Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENILAIAN BERBASIS KELAS BELAJAR TUNTAS

OLEH IKA HUMAEROH NIM. 1111016200016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

PENILAIAN BERBASIS KELAS BELAJAR TUNTAS

A. Pengertian Belajar Tuntas Belajar tuntas adalah sebuah filsafat tentang kegiatan belajar siswa dan seperangkat teknik implementasi pembelajaran. Sebagai filsafat, belajar tuntas memandang masing-masing siswa sebagai individu yang unik, yang berbeda antara satu dengan lainnya, yang mempunyai hak yang sama untuk mencapai keberhasilan belajar optimal. 1 Block memandang bahwa individu itu pada dasarnya memang berbeda, namun setiap individu dapat mencapai taraf penguasaan penuh asalkan diberi waktu yang cukup untuk belajar sesuai dengan tingkat kecepatan belajar individualnya. Jadi, yang membedakan satu individu dengan individu lainnya dalam belajar adalah waktu. Artinya, ada individu yang dapat menguasai sesuatu dengan penuh dalam waktu singkat dan ada yang memerlukan waktu lebih lama, namun pada akhirnya individu akan mencapai penguasaan penuh. Prinsip bahwa anak harus diberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri merupakan prinsip menghargai kodrat individu. 2 Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien. 3

Robert Burns, Models of Instructional Organization: A Casebook on Mastery Learning and Outcome-Based Education ( San Francisco: Far West Lab for Educational Research and Development, 1987). 2 Noehi Nasution, Materi Pokok Psikologi Pendidikan ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994). 3 Sukmadinata & Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2005).

Pada dasarnya belajar tuntas akan menciptakan peserta didik memiliki kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengecilkan perbedaan antara anak cerdas dengan anak yang tidak cerdas. Belajar tuntas menciptakan anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran, sehingga di dalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan mencapai semua tujuan pembelajaran sedang anak didik yang kurang cerdas mencapai sebagian tujuan pembelajaran atau tidak mencapai sama sekali tujuan pembelajaran. Menurut John B Carrol (1953) bahwa peserta didik yang berbakat tinggi memerlukan waktu yang relatif sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki bakat rendah. Peserta didik dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualtas pengajaran dan kesempatann waktu belajar dibuat tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik.4

B. Tujuan Belajar Tuntas Tujuan proses mengajar-belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh murid. Ini disebut mastery lesrning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Cita-cita ini hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar. Undang-undang Dasar 1945 menginginkan agar setiap warganegara mendapat kesempatan belajar seluas-luasnya. KPPN atau Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional mengemukakan agar pendidikan kita bersifat semesta, menyeluruh, dan terpadu. Semesta berarti bahwa pendidikan dinikmati oleh semua warganegara. Menyeluruh maksudnya agar ada mobilitas antara pendidikan formal dan non-formal, sehingga terbua pendidikan seumur hidup bagi setiap warganegara Indonesia. 5

Drs. H. Martins Yamin, M.Pd., Seritikasi Profesi Keguruan di Indonesia (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), hlm 136-137. 5 Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm 36.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Tuntas 1. Bakat untuk mempelajari sesuatu John Carrol mengakui adanya perbedaan bakat, akan tetapi ia memandang bakat sebagai perbedaan waktu yang diperlukan untuk menguasaisesuatu. Jadi perbedaan bakat tidak menentukan tingkat penguasaan atau atau jenis bahan yang dipelajari. Jadi setiap orang dapat mempelajari bidang studi apapun hinga batas yang tinggi asal diberi waktu yang cukup disamping syarat-syarat lain. Ada kemungkinan seorang murid menguasai bahan matematika tertentu dalam waktu satu semester sedangkan murid lainnya hanya dapat menguasainya dalam beberapa tahun, namun tingkat penguasaannya dapat sama. Yang menjadi persoalan disini adalah, apakah seseorang rela untuk mengorbankan waktu yang begitu banyak agar mencapai tingkat penguasaan tertentu. 2. Mutu pengajaran Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara kelompok, akan tetapi secara individual, menurut caranya masing-masing sekalipun ia berada dalam kelompok. Cara setiap individu untuk menguasai bahan berbeda, itu sebabnya setiap anak memerlukan bantuan individual. Tiap anak memerlukan metode tersendiri yang sesuai baginya. Maka apabila ditanya guru yang bagaimanakah yang baik, maka jawabnnya ialah guru yang dapat membimbing setiap anak secara individual hingga ia menguasai bahan pelajaran sepenuhnya. Untuk itu, ia harus berusaha mencari langkah-langkah metode mengajar, alat pelajaran, sumber pelajaran yang khusus bagi tiap anak. 3. Kesanggupan untuk memahami pengajaran Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung pada kemampuannya untuk memahami ucapan guru. Sebaliknya guru yang tidak sanggup menyatakan buah pikirannya dengan jelas sehingga ia dipahami oleh murid, juga tidak dapat mencapai penguasaan penuh oleh murid atas bahan pelajaran yang

