Anda di halaman 1dari 6

Keputusan Euthanasia pada Tingkat Kesadaran Vegetatif

Martin Adhinugraha (10.2011.445) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jl. Ardjuna Utara No. 6, Jakarta Barat Alamat korespondensi : martin.2013fk445@civitas.ukrida.ac.id Abstrak Tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengambilan keputusan yang tepat dari segi kedokteran tentang euthanasia. Pengambilan dari dunia medik diperhatikan berdasarkan etik , medis, dan hukum. Di tinjauan pustaka ini penulis akan membahas keputusan euthanasia di kondisi pasien pada tingkat kesadaran vegetatif. Bagaimana keputusan-keputusan ditinjau dari 3 dimensi, suara hati, aturan-aturan serta segi medis dapat tepat sesuai kondisi yang ada. Sehingga dapat diambil keputusan dari aspek etik,medik,dan hukum untuk melakukan euthanasia. Kata kunci : euthanasia, keputusan kedokteran, kesadaran vegetatif Abstract The purpose of making a review of this literature is to know how a proper desiciion making in terms of medicine about euthanasia. Retriveal of the medical world note based on ethics, medic, and law. In a review of this literature, the authors will discus the desicion making in terms of medicine about euthanasia at the patient conditions at the level of consciousness of the vegetative. How do the decisions reviewed from three dimensions, inner voice, the rules as well as medically able to preciesly fit the existing conditions. So the desicions can be taken from the aspect of ethics, medic, and legal to peform euthanasia. Key words: euthanasia, medical desicions, awareness of vegetattive I. Pendahuluan Dalam euthanasia diperlukan keputusan yang tepat. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor kondisi pasien tersebut. Di dalam tinjauan pustaka ini penulis akan membahas euthanasia pada pasien dalam kesadaran vegetatif. Bagaimana kondisi kesadaran vegetatif dari segi kedokteran sesuai dengan pengambilan keputusan di dunia kedokteran. Dalam pengambilan keputusan di bioetik memerlukan yaitu dalam aspek etik, hukum, dan

medik. Selain itu dalam pengambilan keputusan diperlukan berpikir kritis dan logika. Agar tercipta keputusan yang baik dan benar, oleh karena itu penulis juga akan membahas tentang berpikir kritis dan logika yang didalamnya terdapat 3 dimensi dan azas-azas pemikiran yang akan membantu penulis untuk menentukan keputusan yang tepat dalam kasus euthanasia di mana pasien berada di kesadaran vegetatif. Penulis mengharapkan tinjauan pustaka ini dapat membuat pembaca mengerti dan menentukan keputusan yang tepat dari sudut pandang seorang dokter untuk melakukan euthanasia dalam keadaan pasien pada tingakat kesadaran vegetatif.

I.

Identifikasi Istilah 1. Diagnosa: penentuan sifat suatu penyakit.1 2. Kesadaran vegetatif: kondisi terjaga tanpa kesadaran diri dan lingkungan.2 3. Euthanasia: membunuh berdasarkan rasa kasihan; dengan sengaja mengakhiri hidup seseorang yang menderita penyakit dengan rasa sakit yang hebat tak bisa disembuhkan.1

II.

Pembahasan Euthanasia dalam pengertiannya disebut mati dengan baik tanpa penderitaan. Dapat

diartikan juga memperpendek hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan hal tersebut dilakukan demi kepentingan pasien.3 Keputusan harus diambil dalam euthanasia. Dikatakan bahwa keputusan adalah pengambilan sikap terhadap kenyataan. Dalam keputusan dibutuhkan bukti dan penjelasan mengapa keputusan tersebut dapat diambil.4 Dalam tingkat kesadaran vegetatif kita mengetahui bahwa pasien dalam kondisi tidak sadar sehingga .2 Kesadaran vegetatif dapat dikatakan sebagai bukti dan penjelasan dalam pengambilan keputusan euthanasia. Dalam kasus ini perlu dipertimbangkan dari berbagai segi aspek sebelum menentukan euthanasia. Aspeknya yaitu tiga dimensi, azas-azas pemikiran, suara hati, aturan-aturan yang berlaku, dan aspek medik. Tiga dimensi disini diperlukan agar kita dapat menentukan secara berpikir kritis dan berlogika. Dalam bagian ini terdapat 3 dimensi yaitu ontologi, epistemologi, dan axiologi.

