Anda di halaman 1dari 21

16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


II.1 PENGGANTIAN GIGI YANG HILANG

Jika gigi secara kongenital tidak ada, gagal erupsi, atau hilang karena berbagai
sebab, maka dapat menimbulkan berbagai akibat tergantung antara lain dari lokasi gigi
yang hilang. Selain itu, pengaruh dari hilangnya gigi juga tergantung dari oklusi,
artikulasi, kondisi periodontal lokal dan general, skeletal dan susunan otot dari pasien.
5

A. Pergeseran Gigi Tetangga
5

Pergeseran gigi tetangga tergantung terutama pada gigi lawannya. Karena
itu jika kedua gigi tersebut terkunci, maka pergerakan gigi yang terjadi sedikit.
Faktor lain yang akan mempengaruhi pergeseran gigi adalah umur pasien dan
kondisi periodontal. Semakin buruk keadaan tersebut, maka semakin besar
kecenderungan terjadinya pergerakan gigi.

Pergerakan tiap gigi bervariasi, tergantung posisinya di dalam lengkung
rahang. Karena itu di regio posterior, pergerakan mengarah ke sekitar premolar
satu atau premolar dua, vektor anterior menentukan pergeseran gigi. Molar bawah
biasanya miring ke mesial, dimana molar atas juga cenderung bergeser ke mesial
dan mengalami rotasi di sekitar akar palatal. Premolar, khususnya premolar satu
bawah biasanya akan bertahan pada posisi tegak lurus dan bergerak bodily ke
arah tempat gigi yang hilang. Premolar dapat bergerak ke mesial atau distal
sebagaimana juga insisive dan kaninus.

Jika sebuah gigi bergerak, maka akan terjadi gangguan oklusi yaitu
menyebabkan kontak prematur dan trauma periodontal. Masalah selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya kehilangan kontak yang akan mengakibatkan impaksi
makanan, penurunan kesehatan jaringan periodontal dan terjadinya karies
interstitial.


B. Ekstrusi Gigi Lawan/ Antagonis
5

Ketika gigi lawan tidak dapat beroklusi karena adanya gigi yang hilang,
maka gigi tersebut secara umum akan mengalami erupsi berlebih atau disebut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
17

ekstrusi, dan terus berlanjut seperti itu sampai mencapai kontak dengan salah satu
gigi pada lengkung antagonisnya, atau pada kasus ekstrim, kontak dengan muko-
periosteum. Ekstrusi biasanya menyebabkan kehilangan dukungan tulang untuk
gigi tersebut, walaupun kadang alveolus akan mengikuti gigi yang ekstrusi. Hal
ini biasanya sering menyebabkan oklusi traumatik yang kadang dapat membatasi
fungsi mastikasi.
Ekstrusi dapat menyebabkan hilangnya kontak normal antara gigi yang
ekstrusi dengan gigi tetangganya, sehingga mengakibatkan terjadinya impaksi
makanan, penurunan kesehatan jaringan periodontal dan terjadinya karies
subgingival. Selain itu perubahan posisi ini menyulitkan perawatan gigi yang
mengalami ekstrusi.

C. Efek-efek Umum
5

Jika gigi hilang dibiarkan tidak dirawat, maka efek yang disebutkan
sebelumnya dapat bertambah luas. Efek tidak langsung dapat berupa kehilangan
oklusi dari rahang bawah dan selanjutnya rahang atas, terutama jika molar satu
bawah hilang.

Efek lainnya adalah dari artikulasi yang tidak teratur, dapat berupa kontak
prematur yang menyebabkan penyimpangan dari pergerakan normal mandibula.
Hal ini dapat menyebabkan disfungsi sendi temporo-mandibula dan spasme otot
yang menyebabkan nyeri.


II.2 PEMILIHAN TIPE GIGI TIRUAN
1
Gigi yang hilang dapat diganti dengan salah satu dari tiga protesa berikut: Gigi
Tiruan Sebagian Lepas, Gigi Tiruan Cekat atau Dental Implant. Terdapat beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe protesa yang tepat. Faktor-
faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis, keadaan periodontal, estetis, dan
faktor finansial, dan juga keinginan pasien.

Gigi Tiruan Cekat adalah protesa yang secara permanen dilekatkan pada gigi asli
yang dipersiapkan, yang berfungsi menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang
(gambar 2.1). Komponen Gigi Tiruan Jembatan terdiri dari gigi penyangga, retainer,
pontik dan konektor. Gigi penyangga adalah gigi yang dapat memberikan dukungan,
kestabilan, penjangkaran atau retensi suatu Gigi Tiruan baik cekat maupun lepas. Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
18

tiruan yang menggantikan gigi yang hilang dinamakan pontik. Retainer adalah bagian
dari Gigi Tiruan Jembatan yang menghubungkan Gigi Tiruan dengan gigi
penyangganya, yaitu restorasi ekstrakoronal yang disementasi terhadap gigi penyangga
yang telah dipreparasi. Restorasi intrakoronal kurang menyediakan retensi dan
resistensi yang diperlukan untuk retainer.

Gambar 2.1. Komponen Gigi Tiruan Jembatan
1
(dikutip dari Shillingburg,
Fundamentals of Fixed Prosthodontics, 3
rd
Ed, hal 3)

Sedangkan, bagian dari Gigi Tiruan Jembatan yang menghubungkan pontik dan retainer
dinamakan konektor

II.3 TUJUAN DAN PRINSIP PREPARASI GIGI PENYANGGA UNTUK GIGI
TIRUAN CEKAT
6
Tujuan pembuatan Gigi Tiruan Cekat tidak hanya menggantikan sebuah atau
beberapa gigi yang hilang, tetapi juga memperbaiki dan memelihara fungsi sistem
stomatognatik. Karena itu berfungsi restoratif dan preventif. Efisiensi dari perawatan
tergantung pada penerapan prinsip-prinsp mekanis, biologis, higienis, dan estetis.