disampaikannya. Agar pelajaran dapat dipahami, guru sendiri harus fasih berbahasa dan mampu menyesuaikan bahasanya dengan kemampuan murid sehingga murid-murid dapat memahami bahan yang disampaikannya. Untuk memperluas komunikasi dapat dijalankan berbagai usaha, antara lain: belajar kelompok, bantuan tutor, buku pelajaran, buku kerja, alat audiovisual.

4. Ketekunan Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar, mempelajari sesuatu memerlukan jumlah waktu tertentu. Jika anak memberikan waktu yang kurang daripada yang diperlukannya untuk mempelajarinya, maka ia tidak akan menguasai bahan itu sepenuhnya. Dengan waktu belajar yang dimaksud ialah jumlah waktu yang digunakannya untuk kegiatan belajar, yaitu mempelajari sesuatu secara aktif. 5. Waktu yang tersedia untuk belajar Dalam sistem pendidikan kita kurikulum dibagi dalam bahan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, misalnya untuk satu semester atau satu tahun. Guru dapat menguraikannya menjadi tugas bulanan dan mingguan. Maksudnya ialah agar bahan yang sama dikuasai oleh semua murid dalam jangka waktu yang sama. Dapat dipahami bahwa waktu yang sama tidak akan sesuai bagi semua murid berhubung dengan perbedaan individual. Bagi murid yang pandai waktu itu terlampau lama, sedangkan untuk murid yang tak begitu pandai waktu itu mungkin tidak cukup. 6

D. Ciri- ciri Belajar Tuntas 1. Para siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan harapan pengajar. 2. Bakat seorang siswa dalam suatu bidang pengajaran tertentu dapat diramalkan. 3. Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh siswa untuk mempelajari sesuatu diibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya. 4. Model Carrol Tingkat belajar = (1. Ketentuan, 2. Kesempatan belajar, 3. Bakat, 4. Kualitas pengajaran, 5. Kemampuan memahami pengajaran). 5. Kendatipun bakat diperhatikan jika siswa diberi kesempatan belajar yang seragam dan kuallitas pengajaran yang seragam pula, hanya sedikit siswa yang dapat mencapai tingkatan mastery (menguasai). Sebaliknya, setiap siswa memperoleh

Ibid, hlm 38-45.

kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi pula. 7

E. Langkah-langkah Belajar Tuntas Bloom mengembangkan suatu pola dan prosedur pengajaran yang dapat diterapkan dalam memberikan pengajaran kepada satuan kelas. Secara operasional Bloom (dalam Winkel, 1996: 415) menyiapkan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat umum maupun yang khusus. b. Menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajaran yang dirangkaikan, yang masing-masing dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu. c. Memberi pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari. d. Memberikan tes kepada siswa pada akhir masing-masing unit pelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran. Tes itu bersifat formatif. e. Kepada siswa yang ternyata belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku pelajaran lain, mengambil unit pelajaran yang telah diprograman dan lain sebagainya. f. Setelah semua siswa, paling sedikit hamper semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran bersangkutan, barulah guru mulai mengajarkan unit pelajaran berikutnya. g. Unit pelajaran yang menyusul itu juga diajarkan secara kelompok dan diakhiri dengan memberikan tes formati bagi unit pelajaran bersangkutan. h. Setelah para siswa, paling sedikit hamper semua siswa mencapai tingkat keberhasilan yang dituntut, guru mulai mengajar unit pelajaran ketiga. i. Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai seluruh rangkaian selesai.
7

Drs. H. Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: CV Pustaka Setia, 1997), hlm 158.

j.

