bagi nasihat akal sehat sampai sekarang. “Jagalah kepala tetap dingin agar
yang tidak dibutuhkan dan tertata alamiah bagi pikiran rasional kita. Jika emosi
namun jika menyakitkan, kita akan menderita sebagai sebuah gangguan yang
tidak nyaman. Di dua kondisi ini, orang bijak menasihati kita agar mengalami
emosi dan perasaan hanya dalam takaran yang bijak. Kita harusnya tetap rasional.
Ada banyak kebijaksaan dalam hal ini seperti yang diyakini banyak
orang, jadi saya tidak menyangkal kalau emosi tak terkontrol atau keliru arah bisa
menjadi sumber utama perilaku irasional. Namun saya juga tidak menyangkal
kalau rasio yang nampaknya normal bisa terganggu oleh bias-bias halus yang
berakar di dalam emosi. Contoh, seorang pasien jauh lebih bisa menerima sebuah
perawatan jika diberitahu “90% pasien yang ditangani masih hidup lima tahun
kemudian,” ketimbang jika diberitahu “10% pasien yang ditangani mati sebelum
terhadap opsi tersebut, beda dari opsi yang ditawarkan dalam kerangka satunya,
meskipun mengarah pada kesimpulan yang tidak konsisten, ambigu dan irasional
hanya dihasilkan dari kurangnya pengetahuan diperkuat oleh bukti bahwa respon
dokter tidak jauh beda ketimbang pasien yang bukan dokter. Meskipun demikian,
yang tidak dimiliki pemahaman tradisional adalah temuan yang muncul dari studi
tentang pasien-pasien seperti Elliot dan dari observasi-observasi lain seperti yang
akan saya bahas di bab ini: Reduksi dan degradasi kadar emosi kita bisa
membentuk sumber yang sama pentingnya dengan emosi tak terkendali bagi
menyimpang ini sepertinya hendak menceritakan pada kita sesuatu tentang mesin
biologis akal.
merumuskan hipotesis umum dan khusus yang darinya sistem saraf normal
ßßß
Elliot juga bisa berlaku pada pasien-pasien lain. Itulah langkah satu-satunya cara
menyimpulkan kasus ini dengan tepat. Karena itu, kami sudah mempelajari 12
pasien dengan kerusakan otak depan yang tipenya seperti Elliot, dan hasilnya,
putusan dan datarnya emosi dan perasaan. Kekuatan akal dan pengalaman emosi
tempat atensi dasar, memori, kecerdasan dan bahasa nampaknya masih utuh
penilaian.
Namun cacat yang paling menyolok, yaitu kerusakan akal dan perasaan
yang hadir bersama-sama, tidak muncul hanya setelah otak depan rusak. Di bab
ini, saya akan membahas bagaimana kombinasi cacat ini bisa muncul dari
putusan. Justru masih ada empat sumber lain untuk membantu kita memahami
Sumber Pertama
di Universitas Columbia, dan dikenal sebagai ‘pasien A’, seorang pria berusia 39
pribadi dan profesional, namun mengidap tumor otak seperti meningioma Elliot. 3
Tumor ini tumbuh dari atas dan menekan ke bawah ke arah lobus frontalis.
Hasilnya sama dengan apa yang kita lihat pada Elliot. Dokter bedah saraf pertama,
Walter Dandy, sanggup menghilangkan tumor yang mengancam hidup itu namun
tumor sudah terlanjur melakukan kerusakan luas pada korteks di lobus frontalis
yang rusak pada kasus Elliot dan Gage, bahkan lebih luas daripada keduanya. Di
sebelah kiri, semua korteks frontalis yang terletak di depan wilayah bahasa
terpaksa ikut dihilangkan. Di sebelah kanan, pengirisan tumor bahkan lebih besar
permukaan internal (medial) kedua sisi lobus frontalis juga diangkat. Namun girus
singuli masih utuh. (Semua deskripsi pembedahan ini disetujui 20 tahun kemudian
lewat otopsi).
Gambar hlm. 55
Gambar 4-1. Wilayah yang berwarna gelap merepresentasikan sektor ventralis
dan medialis dari lobus frontalis yang selalu rusak pada pasien-pasien penderita
‘matriks Gage’. Perhatikan bahwa sektor dorsolateralis lobus frontalis ini tidak
rusak.
tempat dan waktu normal, juga memori konvensionalnya tentang fakta-fakta yang
dan kecerdasannya masih utuh, berdasarkan tes-tes psikologis yang tersedia waktu
itu. Kebanyakan dibuat berdasarkan fakta bahwa dia sanggup melakukan kalkulasi
dan memainkan dengan baik checker yang membutuhkan logika. Namun di luar
dulu dimilikinya sudah hilang. Dulu dia sopan dan penuh tenggang rasa, namun
sekarang dia bisa bertindak sangat memalukan. Komentarnya tentang orang lain,
meskipun dia tidak lagi bekerja, tidak berolah raga dan sudah tidak lagi
suatu peristiwa, jika merasa frustrasi, dia akan menyerang siapapun secara verbal
Sesekali emosinya bisa menyembur ke luar dengan cepat dan hebat, namun jarang
sekali kita temui. Tidak ada tanda dia merasakan sesuatu terhadap orang lain, dan
tidak ada tanda rasa malu, sedih atau jengkel kepada suatu peristiwa tragis.
yang saya sebut ‘matriks Phineas Gage’: setelah mengalami kerusakan pada
dan perasaannya jadi rusak. Di sekitar matriks ini, yang jelas, muncul sejumlah
Memiliki matriks ini adalah sifat tak terelakkan sindrom-sindrom tersebut, sebuah
titik ini saya hanya ingin menekankan garis besar esensi kondisi ini.
