Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Prospek Terapi Sel Punca untuk Cerebral Palsy


Maurin Merlina*, Yuyus Kusnadi*, Artati**
* Stem Cell & Cancer Institute, PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia ** Medical Department, PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia

ABSTRAK Kerusakan otak pada cerebral palsy (CP) menyebabkan penurunan fungsi motorik serta kualitas hidup penderita. Penanganan CP hingga saat ini lebih banyak difokuskan pada terapi fisik, tanpa menyentuh akar permasalahan, yakni perbaikan kerusakan saraf otak. Sebelum konsep terapi sel punca diperkenalkan, regenerasi saraf otak yang sudah rusak permanen merupakan suatu hal yang mustahil. Kini, maraknya penelitian yang mengungkap potensi dan aplikasi sel punca menjadi harapan baru bagi penderita CP. Berbagai penelitian dan uji klinik di berbagai negara berupaya mencari jenis dan metode terapi sel punca yang paling aman dan efektif bagi penderita CP yang umumnya anak-anak. Terapi sel punca tampaknya memiliki prospek yang cerah untuk melengkapi penanganan CP di masa depan. Kata kunci: cerebral palsy, regenerasi, sel punca, terapi

ABSTRACT Brain damage in cerebral palsy (CP) decreases patients motor function and quality of life. To date, CP management is largely focused on physical therapy, without touching the root of problem, the brain repair. Before the concept of stem cell therapy is introduced, the regeneration of permanently damaged neurons thought to be impossible. Nowadays, researches that reveal the potential and applications of stem cells become a new hope for people with CP. Various studies and clinical trials conducted in many countries search for the safest and most effective methods of stem cell therapy for CP patients, who are mostly children. Stem cell therapy seems to have a good prospect in CP management in the future. Maurin Merlina, Yuyus Kusnadi, Artati. Prospects of Stem Cell Therapy for Cerebral Palsy. Key words: cerebral palsy, regeneration, stem cell, therapy

PENDAHULUAN Cerebral palsy (CP) merupakan kumpulan gejala kelainan perkembangan motorik dan postur tubuh yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak sejak dalam kandungan atau di masa kanakkanak. Kelainan tersebut kerap dibarengi dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, tingkah laku, epilepsi, dan masalah muskuloskeletal. Gejala CP mulai dapat diamati pada anak-anak di bawah umur 3 tahun, yaitu manifestasi berupa hipotonia awal pada 6 bulan pertama hingga 1 tahun dan umumnya diikuti spastisitas.1,2 Prevalensi CP secara global berkisar antara 1-1,5 per 1.000 kelahiran hidup dengan insidens meningkat pada kelahiran prematur.3 Di negara maju, prevalensi CP dilaporkan sebesar 2-2,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup,4 sedangkan di negara berkembang berkisar antara 1,5-5,6 kasus per 1.000 kelahiran hidup.5 Hingga saat ini, belum tersedia data akurat perihal jumlah penderita CP di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 1-5 kasus per 1.000 kelahiran hidup.6

Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko CP mulai dari periode pre-, peri-, dan postnatal. Faktor risiko pada periode prenatal adalah infeksi dalam kandungan, seperti infeksi toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes (TORCH).7 Faktor risiko pada periode perinatal dapat disebabkan oleh berat badan lahir rendah, kelahiran multipara, hipoksia, asfiksia, dan kelahiran prematur.8,9 Faktor risiko pada periode pascanatal berupa benturan fisik pada kepala, tingginya kandungan logam dalam tubuh, insiden yang menyebabkan kondisi hipoksia-iskemia, kegagalan fungsi hati, ensefalitis, dan meningitis.10,11 Gambaran klinis CP tergantung pada bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. Berdasarkan gejala klinisnya, CP dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yakni spastik, ataksid, atetoid/diskinetik, dan campuran.12 1. Spastik Sebagian besar (kurang lebih 80%) kasus CP adalah jenis spastik. CP spastik ditandai dengan kaku otot terutama tungkai dan jika dibiarkan dalam waktu lama dapat menimbulkan kon-

traktur. Berdasarkan lokasi yang mengalami kaku otot, CP spastik dikelompokkan lebih lanjut menjadi (Gambar 1): a. Spastik monoplegi: Kaku pada satu anggota gerak, umumnya lengan b. Spastik diplegi: Kaku pada keempat anggota gerak, umumnya tungkai bawah lebih parah c. Spastik triplegi: Kaku pada tiga anggota gerak, kombinasi dua lengan dan satu tungkai paling sering ditemukan d. Spastik kuadriplegi: Kaku pada keempat anggota gerak, yakni kedua lengan dan tungkai dengan tingkat keparahan yang sama e. Spastik hemiplegi: Kaku pada satu sisi tubuh, bagian terparah ada di lengan. 2. Ataksid CP ataksid terjadi pada 5-10% penderita. CP ataksid mengganggu keseimbangan dan persepsi, umumnya ditandai dengan gangguan koordinasi saat berjalan, saat melakukan gerakan yang cepat dan tepat, seperti menulis dan mengancingkan baju. Penderita juga sering mengalami tremor dan menggigil saat hendak meraih benda.

