Anda di halaman 1dari 3

TUGAS RANGKUMAN WAWASAN SOSIAL BUDAYA BAHARI(WSBB)

MASALAH SEJARAH BAHARI


AL AZIZUL HAKIM (J11109149)
FKG UNHAS 2009
Dari berbagai belahan penjuru Nusantara tersebar banyak bandar atau pelabuhan besar.
Juga banyak peninggalan budaya yang melukiskan kegagahan nenek moyang orang
Indonesia sebagai pelaut. Sejarah pun telah menyebutkan bahwa bersatunya Nusantara
adalah
karena
kebesaran
armada
maritim.
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik.
Mereka ke Utara mengarungi lautan, ke Barat memotong lautan Hindia hingga
Madagaskar, ke Timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan
komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di
Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.
Pada masa lalu di era kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Indonesia adalah
negara besar yang disegani di kawasan Asia, bahkan mungkin di seluruh dunia. Berbagai
negara mulai dari Tumasik, Pasai, hingga Campa tunduk oleh kegagahan armada kapal
Sriwijaya
dan
cetbang
(meriam
api)
Majapahit.
Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah
mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan
serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan
lautnya. Angkatan Kerajaan Sriwijaya umumnya telah ditempatkan di berbagai pangkalan
strategis dan mendapat tugas mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh,
memungut biaya cukai, serta mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan
dan
kekuasaannya.
Petualang Tiongkok, I Tsing, mencatat, Shih Li Fo Shih (Sriwijaya) adalah kerajaan
besar yang mempunyai benteng di Kotaraja, armada lautnya amat kuat. Guna
memperkuat armada dalam mengamankan lalu lintas perdagangan melalui laut, Sriwijaya
memanfaatkan sumber daya manusia yang tersebar di seluruh wilayah kekuasaannya
yang
kini
disebut
kekuatan
pengganda".
Sayang, Sriwijaya hanya negara maritim tidak sekaligus sebagai agraris, maka ia tak
bertahan lama. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa kota pelabuhan harus ditopang
oleh hasil pertanian yang menjadi komoditas unggulan dari wilayah pedalaman.
Ketangguhan agraria dan maritim adalah pilar-pilar utama untuk kejayaan Nusantara.
Ketangguhan agraris dan maritim pertama kali ditunjukkan oleh Singasari di bawah
pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada
tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan
Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama2 dapat menghambat gerak

maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam
ekspedisi
laut
ke
timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).
Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil
menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara
asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan Demak
jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu mengirim
armada laut yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100
buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
Kilasan sejarah itu memberi gambaran, beberapa kerajaan di Nusantara mampu
menyatukan wilayah luas dan disegani bangsa lain karena kehebatan armada niaga,
keandalan manajemen transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah telah
mencatat dengan tinta emas bahwasannya Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi center
of excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia
Tenggara.
***
Kejayaan para pendahulu negeri ini dikarenakan kemampuan mereka membaca potensi
yang mereka miliki. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara
telah
membawa
negara
ini
disegani
oleh
negara-negara
lain.
Bangsa ini seakan tidak lagi menampakkan sisa-sisa kebesarannya, seperti halnya lagu
Nenek Moyangku Orang Pelaut juga tidak lagi banyak dinyanyikan oleh anak-anak di
negeri ini. Padahal telah jelas wilayah negeri ini 2/3-nya berupa lautan. Pantainya
merupakan pantai terpanjang di dunia setelah Kanada dengan panjang 81.000 km.
Dengan luas laut 5,8 juta km2 (luas kawasan laut tersebut terdiri dari wilayah Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2.7 juta km2 dan Laut Teritorial sebesar 3.1 juta km2)
dengan bertabur pulau-pulau yang berjumlah 17.506 menjadikan Indonesia sebagai
negara
dengan
laut
terluas
di
dunia.
Kondisi geografis ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Indonesia berada pada posisi
geopolitis yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, sebuah kawasan paling
dinamis dalam percaturan politik, pertahanan dan keamanan dunia. Alasan di atas sudah
cukup menjadi dasar untuk menjadikan pembangunan kelautan sebagai arus utama
(mainstream) pembangunan nasional. Industri di pesisir dan laut seperti pabrik minyak
dan gas, transportasi, perikanan, dan pariwisata mewakili 25% dari Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) negara dan 15% dari lapangan pekerjaan di Indonesia. Lebih dari 7000
kampung pesisir di Indonesia menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hayati laut.
Di dalam semua fakta tersebut, terkandung potensi dan kekayaan alam bahari yang begitu

luar biasa. BEI NEWS menyebut segala kandungan yang ada di dalam rahim sektor
bahari kita dengan Raksasa yang Sedang Tidur. Betapa tidak, menurut data dari
Departemen Kelautan dan Perikanan, total nilai ekonomi semua potensi ikan kita
mencapai US$ 82 miliar per tahun. Sayang potensi ini dioptimalkan 40 persennya saja.
Ini pun masih banyak mengalami kebocoran dengan kasus penjarahan oleh nelayan
maupun
kapal
asing.
Potensi-potensi yang lain seperti pariwisata, pelayaran, pertambangan dan energi,industri
dan jasa maritim, adalah juga potensi yang masih tertidur hingga saat ini. Semua ini
terjadi karena belum adanya visi maritim yang jelas di negara bahari ini.
***
Namun tidak sesederhana itu ternyata bayang keinginan untuk mewujudkan visi maritim
sebagai mainstream bagi negara Indonesia. Berbagai kendala menjadi masalah tersendiri
bagi
upaya
ini.

Sebagai akibat dari belum adanya kejelasan visi maritim tersebut adalah masalah-masalah
yang faktual di lapangan, seperti masalah perbatasan dengan beberapa negara tetangga,
masalah infrastruktur kemaritiman yang masih kurang memadai seperti armada laut yang
jauh dari memadai. Bayangkan pertahanan laut serta teknologi kelautan.
***
Epilog
Agaknya, memang bukan pekerjaan mudah mengembalikan kejayaan yang pernah kita
capai. Namun, yang tidak mudah itu bukan berarti tidak bisa. Kita bisa seperti para
pendahulu kita jika bisa dengan tepat dan ada kemauan untuk mulai berkomitmen penuh
terhadap
pembangunan
maritim
yang
sesungguhnya.
Alhasil apa yang menjadi masalah bagi visi maritim Indonesia? Masalahnya adalah
bahwa kita harus menuntaskan jati diri bangsa sebagai penghuni negara kepulauan, dan
perlu mempunyai visi dan strategi yang cerdas dan kreatif untuk keluar dari paradigma
agraris tradisional ke arah paradigma maritim yang rasional dan berwawasan global.

Anda mungkin juga menyukai