Sumber Kedua
Sumber historis kedua berasal dari tahun 1940.4 Donald Hebb dan Wilder
kecelakaan serius di usia 16 tahun, dan mereka menyoroti salah satu poin penting.
Phineas Gage, Elliot, pasien A dan para penerus modern mereka adalah orang
kanak atau remaja? Kita mungkin memprediksi bahwa anak-anak atau remaja
menekan dan merusak korteks frontalis kanan dan kiri. Awalnya dia tumbuh
sebagai anak dan remaja normal, namun setelah kecelakaan, bukan hanya
menyimpang.
Sumber Ketiga
Tapi mungkin kasus yang lebih dramatis adalah yang ditemukan S.S.
Ackerly dan A.L. Benton di tahun 1948.5 Pasien mereka sudah mengalami
kerusakan lobus frontalis saat lahir dan menjalani usia perkembangan kanak-
kanak dan remaja tanpa banyak sistem otak yang saya yakin dibutuhkan bagi
dasar pikirannya masih nampak utuh, namun dia tidak pernah mencapai perilaku
sosial yang normal. Ketika sebuah eksplorasi pembedahan saraf dilakukan di usia
19 tahun, terlihat kalau lobus frontalis kirinya tumbuh lebih kecil dari ruang
tengkorak yang tersedia, sedangkan seluruh lobus frontalis kanan sama sekali
tidak ada sebagai konsekuensi dari degenerasi selnya. Kerusakan berat di waktu
beberapa hari patuh menjalankan tugas, dia kehilangan minat dalam aktivitas
kemarahan, meskipun secara umum dia cenderung patuh dan sopan. (Dia
bangsawan Inggris’.) Hasrat seksualnya suram, dan dia tidak pernah memiliki
sudah dipelajari, dan tiba-tiba bisa beralih kepada topik lain yang tidak begitu
penting seperti pengetahuan mendetail cara merakit mobil. Pasien ini tidak merasa
bahagia atau sedih, dan kesenangan serta rasa sakit tampaknya singkat saja
periodenya.
kurang begitu mampu mengalami rasa senang dan bereaksi terhadap rasa
Penerus-penerus modern ini terus membuka diri mereka, dan pada individu-
individu yang sudah saya amati sendiri, konsekuensinya sama. Pasien-pasien ini
mirip pasien Ackerly-Benton dalam sejarah medis dan perilaku sosialnya. Salah
satu cara melukiskan perilaku menyimpang mereka adalah “mereka tidak pernah
membangun sebuah teori yang tepat mengenai kepribadian mereka sendiri, atau
tentang peran sosial kepribadian mereka di dalam perspektif masa lalu dan masa
kepribadian orang lain. Mereka tidak memiliki teori tentang jiwa mereka sendiri,
Sumber Keempat
Sumber keempat bukti historis berasal dari wilayah yang tidak terduga:
oleh seorang pakar neurologi berkebangsaan Portugis, Egas Moniz di tahun 1936,
kecil di bagian dalam materi putih kedua lobus. (Nama prosedur ini juga cukup
gamblang dan sederhana: leukos dalam bahasa Yunani berarti ‘putih’, dan tomos
dalam bahasa Yunani berarti ‘memotong’; ‘prafrontalis’ berarti wilayah yang
Seperti yang sudah kita jelaskan di Bab 2, materi putih di bawah kulit
otak disusun dari berkas-berkas akson atau jaringan saraf, yang masing-masing
adalah perpanjangan sebuah neuron. Akson adalah alat agar neuron berhubungan
Beberapa koneksi ini bersifat lokal, di antara wilayah-wilayah korteks yang cuma
wilayah yang lebih jauh, contohnya wilayah-wilayah korteks di satu hemisfer otak
satu arah atau dua arah antara wilayah-wilayah korteks dan nuklei subkorteks,
sekumpulan neuron di bawah kulit otak. Seberkas akson yang bergerak dari satu
sumber yang dikenal menuju target tertentu disebut ‘proyeksi’, karena akson-
Urut-urutan proyeksi yang melintasi beberapa stasiun target dikenal sebagai ‘jalan
setapak’ (pathway).
Gagasan yang baru pada Moniz adalah dalam diri pasien-pasien dengan
overaktif. Tidak ada bukti bagi hipotesis ini, meskipun studi-studi terbaru
seolah berjalan melampaui bukti jaman itu, semata-mata dia didorong oleh pola
kasus pasien A, dan dari hasil-hasil eksperimen hewan yang akan dibahas di
intelektual pasien. Dia yakin operasi seperti itu akan menyembuhkan penderitaan
pasien dan mengijinkan mereka mengarah pada kehidupan mental yang normal.
