Anda di halaman 1dari 17

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Trauma kapitis (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis, bahkan pada kematian. Pada umumnya Trauma kapitis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan bermotor, jatuh/tertimpa benda berat (benda tumpul), serangan/kejahatan (benda tajam), pukulan (kekerasan), akibat tembakan, dan pergerakan mendadak sewaktu berolahraga. Insiden Trauma kapitis craniotomy pada anak-anak (79,3%), pada usia < 20 tahun (60%), pada orang dewasa dan orangtua > 35 tahun (74%). Pada Trauma kapitis di daerah kepala (kalvarium), kulit kepala dapat mengalami robekan, perdarahan karena terdapat pembuluh darah di dalam jaringan subkutis, dalam otot-otot dan tendon sehingga dapat menyebabkan perdarahan yang besar, maka dilakukan pembedahan craniotomy untuk mengeluarkan darah yang ada di dalam rongga isi otak kepala dan kemudian melakukan pemasangan pembalut untuk menekan pada kepala. Tulang kepala manusia memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Bagian yang dilapisi otot memiliki jenis tulang yang lebih tipis, karena adanya peredam berupa otot tersebut, dan sebaliknya, tulang yang tidak dilapisi otot lebih memiliki ketebalan. Tulang frontal tidak memiliki otot dan mempunyai ketebalan lebih dibandingkan dengan tulang temporal dan oksipital. Cedera pada tulang frontal dapat berupa fraktur linear dan fraktur depresi. Fraktur depresi tulang frontal merupakan akibat adanya benturan energi tinggi pada permukaan yang sempit pada tulang frontal. Dikatakan bahwa diperlukan kekuatan sebesar 10 hingga 15 kali gaya gravitasi untuk menciptakan cedera berupa fraktur depresi pada tulang frontal. Suatu fraktur depresi dapat terbuka dan dapat tertutup, fraktur depresi yang terbuka sendiri dapat merupakan luka bersih dan dapat juga terkontaminasi. Dilaporkan bahwa 25% penderita dengan cedera fraktur depresi mengalami

penurunan kesadaran. Besarnya energi yang diperlukan untuk mengakibatkan fraktur frontal membutuhkan benturan keras, yaitu lebih dari 50 kali gaya gravitasi bumi.6 Insidensi cedera servikal yang berhubungan dengan fraktur frontal pernah dilaporkan hanya sebesar 0,20,6%. Setiap tahun diperkirakan insiden penduduk dunia yang mengalami Trauma kapitis pada otak sekitar 300-500 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat menurut Shackford dkk (1993), Cause Specific Death Rate (CSDR) Trauma kapitis 13,2 per 100.000 penduduk, dan merupakan penyebab kematian utama dari seluruh kasus trauma. Di Perancis menurut Tiret dkk (1990), insiden Trauma kapitis 281 per 100.000 penduduk dengan CSDR 22 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 4,4%.7,8 Di Hungaria (1990), setiap tahun terdapat 50.000 penduduk yang mengalami Trauma kapitis dengan insiden sebesar 0,42%, dan lebih kurang 15% diantaranya disertai dengan perdarahan otak.

1.1. Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami tentang fraktur depresi dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Haji Adam Malik, Departemen Ilmu Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.2. Manfaat Sari pustaka ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai fraktur depresi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Depressed fracture adalah fraktur pada tulang tengkorak di mana terdapat fragmen yang tertekan di bawah permukaan normal atau keadaan dimana tabula eksterna dari tulang yang mengalami fraktur berada dibawah batas anatomi normal dari tabula interna yang dikelilingi oleh tulang yang intak. 2.2. Anatomi A. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

Gambar 1. Lapisan Kranium

B. Tulang Tengkorak Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

C. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : 1. Duramater Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).3

2. Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.4 Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. 3. Piamater Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri.3. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.