744
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 744

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012

10/25/2012 11:11:00 AM

TINJAUAN PUSTAKA
3. Atetoid/diskinetik CP jenis atetoid/diskinetik terjadi pada 10-20% penderita. Penderita CP atetoid mengalami fluktuasi tonus otot yang menyebabkan gerakan lambat dan tidak terkontrol. Jika mengenai otot-otot wajah, penderita akan terlihat selalu menyeringai dan mengeluarkan air liur. Intensitas gerakan yang tidak terkontrol akan meningkat pada kondisi stres emosional, menghilang saat tidur. 4. Campuran Sekitar 10% penderita CP mengalami jenis campuran. CP campuran yang paling sering ditemui adalah kombinasi spastik dan atetoid. Gejala spastik biasanya muncul pada umur yang lebih muda, dilanjutkan dengan gejala atetoid pada umur 9 bulan - 3 tahun. TERAPI STANDAR UNTUK CEREBRAL PALSY CP bersifat nonprogresif,13 artinya kemunduran yang dialami penderita tidak akan bertambah parah, namun juga tidak dapat dikembalikan sempurna seperti orang normal. Karena itu, upaya-upaya medis yang dilakukan sejauh ini bukan ditargetkan untuk menyembuhkan, melainkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kemampuan motorik, mengembangkan kognisi, interaksi sosial, serta kemandirian. Gejala kemunduran fungsi yang dialami oleh setiap penderita CP sangat spesifik, oleh karena itu, jenis terapi standar yang diberikan berbedabeda tergantung kebutuhan setiap individu.14 Terapi standar CP memerlukan pendekatan multidisiplin, yakni melalui terapi fisik, terapi perilaku, terapi bicara, obat-obatan (oral, intratekal, sistemik), dan intervensi bedah.14 Pendekatan terapi fisik atau fisioterapi terdiri atas bermacam-macam metode, antara lain peregangan pasif,15 hidroterapi,16 hippoterapi,17 dan pemakaian alat ortotik.18 Pemberian obat-obatan, seperti baklofen, diazepam, dantrolen, dan tizanidin bertujuan mengurangi spasme otot,19 tetapi hampir semua obat diberikan dalam dosis tinggi sehingga dapat menimbulkan efek samping, seperti sedasi, rasa lelah, mual, gangguan kognisi, hilang keseimbangan, dan penurunan ambang rangsang kejang.20 Terapi fisik juga sering dikombinasikan dengan intervensi yang lebih invasif, yakni bedah ortopedi ataupun bedah saraf. Intervensi bedah ortopedi bertujuan untuk memperbaiki deformitas muskuloskeletal penderita CP, sehingga didapatkan postur tubuh yang lebih baik serta kemudahan pergerakan. Tiga bagian tubuh yang umumnya dikoreksi melalui bedah ortopedi antara lain tungkai bawah, tulang pinggul, dan tulang belakang.21 Intervensi bedah saraf umumnya dilakukan melalui selective dorsal rhizotomy (SDR). Prosedur SDR adalah memotong saraf sensorik di ruas tulang belakang bagian bawah yang bertanggung jawab terhadap rigiditas otot tungkai, sehingga didapatkan penurunan spastisitas.22 PENDEKATAN SEL PUNCA UNTUK TERAPI CEREBRAL PALSY Beberapa dekade yang lalu, para klinisi masih berfokus pada manajemen terapi untuk perbaikan fisik penderita CP. Wacana tentang terapi yang mengarah pada perbaikan saraf sudah terpikirkan, namun saat itu belum ada jenis intervensi yang terbukti ampuh secara klinis untuk memperbaiki kerusakan area otak yang mengontrol kemampuan motorik.23 Pembuktian konsep bahwa regenerasi sel sistem saraf pusat dapat terjadi secara alamiah,24semakin menguatkan keyakinan para peneliti dan klinisi untuk mengembangkan terapi yang berbasis regenerasi. Sel punca memiliki kemampuan memperbarui diri (self-renewal) dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis jaringan dewasa yang fungsional (multipoten),25 sehingga ideal digunakan untuk terapi regeneratif. Berdasarkan literatur, setidaknya terdapat empat tipe sel punca yang pernah diteliti potensinya sebagai agen terapi CP, yaitu sel punca neural, embrionik, hematopoietik, dan mesenkimal. Sel punca neural Guna memperbaiki kerusakan otak, mulanya peneliti tertarik untuk mengembangkan sel punca neural yang seyogianya terdapat di otak. Pada proses neurogenesis, sel punca neural dapat berdiferensiasi menjadi neuron, astrosit, dan oligodendrosit. Sel punca neural tersebar di seluruh wilayah sistem saraf pusat, namun diferensiasinya membentuk sel-sel saraf hanya terjadi pada wilayah terbatas, yakni zona subventrikular pada ventrikel lateral dan zona subgranular pada girus hipokampus.26Penelitian Levison dkk. menunjukkan bahwa kondisi hipoksia-iskemia pada masa perinatal menyebabkan hilangnya sel punca neural dan progenitor oligodendrosit pada zona subventrikular.27 Hilangnya sel punca pada bagian yang harusnya aktif melakukan neurogenesis menyebabkan kerusakan otak menjadi permanen. Implikasinya, jika ingin melakukan upaya regenerasi, diperlukan sel punca neural dari sumber lain, misalnya dari saraf tulang belakang pasien28 atau jaringan otak fetus.29 Akan tetapi, penggunaan kedua sumber sel punca tersebut terbentur oleh isu keamanan prosedur dan etika, sehingga dicari sumber lainnya. Sel punca embrionik Sel punca embrionik adalah sel pluripoten yang menyusun inner cell mass pada tahap perkembangan embrio.30 Karena sifat pluripotensinya, sel punca embrionik dapat berdiferensiasi menjadi seluruh jaringan tubuh termasuk semua jenis sel saraf.31,32 Pada penelitian Ma dkk., sel punca embrionik dapat diinduksi secara in vitro agar mengekspresikan penanda permukaan sel saraf, yaitu nestin dan microtubule associated protein (MAP-2). Apabila disuntikkan pada tikus model ensefalopati hipoksik-iskemik, sel yang telah terinduksi mampu bermigrasi ke area otak yang rusak dan membentuk kembali neuron yang hilang.33 Meskipun potensi sel punca embrionik sangat besar dalam terapi regenerasi saraf, risiko terbentuknya tumor dan reaksi penolakan menjadi kelemahan dari aplikasi jenis sel tersebut.34 Sel punca hematopoietik Sel punca hematopoietik adalah sel multipoten yang berperan dalam pembentukan darah (hematopoiesis). Sel punca hematopoietik terdapat di sumsum tulang, darah tali pusat, dan ditemukan sedikit pada darah tepi. Secara molekuler, sel punca hematopoietik ditandai dengan ekspresi positif CD34 dan CD133.35 Penelitian Hao dkk. menggunakan sel punca hematopoietik dari sel-sel hati fetus dan berhasil mengembangkan sel tersebut ke arah sel punca neural, lalu membentuk astrosit. Penanda yang digunakan dalam studi tersebut adalah glial fibrillary acidic protein (GFAP) dan S100, yang diekspresikan oleh astrosit.36 Studi pada tikus dengan cedera tulang belakang menunjukkan bahwa transplantasi sel hematopoietik sumsum tulang dapat memicu perbaikan fungsional. Selain itu, deteksi imunohistokimia mengidentifikasi bahwa sel yang diberikan mengekspresikan penanda spesifik astrosit, oligodendrosit, dan prekursor neural.37 Secara klinis, sel punca hematopoietik telah diaplikasikan pada pasien multiple sclerosis dan amyotrophic lateral sclerosis dengan hasil yang memuaskan.38,39