Dimotivasikan oleh apa yang dilihatnya sebagai kondisi batas begitu banyak
dukungan bagi prediksi Moniz. Kecemasan dan agitasi pasien menghilang, dan
fungsi-fungsi seperti bahasa dan ingatan konvensional masih tetap utuh. Namun
keliru besar bila mengasumsikan operasi ini tidak merusak kemampuan lain
pasien. Perilaku mereka, yang dulu tidak pernah normal, sekarang menjadi
ketenangan ekstrim. Emosi mereka nampak datar sekali. Mereka tidak nampak
kompulsi tiada henti atau delusi yang sangat kaya langsung bungkam. Dorongan
pasien untuk merespon dan bertindak, betapapun kelirunya, jadi tertutup rapat.
Bukti dari prosedur-prosedur awal ini masih jauh dari ideal. Bukti
keyakinan akan kesuksesan cara perawatan ini terlalu besar. Bahkan studi-studi
orbitalis dan medialis dari lobus frontalis mengubah emosi dan perasaan,
tidak terpengaruh.
menjalani leukotomi.
menjadi beban yang tidak begitu berat untuk ditanggung ketimbang kesulitan
mereka sebelumnya mengontrol kecemasan. Namun karena waktu itu tahun 1930-
an, kebanyakan pembedahan mutilasi otak tidak bisa diterima, sehingga perawatan
Alternatif lain bagi leukotomi adalah mengenakan jaket bertali dan terapi
kendati tidak perlu kita menahan-nahan penilaian terhadap versi ekstrim dari
pembedahan Moniz yang jauh lebih destruktif, yang dikenal sebagai lobotomi
menyebabkan lesi yang lebih luas. Operasi yang terakhir ini dikutuk seluruh dunia
lantaran metode yang dilakukannya dan mutilasi tidak perlu yang dihasilkannya.8
ßßß
paling terganggu.
atau mungkin lebih dari itu, maka kerusakan pada penalaran dan/atau
pengambilan-putusan, dan emosi/perasaan tidak lagi terpusat kepada
dan memori aktif, dapat dideteksi oleh tes-tes mengenai objek, kata-kata
atau angka.
Yang kita perlu ketahui sekarang adalah apakah pasien yang berperilaku
semacam ini hanya menunjukkan ciri kerusakan di wilayah otak ini saja, ataukah
Jawabannya ternyata bisa. Semua ciri yang sama ini juga bisa muncul
akibat kerusakan di wilayah otak yang lain. Salah satunya adalah sektor hemisfer
kanan (namun kirinya tidak) yang mencakup sejumlah korteks yang memproses
sinyal-sinyal dari tubuh. Kerusakan yang lain adalah yang terjadi di dalam sistem
Ada kondisi neurologis penting lain yang memiliki ciri ‘matriks Phineas
Gage’, bahkan kendati pasien yang terserang sekilas tidak mirip simtom Gage
sama sekali. Anosognosia, saat kondisi ini mulai dikenal, adalah satu dari
istilah nosos yang dalam bahasa Yunani berarti ‘penyakit’, dan gnosis yang dalam
yang lumpuh di bagian kiri tubuhnya, tidak sanggup menggerakkan tangan dan
lengan, kaki dan tungkai, separuh wajahnya tidak bisa digerakkan, tidak sanggup
berdiri atau berjalan. Dan sekarang bayangkan seseorang mengalami kondisi yang
sama persis merasa tidak ada yang salah dengan dirinya, dan ketika ditanya “Apa
yang kamu rasakan dengan kondisi ini?”, dia menjawab dengan tulus, “Baik-baik
saya hanya akan mengacu kepada bentuk prototipisnya saja berdasarkan uraian
sebelumnya. Saya bisa menegaskan dengan yakin kalau bukan ini yang terjadi.
ketika sisi kanan tubuh lebih lumpuh ketimbang sisi kirinya: pasien yang paling
aphasia, malah lebih sadar sepenuhnya terhadap kondisi mereka. Begitu pula
pasien yang memiliki kelumpuhan yang parah di tubuh sebelah kirinya, namun
kelumpuhan dan anosognosia, bisa tetap normal dalam pikiran dan perilakunya,
Kelumpuhan sebelah kiri tubuh yang disebabkan oleh pola kerusakan otak
kondisi penyakitnya.
tertentu otak —dan hanya di wilayah itu— pada pasien-pasien yang mungkin
dianggap, bagi mereka yang tidak akrab dengan misteri saraf, lebih beruntung
fungsi kognitif tertentu. Hilangnya fungsi kognitif ini tergantung pada sistem otak
tertentu yang umumnya rusak lantaran stroke atau penyakit saraf lainnya.