Tujuan perawatan, baik yang meliputi penggantian struktur mahkota gigi,
kehilangan satu atau beberapa gigi, atau restorasi lengkap dari sistem mastikasi, adalah
sebagai berikut: (1) perbaikan kondisi abnormal yang ada, (2) restorasi unit-unit
mastikasi dan bagian yang berhubungan, (3) pemeliharaan unit-unit ini pada kondisi
yang normal dan sehat selama mungkin, (4) pencegahan terhadap kemungkinan
keadaan yang lebih buruk, (5) peningkatan estetik.



Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
19

II.3.1 PRINSIP PREPARASI GIGI PENYANGGA UNTUK GIGI TIRUAN CEKAT
Untuk mendapatkan restorasi yang optimal terdapat beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi pada saat preparasi gigi penyangga, yaitu:
a. Prinsip Mekanis
6

Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi
tanpa membahayakan pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi
untuk menyediakan kekuatan restorasi. Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya
dipreparasi untuk menyediakan retensi yang adekuat untuk retainer, sehingga
mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk diketahui bahwa Gigi Tiruan harus
cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi.
Pontik harus didesain dengan tepat sehingga Gigi Tiruan Cekat cukup kuat
dan stabil.

Konektor membutuhkan persyaratan kekuatan yang cukup untuk
mencegah patahnya hubungan antara retainer dan pontik.

Preparasi harus dilakukan sedemikian rupa untuk mendapatkan artikulasi
dan oklusi dari Gigi Tiruan Cekat yang tepat sehingga beban dapat
didistribusikan dengan tepat pada Gigi Tiruan Cekat ketika berfungsi.

Selain itu,
untuk preparasi gigi penyangga perlu diperhatikan prinsip kesejajaran.


b. Prinsip Biologis
6

Persyaratan biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang
mendukung dapat dipelihara pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak mudah terjadinya pengumpulan plaque yaitu
dengan cara dipolished. Selain itu, restorasi juga harus biokompatibel dan tidak
mudah mengalami korosi.
Jika sebuah Gigi Tiruan Cekat dilekatkan pada gigi penyangga atau gigi
dengan prognosis yang dipertanyakan, penggunaannya akan mengalami
kegagalan. Gigi penyangga harus dipreparasi sedemikian rupa sehingga
vitalitasnya tidak terganggu. Sebaiknya tidak ada bagian dari retainer atau pontik
yang mengiritasi jaringan lunak, dan bentuk gigi hasil preparasi sedemikian rupa
sehingga menyediakan tempat yang tepat untuk retainer.



Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
20

c. Prinsip Higienis
6

Desain preparasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga restorasi mudah
dibersihkan. Area yang cenderung menyebabkan terjadinya impaksi makanan di
sekitar retainer dan pontik harus dicegah. Oleh karena itu, harus disediakan
embrasure yang adekuat (oklusal, bukal, lingual, dan interproximal).

Daerah kontak antara retainer dan gigi penyangga harus memenuhi prinsip
higienis. Untuk itu Gigi Tiruan Cekat harus disempurnakan penyelesaiannya dan
dipoles, baik itu emas atau porcelain, sehingga makanan tidak akan melekat pada
GTC.


d. Prinsip Estetik
6

Pertimbangan estetik sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan
Cekat. Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari.
Pontik sebaiknya menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta
memiliki susunan dan karakteristik yang tepat.

II.4 PRINSIP MEKANIS
Dari prinsip-prinsip di atas, prinsip mekanis merupakan hal yang paling penting
untuk keberhasilan sebuah restorasi. Desain preparasi gigi untuk Gigi Tiruan Cekat
harus mengikuti prinsip-prinsip mekanis tertentu dengan tujuan untuk menghindari
lepasnya gigi tiruan dan juga mencegah fraktur atau distorsi dari gigi tiruan.
7
Prinsip mekanis preparasi gigi tiruan dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Retensi dan resistensi
Agar sebuah restorasi terpenuhi tujuannya, maka restorasi harus dapat
bertahan pada gigi penyangga. Preparasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga
menghasilkan bentuk yang retentif yaitu menyebabkan restorasi dapat bertahan
(tidak terlepas) terhadap gaya-gaya vertikal yang berlawanan dengan arah
pemasangan. Dan menghasilkan resistensi yaitu bentuk hasil preparasi yang dapat
menyebabkan restorasi bertahan di tempatnya bila menerima selain gaya-gaya
vertikal selama berfungsi.
8




Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
21

Retensi dan resitensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a.1 Taper/ Konvergensi
Dinding aksial dari preparasi harus berbentuk sedikit taper
untuk kedudukan restorasi, sebagai contoh dua dinding eksternal yang
berlawanan harus konvergen ke arah oklusal atau dua permukaan
internal yang berlawanan dari struktur gigi harus divergen ke arah
oklusal. Hubungan antara sudut divergen dengan sudut konvergen
dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan masing-masing
antara dinding preparasi yang berlawanan. Besar sudut taper preparasi
gigi harus dibuat seminimal mungkin, karena jika tidak, dapat
merugikan retensi. Namun ada beberapa gigi yang tidak dapat
dipreparasi dengan sudut taper yang minimum. Gigi molar, misalnya,
permukaan mesial dan distalnya dapat dipreparasi dengan sudut taper
yang kecil namun sulit sekali untuk mendapatkan pada permukaan
bukal dan lingualnya.
1

Gambar 2.2. Terdapat hubungan antara taper dengan retensi:
jika taper meningkat, maka retensi berkurang (after Jorgensen
cit
1
).