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012

745
10/25/2012 11:11:01 AM

CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 745

TINJAUAN PUSTAKA
Sel punca mesenkimal Sel punca mesenkimal dapat diisolasi dari sumsum tulang,40 Whartons jelly,41 darah tali pusat,42 plasenta,43 dan jaringan lemak.44 Penelitian Scintu dkk. membuktikan sel punca mesenkimal yang berasal dari sumsum tulang dapat berdiferensiasi menjadi sel saraf dengan melibatkan sebuah faktor transkripsi yang disebut Hes1. Diferensiasi sel tersebut ke arah neural dideteksi dengan ekspresi penanda nestin, neuroD1, Neurog2, Msl1, dan otx1.45 Sel punca mesenkimal dari Whartons jelly dapat mengekspresikan fenotipe neural, seperti -tubulin, neurofilamen M, axonal growthcone-associated protein, dan tirosin hidroksilase, apabila diinduksi oleh basic fibroblast growth factor (bFGF), butylated hydroxyanisole, and dimethylsulfoxide (DMSO) pada medium rendah serum.46 Hou dkk. berhasil membuktikan bahwa sel punca mesenkimal dari darah tali pusat dapat diinduksi agar mengekspresikan neurofilamen dan neuro-spesificenolase.47 Demikian pula dengan sumber plasenta, Portmann-Lanz dkk. berhasil mendiferensiasikan sel punca mesenkimal menjadi neuron dan oligodendrosit48 serta telah diujikan pada tikus model stroke49 dan multiple sclerosis.50 Sementara itu, sel punca mesenkimal dari jaringan lemak dapat mengekspresikan nestin, tirosin hidroksilase, dan reseptor terhadap neurotransmiter gamma-aminobutyric acid (GABA).51 Lebih lanjut, Kingham dkk. membuat sel Schwann dari sel mesenkimal lemak yang terbukti dapat memicu pertumbuhan neurit secara in vitro.52 APLIKASI KLINIS SEL PUNCA UNTUK CP Basis data registrasi uji klinik di dunia mencatat 12 uji klinik fase I dan II yang mengevaluasi sel punca untuk pengobatan CP pada tahun 20092012 (Tabel 1). Pelaku uji klinik didominasi oleh negara Cina (42%), disusul oleh Amerika Serikat, Korea, Meksiko, Iran, dan India. Beberapa lembaga medis dan pusat-pusat penelitian di dunia juga telah melakukan pelayanan terapi sel punca pada pasien CP (Tabel 2). Jenis sel punca yang digunakan untuk aplikasi klinis CP cukup beragam, meliputi sel progenitor saraf, sel punca mesenkimal, sel punca hematopoietik (CD34+/CD133+), dan sel mononuklear. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa sumber sel punca yang banyak dipilih adalah sumsum tulang dan darah tali pusat, sedangkan metode yang digunakan mayoritas adalah transplantasi autologus. Sumsum tulang dan darah tali pusat merupakan sumber sel punca yang cukup populer digunakan dalam upaya transplantasi.53 Sumsum tulang dahulu banyak diaplikasikan untuk terapi penyakit keganasan darah karena dikenal sebagai deposit sel hematopoietik. Sejak diketahui mengandung sel punca mesenkimal, sumber sumsum tulang menjadi populer dalam aplikasi di bidang muskuloskeletal dan selanjutnya mulai banyak diteliti ke arah neurologis. Darah tali pusat mengandung populasi limfosit T yang belum matang serta jumlah sel CD4+/ CD8+ yang lebih rendah dibandingkan darah perifer dewasa,54 sehingga dapat dikatakan memiliki imunogenisitas yang rendah. Imunogenisitas yang rendah menyebabkan tingkat toleransi perbedaan human leukocyte antigen (HLA) antara donor-resipien lebih besar.55 Minimal 4/6 kecocokan HLA antara donor-resipien masih dapat diterima tanpa menimbulkan risiko graft versus host diseases (GvHD). Implikasinya, pencarian donor alogenik darah tali pusat lebih mudah daripada sumsum tulang, sehingga cocok diterapkan pada pasien-pasien dari etnik