D. Otak Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum

Gambar 2. Lobus-lobus Otak

retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

E. Cairan serebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.3 Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

F. Tentorium Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

G. Perdarahan Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA a. Hukum Monroe-Kellie Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume

cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl). Vic = V br+ V csf + V bl Etiologi Fraktur depresi disebabkan oleh impact energy diatas area yang relatif kecil. Bendabenda yang dapat menyebabkan fraktur depresi adalah palu, pipa, atau alat-alat olahraga. Diagnosis Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang. Berdasarkan pemeriksaan klinis, didapatkan gejala penurunan kesadaran dan defisit neurologis sesuai dengan otak dibawah lokasi fraktur depresi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos kepala dan CT Scan Tatalaksana Tatalaksana definitif adalah dengan repair fraktur melalui operasi. Indikasi operasi adalah : 1. Depresi lebih dari 8-10 mm atau melebihi batas ketebalan tulang 2. Defisit neurologi sesuai dengan lokasi fraktur 3. Kebocoran CSF

PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses

akselarasideselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup)

Gambar 3. Coup dan countercoup

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

Fraktur tengkorak Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.

10

2.3. Epidemiologi2 Suatu carotico cavernous fistula mengakibatkan tekanan yang tinggi pada darah arterial yang masuk pada vena sinus cavernosus yang memiliki tekanan yang rendah. Carotico cavernousfistula terjadi sekitar 12 % dari semua fistula arterivena dural. Di mana pada tipe A lebih sering pada laki-laki muda. Tipe B, C, dan D lebih sering pada wanita yang berumur lebih dari 50tahun, dengan rasio antara wanita : laki-laki adalah 1 : 7, hal ini di mungkinkan karena besarnya insiden trauma pada laki-laki.2 2.4. Anatomi4 Sistem vena otak merupakan system vena yang terdiri dari pembuluh vena yang mengalirkan darah dari vena cranial, vena serebral, vena vena di fossa posterior, venadiploic, vena meningeal , sinus dura, vena orbita, vena jugular interna dan vena jugular eksterna. Pada peredaran darah balik (vena) aliran darah akan bermuara ke dalam sinus sinus duramater. Sinus merupakan saluran pembuluh darah yang terdapat dalam struktur duramater. Sinus duramater adalah pembuluh darah vena yang menerima darah vena dari otak, duramater dan vena diploic.3 Sinus duramater berada antara dua lapisan duramater yang secara nyata tidak mempunyai katup. Sinus d uramater terdiri dari sel endotel yang merupakan jaringan penghubung dari vena. Secara garis besar sinus dura mater terbagi atas dua , yaitu kelompok sinus antero inferior dan supero posterior. Sinus kavernosus merupakan sinus duramater yang termasuk dalam kelompok sinus antero inferior. Sinus kavernosus merupakan saluran atau kantung vena yangdipisahkan dan dibagi dua oleh duramater. Di dinding lateral sinus kavernosus berjalannervus okulomotor, trokhlear, oftalmika dan nervus maksilaris. Sedangkan arteri karotisinterna dan nervus abdusen menembus dan berjalan di dalam sinus kavernosus.3

11

Gambar 1. Sinus Vena Dura Potongan sagital

2.4. Patogenesis3 Cedera tumpul pada kepala dapat mengakibatkan pemotongan arteri intrakavernosa,menyebabkan terjadinya suatu fistula. Luka tembus pada kepala dapat menyebabkan pembentukan fistula akibat laserasi langsung pada pembuluh darah intrakavernosa. Pembentukan fistula secara spontan berkaitan dengan (1) ruptur

aneurismaintrakavernosus, (2) fibromuskuler dysplasia, (3) penyakit vaskuler kolagen lainnya, (4) penyakitvaskuler aterosklerosis, (5) kehamilan.

12

Beberapa tipe Carotica Covernosa Fistula menurut letak fistulanya, yaitu:5

1.Fistula tipe A terdiri dari suatu hubungan langsung antara arteri karotis internaintrakavernosus dan sinus kavernosus. Fistula ini biasanya memiliki aliran dan tekanan yangtinggi. komunikasi langsung antara segmen luas dari arteri karotis intracavernous dan sinuskavernosus. 2.Fistula tipe B terdiri dari suatu shunt dural antara cabang intrakavernosus pada arteri karotisinterna dan sinus kavernosus. 3.Fistula tipe C terdiri dari suatu shunt dural antara cabang mening pada arteri karotis eksternadan sinus kavernosus. 4.Fistula tipe D adalah suatu kombinasi antara tipe B dan tipe C, dengan shunt dural antaracabang arteri karotis interna dan eksterna dan sinus kavernosus. Tipe B, C, dan D cenderung menjadi fistula dengan aliran dan tekanan yang rendahdengan suatu tanda dan gejala yang berlangsung lebih lambat. Suatu caroticocavernous fistula,mengakibatkan tekanan yang tinggi pada darah arterial yang masuk pada vena sinus kavernosusyang memiliki tekanan yang rendah. Percampuran ini dengan pola drainase vena yang normaldan aliran darah yang terjadi pada sinus kavernosus dan pada mata. Suatu carotico cavernosus fistula bukan penyakit yang mengancam jiwa. Risiko kebutaandan tingkat keparahan dari gejala yang berhubungan harus dievaluasi untuk menentukan tingkatdan waktu intervensi yang sesuai. Fistula tipe A jarang pulih secara spontan. Penanganan yangdirekomendasikan untuk bruit yang tidak dapat ditoleransi, kebutaan yang progresif, dan pengaruh kosmetik akibat proptosis. Fistula tipe B, Caroticocavernous fistula dan D memilikiinsidens yang lebih tinggi untuk pulih secara spontan.