Secara teoritis, jika dinding-dinding aksial yang dipreparasi
semakin mendekati kesejajaran, maka semakin besar retensi yang
didapat. Pada kenyataannya, hal ini tidak mudah didapat. Sedikit
undercut mungkin akan terbentuk yang nantinya dapat menyulitkan
proses insersi. Undercut didefinisikan sebagai sebuah divergensi antar
dua dinding aksial yang berlawanan dalam arah serviko-oklusal. Selain
itu, undercut juga dapat terjadi apabila pada hasil preparasi bidang
aksial ada yang menghalangi penglihatan dari arah insisal/ oklusal ke
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
22

daerah servikal. Maka dinding mesial preparasi gigi dapat menjadi
undercut terhadap dinding distal, selain itu dinding bukal dapat
menjadi undercut terhadap dinding lingual. Pembentukan sudut taper
preparasi gigi harus diperhatikan dengan cermat. Sudut taper yang
terlalu kecil dapat menimbulkan undercut yang tidak diharapkan,
sedangkan apabila terlalu besar maka akan menurunkan retensi dari
restorasi. Tetapi, sulit sekali untuk mendapatkan sudut taper yang ideal
di dalam mulut tanpa membuat undercut dan merusak gigi tetangga.
Selain itu, mata manusia tidak dapat mendeteksi perbedaan sudut
preparasi dalam derajat yang kecil.
1

Beberapa jurnal menyatakan Total Occlusal Convergence
(TOC), sudut konvergensi antara dua permukaan aksial yang
dipreparasi, adalah salah satu faktor penting dari preparasi gigi untuk
complete crowns.
4
Beberapa TOC tergantung dari lokasi gigi
cit 4
:
1. Gigi-geligi posterior dipreparasi dengan TOC yang lebih besar
dibandingkan dengan gigi anterior.
2. Gigi-geligi mandibula dipreparasi dengan konvergensi yang lebih
besar dibandingan gigi-geligi maxilla.
3. Gigi molar mandibula dipreparasi dengan TOC yang paling besar.
4. Permukaan fasiolingual memiliki konvergensi yang lebih besar
dibandingkan permukaan mesiodistal. Bagaimanapun, penelitian
lain menentukan bahwa konvergensi mesiodistal lebih besar
dibandingkan dengan konvergensi fasiolingual.
5. Gigi penyangga untuk Gigi Tiruan Cekat dipreparasi dengan TOC
yang lebih besar dibandingkan individual crowns.
6. Penglihatan monocular (satu mata) menghasilkan TOC yang lebih
besar dibanding penglihatan binocular (kedua mata). Walaupun hal
ini telah didemonstrasikan bahwa penglihatan binocular, pada jarak
gigi-mata yang sangat pendek (150 mm atau mendekati 6 inch),
menyebabkan gigi-gigi menjadi undercut dengan rata-rata 5, gigi-
gigi secara klinis dipreparasi pada jarak lebih dari 150 mm bahkan
jika lup digunakan. Oleh karena itu, penglihatan binocular lebih
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
23

disukai dibandingkan penglihatan monocular untuk menghasilkan
konvergensi klinis yang minimal.

a.2 Dimensi Servikooklusal
Tinggi servikooklusal adalah faktor penting dalam retensi dan
resistensi. Preparasi yang lebih tinggi akan memiliki luas permukaan
yang lebih besar sehingga akan menjadi lebih retentif. Dinding aksial
yang tinggi akan memberikan resistensi yang baik untuk crown
(Gambar 2.4 A), sedangkan dinding aksial yang pendek tidak
mempunyai resistensi yang baik (Gambar 2.4 B). Dinding preparasi
yang pendek harus memiliki taper yang kecil untuk meningkatkan
retensi. Preparasi untuk dinding aksial yang pendek mungkin dapat
berhasil jika dilakukan pada gigi dengan diameter kecil. Preparasi pada
gigi dengan diameter kecil akan mempunyai radius rotasi yang lebih
pendek untuk arc of displacement.
1
Resistensi terhadap pergerakan gigi pada preparasi gigi yang
pendek dengan diameter yang besar dapat ditingkatkan dengan
menempatkan groove pada dinding axial. Hal ini akan mengurangi
radius rotasi, dan bagian dari dinding groove yang dekat dengan
permukaan oklusal dari preparasi akan mencegah pergerakan yang
mungkin terjadi.
1

Gambar 2.3. Preparasi dengan dinding yang tinggi (A) kemungkinan
terjadi pergeseran tipping dari restorasi lebih baik dari preparasi yang
pendek (B).
1
(dikutip dari Shillingburg, hal 123)

Dianjurkan bahwa 3 mm adalah dimensi CO (Cervicoocclusal)
minimal untuk gigi-gigi premolar dan gigi-gigi anterior yang
dipreparasi dalam rekomendasi kisaran TOC antara 10 20 derajat.
Sedangkan untuk gigi-gigi molar biasanya dipreparasi dengan
konvergensi yang lebih besar daripada gigi anterior, karena memiliki
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
24

diameter yang lebih besar daripada gigi lainnya, juga menerima gaya
oklusal lebih besar, 4 mm diusulkan sebagai dimensi CO minimal
untuk gigi-gigi molar yang dipreparasi. Gigi-gigi yang tidak memiliki
dimensi minimal ini sebaiknya dimodifikasi dengan retensi tambahan,
seperti grooves/ box.
4


a.3 Arah Pemasangan
Arah pemasangan adalah garis khayal untuk menunjukkan arah
restorasi pada saat dipasang atau dibongkar dari preparasi.
1
Arah
pemasangan direncanakan oleh dokter gigi sebelum preparasi dimulai
dan bentuk preparasi harus sesuai dengan jalur insersi tersebut. Arah
pemasangan tidak boleh berubah-ubah walaupun ada retensi tambahan
seperti groove. Arah pemasangan sangat penting terutama untuk gigi
penyangga gigi tiruan cekat karena kedua gigi penyangga harus
parallel/sejajar.