Setelah seluuh rangkaian unit pelajaran selesai, siswa mengerjakan tes yang mencakup seluruh rangkaian/seri unit pelajaran. Tes akhir ini bersifat sumatif, yaitu bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing siswa, terhadap semua tujuan-tujuan pengajaran khusus. Menurut Bloom, tidak mesti satu kelas harus menguasai tes sumatif, namun 95%

dari jumlah siswa boleh diharapkan mereka berhasil. Tingkat penguasaan untuk setiap unit pelajaran, tidak harus sama dengan tingkat penguasaan untuk seluruh rangkaian unit pelajaran, namun kedu-duanya tidak dituntut sempurna atau 100% berhasil. Dalam tes formatif hanya dituntut keberhasilan sebanyak minimal 85% dari seluruh pertanyaan yang dijawab betul, sedang tes sumatif dituntut tingkat keberhasilan sebanyak minimal 80%-90% dari seluruh pertanyaan yang dijawab betul.8

F. Prosedur Tambahan Menurut S. Nasution guru dapat melakukan belajar tuntas dan peserta didik memiliki penguasaan penuh atau tuntas yaitu melalui prosedur tambahan. Usaha guru harus dibantu dengan kegiatan tambahan yang terutama terdiri atas (1) feedback atau umpan balik yang terperinci kepada guru maupun siswa, (2) sumber dan metode-metode pengajaran tambahan dimana saja diperlakukan. Feedback atau umpan balik diberikan melalui tes-tes formatif. Tes formatif menurut S. Nasution adalah umpan balik yang memiliki fungsi bermacam-macam, seperti berikut: 1. Tes formatif mempercepat anak belajar dan memberikan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalam waktu yang secukupnya. 2. Tes formatif diberikan untuk menjamin bahwa semua anak menguasai sepenuhnya syarat-syarat atau bahan apersepsi yang diperlukan untuk memahami bahan yang baru. 3. Tes formatif juga berguna bagi mereka yang telah memiliki bahan apesepsi yang diperlukan untuk memberi rasa kepastian atas penguasaannya. 4. Tes formatif adalah alat untuk mendiagnosa kelemahan, kesalahan dan kekurangan siswa, sehingga ia dapat memperbaikinya.
8

Martinis Yamin, Op.Cit, hlm 141-143.

5. Tes formatif dimaksud sebagai alat assessment yaitu memperoleh keterangan dengan maksud baik. Penguasaan tuntas tidak mungkin tanpa tes formatif. 6. Tes formatif juga memberikan umpan balik kepada guru, agar ia mengetahui kelemahan-kelemahan memperbaikinya.9 dalam metode mengajar sehingga guru dapat

G. Keunggulan dan Kelamhan Belajar Tuntas Strategi belajar mengajar utntas mengandung beberapa keunggulan, antara lain: 1. Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif. 2. Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsip perbedaan individual. 3. Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktivitas hasil belajar yakni siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan utuh. 4. Dalam strategi ini, guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan persuatif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya. 5. Pada hakikatnya, strategi ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang memuaskan atau masih di bawah target dari hasil yang diharapkan, terus menerus dibantu oleh rekannya dan guru. Strategi belajar tuntas juga mengandung beberapa kelemahan, antara lain: 1. Strategi ini sulit dalam pelaksanannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menutut macam-macam kemampuan yang memadai 2. Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka waktu satu semester disamping penyusunan satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh

Ibid, hlm 143-145.

3. Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatife lebih sulit dan masih baru. 4. Strategi ini sudah tentu memerlukan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana, dan waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekolah kita umumnya masih langka dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan. 10

10

Abu Ahmadi, Op.Cit, hlm 1665-166.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Pustaka Setia.

Burns,Robert. 1987. Models of Instructional Organization: A Casebook on Mastery Learning and Outcome-Based Education. San Francisco: Far West Lab for Educational Research and Development.

Nasution, Noehi. 1994. Materi Pokok Psikologi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sukmadinata & Nana Syaodih. 2005Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.

Yamin, Martins. 2006. Seritikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Press.

Anda mungkin juga menyukai