juga berkontraksi membantu gigi geligi saling berkontak pada oklusi normal. Sedangkan oleh penelitian elektromiografi oleh Perry (1957) dan Harrizz (1957) melaporkan bahwa selama proses pengunyahan m.temporalis mendahului m.masseter. Pada fenomena yang sama dijumpai saat m.digastrikus menunjukkan aksi potensial ketika mandibula bergerak dari posisi istirahat ke posisi oklusi, walaupun m.digastrikus tidak ikut serta dalam mengangkat mandibula tetapi akan mempertahankan kontak gigi geligi (Evelyn, 1992).

Anda mungkin juga menyukai

  • IKGM RS (Praktek DRG)
    IKGM RS (Praktek DRG)
    Dokumen7 halaman
    IKGM RS (Praktek DRG)
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • LO
    LO
    Dokumen5 halaman
    LO
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Lesi DRG Endar
    Lesi DRG Endar
    Dokumen1 halaman
    Lesi DRG Endar
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • LO
    LO
    Dokumen6 halaman
    LO
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • PLENDIS
    PLENDIS
    Dokumen2 halaman
    PLENDIS
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Praktek DRG
    Praktek DRG
    Dokumen36 halaman
    Praktek DRG
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Praktek DRG
    Praktek DRG
    Dokumen36 halaman
    Praktek DRG
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS Geografik Lisa
    LAPORAN KASUS Geografik Lisa
    Dokumen7 halaman
    LAPORAN KASUS Geografik Lisa
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Lesi Oral
    Lesi Oral
    Dokumen1 halaman
    Lesi Oral
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Cover Laporan Biokimia
    Cover Laporan Biokimia
    Dokumen1 halaman
    Cover Laporan Biokimia
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • PELAKSANAAN
    PELAKSANAAN
    Dokumen1 halaman
    PELAKSANAAN
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Bell's Palsy Sudah
    Bell's Palsy Sudah
    Dokumen4 halaman
    Bell's Palsy Sudah
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Kultum
    Kultum
    Dokumen1 halaman
    Kultum
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Cover Praktikum
    Cover Praktikum
    Dokumen1 halaman
    Cover Praktikum
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • 2015 Contoh Analisis Etiologi Maloklusi
    2015 Contoh Analisis Etiologi Maloklusi
    Dokumen41 halaman
    2015 Contoh Analisis Etiologi Maloklusi
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • PLENDIS
    PLENDIS
    Dokumen2 halaman
    PLENDIS
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • PLENDIS
    PLENDIS
    Dokumen2 halaman
    PLENDIS
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Materi
    Materi
    Dokumen11 halaman
    Materi
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Bagaimana Cara Diagnosis Limfoma
    Bagaimana Cara Diagnosis Limfoma
    Dokumen1 halaman
    Bagaimana Cara Diagnosis Limfoma
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • KOMUDA
    KOMUDA
    Dokumen4 halaman
    KOMUDA
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • KOMUDA
    KOMUDA
    Dokumen4 halaman
    KOMUDA
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • SNMPTN Ipa2010 526
    SNMPTN Ipa2010 526
    Dokumen11 halaman
    SNMPTN Ipa2010 526
    shabeshab
    Belum ada peringkat
  • LO
    LO
    Dokumen6 halaman
    LO
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Plendis
    Plendis
    Dokumen16 halaman
    Plendis
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Plendis Tutorial 3
    Plendis Tutorial 3
    Dokumen23 halaman
    Plendis Tutorial 3
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat
  • Recurent Stomatitis Apthousa
    Recurent Stomatitis Apthousa
    Dokumen17 halaman
    Recurent Stomatitis Apthousa
    Ayu Nur A'Ini
    Belum ada peringkat