Untuk mengetahui apakah preparasi sejajar atau tidak, kita harus
melihat dengan satu mata (mata lain ditutup) dengan jarak 30 cm atau
12 inch. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi distorsi sudut pada saat
melihat. Jika preparasi dilihat langsung di dalam mulut, dapat
digunakan kaca mulut dengan jarak 1,3 cm di atas preparasi dan cara
melihatnya-pun dengan satu mata.
Jalur insersi dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu fasiolingual dan
mesiodistal. Dimensi fasiolingual penting untuk pertimbangan estetika,
terutama untuk restorasi veneer. Sedangkan dimensi mesiodistal harus
parallel dengan gigi penyangga lainnya.

a.4 Rasio dimensi servikooklusal/ servikoinsisal terhadap dimensi
fasiolingual
Dari beberapa penelitian yang melakukan evaluasi terhadap
resistensi dari 294 single artificial crown terhadap retensinya pada die,
dilaporkan bahwa 96% mahkota insisive, 92% mahkota kaninus, dan
81% mahkota premolar menunjukkan resistensi yang adekuat
meskipun terdapat variasi dalam bentuk dan dimensi preparasi gigi.
cit 4

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
25

Salah satu faktor penting untuk membuat resistensi yang adekuat ini
adalah rasio OC/FL dari insisive, kaninus, dan premolar karena
dimensi anatomik khusus untuk gigi-gigi tersebut ketika dipreparasi.
Dilaporkan 46% gigi-gigi molar memiliki resistensi yang tepat.
Semakin besar dimensi fasiolingual dari gigi-gigi molar yang
dipreparasi dibandingkan dengan gigi-gigi lain dan semakin pendek
dimensi servikooklusal dari gigi-gigi molar yang dipreparasi
dibandingkan dengan gigi-gigi anterior dan gigi-gigi premolar
menghasilkan rasio yang lebih rendah dan resistensi yang lebih buruk
dari mahkota molar. Semakin besar total occlusal convergence
biasanya dibentuk pada gigi-gigi molar
cit 4
juga menimbulkan masalah
rasio.
Penghitungan secara teoritis
cit 4
mengindikasikan bahwa
resistensi yang adekuat bisa didapat dengan rasio OC/FL 0,1 jika TOC
kurang dari 5,8 derajat. Rasio 0,2 membutuhkan TOC kurang dari 11,6
derajat; rasio 0,3 membutuhkan kurang dari 17,4 derajat; dan rasio 0,4
menyediakan resistensi yang adekuat selama sudut TOC 23,6 derajat
atau kurang. Direkomendasikan bahwa rasio OC/FL sebaiknya 0,4 atau
lebih tinggi untuk semua gigi.

b. Prinsip Kesejajaran
10

Tidak boleh terdapat halangan dalam insersi Gigi Tiruan Jembatan pada
gigi yang telah dipreparasi. Gigi sebaiknya dipreparasi sedemikian rupa sehingga
terdapat kesejajaran dalam arah pemasangannya (occluso-gingival).

Masalah timbul ketika kebanyakan kasus klinis sangat sulit untuk
mendapatkan gigi penyangga yang ideal atau tersusun sempurna. Gigi penyangga
dapat disertai dengan karies, extruded, retruded, rotasi dan lain-lain. Operator
harus mempelajari dental x-ray dan model studi dengan seksama untuk
merencanakan dengan tepat gigi penyangga dan arah pengasahan yang akan
dilakukan.

Penggunaan parallelometer dan alat lainnya adalah pedoman yang baik,
namun akan lebih baik jika dikoordinasikan dengan mata dan tangan. Kesejajaran
dapat diartikan tidak boleh terdapat undercut. Dasar hukum geometri yaitu dua
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
26

garis tegak lurus terhadap bidang yang sama adalah sejajar. Hal ini dapat dipakai
untuk semua preparasi gigi.
Gunakan dan pegang handpiece sejajar terhadap bidang oklusal dan
kemudian mengasah permukaan proximal, pengasahan tersebut harus
menghasilkan bidang yang tegak lurus terhadap bidang oklusal dan jika
dipindahkan ke gigi/ permukaan yang lain masih sejajar terhadap bidang okusal,
maka semua potongan akan tegak lurus pada bidang ini dan sejajar satu sama lain
karena semuanya tegak lurus terhadap bidang yang sama.