menyolok agar sadar mereka memiliki satu masalah yang mengganggu. Kapanpun
saya menanyakan kepada pasien saya, kita sebut saja DJ, tentang kelumpuhan
sebelah kirinya yang menyeluruh, wanita itu akan selalu mulai dengan berkata
awalnya kelumpuhan itu ada di sana, namun sekarang sudah tidak ada lagi. Ketika
saya kemudian memintanya menggerakkan lengan kiri, dia akan mencarinya lebih
dulu, dan setelah menatap lengan yang terkulai layu itu, bertanya apakah saya
sungguh menginginkan ‘lengan kiri’ itu untuk bergerak ‘sendiri’. Ketika saya
menjawab, “ya, tolong,” dia pun memberikan perhatian secara visual mengenai
tidak maunya lengan itu bergerak, lalu menjawab “nampaknya lengan itu tidak
mau bergerak dengan sendirinya.” Sebagai tanda mau bekerja sama atas
permintaan saya itu, dia lalu menawarkan untuk menggerakkan lengan kiri itu
dengan lengan kanannya yang masih baik kondisinya, “Kalau anda mau, saya bisa
dari dalam lewat sistem indera tubuh, tidak pernah hilang dalam kasus-kasus berat
itu bisa ditopengi dengan baik. Contohnya, seorang pasien bisa memiliki
kenangan dan pemahaman visual mengenai tidak bergeraknya lengan dan melalui
tersebut. Atau pasien bisa saja mengingat sejumlah pernyataan yang tak terhitung
jumlahnya dari kerabat dan staf medis mengenai efek ini bahwa memang terdapat
kelumpuhan dan penyakit yang menyerang dirinya, namun dia tidak merasakan
ada yang tidak normal dengan itu semua. Dengan mengandalkan jenis informasi
yang tidak memiliki hubungan apapun seperti itu, salah satu pasien anosognosia
kami yang terpandai terus berkata secara konsisten, “Saya terbiasa memiliki
masalah itu,” atau, “Saya terbiasa mengabaikannya.” Tentunya, dia masih terus
antara kesadaran langsung dan tidak langsung terhadap kondisi mereka seringkali
Marcel.10)
pasien anosognosia terkait lengan dan kaki mereka yang sakit adalah kuranngya
sudah terjadi serangan stroke besar, bahwa resiko bagi gangguan otak atau jantung
singkat kata, pemberitahuan bahwa hidup mereka tidak akan pernah sama lagi—
mengelak, dan tidak pernah merasa gusar atau sedih, menangis atau marah, putus
asa atau panik. Berbeda kalau anda memberikan sebuah berita buruk kepada
seperti individu normal. Emosi dan perasaan tidak pernah bisa ditemukan di
kondisi kepribadian dan interaksi sosial mereka, ikut menjadi rusak juga. Bagi
adekuat bagi apa yang terjadi pada mereka, apa yang bisa terjadi di masa depan,
dan apa yang dipikirkan orang lain tentang kondisi mereka. Yang sama
pentingnya, mereka sama sekali tidak sadar bahwa teorisasi mereka tentang
kondisi dirinya tidak tepat sama sekali. Ketika gambar-diri begitu rusak, tidak
mungkin kita bisa menyadari betapa pikiran dan tindakan kita sudah tidak normal
lagi.
ßßß
utuh bagi ciri-ciri korelasi neuroanatomi dan anosognosia merupakan proyek yang
Terjadi kerusakan pada kelompok tertentu kulit otak sebelah kanan yang
sentuhan, merasakan temperatur dan rasa sakit dari luar, dan indera-indera
Terjadi kerusakan pada wilayah 3,1,2 (di dalam lobus parietalis), dan
pikirkan adalah soma, atau tubuh, dalam pengertian paling umum sehingga
dilihat dari luar. Daerah yang berwarna gelap adalah tempat korteks
sensoris (S2) dan insularis, tertanam di dalam celahan sylvian yang berada tepat
di atas dan depan dari bagian bawah korteks somatosensoris utama. Mereka
tidak bisa terlihat dengan mata telanjang dari permukaan korteks. Anak panah
otak di seluruh hemisfer yang rusak pada kasus anosognosia akan menghasilkan,
Pembaca mungkin heran kenapa peta ini lebih condong kepada hemisfer
kanan ketimbang kedua sisi secara bilateral, padahal tubuh memiliki dua belahan
yang hampir simetris. Jawabannya, sama seperti spesies lainnya, fungsi hemisfer
otak manusia nampaknya bersifat asimetris juga, mungkin alasannya karena perlu
satu saja pengontrol ketimbang dua pengontrol yang bertanggung jawab untuk
memilih suatu tindakan atau suatu pemikiran. Apabila kedua sisi memiliki hak
setara menentukan gerakan tubuh, anda mungkin akan berakhir dengan konflik
otak terus-menerus —tangan kanan ikut campur tangan di dalam pekerjaan tangan
kiri, dan anda akan memiliki sedikit saja kemungkinan untuk memproduksi pola-
pola terkoordinasi gerakan yang melibatkan lebih dari satu kaki. Lantaran
fungsinya yang sangat beragam, struktur di salah satu hemisfer selalu berkembang
95% manusia, termasuk sebagian besar yang bertangan kidal, bahasa bergantung
sepenuhnya kepada struktur hemisfer kiri. Contoh struktur dominan lain, kali ini
muskoskeletal kepala di sisi lain, berjalan bersama dalam satu peta dinamis yang
terkoordinasi. Perhatikan bahwa ini bukan satu peta tunggal dan berdampingan,
ini, sinyal-sinyal yang berkaitan dengan sisi tubuh kiri dan kanan menemukan
mereka sama-sama tidak sanggup membuat keputusan tepat dalam urusan pribadi
kesehatannya, dan sama-sama memiliki daya tahan tinggi terhadap rasa sakit.