2.5. Manifestasi klinis4 Tanda dan gejala fistula langsung (tipe A) memiliki onset akut dan lebih terbuka daripada fistula tidak langsung (tipe B, C, dan D). Manifestasi dari CCF langsung sering terjadi dalam beberapa hari atau minggu setelah cedera kepala tertutup. Kadang-kadang fistula langsung terjadi pada pasien dengan gangguan jaringan ikat.

13

Gejala pada mata termasuk hipertensi vena oftalmika dan kongesti vena pada mata, proptosis, paparan pada kornea, kemosis, dan arterilisasi dari vena episklera. Manifestasi padamata yang lain termasuk diplopia, kebutaan, kelumpuhan nervus kranialis (III, IV, V, VI), Oklusivena retina sentralis, retinopati, dan glaucoma. Bruit dan sakit kepala dapat pula terjadi sebagai gejala klinik.

Gambaran gejala klinik -Jarang dan kondisi yang dramatis dari fistula antara arteri karotis interna dan sinuskavernosus. -Edema konjungtiva bilateral dan eksoftalmus yang pulsatil karena outflow vena yang dikompensasi dengan inflow arteri. -Terjadi secara spontan pada orang tua akibat aterosklerosis atau setelah trauma padaorang muda. 2.6. Diagnosis1 2.6.1. Pemeriksaan Penunjang Angiografi serebral dibutuhkan untuk membedakan kondisi ini, dilaporkan suatu kasusCCF traumatik, yang pada pemeriksaan sonografi Doppler pada vena oftalmika superior sesuaidengan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography(MRA). MRI menyediakan atau memberikan test pencitraan yang baik untuk pasien yang diduga dengan diagnosa CCF. MRI adalah sebuah penangan terbaik dengan diagnosis CCF yang muncul. Ini kebanyakan benar karena MRI dapat menunjukkan keberadaan parenkimal hemorrhage atau leptomeningeal venous drainage. MRI kepala menunjukkan suatu tanda kosong aliran yang abnormal padasinus kavernosus dan dilatasi sinus kavernosus kiri dan vena periorbital. MRA pada sistem arteri karotis interna menunjukkan suatu aliran abnormal yangberkaitan dengan peningkatan pada sinus kavernosus dengan perluasan ke anterior.

14

2.7. Penatalaksanaan3 Banyak CCF akan menutup secara spontan. Ini umumnya terjadi pada tipe fistula tidak langsung. Luka dengan proptosis yang memburuk, pial venous drainage, penglihatanmemburuk, epitaxis, tekanan intracranial meningkat, glaukoma, dan ophthalmoplegiamemerlukan perhatian mendesak atau semiurgent. Terapi tekanan carotid bisa dicoba menjadilebih efektif dengan CCF tidak langsung. Transarterial embolisasi yang menggunakan coil atau balon silisium dapat dipisahkan biasanya disediakan untuk fistula langsung di mana bagian artericarotis interna (ICA) yang penuh dengan cekung dapat dimasukkan kateter ke dalam saluran tubuh sedemikian sehingga alat ini dapat disimpan pada sisi atas pembuluh darah ke occlude lubang di dalam nadi. Transvenous seperti yang diuraikan pada kasus diatas atau dengan dengan memilih catheterizing vena ophthalmic superior (SOV) melalui pembedahan atau pendekatan transfemoral/transfacial dapat digunakan untuk yang manapun CCF tidak langsung atau langsung. Transarterial embolisasi untuk fistula tidak langsung tidaklah direkomendasikan. Tanpa menghilangkan supply arterial baru dimana sering kali diperumit dan lebih kompleks dibandingkan suplay awal CCF. Manajemen pasti dari carotico cavernous fistula adalah menghilangkan koneksi fistulousdengan rekonstruksi arterial normal dan arus pembuluh darah. Ini dicapai paling sering melalui pendekatan endovascular. Setelah penggambaran lengkap menyangkut bidang fistulous, suatu pendekatan dapat direncanakan untuk menutup fistula itu. Type-A, suatu balon dapat dipisahkan kemudian dapat diposisikan ke occlude dari fistulaselagi memelihara kemungkinan menyangkut artery internal carotid. Pendekatan pembuluh darahmelalui/sampai berhubungan pembuluh darah jugularis internal dan petrosal sinusmemungkinkan akses kepada fistula dari sisi yang pembuluh darah tersebut.