Oleh karena itu, tidak
masalah bila gigi tersebut rotasi atau tipping.

b.1 Gigi Penyangga dengan Complex Tilting and Rotating

Untuk menentukan apakah sebuah gigi mengalami rotasi atau
tipping, gunakan gigi yang posisi-nya benar sebagai panduan, dan gigi
tersebut yang dipreparasi terlebih dahulu. Lalu, gunakan gigi tersebut
sebagai standar ukuran, potongan, groove, sehingga disebut permukaan
normal (mesial, distal, bukal, lingual) dan preparasi yang dihasilkan
akan sejajar, hal ini dapat dilakukan bila tidak membahayakan pulpa.
10

b.2 Cara Mendapatkan Kesejajaran
10
Kesejajaran bisa didapat atau disederhanakan dengan
menggunakan beberapa garis atau bidang sebagai pedoman. Pedoman
yang dapat digunakan, antara lain adalah gigi, contra-angle
handpiece, permukaan oklusal, permukaan proximal, dll.

c. Durabilitas/daya tahan struktural
Hasil preparasi harus dapat menahan tekanan dari gaya oklusi. Gigi Tiruan
yang dipasang harus dapat menutupi seluruh ruangan agar didapatkan keadaan
yang harmonis dan kontur aksial yang normal agar tidak terjadi masalah
periodontal.
1

c.1 Ketebalan Reduksi Axial dan Insisal/ Oklusal
Banyaknya reduksi yang dibutuhkan bervariasi pada tipe
mahkota dan permukaan gigi yang berbeda. Reduksi juga dipengaruhi
oleh posisi dan susunan gigi dalam rahang, hubungan oklusal, estetik,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
27

pertimbangan periodontal, dan morfologi gigi. Sebagai contoh, insisive
sentral atas dengan divergensi yang besar ke arah insisal (dilihat dari
fasial) membutuhkan reduksi proximal yang lebih besar dibandingkan
gigi yang berbentuk persegi, dengan divergensi ke arah insisal yang
lebih kecil. Ketebalan interdigitasi oklusal dari gigi-gigi posterior atau
vertical overlap yang cukup besar daripada gigi-gigi anterior sering
memerlukan reduksi permukaan oklusi yang lebih besar. Gigi-gigi
yang crowded umumnya memerlukan reduksi sisi permukaan yang
protrude lebih besar untuk menyediakan tempat restorasi dan/atau
bentuk retensi dan resistansi yang memuaskan.
4
Kesehatan periodontal ditingkatkan melalui pembentukan
kontur mahkota dengan servikal yang normal, tetapi restorasi yang
overkontur menyebabkan akumulasi plak. Restorasi yang overkontur
dapat menyebabkan masalah periodontal, sehingga banyaknya reduksi
sebaiknya
memungkinkan pembentukan kontur yang normal, estetik yang tepat,
dan kekuatan yang adekuat.
4
Khusus untuk restorasi metal-ceramic, beberapa textbook
cit 4

merekomendasikan reduksi permukaan labial antara 1,0 dan 1,7 mm.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa ketebalan struktur gigi insisive
central atas antara pulpa dan bagian gigi terluar bervariasi yaitu antara
1,7 sampai 3,1 mm.
cit 4
Data dari penelitian lain
cit 4
mengindikasikan
ketebalan yang tersedia bervariasi menurut umur. Selain itu,
berdasarkan yang dikutip Rosenstiel
cit 14
dilaporkan bahwa jarak pulpa
ke permukaan terluar gigi, pada gigi-gigi I
1
, I
2
dan C, bervariasi
menurut umur.
14
Insisive sentral muda (umur 10-19 tahun) memiliki
kombinasi ketebalan enamel dan dentin fasial yaitu 1,8 mm, sedangkan
insisive sentral dari orang yang berumur 40-60 tahun memiliki
ketebalan total 2,0 sampai 2,8 mm. El-Hadary et al
cit 4
mengukur
ketebalan struktur gigi antara pulpa dan permukaan terluar pada garis
servikal gigi-gigi premolar. Pengukurannya berkisar antara 2,2 sampai
2,5 mm untuk gigi-gigi dari pasien-pasien yang berumur antara 25 50
tahun. Stambaugh dan Wittrock
cit 4
melakukan pengukuran garis
servikal yang identik pada 252 insisive, kaninus, premolar dan molar
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
28

yang telah diekstraksi dari paien-pasien yang berumur antara 28
sampai 37 tahun. Pengukuran paling kecil pada stuktur gigi bagian
servikal adalah 2,08 mm untuk insisive sentral bawah. Gigi molar
bawah menunjukkan ketebalan struktur gigi paling besar pada garis
servikal yaitu 2,97 mm. Struktur-struktur gigi ini mengindikasikan
bahwa pada gigi-gigi tertentu masih dapat bertahan bila banyaknya
reduksi yang dilakukan 1 sampai 1,5 mm dimana yang lain hanya
mempunyai selapis tipis dentin.
Pengukuran terdahulu tidak mempertimbangkan variasi dari
total occlusal convergence, sehingga menghasilkan reduksi yang lebih
besar pada aspek insisal/ oklusal dari permukaan axial. Faktor ini
secara signifikan mempengaruhi dekatnya permukaan yang dipreparasi
terhadap pulpa. Doyle et al
cit 4
mengukur kedekatan pulpa ketika gigi-
gigi premolar dewasa dipreparasi dengan kedalaman 2 bidang aksial
(0,8 dan 1,2 mm) dan kemungkinan 4 sudut total occlusal convergence
(5, 10, 15, 20 derajat TOC). Sudut konvergensi 20 derajat (umumnya
diproduksi secara klinis) dengan reduksi 1,2 mm, maka garis akhir
hanya meninggalkan 0,3 mm dentin pada permukaan gigi tertentu.
Pada pasien muda, kedalaman reduksi aksial lebih dari 1 mm dapat
membahayakan pulpa.
Reduksi 2,0 sampai 2,5 mm pada insisal/ oklusal
direkomendasikan

untuk restorasi metal-ceramic. Ketebalan ini
dibutuhkan untuk mengembalikan bentuk anatomis, warna dan oklusi.
Data
cit 4
mengenai ketebalan gigi insisal/ oklusal mengindikasikan
bahwa lebih dari 4 mm struktur gigi tersedia bahkan pada gigi insisive
sentral muda. Gigi dewasa ( umur 40-60 tahun) ketebalan enamel-
dentin-nya berkombinasi antara 6,2 sampai 6,3 mm. El-Hadary et al
cit 4

mengukur kombinasi ketebalan enamel dan dentin antara tanduk pulpa
dan ujung cusp yaitu 5,0 sampai 5,5 mm untuk premolar. Stambaugh
dan Wittrock
cit 4
melakukan pengukuran yang sama pada semua gigi-
gigi posterior yaitu antara 5 sampai 7 mm tergantung apakah gigi-gigi
posterior atas atau bawah yang diukur. Berdasarkan penelitian
ketebalan struktur gigi pada bagian insisal/ oklusal dapat disimpulkan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
29

bahwa reduksi insisal/ oklusal 2,0 mm mungkin dilakukan, bahkan
pada gigi muda.