minoritas atau kasus-kasus yang memerlukan penanganan segera.56,57 Terapi sel punca secara autologus masih lebih diutamakan daripada alogenik karena lebih aman, tidak ada risiko penolakan transplan oleh tubuh pasien, akan tetapi, metode autologus mengharuskan pasien untuk mendonorkan jaringan miliknya, seperti sumsum tulang atau darah tali pusat, untuk keperluan isolasi atau perbanyakan sel punca. Pada kasus CP, di mana mayoritas pasien adalah anak-anak, teknik pengambilan sumsum tulang mungkin dianggap terlalu invasif, hingga pada contoh kasus pasien kanker anak, pelatihan manajemen nyeri dinilai perlu diberikan sebelum biopsi.58 Di sisi lain, tidak semua orangtua melakukan penyimpanan darah tali pusat. Karena itu, pada kasus-kasus tertentu, metode alogenik dapat diupayakan sebagai solusinya. NCT01072370* adalah uji klinik pertama yang mendapatkan persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA), Amerika Serikat. Uji klinik tersebut memanfaatkan sel mononuklear darah tali pusat (107/kg berat badan) yang diberikan secara intravena pada pasien CP berusia 1-12 tahun. Tahun 2006, Ramirez dkk. (2006)59 melakukan uji klinik terhadap sel punca hematopoietik CD133+/CD34+ yang telah diseleksi menggunakan teknologi magnetic assisted cell sorting (MACS). Sebanyak 1,5x106 sel CD133+/CD34+ disuntikkan secara intramuskular di daerah abdomen. Pemberian dosis yang relatif rendah tersebut masih mampu memperbaiki kemampuan motorik secara signifikan pada 75% peserta uji klinik. Berdasarkan hasil kedua uji klinik tersebut, penggunaan fraksi sel yang heterogen dalam terapi sel nampakanya berimplikasi pada dosis pemberian yang lebih tinggi daripada jika menggunakan fraksi sel yang telah diseleksi. Fraksi mononuklear darah tali pusat berisi populasi sel yang heterogen, termasuk di dalamnya adalah sel punca hematopoietik60 dan mesenkimal.61 Beberapa peneliti meyakini bahwa pemberian sel yang heterogen lebih baik daripada homogen karena meskipun mengandung jumlah sel punca yang lebih sedikit, populasi mononuklear mempunyai lebih banyak faktor pertumbuhan yang penting dalam regenerasi sel.62 Sementara itu, peneliti lain meyakini bahwa pemberian sel yang telah terseleksi, misalnya sel CD34+ murni, lebih aman karena mereduksi reaksi transfusi yang terkait dengan perbedaan golongan darah.63 Selain itu, populasi sel yang terseleksi memungkinkan sekresi faktor pertumbuhan yang lebih seragam dan spesifik.64 HIPOTESIS MEKANISME KERJA SEL PUNCA DALAM REGENERASI SARAF Terapi sel punca untuk perbaikan saraf memperlihatkan tiga mekanisme regenerasi yang berasosiasi dengan jenis sel punca yang diberikan. Mekanisme pertama adalah dengan menggantikan sel-sel saraf yang rusak melalui diferensiasi.65 Mekanisme kedua, dibuktikan oleh Park dkk., adalah dengan berinteraksi langsung dengan sel saraf resipien, di mana sel punca dengan bantuan scaffold membentuk jembatan dengan sel saraf yang rusak dan selsel lain di dekatnya. Interaksi tersebut diyakini dapat memicu rekonstruksi jaringan baru, sekalipun volume lesi cukup besar.66 Kedua mekanisme di atas paling sering ditemukan pada penggunaan sel punca neural yang umumnya diberikan secara intraserebral atau intratekal. Mekanisme ketiga adalah dengan cara menginduksi produksi faktor pertumbuhan yang mendukung regenerasi saraf, seperti nerve growth factor (NGF) dan brain-derived neurotrophic factor (BDNF).67 Mekanisme ketiga nampaknya lazim terjadi pada penggunaan sel punca non-neural, seperti pada sel punca hematopoietik, mesenkimal, dan progenitor