dalam membuat keputusan. Kenapa data dan riset tentang gangguan terhadap
proses berpikir dan menalar lebih difokuskan kepada pasien penderita kerusakan
terdapat pada perasaan dan cara menalar mereka) sehingga bisa melakukan
interaksi sosial meskipun lama-lama diketahui juga kemampuan interaksi tersebut
sedang sakit, karena gangguan fungsi motorik dan sensoris mereka, yang
diteliti.
ada, siap memanifestasikan diri setiap ada kesempatan, siap merusak semua
rencana pemulihan yang dirancang khusus bagi mereka oleh keluarga dan staf
yang mereka miliki, pasien-pasien ini hanya menunjukkan sedikit saja kerelaan
bekerja sama dengan terapis, tidak ada motivasi yang bisa menjadikan mereka
lebih baik. Kalau begitu, kenapa kesannya mereka merasa tidak ada hal buruk
yang terjadi pada mereka? Tampilan riang atau tenang ini sebenarnya menipu,
karena tampilan tersebut bukan dikehendaki secara bebas dan tidak didasarkan
kepada pengetahuan akurat tentang kondisi dirinya. Namun tampilan ini lalu
keluarga dan staf medis— keliru menilai baik-baik saja lantaran keceriaan dan
ketabahan pasien, berbeda jauh dari pasien sebelah yang selalu menangis, gusar
yang di tahun 1975 mendapat serangan stroke di bagian hemisfer kanan.13 Namun
karena kemampuan berbicaranya tidak terpengaruh, dia pun boleh kembali pada
pekerjaannya, dan semua orang berharap anggota Mahkamah Agung yang brilian
dan tajam ini tidak hilang terlalu dini. Namun peristiwa menyedihkan yang
untuk keluar begitu saja dari rumah sakit, melanggar semua aturan medis (bahkan
sebelah kirinya sebagai mitos, semuanya dibalut dalam caranya berbicara yang
memang kuat dan penuh humor. Ketika dia dipaksa untuk menyadari dan
mengakui, di sebuah konferensi pers terbuka, bahwa dia tidak bisa lagi berjalan
normal atau perlu bantuan orang lain untuk bisa berdiri dari kursi, Douglas hanya
menepis pertanyaan itu dengan berkata, “Berjalan tidak memiliki kaitan apapun
kirinya, “Saya sudah menendang beberapa gol sejauh 40 yard di ruang berlatih,”
yang sudah lanjut akan membuat tim itu kerepotan, sang hakim cuma tertawa dan
berkata, “Ya, tapi kamu akan melihat bagaimana nanti saya akan memelintir
mereka tanpa ampun.” Namun adegan terburuk mulai datang, ketika Douglas
berulang kali gagal untuk hadir di dalam perjamuan-perjamuan sosial para hakim
sebagai hakim, namun dia menolak untuk mundur, dan bahkan setelah dipaksa
efek yang lebih jauh ketimbang hanya kelumpuhan sebelah kiri tubuh yang tidak
disadari atau dirasakan pasiennya. Mereka juga mengalami cacat dalam caranya
berpikir, menalar dan mengambil putusan, dan sebuah cacat dalam emosi dan
perasaan.
berwarna gelap menutupi korteks singulat anterioris. Titik hitam kecil menandai
saya, Daniel Tranel, Hanna Damasio, Frederick Nahm dan Bradley Hyman sudah
beruntung dapat mempelajari seorang pasien dengan gangguan tersebut, seorang
wanita dengan pola ketidak-tepatan pribadi dan sosial seumur hidup.14 Tidak ada
keraguan bahwa jangkauan dan ketepatan emosinya rusak, dan bahwa dia
memiliki sedikit saja pemahaman tentang situasi problematik yang menyeret dia
Phineas Gage atau pasien-pasien anosognosia, dan seperti dalam diri mereka juga,
diteliti hanya lulusan SMU dan IQ-nya normal saja). Selain itu, di dalam
bahwa apresiasi pasien ini terhadap aspek-aspek halus emosi benar-benar tidak
lesi-lesi yang ekuivalen pada kera menyebabkan cacat yang sama dalam
Weiskrantz dan didukung oleh Aggleton dan Passingham.15 Lebih jauh lagi,
sama sekali: Entah cacat ini jauh lebih menjalar, merusak operasi-operasi
dengan penekanan khusus terhadap wilayah pribadi dan sosial. Kumpulan sistem
yang sama ini juga terlibat di dalam emosi dan perasaaan, dan didedikasikan
Sumber Purba
tindakan internal (animasi pikiran, penalaran). Wilayah sumber purba ini adalah
Gambar hlm. 72
Gambar 4-5. Diagram otak manusia yang merepresentasikan hemisfer otak
sebelah kiri dilihat dari luar (panel kiri) dan dari dalam (panel kanan) dengan
lokasi dari tiga wilayah korteks motorik utama: M1, M2 dan M3. M1 mencakup