1. Ontologi, yaitu kenyataan/ realita. Realitas kejadian yang seseungguhnya. Di kasus ini penulis melihat ontologi pada kasus ini adalah pasien dalam keadaan kesadaran vegetatif, sedangkan ia tidak dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri. Sehingga pihak lain yaitu suaminya yang mengajukan euthanasia dengan meminta persetujuan. 2. Epistemologi, yaitu pengetahuan tentang realitanya. Epistemologi disini adalah pengetahuan tentang euthanasia. Dalam kasus ini euthanasia digolongkan sebagai euthanasia aktif yaitu euthanasia yang dilakukan secara terarah yang diperhitungkan akan mengakiri hidup pasien dapat disebut sebagai mercy killing.3 3. Axiologi, yaitu mengenali prinsip-prinsip dasar yang mempengaruhi tindakan manusia. Dalam kasus ini axiologinya adalah rasa iba terhadapt si istri yang dalam kesadaran vegetatif dan juga dalam segi faktor ekonomi. Azas-azas pemikiran merupakan dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Jadi dengan azas pemikiran kita mempunyai dasar untuk mengetahui apakah pemikiran kita sudah benar. Azas pemikiran primer dibagi menjadi empat yaitu: 1. Azas identitas, yaitu sesuatu adalah sebagaimana adanya dan bukan yang lain. 2. Azas kontrakdiksi, yaitu perumusan negatif dari azas identitas. 3. Azas kecukupan, yaitu segala sesuatu memiliki alasan yang cukup adanya, dan dapat dijelaskan secara nalar. Dari segi azas kecukupan kesadaran vegetatif lah alasan dan nalar dari pemikiran euthanasia tersebut 4. Azas non-kontradiksi, yaitu sebuah keputusan tidak daoat sama-sama salah atau sama-sama benar. Selanjutnya kita akan membahas tentang suara hati. Ada 3 pihak yang dapat disebut sebagai pihak yang mengatur norma-norma dan aturan yang berlaku pada diri seseorang. 3 pihak tersebut adalah masyarakat, agama, dan negara 1. Masyarakat yaitu semua orang dan lembaga yang berpengaruh dalam hidup seseorang. Euthanasia di mata masyarakat memilki pendapat yang pro dan kontra. Menurut masyarakat euthanasia akan layak dilakukan bila dalam kondisi yang tepat, salah satunya dalam kesadaran vegetatif. Bila tidak ada alasan yang mencukupi euthanasia tidak layak untuk dilakukan. Tetapi di sisi lain banyak pendapat bahwa