746
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 746

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012

10/25/2012 11:11:02 AM

TINJAUAN PUSTAKA
darah tali pusat. Hipotesis Payne terhadap keberhasilan uji klinik sel punca hematopoietik CD133+/34+ oleh Ramirez dkk. adalah bahwa sel punca tersebut memicu sekresi tumor necrosis factor (TNF)- yang selanjutnya meningkatkan sekresi NGF.68 Studi Velthoven dkk. menunjukkan bahwa sel punca mesenkimal meningkatkan ekspresi gen yang mengatur proliferasi dan kelangsungan hidup sel saraf di daerah yang rusak.69 Studi lain menyebutkan
DAFTAR PUSTAKA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rosenbaum P, Paneth N, Leviton A, Goldstein M, Bax M. A report: The definition and classification of cerebral palsy. Developmental Medicine and Child Neurology. 2009:49(s109);8-14. Longo M, Hankins GD. Defining cerebral palsy: Pathogenesis, pathophysiology and new intervention. Minerva Ginecol. 2009;61(5):421-9. McAdams RM, Juul SE. Cerebral palsy: Prevalence, predictability, and parental consulting. Neoreviews. 2011;12(10):e564-72. Rosenbaum P. Cerebral palsy: What doctors and parents want to know. BMJ. 2003;326:970. Dabydeen L. Cerebral palsy: A neonatal perspective. Annal of Indian Academy of Neurology. 2007;10:33-43. Mardiani E. Faktor-faktor risiko prenatal dan perinatal kejadian cerebral palsy. Tesis Universitas Diponegoro, Semarang. 2006. Schendel DE. Infection in pregnancy and cerebral palsy: Infectious diseases and womans health. Journal of American Womans Association. 2001;56(3):105-8. Roberts JR. Metal toxicity in children. Training Manual on Pediatric Environmental Health: Putting it into Practice. Childrens Environmental Health Network. 1999;115-31. Fatemi A, Wilson MA, Johnston MV. Hypoxic-ischemic encephalopathy in the term infant. Clin Perinatol. 2009;36(4):835-58. Blair E, Stanley FJ. Intrapartum asphyxia: A rare cause of cerebral palsy. The Journal of Pediatrics 1988:112(4);515-9. Grether JK, Nelson KB. Maternal infection and cerebral palsy of normal birth weight. The Journal of American Medical Association 1997;278(3):207-11. Saharso D. Cerebral palsy: Diagnosis dan tata laksana. Naskah Lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI. Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI, FK Unair, RSU Dr. Soetomo, Surabaya. 2006. 13 Bax M, Goldstein M, Rosenbaum P, Leviton A, Paneth N, Dan B, dkk. Proposed definition and classification of cerebral palsy. Developmental Medicine & Child Neurology. 2005;47(8):571-6. 14 15 16 17 Krigger KW. Cerebral palsy: An overview. American Family Physician. 2006;73(1):91-100. Pin T, Dyke P, Chan M. The effectiveness of passive stretching in children with cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2006;48:855-62. Kelly M. Aquatic exercise for children with cerebral palsy. Developmental Medicine & Child Neurology. 2005;47(12):838-42. Benda W, McGibbon NH, Grant KL. Improvements in muscle symmetry in children with cerebral palsy after equin-assisted therapy (hippotherapy). The Journal of Alternative and Complementary Medicine. 2003;9(6):817-25. 18 Autti-Rm I, Suoranta J, Anttila H, Malmivaara A, Mkel M. Effectiveness of upper and lower limb casting and orthoses used in children with cerebral palsy. Am J Phys Med Rehabil. 2006;85:89-103. 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Gormly Jr. ME. Treatment of neuromuscular and musculoskeletal problems in cerebral palsy. Developmental Neurorehabilitation. 2001;4(1):5-16. Patel DR, Soyode O. Pharmacologic interventions for reducing spasticity in cerebral palsy. Indian Journal of Pediatrics. 2005;72(10):869-72. Renshaw TS, Green NE, Griffin PP, Root L. Cerebral palsy: Orthopedic management. The Journal of Bone and Joint Surgery 1995;77-A(10):1590-606. McLaughlin JF, Bjornson KF, Astley SJ, Hays RM, Heffinger SA, Armantrout EA, dkk. Developmental Medicine & Child Neurology. 1994;36(9):755-69. Goldstein M. The treatment of cerebral palsy: What we know, what we dont know. The Journal of Pediatrics. 2004;145(2):S42-6. Richardson PM, McGuiness UM, Aguayo AJ. Axons from CNS neurons regenerate into PNS grafts. Nature. 1980;284:264-5. Weissman IL. Stem cells: Units of development, units of regeneration, and units in evolution. Cell. 2000;100:157-68. Bjrklund A, Lindvall O. Self-repair in the brain. Nature. 2000;405:892-5. Levison SW, Rothstein RP, Romanko MJ, Snyder MJ, Meyers RL, Vannuci SJ. Hypoxia/ischemia depletes the rat perinatal subventricular zone of oligodendrocyte progenitors and neural stem cells. Dev Neurosci. 2001;23:234-47. 28 29 30 Shihabuddin LS, Horner PJ, Ray J, Gage FH. Adult spinal cord stem cells generate neurons after transplantation in the adult dentate gyrus. The Journal of Neuroscience. 2000;20(23):8727-35. Uchida N, Buck DW, He D, Reitsma MJ, Masek M, Phan TV, dkk. Direct isolation of human central nervous system stem cells. PNAS. 2000;97(26):14720-5. Thomson JA, Itskovitz-Eldor J, Shapiro SS, Waknitz MA, Swiergiel JJ, Marshall VS, dkk. Embryonic stem cell line derived from human blastocysts. Science. 1998;282(5391):1145-7.

bahwa terapi darah tali pusat meningkatkan faktor neurotrofik BDNF dan vascular endothelial growth factor (VEGF).70 Pada mekanisme ketiga, migrasi dan homing sel punca di daerah lesi nampaknya tidak menjadi keharusan, sehingga dapat diterapkan jalur pemberian secara intravena ataupun intramuskular. SIMPULAN Terapi sel punca berpotensi untuk dikem-

bangkan sebagai pelengkap terapi standar CP. Secara global, pengembangan terapi sel punca untuk indikasi CP berfokus pada sumber darah tali pusat dan sumsum tulang. Meskipun pelayanan terapi sel punca untuk CP sudah dilakukan di beberapa negara dengan hasil yang cukup baik, perlu dilakukan lebih banyak lagi studi pre-klinik dan klinik untuk memperkuat data-data keamanan dan efikasi terapi tersebut.