apa yang disebut ‘garis motorik’ yang selalu nampak jelas di setiap gambar otak
dari luar. Gambar kepala manusia yang berisi otak manusia terkait semua fungsi
mereka paling baik digambarkan sebagai animasi yang tertunda, secara mental
maupun eksternal —ragam ekstrim cacat penalaran dan ekspresi emosi. Wilayah-
kemudian dikenal sebagai SMA, supplementary motor area, atau M2), dan
sekitar lobus prafrontalis ikut terlibat juga, selain korteks motorik di permukaan
dalam sektor lobus frontalis ini sudah diasoasikan dengan gerakan, emosi dan
atensi. (Keterlibatan mereka di dalam fungsi motorik sudah pasti; untuk bukti
tentang keterlibatan mereka di dalam emosi dan atensi, lihat Damasio dan Van
Hoesen, 1983, dan Petersen & Posner, 1990.17) Kerusakan di sektor ini bukan
hanya menghasilkan cacat dalam gerakan, emosi dan atensi, tapi juga
menyebabkan penangguhan virtual animasi tindakan dan proses berpikir, atau bisa
diilustrasikan sebagai “akal tidak bisa jalan lagi”. Kisah tentang salah satu pasien
Stroke yang diderita salah satu pasien saya, sebut saja Ny. T,
menghasilkan kerusakan luas di wilayah dorsalis dan medialis dari lobus frontalis
di kedua hemisfer. Dia tiba-tiba menjadi tidak bisa lagi bergerak dan berbicara,
hanya bisa berbaring di ranjang dengan mata terbuka namun dengan ekspresi
Tubuhnya tidak lagi bisa digerakkan kecuali wajahnya. Dia mungkin bisa
membuat gerakan normal dengan tangan dan lengannya, menarik selimut untuk
menutupi tubuh, contohnya, namun secara umum, semua anggota tubuhnya masih
bisa merespon. Ketika ditanya bagaimana kondisinya, biasanya dia akan tetap
diam, meskipun setelah banyak bujukan barulah dia akan menyebutkan namanya,
atau nama suami dan anak-anaknya, atau nama kota tempatnya tinggal. Namun
dia tidak akan memberitahu anda riwayat medisnya, di masa lalu maupun di masa
kini, dan dia tidak bisa menggambarkan kejadian-kejadian yang menyebabkan dia
dirawat di rumah sakit. Tidak ada cara untuk mengetahui, kalau begitu, apakah dia
tidak memiliki ingatan tentang kejadian-kejadian itu, atau apakah dia memiliki
rekoleksi namun tidak mau atau tidak sanggup membicarakannya. Dia tidak
menunjukkan kekuatiran apapun tentang dirinya atau hal apapun yang lain.
Beberapa bulan kemudian, ketika secara bertahap di mulai bangun dari kondisi
diam dan akinesianya (tidak bergerak), dan mulai mau menjawab pertanyaan-
tampilannya yang tidak memiliki pikiran, ternyata memang tidak ada pemikiran
atau penalaran yang nyata. Kepasifan wajah dan tubuhnya adalah cerminan tepat
pikirannya. Sebaliknya, dia hanya menjawab, “Saya tidak punya apapun untuk
dikatakan.”
sendiri tentang apa yang sudah dialami, dia memang tidak pernah merasa
memiliki perasaan apapun. Di mata saya, dia tidak memiliki perhatian khusus
apapun kepada stimuli eksternal yang disajikan kepadanya, tidak juga dia
(Francis Crick juga mendukung pendapat saya bahwa kehendak telah mengempis
pada pasien-pasien dengan lesi tersebut, dan mendiskusikan sebuah lapisan saraf
hebat pada wilayah otak yang bertanggung jawab untuk mendorong imaji-imaji
Kurangnya dorongan ini terbaca dari pengamat luar dalam bentuk ekspresi wajah
yang netral, sikap diam dan akinesia. Karena tidak ada yang normal di dalam
pikiran dan penalaran Ny. T, secara alamiah tidak ada keputusan yang bisa
Latar belakang yang lebih jauh bagi argumen yang saya bangun ini
berasal dari studi-studi terhadap otak hewan. Studi pertama yang akan saya
J.F. Fulton dan C.F. Jacobsen di Universitas Yale, dengan tujuan memahami
pembelajaran dan memori.19 Becky dan Lucy, dua simpanse yang diteliti, bukan
tugas eksperimental. Di tahap pertama, peneliti merusak salah satu sisi lobus
frontalis. Tidak banyak gangguan yang terjadi performa atau kepribadian hewan-
hewan tersebut. Di tahap berikutnya, peneliti merusak sisi lain lobus frontalis.
yang Becky dan Lucy sebelumnya merasa frustrasi, sekarang mereka nampak
membuat lesi yang sama pada otak-otak pasien psikotik, apakah operasi itu bisa
menyelesaikan persoalan mereka? Fulton yang terkejut tentu saja tidak bisa
menjawabnya.
ßßß
lain);
kelembaman seksual.