c.2 Pembentukan bevel cusp fungsional
1
Bagian integral dari reduksi oklusal adalah membentuk bevel
pada cusp fungsional. Bevel yang lebar pada inklinasi lingual dari cusp
lingual maksila dan inklinasi bukal dari cusp bukal mandibula akan
menyediakan ruangan yang cukup untuk bahan restorasi pada area
dimana terdapat kontak oklusal yang berat.
Cusp fungsional harus dibevel sebagai antisipasi dalam
menahan tekanan oklusal. Jika bevel tidak dibuat maka akan timbul
beberapa masalah, yaitu over-kontur dan oklusi yang buruk.
Sedangkan jika terjadi over-inklinasi pada permukaan bukal
mengakibatkan pembuangan jaringan sehat yang terlalu banyak
sehingga akan mengurangi retensi.


Gambar 2.4. cusp fungsional gigi molar
1
(dikutip dari Shillingburg, hal 127)

d. Integritas marginal
Restorasi yang baik harus memiliki integritas marginal/ tepi yang adekuat.
Integritas tepi dipengaruhi oleh tipe/ jenis preparasi tepi servikal, yaitu bevel dan
finish line.
1
Finish line sebaiknya diletakkan supragingiva jika bentuk resistensi dan
retensi, kondisi gigi dan segi estetis memungkinkan, dengan tujuan untuk
menjamin kesehatan periodontal. Bagaimanapun, subgingival finish line lebih
sering dibutuhkan untuk alasan-alasan berikut: untuk mendapatkan dimensi CO
yang adekuat untuk bentuk retensi dan resitensi; untuk mencegah karies dental,
fraktur, atau erosi/ abrasi atau untuk menutupi kerusakan struktur gigi yang lain;
untuk memperbaiki mahkota dengan kerusakan servikal pada gigi yang telah
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
30

dirawat endodontik; dan untuk meningkatkan segi estetis pada gigi yang
mengalami perubahan warna. Jika subgingival finish line dibutuhkan, sebaiknya
tidak membahayakan perlekatan epitelial.
4

II.5 LANGKAH-LANGKAH PREPARASI GIGI PENYANGGA POSTERIOR
UNTUK RESTORASI METAL-CERAMIC

Gambar 2.5.

banyaknya reduksi yang dilakukan pada aspek aksial dan oklusal
pada gigi posterior.
12
(www.pinoydental.com)

Banyaknya reduksi pada preparasi gigi-geligi posterior untuk restorasi
metal-ceramic adalah sama dengan preparasi gigi-geligi anterior (insisive sentral
atas). Khusunya, untuk memenuhi persyaratan estetis, permukaan fasial direduksi
sebanyak 1 sampai 1,5 mm pada restorasi metal-ceramic baik untuk gigi-geligi
anterior maupun posterior.
9
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
31


Gambar 2.6. Banyaknya reduksi yang dilakukan pada gigi penyangga posterior
untuk restorasi metal-ceramic yaitu pada aspek bukal menyediakan 0,3 mm
untuk metal dan 1,2 mm untuk ceramic-nya; pada cusp bukal direduksi antara
1,3 - 1,7 mm; pada pit sentral direduksi sebanyak 0,8 1,2 mm; pada cusp lingual
direduksi sebanyak 1,3 1,7 mm; dan pada aspek lingual direduksi 0,6 mm.
14

(dikutip dari Rosenstiel, hal 273)


Gambar 2.7. Preparasi pada premolar atas untuk restorasi metal-ceramic. A,
Ketebalan jaringan yang akan diambil. B, Banyaknya pengambilan jaringan aspek
oklusal. C, Penyelesaian pengambilan jaringan pada aspek oklusal. D dan E,
Chamfer lingual dan Shoulder fasial dipreparasi pada bagian setengan gigi (D
pada pandangan lingual dan E pada pandangan fasial). F, Preparasi yang telah
selesai.
14
(dikutip dari Rosenstiel, hal 276).

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
32



II.6 REAKSI JARINGAN PADA REDUKSI GIGI VITAL
Reduksi merupakan tindakan penting pada tahap preparasi gigi untuk menerima
restorasi mahkota tiruan atau sebagai pegangan gigi tiruan jembatan. Sebenarnya hal
tersebut dapat merusak jaringan keras email dan dentin serta memungkinkan terjadinya
iritasi pada jaringan pulpa dan jaringan lunak sekitarnya. Pada pengalaman klinik,
beberapa masalah yang umumnya timbul pada pasca pemasangan gigi tiruan cekat
dapat disebabkan karena pengasahan gigi, terutama bila gigi vital, terlebih bila disertai
kelainan sebelumnya seperti karies, fraktur, atau lainnya.
11


II.6.1 Struktur Jaringan Gigi yang Terlibat
cit 11
Tindakan pengasahan merupakan rangsang mekanis dan termal, yang mempunyai
pengaruh utama pada pulpa selain menyebabkan kerusakan odontoblast di tubuli dentin.