31 Zhang SC, Wernig M, Duncan ID, Brstle O, Thomson JA. In vitro differentiation of transplantable neural precursors from human embryonic stem cells. Nature Biotechnology. 2001;19:1129-33. 32 Carpenter MK, Inokuma MS, Denham J, Mujtaba T, Chiu CP, Rao MS. Enrichment of neurons and neural precursors from human embryonic stem cells. Experimental Neurology. 2001;172(2):383-97. 33 Ma J, Wang Y, Yang J, Yang M, Chang KA, Zhang L, dkk. Treatment of hypoxic-ischemic encephalopathy in mouse by transplantation of embryonic stem cell-derived cells. Neurochemistry International. 2007;51(1):57-65. 34 35 Li JY, Christophersen NS, Hall V, Soulet D, Brundin P. Critical issues of clinical human embryonic stem cell therapy for brain repair. Trends in Neurosciences. 2008;31(3):146-53. Yin AH, Miraglia S, Zanjani ED, Almeida-Porada G, Ogawa M, Leary AG, Olweus J, Kearney J, Buck DW. AC133, a novel marker for human hematopoietic stem and progenitor cells. Blood. 1997;90(12):5002-12. 36 Hao HN, Zhao J, Thomas RL, Parker GC, Lyman WD. Fetal human hematopoietic stem cells can differentiate sequentially into neural stem cells and then astrocytes in vitro. Journal of

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012

747
10/25/2012 11:11:03 AM

CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 747

TINJAUAN PUSTAKA
Hematology & Stem Cell Research. 2004;12(1):23-32. 37 Koshizuka S, Okada S, Okawa A, Koda M, Murasawa M, Hashimoto M, dkk. Transplanted hematopoietic stem cells from bone marrow differentiate into neural lineage cells and promote functional recovery after spinal cord injury in mice. Journal of Neuropathology & Experimental Neurology. 2004;63(1):64-72. 38 Fassas AS, Passweg JR, Anagnostopoulos A, Kazis, Kozak T, Havrdova E, dkk. Hematopoietic stem cell transplantation for multiple sclerosis: A retrospective multicenter study. Journal of Neurology. 2002;249(8):1088-97. 39 Deda H, Inci MC, Kreki AE, Sav A, Kayihan K, zgn E, dkk. Treatment of amyotrophic lateral sclerosis patients by autologous bone marrow-derived hematopoietic stem cell transplantation: A 1-year follow-up. Cytotherapy. 2009;11(1):18-25. 40 Jones EA, Kinsey SE, English A, Jones RA, Straszynski L, Meredith DM, dkk. Isolation and characterization of bone marrow multipotential mesenchymal progenitor cells. Arthritis & Rheumatism. 2002;46(12):3349-60. 41 42 43 44 Wang HS, Hung SC, Peng ST, Huang CC, Wei HM, Guo YJ, dkk. Mesenchymal stem cells in the Whartons jelly of the human umbilical cord. Stem Cells. 2004;22(7):1330-7. Lee OK, Kuo TK, Chen WM, Lee KD, Hsieh SL, Chen TH. Isolation of multipotent mesenchymal stem cells from umbilical cord blood. Blood. 2004;103(5):1669-75. Fukuchi Y, Nakajima H, Sugiyama D, Hirose I, Kitamura T, Tsuji K. Human placenta-derived cells have mesenchymal stem/progenitor cell potential. Stem Cells. 2004;11(5):649-58. Blande IS, Bassaneze V, Lavini-Ramos C, Fae KC, Kalil J, Miyakawa AA, dkk. Adipose tissue mesenchymal stem cell expansion in animal serum-free medium supplemented with autologous human platelet lysate. Transfusion. 2009;49(12):2680-5. 45 Hermann A, Gastl R, Liebau S, Popa MO, Fiedler J, Boehm BO, dkk. Efficient generation of neural stem cell-like cells from adult human bone marrow stromal cells. Journal of Cell Science. 2004;117(19):4411-22. 46 47 48 Mitchell KE, Weiss ML, Mitchell BM, Martin P, Davis D, Morales L. Matrix cells from Whartons jelly form neurons and glia. Stem Cells. 2003;21(1):50-60. Hou L, Cao H, Wang D, Wei G, Bai C, Zhang Y. Induction of umbilical cord blood mesenchymal stem cells into neuron-like cells in vitro. International Journal of Hematology. 2003;78(3):256-61. Portmann-Lanz CB, Schoeberlein A, Portmann R, Mohr S Rollini P, Sager R, dkk. Turning placenta into brain: placental mesenchymal stem cells differentiate into neurons and oligodendrocytes. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2010;202(3):294e1-11. 49 Kranz A, Wagner DC, Kamprad M, Scholz M, Schmidt UR, Nitzsche F, dkk. Transplantation of placenta-derived mesenchymal stromal cells upon experimental stroke in rats. Brain Research. 2010;1315:128-36. 50 Fisher-Shoval Y, Barhum Y, Sadan O, Yust-Katz S, Ben-Zur T, Lew N. Transplantation of placenta-derived mesenchymal stem cells in the EAE mouse model of MS. Journal of Molecular Neuroscience. 2012 [cited 2012 July 9]. Available from:http://www.springerlink.com/content/ y63j6n5ku3m576x2/. 51 Anghileri E, Marconi S, Pignatelli A, Cifelli P, Gali M, Sbarbati A. Neuronal differentiation potential of human adipose-derived mesenchymal stem cells. Stem Cells and Development. 2008;17(5):909-16. 52 Kingham PJ, Kalbermatten DF, Mahay D, Armstrong SJ, Wiberg M, Terenghi G. Adipose-derived stem cells differentiate into a Schwann cell phenotype and promote neurite outgrowth in vitro. Experimental Neurology. 2007;207(2):267-74. 53 54 55 Gluckman E. Current status of umbilical cord blood hematopoietic stem cell transplantation. Experimental Hematology. 2000;28(11):1197-205. Harris DT, Schumacher MJ, Locascio J, Besencon FJ, Olson GB, DeLuca D, dkk. Phenotypic and functional immaturity of human umbilical cord blood T lymphocytes. PNAS. 1992;89(21):10006-10. Barker JN, Davies SM, DeFor T, Ramsay NK, Weisdorf DJ, Wagner JE. Survival after transplantation of unrelated donor umbilical cord blood is comparable to that of human leukocyte antigen-matched unrelated donor bone marrow: results of a matched-pair analysis. Blood. 2001;97(10):2957-61. 56 Hwang WY, Samuel M, Tan D, Koh LP, Lim W, Linn YC. A meta-analysis of unrelated donor umbilical cord blood transplantation versus unrelated donor bone marrow transplantation in adult and pediatric patients. Biol Blood Marrow Transplant. 2007;13,44453. 57 Barker JN, Krepski TP, DeForr TE, Davies SM, Wagner JE, Weisdorf DJ. Searching for donor hematopoietic stem cells: Availability and speed of umbilical cord blood versus bone marrow. Biology of Blood Marrow Transplant. 2002;8:257-60. 58 Liossi C, Hatira P. Clinical hypnosis versus cognitive behavioral training for pain management with pediatric cancer patients undergoing bone marrow aspirations. Int J Clin Exp Hypn. 1999;47(2):104-16. 59 60 Ramirez F, Steenblock DA, Payne A, Darnall L. Umbilical cord stem cell therapy for cerebral palsy. Medical Hypothesis and Research. 2006;3(2):679-86. Broxmeyer HE, Douglas GW, Hangoc G, Cooper S, Bard J, English D, et al. Human umbilical cord blood as potential source of transplantable hematopoietic stem/progenitor cells. PNAS. 1989;86(10):3828-32. 61 62 63 64 Erices A, Conget P, Minguell JJ. Mesenchymal progenitor cells in human umbilical cord blood. Br. J Hematol. 2000;109(1):235-42. Strauer BE, Kornowski R. Stem cell therapy in perspective. Circulation. 2003;107:929-34. Steenblock D. Cerebral palsy and regenerative medicine. 2008 [cited 2012 July 10]. Available from: http://www.stemcelltherapies.org/cerebral_palsy.htm. Bracci-Laudiero L, Celesfino D, Starace G, Antonelli A, Lambiase A, Procoli A, dkk. CD34-positive cells in human umbilical cord blood express nerve growth factor and its specific receptor TrkA. J. Neuroimmunology. 2003;136(1):130-9. 65 Snyder EY, Yoon C, Flax JD, Macklis JD. Multipotent neural precursors can differentiate toward replacement of neurons undergoing targeted apoptotic degeneration in adult mouse neocortex. PNAS. 1997;94:11663-8. 66 67 Park KI, Teng YD, Snyder EY. The injured brain interact reciprocally with neural stem cells supported by scaffolds to reconstitute lost tissue. Nature Biotechnology. 2002;20:1111-7. Mahmood A, Lu D, Chopp M. Intravenous administration of marrow stromal cells (MSCs) increases the expression of growth factors in rat brain after traumatic brain injury. J. Neurotrauma. 2004;21(1):33-9. 68 Payne AG. Beneficial effects of subcutaneously injected human umbilical cord stem cells on cererbral palsy and traumatic brain injury in children and a posited mechanism. Medical Hypotheses and Research. 2005;2(3):497-501. 69 Velthoven van CTJ, Kavelaars A, Bel van F, Heijnen CJ. Mesenchymal stem cell transplantation changes the gene expression profile of the neonatal ischemic brain. Brain, Behaviour, and Immunity. 2011;25(7):1342-8. 70 Rosenkranz K, Kumbruch S, Tenbusch M, Marcus K, Marschner K, Demietsel R, dkk. Transplantation of human umbilical cord blood cells mediated beneficial effects on apoptosis, angiogenesis and neuronal survival after hypoxic-ischemic brain injury in rats. Cell and Tissue Res.. 2012;348(3):429-38.

748
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 748

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012

10/25/2012 11:11:04 AM

Anda mungkin juga menyukai