Meskipun bisa bergerak normal, mereka gagal berhubungan dengan kera lain
lain itu malah bisa menjalin hubungan normal dengan kera-kera yang mengalami
yang berbeda, dominasi betina dan pejantan tertentu terhadap anggota lain, dsb.22)
Nampaknya mereka gagal di wilayah ‘kognisi sosial’ dan ‘perilaku sosial’, dan
bahwa kera-kera lain merespon kera-kera yang masih normal. Yang mengejutkan,
sejumlah cacat dalam perilaku sosial, namun tidak seberat kera yang
simpanse, dan antara simpanse dan manusia, terdapat sebuah esensi bersama yang
Karya Fulton dan Jacobsen menyediakan bukti lain yang tak kalah
memahami pembelajaran dan memori, dan dari sudut pandang itu, hasilnya
membentuk satu gambaran umum. Maksud dari salah satu tugas yang diberikan
mereka berjalan sebagai berikut: Di depan seekor simpanse diletakkan dua loyang
yang jauhnya sejangkauan tangan. Sepotong makanan yang disukai simpanse itu
diletakkan di salah satu loyang, lalu kedua loyang ditutupi makanan lain yang
tidak begitu disukai sehingga makanan yang disukai terkubur dan tidak terlihat
dari luar. Setelah penundaan sesaat, simpanse yang normal masih memiliki
Karena itu dia segera mengarah ke loyang yang tepat untuk mendapatkan
lagi sanggup mengerjakan tugas tersebut. Segera setelah stimulusnya tidak lagi
terlihat karena terkubur, begitu pula pengetahuan tentang stimulus itu menghilang
ßßß
Temuan terbaru dan yang sangat relevan bagi argumen saya berkaitan
ventromedialis dari korteks prafrontalis dan amigdala. Serotonin adalah satu dari
kontribusi bagi semua aspek perilaku dan kognisi (neurotransmiter lainnya adalah
neuron-neuron yang terletak di nuklei kecil batang otak atau otak depan bagian
menarik, peran ini berbeda di spesies lain). Pada hewan-hewan yang diteliti,
ketika neuron tempat serotonin berakar dihalangi dari fungsinya mengantarkan zat
tersebut, salah satu konsekuensinya adalah hewan bersikap impulsif dan agresif.
Di dalam konteks ini sangat penting untuk dicatat, seperti yang nampak
dari kerja Michael Raleigh,25 bahwa kera yang perilakunya baik secara sosial
(diukur lewat tampilan kerja sama, pemeliharaan dan kedekatan dengan kera lain),
amigdala, korteks temporal medialis dan sekitarnya, namun tidak di wilayah otak
lain; sedangkan pada kera-kera yang menunjukkan sikap tidak kooperatif dan
sistem antara korteks prafrontal ventromedialis dan amigdala yang sudah saya
wilayah ini dengan perilaku sosial, wilayah utama yang terpengaruh pada pasien-
yang dijelaskan di dalam studi ini disebut ‘serotonin-2’ karena reseptor serotonin
Kalau sampai harus menjelaskan perilaku dan pikiran, tidak cukup kita
hanya mengutip istilah ‘neurokimia’. Kita juga harus tahu apa hubungan kimia
tindakan kimia di dalam sistem, kita tidak punya kesempatan untuk memahami
hanyalah langkah awal, setelah itu uraian mendetail tentang bagaimana sirkuit-
sirkuit yang lebih tertata beroperasi). Selain itu, penjelasan yang bersifat saraf
hanya mulai berguna apabila menyoroti hasil-hasil dari operasi sistem tertentu
bagi sistem yang lain. Temuan penting yang dideskripsikan di atas mestinya tidak
juga ikut campur dengan kuat. Sebuah penjelasan yang memuaskan hanya bisa
Kesimpulan
diuraikan bab ini menunjukkan hubungan erat antara sekumpulan wilayah otak
manusia dan hewan, kita sekarang bisa mendata sejumlah fakta baru tentang
disebut rasionalitas.
pikiran, bagi kurun waktu yang agak panjang, imaji objek yang masih
Akan tetapi, kenapa peran-peran yang terpisah ini lalu bisa berkumpul bersama-
sama, padahal sektor otak tersebut sudah dipotong? Komponen apa sajakah yang
dan sosial; dan untuk menyimpan imaji tertentu dalam pikiran kendati objek yang
for alternative therapies. Dalam New England Journal of Medicine, No. 306, hlm. 1259-1269.
2 Untuk penjelasan detail tentang strategi riset neuropsikologi, lihat H. Damasio & A.R. Damasio
3 R.M. Brickner (1934). An interpretation of frontal lobe function based upon the study of a case
of partial bilateral frontal lobectomy. Dalam Research Publications of the Association for
Research in Nervous and Mental Disease No. 13, hlm. 259-351; dan 1936). Dalam The
intellectual functions of the frontal lobes: Study based upon observation of a man after partial
bilateral frontal lobectomy. New York: Macmillan. Untuk studi yang lain tentang kerusakan
lobus frontalis, lihat juga D.T. Stuss dan F.T. Benson (1986). The Frontal Lobes. New York:
Raven Press.
4 D.O. Hebb dan W. Penfield (1940). ‘Human behavior after extensive bilateral removals from
the frontal lobes’, Archives of Neurology and Psychiatry no. 44, hlm. 421-438.
5 S.S. Ackerly dan A.L. Benton (1948). ‘Report of a case of bilateral frontal lobe defect’ di dalam
Research Publications of the Association for Research in Nervous and Mental Disease, No. 27,
hlm. 479-504.
6 Di antara sejumlah dokumentasi kasus yang setara dengan pasien Ackerly dan Benton, lihat:
B. H. Price, K.R. Daffner, R.M. Stowe dan M.M. Mesulam (1990). The comportmental
learning disabilities of early frontal lobe damage. Dalam Brain no. 113, hlm. 1383-
1393.
L. M. Grattan dan P.J. Eslinger (1992). Long term psychological consequences of childhood frontal
lobe lession in patient DT. Dalam Brain and Cognition, No. 20, hlm. 185-195.
7 E. Moniz (1936). Tentatives opératoires dans le traitement de certaines psychoses. Paris:
Masson.
8 Untuk diskusi mengenai bentuk perawatan agresif ini dan bentuk perawatan yang lain, lihat E.S.
Valenstein (1985). Great and Desperate Cures: The Rise and Decline of Psychosurgery and
Other Radical Treatment for Mental Illness. New York: Basic Books.
9 J. Babinsky (1914). Contributions à l’étude des troubles mentaux dans l’hémiplégie organique
1 0 A. Marcel (1993). Slippage in the unity of consciousness. Dalam Experimental and theoretical
studies of consciousness (Ciba Foundation Symposium 174), hlm. 168-186. New York: John
1 1 S.W. Andreson dan D. Tranel (1989). Awareness of disease states following cerebral
infarcation, dementia and head trauma: Standardized assessment. Dalam The Clinical
1 2 R.W. Sperry (1981). Cerebral organization and behaviour. Dalam Science, No. 113, hlm. 1749-
1757.
J.E. Bogen dan G.M. Bogen (1969). The other side of the brain. III: The corpus callosum and
creativity. Dalam Bulletin of Los Angeles Neurological Society, No. 34, hlm. 191-220.
E. De Renzi (1982). Disorders of Space Exploration and Cognition. New York: John Wiley &
Sons.
D. Bowers, R.M. Bauer, dan K.M. Heilman (1993). The nonverbal affect lexicon: Theoretical
M.M. Mesulam (1981). A Cortical network for directed attention and unilateral neglect. Dalam
E.D. Ross dan M.M. Mesulam (1979). Dominant language functions of the right hemisphere.
Dalam Archives of Neurology no. 36, hlm. 144-148.
1 3 B. Woodward dan S.Armstrong (1979). The Brethren. New York: Simon & Schuster.
R. Adolphs, D.Tranel & A. Damasio. Bilateral Damage to the Human Amygdala Impairs the
Recognition of Emotion in Facial Expressions. (sedang dicetak)
complex in monkeys. Dalam Journal of Comparative and Physiological Psychology, No. 49,
hlm. 381-391.
J.P. Aggleton dan R.E. Passingham (1992). Syndrome produced by lesions of the amygdala in
monkeys (Macaca mulatta). Dalam Journal of Comparative and Physiological Psychology No.
Untuk studi tentang tikus, lihat J.E. LeDoux (1992). Emotion and the amygdale. Dalam J.P.
Aggleton (ed.), The Amygdala: Neurobiological Aspects of Emotion, Mystery and Mental
Dysfunction, hlm. 339-351. New York: Wiley-Liss.
1 6 R. J. Morecraft dan G. W. Van Hoesen (1993). Frontal granular cortex input to the cingulate
(M3), supplementary (M2), and primary (M1) motor cortices in the rhesus monkey. Dalam
1 7 A.R. Damasio dan G.W. Van Hoesen (1983). Emotional disturbances associated with focal
lesions of the limbic frontal lobe. Dalam K.M. Heilman dan P. Satz (ed.), Neuropsychology of
1 8 F. Crick (1994). The Astonishing Hypothesis: The Scientific Search for the Soul. New York:
1 9 J.F. Foulton dan C.F. Jacobsen (1935). The functions of the frontal lobes: A comparative study
in monkeys, chimpanzees and man. Dalam Advances in Modern Biology (Moskow), No. 4, hlm.
113-123.
Lihat juga J.F. Foulton (1951). Frontal Lobotomy and Affective Behavior. New York: Norton
and Company.
2 0 C.F. Jacobsen (1935). Functions of the frontal association area in primates. Dalam Archives of
2 1 R.E. Myers (1975). Neurology of social behavior and affect in primates: A study of prefrontal
and anterior temporal cortex. Dalam K.J. Zuelch, O. Creutzfeldt, dan G.C. Galbraith (ed.),
and anterior temporal cortex. Dalam Neuropsychologia No. 11, hlm. 141-157.
2 2 S.J. Suomi (1987). Genetic and maternal contributions to individual differences in rhesus
2 3 Untuk kajian tentang bukti neurofisiologis tentang persoalan ini, lihat L. Brothers,
The Nervous System, Vol. 5, hlm. 373-417. Bethesda, MD: American Physiological Society.
Lihat juga J.M. Fuster (1989). The Prefrontal Cortex: Anatomy, Physiology and
Neuropsychology of the Frontal Lobe (edisi kedua). New York: Raven Press.
2 5 M.J. Raleigh dan G.L. Brammer (1993). Individual differences in serotonin-2 receptors and
social behavior in monkeys. Dalam Society for Neuroscience Abstracts, No. 19, hlm. 592.