15

Tipe B, C, dan D fistula fistulous koneksi yang lebih kecil dan pada umumnya tidak perlumenjalani perawatan yang tersebut diatas. Carotid selfcompression untuk 20-30 detik 4 kali per jam mengarah ke trombosa fistula tersebut. Pasien diajar untuk memampatkan arteri carotid padasisi luka menggunakan contralateral tangan mereka. Perlu pasien kembangkan ischemia cerebralsepanjang tekanan, kontralateral tangan mungkin akan mempengaruhi dalam melepaskan tekanan. Jika tekanan tidaklah efektif atau jika suatu intervensi ditandai, selektif endovascular embolisasi menyangkut fistula melalui arteri carotid eksternal yang umumnya efektif. Beberapa pilihan dari material embolic tersedia, walaupun polyvinyl alkohol yang pada umumnya lebih disukai. Adakalanya suatu fistula memerlukan suatu endovascular melalui pembuluh darah berkenaan dengan bagian mata superior. Ini memerlukan ekspos yang berhubungan pembedahan pembuluh darah untuk mengijinkan penempatan pipa ke dalam saluran tubuh.

16

BAB 3 KESIMPULAN

Carotico cavernous sinus fistula (CCF) adalah suatu hubungan yang abnormal antara arteri karotis dengan sinus cavernosus. Suatu carotico cavernous fistula mengakibatkan tekanan yang tinggi pada darah arterial yang masuk pada vena sinus cavernosus yang memiliki tekanan yang rendah. Pembentukan fistula secara spontan berkaitan dengan ruptur aneurisma intrakavernosus, fibromuskuler dysplasia, penyakit vaskuler kolagen lainnya, penyakitvaskuler aterosklerosis, dan kehamilan. Pasien dengan carotico cavernous fistula biasanya mempunyai prognosis yang baik.Fistula ini dihubungkan dengan tingginya kejadian resolusi secara spontan. Luka mampu merespon baik pengobatan. Resiko dari komplikasi nonophthalmoganic neurological tidak signifikan. Bagaimanapun, luka yang tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan komplikasi yang dapat terlihat.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Michael G Nosko, MD, PhD, Chief, Division of Neurosurgery, Director of Neurovascular Surgery, Medical Director of Neuroscience Unit, Associate Professor, Department of Surgery, University of Medicine and Dentistry at New Jersey [online] 27 May 2009[cited May 2009]; Available

from:http://www.emedicine, caritica cavernosa fistula/pdf. 2. Yznc Yl University, Faculty of Medicine, Departments of Radiology1 andPediatric Diseases2; Available from:http://cariticacovernosa sinus fistula /pdf. 3. Dr. (Lt. Col.) Murthy TVSP1 Dr. (Col.) Chandra Mohan2, Dr. Pratyush Gupta3 Dr.(Maj.) Bedi P. S.4 Dr. (Brig.) suatu Prabhakar laporan T.; available kasus; from:

http://CaroticocavernousFistula from:http://Caroticocavernosa/pdf.

Available

4.Lestiono Djoko, L. DR., Ilmu Bedah Saraf, Anatomi dan Fisiologi Susunan Saraf, EdisiKetiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998. 5.Rubin Michael and Safdieh H. Joseph, Netters Concise Neuroanatomy, Blood Vessels of the Brain and Spinal Cord,Saunders, New York, 2007

Anda mungkin juga menyukai