Secara ringkas jaringan keras mahkota gigi yang berhubungan dengan tahap preparasi
adalah email dan dentin. Email yang pertama-tama diasah mengandung kurang lebih
96% bahan anorganik dengan porsi utama disusun oleh kristal hidroksi-apatit yang
merupakan bagian terkeras karena paling tinggi mineralisasinya. Ketebalan email ini
tidak sama, umumnya pertautan email-dentin berkisar 1 sampai 2 mm, tetapi akan
berkurang secara bertahap bila mendekati cemento-enamel junction.

Kekuatan email juga tergantung kepada dukungan dentin yang sehat. Dentin
merupakan bagian keras mahkota gigi yang hidup, dibentuk oleh odontoblast yang
merupakan jaringan penyambung, terkalsifikasi tetapi elastis. Hal ini dikarenakan ada
kandungan kristal hidroksi apatit yang termineralisasi sebanyak 70%. Dentin terdiri dari
saluran-saluran kecil yang mengandung serat protoplasmik yang merupakan
perpanjangan odontoblast. Inti odontoblast masuk ke dalam pulpa, sehingga dentin dan
pulpa merupakan satu jaringan yang berhubungan. Pada dentin muda saluran kecil
tersebut berisi bahan protoplasmik yang sangat responsif sehingga sangat sensitif yang
akan berkurang seiring dengan adanya kalsifikasi. Ketebalan dentin berkisar 3 sampai
3,5 mm, sedang saluran tubuli dentin berdiameter 0,5-0,9 m di daerah dentino-enamel
junction dan membesar sampai 2-3 m di daerah pulpa.




Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
33

II.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Kelainan dan Penyembuhan Jaringan
cit 11

Iritasi yang dapat menjadi penyebab kegagalan perawatan dikarenakan
pengasahan pada tahap preparasi gigi dapat berupa kenaikan suhu, trauma mekanis dan
faktor lain seperti antara lain invasi kuman, bahan kimia atau kombinasi dari hal-hal di
atas.

Faktor penyebab terjadinya panas adalah banyaknya pengasahan, kecepatan
putaran bur, dan bahan alat pengasah. Demikian pula dengan besar tekanan alat
pengasah, kebasahan daerah kerja, pendinginan, getaran yang timbul dan macam
jaringan yang diasah. Juga dikatakan bahwa reaksi pulpa dapat dipengaruhi oleh usia,
ketebalan sisa jaringan dentin dan keadaan pulpa sebelum perawatan.

Pada pengasahan gigi vital dengan karies, maka timbulnya rangsangan terhadap
pulpa diakibatkan kombinasi rangsangan bersifat biologis seperti bakteri, fungi atau
virus dengan rangsang mekanis, termal dan kimia. Rangsangan kimia seperti pemberian
alkohol, asam dari likuid bahan semen atau lainnya dapat memperberat keadaan pulpa.

Pada pengasahan gigi vital yang normal, perlu diketahui dengan jelas seberapa
banyak jaringan email yang harus diambil. Pemenuhan syarat untuk ketebalan optimal
bahan yang dipakai, apakah metal, porselen, akrilik atau kombinasi metal dengan
keduanya, maka hasil pengasahan harus diusahakan meninggalkan selapis jaringan
email di seluruh permukaan yang diambil.

Terkenanya jaringan dentin karena alasan khusus seperti untuk mendapatkan
ketebalan optimal atau adanya karies, fraktur pada gigi yang diasah, harus berhati-hati
dalam manipulasinya karena kemungkinan pulpa teriritasi akan lebih besar. Pengasahan
yang dalam dan sempit seperti pembuatan onlay atau inlay retainer akan lebih merusak
odontoblast daerah proksimal dibandingkan pengasahan yang lebih luas tetapi dangkal
misal preparasi full veneer crown retainer.

Pada dentin yang berjarak 0,50 mm dari pulpa, setiap pengambilan jaringan
setebal 0,10 mm dengan kecepatan rendah tanpa pendingin akan menyebabkan
peradangan berat pada pulpa.

Akan tetapi pada dentin yang berjarak 0,30 mm, bila
diasah dengan kecepatan 200.000 rpm dan pendinginan sempurna akan terjadi
kerusakan yang hanya sedikit atau sama sekali tidak ada.

Kerusakan odontoblast terjadi
pada pemakaian alat pengasah berkecepatan 50.000 rpm tanpa pendingin, tetapi
kerusakan akan berkurang bila kecepatan putar alat pengasah mencapai 150.000 rpm
sampai 250.000 rpm disertai pendingin yang cukup. Pengasahan tanpa pendingin
dengan kecepatan 5.000 sampai 15.000 rpm lebih merusak odontoblast dibandingkan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
34

dengan kecepatan 300 sampai 500 rpm tanpa pendingin. Dianjurkan untuk
menggunakan bur kecepatan tingi bila melakukan pengasahan email dan dentin perifer
serta kecepatan rendah untuk pengasahan tahap akhir. Penggunaan kecepatan kurang
dari 3.000 atau minimal 200.000 rpm dengan pendinginan sempurna merupakan
kecepatan putar yang aman. Tetapi tidak untuk perputaran alat antara 3.000 sampai
30.000 rpm walaupun dengan pendingin ternyata tetap merusak pulpa.