dalam kondisi apapun euthanasia tidak tepat dilakukan, karena berurusan dengan hidup dan mati seseorang.5 2. Agama yaitu menuntut kepercayaan, tindakan-tindakan tertentu dan sikap-sikap yang amat dasariah dari diri manusia. Dari segi agama euthanasia tidak dibenarkan, alasannya karena berhubungan dengan hidup seseorang. Tetapi di lain sisi dalam agama kristen, dalam beberapa aliran euthanasia yang dilakukan untuk moral (mengurangi penderitaan) dianggap benar. Tindakan ini dalam kristen dibenarkan dari tindakan mengakhiri hidup secara sengaja, asalkan tidak ada jalan lain yang dapat menunjang hidupnya.6 3. Negara yaitu norma-norma hukum peraturan yang wajib di taati. Menurut negara Indonesia euthanasia tidak diperbolehkan dalam kondisi apapun. KUHP pasal 338, 338,340,359,345 berbicara tentang kejahatan terhadap nyawa, menyatakan bahwa euthanasia yang disengaja tidak dibenarkan.3,7 Aturan-aturan adalah yang mengatur kehidupan individu maupun masyarakat. Aturanaturan ini muncul sesuai dengan etika dan moral yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral tersebut akan berkembang menjadi sebuah legalitas (hukum). 1. Etika dan moral, etika adalah pemikiran dasar yang kritis sedangkan moral adalah pandangannya atau visualisasinya. Ditinjau dari etika euthanasia berbasis kasus kesadaran vegetatif adalah hal yang baik. Secara pandang pasien sudah tidak memiliki kesadaran, dalam arti lain euthanasia akan mengurangi penderitaan dari si pasien. Secara etika dan moral hal ini dibenarkan. 2. Legal, atau dapat juga disebut hukum. Yaitu aturan, seperti yang telah kita bahas di bagian negara (suara hati). Secara legal euthanasia tidak dibenarkan.3 Karena itu keputusan pengajuan yang dilakukan oleh suami pasien berkemunkinan besar tidak diterima oleh pemerintah. Aspek medik, atau bagaimana kondisi secara medik si pasien. Menurut pembahasan karena keterbasan wawasan penulis tidak membahas kondisi apa yang menyebabkan pasien mengalami kesadaran vegetatif. Tetapi kondisi medik yang sudah jelas adalah pasien dalam keadaan kesadaran vegetatif. Bila dalam kasus ini sebagai seorang dokter melakukan

euthanasia masi dibenarkan, karena alasan yang tepat. Tetapi dalam euthanasia ini harus diperhatikan kodeki dari kedokteran serta hukum dari negara tersebut. Setelah melihat semua aspek dalam pengambilan keputusan dan pemikiran secara kritis. Penulis akan melihat dari data yang ada dari segi pengambilan keputusan dari segi bioetik kedoketeran. Yaitu aspek etik, medik, dan hukum. 1. Etik, dari aspek etik euthanasia dibenarkan karena melihat dari kondisi pasien yang sudah tidak memiliki kesadaran. Dalam segi etika euthanasia dapat mengurangi penderitaan dari pasien 2. Medik, seperti yang dibahas medik yang diketahui adalah kesadaran vegetatif. Sehingga dari segi medik euthanasia dibenarkan 3. Hukum, menurut KUHP negara indonesia tidak membenarkan adanya euthanasia

III.

Kesimpulan Dari segi kedokteran dalam kondisi pasien dimana tingkat kesadaran vegetatif

euthanasia dibenarkan dalam aspek etika dan medis, dengan keputusan keluarga. Secara aspek legal dan agam euthanasia tidak diperbolehkan. Keputusan euthanasia yang diambil suami dapat dikatakan sudah tepat ditinjau dari aspek etika dan medik. IV. Daftar pustaka 1. Dorland WA. Kamus kedokteran dorland. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002 2. Pasien vegetative state sebenarnya sadar. Suara Pembahuruan, kamis 10 nov 2011 3. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006 4. Lanur A. Logika selayang pandang. 2th Ed. Yogyakarta: Kanisius, 2004 5. Richard F. Other people lives: reflections on medicine, ethics, and euthanasia. NLM 2011;26:239-79 6. Gielen J. The operationalisation of religion and world view in surveys of nurse attitudes toward euthanasia and assisted suicide. Med health care and philos 2009 Jul 21; 12: 423-31 7. Kitab undang-undang hukum pidana. Jakarta: Penerbit Pustaka Yustisia; 2007

Lampiran kasus C Siti Zulaeha (23 tahun) mengalami koma selama 3,5bulan setelah menjalani prosedur operasi di RSUD Pasar Rebo pada Oktober 2004. Ia didiagnosa mengalami kehamilan di luar kandungan. Namun setelah dioperasi ternyata hanya ada cairan di sekitar rahim, dan operasi tersebut menyebabkan ia koma dengan tingkat kesadaran vegetatif. Sang suami, Rudi Hartono (25 tahun), mengajukan permohonan euthanasia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 21 Februari 2005. Permohonan ditandatangani oleh suami, orang tua, dan kakak serta Siti Zulaeha.

Anda mungkin juga menyukai