Perubahan reversibel dan ireversibel karena suhu berhubungan dengan tekanan
intra pulpa. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya pelepasan mediator kimia yang
menyertai vasodilatasi yang menetap. Akibat lepasnya plasma protein ke cairan
interstisial akan terjadi penurunan tekanan osmotik dan akumulasi cairan dalam kamar
pulpa.
Banyak faktor yang berperan pada pertahanan diri jaringan email, dentin atau
pulpa terhadap iritasi tersebut. Usia muda mempengaruhi daya regenerasi yang lebih
baik dibandingkan usia dewasa sehingga pembentukan dentin reparatif lebih baik.

Tetapi pada usia dewasa, tubulus telah mengalami kalsifikasi, degenerasi atau sudah
terbentuk dentin reparatif dengan demikian pemotongan tubulus tidak menyebabkan
cedera dan menyebabkan rasa sakit. Tidak demikian pada usia muda dimana pada
daerah pertautan email-dentin banyak mempunyai cabang tubuli dentin. Ketahanan
pulpa juga banyak dipengaruhi oleh faktor keturunan, nutrisi, penyakit sistemis dan
hormonal. Apabila pulpa terkena iritasi maka arteri akan mengembang dan
meningkatkan jumlah darah yang masuk ke dalam pulpa, akan tetapi selama vena masih
mampu mengeluarkan kelebihan suplai darah dari kamar pulpa maka hal itu tidak
membahayakan. Lumen vena pada ujung akar yang terbatas pengembangannya akan
menghambat keluarnya aliran darah dan ini akan menyebabkan kongesti, degenerasi
dan nekrosis pulpa.

Pengaruh ketebalan sisa dentin tidak berhubungan dengan kedalaman kavitas.
Sisa dentin adalah dentin yang terletak antara permukaan hasil pengasahan dengan atap
atau dinding pulpa. Pengasahan yang banyak pada gigi yang besar dan tebal mengalami
iritasi pulpa lebih kecil dibandingkan pada gigi yang kecil, selain itu arah tubulus
dentin harus diperhatikan sehubungan dengan jaraknya ke jaringan pulpa.

Ketebalan sisa dentin sebesar 2 mm cukup sebagai pertahanan terhadap rangsang
termal akibat pengasahan, bahan tambal, semen atau resin akrilik. Makin tipis jarak sisa
dentin, makin berat reaksi pulpa.

Reaksi terberat pada jaringan pulpa terjadi bila tebal
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
35

sisa dentin kurang dari 0,5 mm. Peradangan pulpa karena iritasi mekanis pada dentin
dapat dikriteriakan dengan ringan, sedang dan berat.

Radang ringan akan menimbulkan reaksi odontoblast yang paling perifer dengan
cara mengendapkan mineral pada tubuli dentin sehingga tubuli menjadi lebih sempit
atau tertutup sama sekali. Hal ini secara klinik tampak berupa dataran dentin yang
bening dan berwarna kecoklatan. Keadaan ini disebut dentin sklerosis atau dentin
transparans. Di samping itu, di perifer ruang pulpa terbentuk endapan mineral yang
mengisolasi jaringan pulpa dari rangsangan yang datang dari luar, hal ini disebut
sebagai dentin reparatif atau dentin tersier.
Rangsang sedang yang diakibatkan karena pemotongan dentin yang lebih dalam
akan menyebabkan kerusakan cabang sitoplasma odontoblast. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya degenerasi membran endoplasmik retikulum dan mitokondria
yang diikuti oleh denaturasi protein. Juga terjadi melambatnya aliran darah dan dilatasi
pembuluh darah, sehingga cairan akan keluar ke jaringan sekitarnya yang menyebabkan
stasis yang singkat lalu trombosis.
Akumulasi cairan akan melepas odontoblas dari dentin dan jaringan di bawahnya
sehingga menyebabkan kerusakan membran pulpodentin. Kerusakan ini meyebabkan
reaksi khemotaksis yang menarik leukosit keluar dari pembuluh darah lalu melapisi
lapisan odontoblast. Keluarnya eksudat radang pada lapisan ini akan menyebabkan
tekanan dan kematian sel, sehingga akan mengurangi ketebalan lapisan itu sendiri.

Radang berat menyebabkan perubahan letak inti odontoblast disebut sebagai
ectopic/ aspirated/ displaced odontoblast yang umumnya terjadi karena keringnya
dentin atau pengasahan tanpa pendinginan. Pergerakan inti ini akan menyebabkan
autolisis dalam waktu 6 jam.

Pemulihan jaringan tergantung kriteria radang dan intensitas serta lamanya iritasi.
Bila konsentrasi iritant berkurang, maka dengan adanya bantuan stimuli kimia dari sel-
sel yang cedera akan mempercepat proses pemulihan. Pemulihan jaringan pulpa
ditandai dengan adanya proliferasi fibroblast, infiltrasi sel radang dan akumulasi asam
muko-polisakarida diikuti dengan peletakan kolagen dan pembentukan dentin reparatif.
Jadi pembentukan predentin dipengaruhi oleh kerusakan odontoblast yang terutama
akan mempengaruhi ketebalan serat kolagen dan terjadinya mineralisasi untuk
membentuk dentin reparatif.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
36

Perlu diagnosa yang benar tentang vitalitas gigi sebelum dilakukan pengasahan.
Karena reaksi jaringan pulpa yang sehat proses pemulihannya akan berbeda dengan
yang sudah terinfeksi. Pada yang tidak sehat, iritasi dapat menyebabkan radang, baik
akut, kronis atau terjadi kematian pulpa. Kerusakan serius jarang terjadi pada reaksi
pulpa dengan diagnosa hiperemia pulpa ringan akan tetapi bahaya dapat timbul bila ada
keadaan kronis yang menyebabkan menurunnya ketegangan jaringan dan
ketidakmampuan pembuluh darah untuk memulai kembali fungsi normalnya walaupun
iritasi telah mereda.

















Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai