Integritas
Integritas merujuk pada segala hal yang membuat seseorang bisa
dipercaya. Ada kualitas-kualitas individu terkait karakter sopan, berperilaku
baik, konsisten, dan sejenisnya. Semua ini bercampur padu ke dalam
integritas. Jika seseorang dikatakan kurang memiliki integritas, berarti ia
tidak bisa diandalkan. Dalam bisnis, di mana nilai dari ucapan sangat
dipentingkan, orang yang tidak punya integritas akan hanya menebarkan
nama jelek bagi dirinya sendiri. Seseorang bisa saja punya karakter yang
bagus. Namun, jika ada kelemahan kecil atau ada sedikit kebocoran dalam
karakter itu, maka integritas karakternya akan bisa terganggu.
Kelemahan-kelemahan kecil ini bisa terwujud dalam misalnya
kecintaan berlebihan terhadap uang, terhadap kekuasaan, atau nepotisme,
atau respons negatif terhadap komplain dari orang lain. Jika seseorang
membiarkan dirinya mendapatkan uang dengan cara yang tidak benar, atau
jika ia bersikap memihak pada isu atau orang tertentu, atau memaksa orang
lain (bawahan) untuk melakukan hal-hal yang tidak layak atau tidak
diinginkan, maka orang seperti itu –meski memiliki status atau jabatan
tinggi– akan tidak bisa menghasilkan integritas dan nama baik. Janji-
janjinya tidak akan memiliki nilai-nilai riil. Mungkin saja ia memenuhi
janjinya sepanjang itu tidak mengganggu kepentingannya. Kalau
mengganggu kepentingannya, ia bisa saja dengan seenaknya melanggar janji
atau bahkan sengaja melupakan semua janjinya pada orang lain.
1. Kejujuran
2. Bertindak benar
3. Bertanggung jawab
5. Bisa dipercaya
Syarat pertama bagi integritas adalah sikap ‘bisa dipercaya’ dan ‘bisa
memegang amanah’. Seseorang yang punya integritas tidak akan pernah
sekali pun melakukan sesuatu yang bisa merusak kepercayaan orang lain
terhadapnya.
Kita kadang sulit membangun kondisi percaya karena orang pada
umumnya selalu curiga untuk menaruh kepercayaan pada orang-orng yang
tidak dikenal sebelumnya atau orang yang tidak cukup dikenali
kemampuannya untuk diberi amanah. Atas alasan ini lah orang sering
bergantung pada rekomendasi dari orang yang sudah dikenal atau meminta
rekomenasi dari orang-orang yang dipercaya sebelum memberikan
kepercayaan pada orang yang baru dikenal.
Padahal, amanah dan kepercayaan adalah salah satu hal paling
bermatabat bagi umat manusia, dan boleh dibilang sebagai salah satu yang
paling sakral. Amanah dan kepercayaan ini harus dihargai, karena di sini lah
letak sisi terbaik dari seorang manusia. Ini lah yang membedakan apakah
seorang manusia lebih tinggi kualitasnya daripada manusia kebanyakan atau
yang membedakan antara manusia dengan hewan –karena manusia punya
rasionalitas.
Sifat bisa dipercaya dan mampu memegang amanah ini adalah
sentimen yang sangat baik bagi seseorang. Orang mau memberikan amanah,
dan orang yang bisa mengemban amanah, harus benar-benar dhargai karena
telah melakukan transaksi yang pas dan bisa menghargai sesama manusia.
Mempercayai seseorang adalah murni 100%. Tidak hal yang bisa
menggantikan kepercayan. Memang, ada kepercayaan terhadap seeorang
dengan pertimbangan tertentu atau ada hal-hl yang tidak bisa dipercayakan
pada oang-orang tertentu. Tapi, itu bukan berarti orang-orang yang lebih
rendah tidak bisa diberi amanah.
Setiap tanggung jawab, apakah itu besar atau kecil, adalah bisa dan
harus diberi penghargaan tinggi. Jika ada kepercayaan kecil diingkari,
bukannya tak mungkin amanah yang besar pun bakal dikhinati. Tindakan-
tindakan, baik yang besar maupun yang kecil, jika sudah mengarah ke
penyimpangan maka secara teknis bisa dianggap sebagai pengkhianatan
terhadap kepercayaan.
Beberapa kepercayaan diimplikasikan seperti saat negara
mengharapkan warganya menjaga integritas tanah-air dan tidak
menghkhianatinya. Jika integritas ini dilanggar, maka kepercayaan itu juga
terkhianati. Sama halnya dengan kepercayaan yang diimplikasikan pada
semua pekerja dalam suatu perusahaan. Apakah diberi amanah hal-hal yang
sangat rahasia atau tidak, pekerja harus bisa mengemban amanah perusahaan
itu dalam segala hal. Bila pekerja itu mendapatkan bocoran informasi yang
seharusnya ia tidak boleh dapatkan, maka ia harus tutup mulut rapat-rapat
atau bahkan berusaha mengenyahkannya. Kepercayaan menjaga amanah
harus ditegakkan, dan semua pekerja diharapkan menjaga integritas
perusahaan serta tidak membocorkan rahasia ke mana-mana.
Dalam kasus saat amanah itu diberikan secara langsung dan eksplisit
pada seseorang, pengkhianatan terhadap kepercayaan itu bisa dianggap
sebagai pelanggaran kriminal, tindak pidana, atau bahkan dosa. Ini karena
amanah telah diberikan berdasarkan kehendak baik dan keyakinan murni.
Orang yang melanggar kepercayaan ini berarti curang dan melanggar etika
sosial dan kemanusiaan. Ia mengambil untung dari kelemahan pihak yang
memberikan amanah. Maka, ia bukan hanya melakukan tindak kriminalitas
tapi juga mengubur peluang untuk memiliki karakter bersih. Integritasnya
akan hancur selamanya. Sangat kecil kemungkinan ia bisa kembali
mendapatkan unsur layak dalam karakternya untuk menjadi manusia dengan
integritas tinggi. Maka, sangat hina lah tindakan orang yang mengkhianati
seseorang yang telah memberikan kepercayaan dan amanah padanya. Ia
tidak hanya menghancurkan peluang bagi eksistensi normal bagi dirinya
sendiri tapi juga menghancurkan keyakinan orang lain terhadap
kemanusiaan secara umum. Bisa jadi, butuh waktu sangat panjang bagi
orang yang dikhianati itu untuk kembali menaruh kepercayaan pada orang
lain.
Dalam kebanyakan kasus pengkhianatan atas kepercayaan atau
pelanggaran amanah ini, orang yang berkhianat bisa melakukannya demi
kepentingannya sendiri. Padahal, jika si pengkhianat ini punya cukup
keberanian untuk mendiskusikan dengan si pemberi amanah, maka ia bisa
saja membuat kesan baik bahwa ia sangat membutuhkan hal itu. Saat si
pemberi amanah sudah terkesan, maka si orang yang diberi amanah itu bisa
mendapatkan apa yang ia inginkan tanpa harus berkhianat. Ungkapkan
kepentingan sendiri itu dengan cara yang baik, maka pengkhianatan bisa
dihindari.
Kesimpulannya, jika seseorang ingin menjaga integritasnya maka ia
harus menghargai amanah yang dipercayakan padanya. Semakin tegas
amanah ini dijaga dan dijalankan, semakin kuat integritasnya.
6. Loyalitas
Loyalitas (kesetiaan) dan sikap bisa dipercaya adalah dua hal yang
saling terkait. Perbedaan yang mencolok adalah derajad give-and-take
terlibat lebih besar dalam loyalitas daripada dalam kepercayaan. Seseorang
bisa mempercayai orang lain tanpa ikatan timbal-balik tertentu dalam suatu
hubungan. Dalam kebanyakan kasus loyalitas, masalah saling memberi dan
menerima ini biasa ada. Jadi, anak punya kesetiaan pada orang tua, pekerja
setia pada majikan, warga setia pada negara, teman setia pada teman lainnya,
dan sejenisnya. Perbedaanya lainnya adalah kepercayaan punya karakteristik
pendek; diberikan pada seseorang dalam situasi tertentu. Dalam loyalitas
terkandung karakteristik lebih umum dan terdapat di semua kepercayaan dan
transaksi terpercaya lainnya yang diharapkan seseorang. Ia berharap itu
menjadi bahan pertimbangan dari orang lain, majikan, pekerjaan atau
sejenisnya di mana ia diharapkan bisa memberikan loyalitasnya.
Meski tampak sama-sama memiliki unsur serupa, kepercayaan lebih
cocok ditempatkan dalam tindakan pasif. Jika seseorang mendapatkan
kepercayaan mengemban amanah, maka ia disyaratkan untuk tidak bertindak
dalam cara-cara tertentu. Misalnya, ia disyaratrkan untuk tidak mengkhianati
amanah, tidak menyebarkan rahasia, dan tidak boleh menambah atau
mengurangi sesuatu yang telah dipercayakan padanya. Dalam loyalitas,
tindakan yang bersifat aktif dan pasif bisa terlibat bersamaan. Seorang
pekerja yang setia diharapkan tidak saja menjaga diri dari membocorkan
rahasia tapi juga diharapkan bekerja dalam kapasitas maksimum untuk
memberikan manfaat maksimal pada pekerjaannya atau majikannya. Jika ia
tidak punya banyak peluang untuk menunjukkan kesetiaan, setidaknya ia
bisa terus loyal dengan cara tidak bertindak yang menyimpang dari yang
digariskan majikan atau insititusi yang diikutinya. Loyalitas tidak hanya
berarti melakukan tindakan positif untuk membuktikan kesetiaan, tapi juga
mengambil tindakan pasif misalnya tidak mengganggu obyek di mana
kesetiaan itu diarahkan.
Apa yang membuat loyalitas menjadi sesuatu yang membentuk
integritas seseorang? Jawabannya adalah di dalam integritas itu terkandung
unsur apakah seseorang bisa diandalkan atau tidak. Seseorang tidak bisa
diandalkan jika ia tidak loyal dan ia selalu memburu keinginannya sendiri.
Tentu, setiap orang punya hak untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya
sendiri di dalam hidup, mendapatkan yang terbaik bagi diri sendiri, dan
memberikan yang terbaik pada dirinya, komunitasnya, dan pada dunia.
Namun, pandangan tentang memenuhi kebutuhan diri sendiri ini jangan
sampai dibenturkan dengan pandangan tentang loyalitas, kepercayaan, atau
pengabdian. Jika berharap mendapakan kemajuan dalam hidup, ia harus
saling berbagi tanggung jawab, dan harus melakukannya dalam sikap yang
amat dipercaya. Ketika seorang pekerja mengetahui rahasia suatu
perusahaan, maka ia seharusnya tetap menjaga rahasia itu bahkan sampai ia
tidak lagi bekerja di situ atau sudah bekerja di tempat yang lain. Jika tidak
bisa menjaga integritas atau etika bisnis, maka ia bisa saja kena batunya.
Boss barunya mungkin bisa memanfaatkan pengetahuannya tentang rahasa
perusahaan terkait. Namun, ibarat ‘habis manis lalu sepahnya dibuang’, si
boss baru itu pun akan mendepaknya begitu ia sudah menyampaikan segala
rahasia perusahaannya dulu. Mengapa? Tentu si boss baru akan memandang
dia berbahaya karena suatu saat nanti tentu ia tidak akan bisa dipercaya
memegang rahasia perusahaan. Daripada nanti dikhianati, maka boss baru
itu pun akan segera mendepaknya. Itu karena ia sudah terbukti sebagai
pengkhianat dan pembelot di perusahaan terdahulu.
Harus juga ditekankan bahwa seorang pengkhianat akan sulit
mencapai titik maksimum karena kebiasannya yang pengecut dan
mengkhianati orang lain. Ia akan susah mencapai kesuksesan sejati karena
terbiasa menyakiti orang lain atau mengambil keuntungan dari kemalangan
orang lain. Seseorang harusnya mengetahui dan mengembangkan kapasitas
diri untuk bisa menghaslikan hal-hal baru sendiri, dan bukannya sekadar
menyalin, mencontek, mengkhianati, dan bahkan mencuri dari orang lain.
Jika ia bisa menumbuhkan dalam dirinya kemungkinan untuk tumbuh lebih
jauh, maka ia akan selalu bisa menyelamatkan diri sendiri dari situasi yang
membahayakan atau merusak. Itu karena ia bisa membangun hal-hal baru
dari puing-puing atau reruntuhan dari struktur lama. Ia akan memiliki teknik
untuk berkembang. Ia tidak perlu takut pengkhianatan orang lain karena; jika
rahasianya dicuri maka ia bisa mengembangkan teknik rahasia lainnya.
Integritasnya akan semakin lama semakin kuat dan kehendak baiknya akan
semakin kukuh sehingga ia tidak lagi perlu takut ada orang lain
mengkhianati atau memerasnya.
7. Industri
Industri dalam hal ini terkait dengan kualitas diri yang tidak mau
berpangku-tangan, terus aktif melakukan sesatu, dan terus bekerja seperti
layaknya industri dalam system perekonomian.
Kualitas diri ini telah disinggung sebelumnya untuk menunjukkan,
tanpa industri maka seseorang tidak akan bisa dengan pas membangun
integritasnya. Seseorang yang tidak aktif dan tidak punya pekerjaan layak
maka akan lebih sulit memiliki kesempatan maksimum pada karakternya
untuk berkembang. Ia akan menjadi lamban dan secara bertahap akan jatuh
ke dalam jerat kemalasan dan degradasi kehidupan. Orang semacam itu tidak
akan bisa mempertahankan kemerdekaannya lebih lama, dan segera bakal
bergantung pada orang lain. Saat tahap semacam itu terjadi, yakni saat
seseorang sudah tidak bisa lagi mempertahankan independensinya, maka
integritasnya sudah tidak bisa diperhitungkan lagi. Karena sudah bergantung
pada bantuan orng lain, maka integritasnya –andai masih ada– sudah tidak
lagi dianggap signifikan oleh orang-orang lainnya.
Maka, seseorang harus bisa mengelola diri sendiri dan integritasnya
melalui industri, melalui bekerja, dan melalui kegigihan. Orang harus
mengerahkan kerja maksimum agar bisa bersinar di dalam hidup. Banyak
kasus kegagalan yang bisa dilacak dari kemalasan atau kurangnya aksi
energetik pada saat-saat penting dalam berbagai tahap pemburuan tujuan
hidup seseorang.
Melalui industri dan kerja reguler yang menguntungkan lah seseorang
bisa memelihara posisinya di dalam masyarakat dan menciptakan peluang
untuk lebih maju ke depan di dalam kehidupan. Saat orang sudah dalam
posisi seperti ini, integritasnya lebih banyak ke kepentingan orang lain
karena setiap saat ia harus bertemu orang untuk melakukan proporsi give-
and-take. Bahkan, di luar bisnis dan lingkungan kerja pun, ia bisa
memberikan manfaat dan kesejahteraan pada teman, mitra, dan orang biasa.
Ia bisa memberikan bantuan langsung maupun nasihat-nasihat berharga. Jika
sudah industri, sebagian besar dari waktunya akan tercurah pada kesibukan
sehingga tidak ada ruang sedikit pun dalam otaknya untuk berhura-hura atau
berfikir jahat.
Maka, kerja tak ubahnya seperti nutrisi bagi tubuh dan fikiran. Tanpa
kerja atau industri, seseorang tidak bisa punya tubuh atau fikiran yang sehat.
Karena tubuh sehat serta fikiran yang normal dan sehat adalah syarat utama
bagi seseorang untuk mendapatkan integritas, maka keduanya bisa dijaga
dan dikembangan melalui industri.
Orang yang sangat industri akan punya cukup kepercayaan diri dalam
mengejar sasaran-sasaran hidupnya atau memenuhi ambisinya. Ketahanan
dirinya bisa memicu dirinya tanpa perlu bantuan orang lain. Spirit
independennya akan mencegah dia dari melakukan sesuatu yang keliru atau
menyakiti orang lainnya. Jadi, industri memberi seseorang prestise dan harga
diri yang tinggi. Orang yang demikian akan memberi penghargaan lebih
tinggi pada kerja keras daripada hasil besar tapi didapat dengan cara tidak
halal.
Penghargaan terhadap kerja keras dan jujur ini akan memberikan
integritas tertinggi pada seseorang jika ia secara bersamaan juga
mengembangkan kontrol diri dalam proporsi yang tepat. Dengan latihan
yang reguler, orang bisa mendapatkan kontrol diri yang bisa
mengendalikannya terus di jalur yang tepat dalam pemikiran dan kelakuan.
Orang yang bisa mengendalikan diri ini akan punya kecenderungan
menjalani hidup dengan cara-cara yang baik, halal, dan sah. Jangan harapkan
orang semacam ini di dalam kehidupannya akan memberi kesempatan
pemikiran jahat sehingga bakal mengorbankan orang lain.
Jika seseorang sudah memiliki rasa simpati bagi kesejahteraan orang
lain ia tidak akan berani sejengkal pun melangkah ke arah menyakiti orang
lain. Ini bakal terjadi jika ia sudah mendapaatkan cukup pelatihan tentang
seni hidup yang baik dan masuk akal. Tanpa pelatihan ini, meski ia punya
niatan baik pada orang lain, bukannya tidak mungkin ia masih bisa
menyakiti orang lain saat ia sedang sangat terdesak atau sangat butuh
memenuhi kepentingannya sendiri.
Nah, dengan industri ini lah terdapat latihan melakukan kelakuan-
kelakuan baik serta mempertahankan kerja yang baik sehingga membawa
orang ke pemikiran yang juga baik dan menyeluruh. Jika sudah ada
pemikiran yang baik, maka kecil sekali ada kemungkinan seseorang
mengalami kehancuran integritas.
8. Tidak Korup
Artinya, seseorasng bisa menjaga penilaian, cara berfikir, dan cara
bertindaknya sendiri saat menghadapi semua bentuk godaan dan provokasi.
Meski godaan tampak gampang dikesampingkan, namun orang kadang bisa
berada dalam situasi terpaksa menerima situasi tertentu dengan
mempertaruhan kehidupannya. Misalnya, orang yang terpaksa harus
memilih meninggalkan tempat kerja sehingga mengurangi sumber
penghasilan tapi tetap jujur atau meneruskan bekerja dengan penghasilan
tetap atau bertambah tapi bergelibat dengan aktivitas jahat. Situasi yang
ekstrim seperti itu memang susah dianalisis; ia harus memilih antara
perilaku korup atau perilaku tidak korup dengan efek terus bekerja atau
kehilangan pekerjaan. Jika ia memiliki keberanian dan power moral yang
cukup besar, serta kejujuran sudah mengakar dalam dirinya untuk tetap
menjalani kehidupan yang baik, maka tidak akan gampang diombang-
ambingkan oleh prospek kelam atau bahkan kemunduran besar dalam
kehidupan. Maka, ia akan dengan tersenyum bisa menerima pengunduran
diri dari pekerjaannya daripada melakukan hal-hal jahat demi bossnya atau
tempat bekerjanya.
Meski demikian, keberanian mental semacam ini mungkin tidak
gampang didapati di kalangan orang biasa. Karena itu, akan lebih baik kalau
kita mencermati suatu pekerjaan sebelum menerimanya daripada terjadi
perlawanan bathin setelah kita dipekerjakan. Ini tidak harus berarti orang
mau melakukan tindakan-tindakan tidak halal yang diperintahkan majikan.
Tapi, jika seseorang dengan sadar diri mau menerima situasi di mana ia
diharapkan mau bertindak korup, maka akan sulit untuk membentuk
keseluruhan arah yang menentukan kehidupannya. Di situ lah dunia tempat
orang-orang berani mengambil risiko melakukan tindakan jahat dan korup.
Memang, itu tadi contoh luar biasa yang mungkin dihadapi orang
kebanyakan. Maka dari itu, yang harus kita lakukan sekarang adalah mencari
tahu sedalam-dalamnya tentang pekerjaan atau boss tempat kita akan
bekerja.
Dalam kehidupan, tentu ada suatu saat ketika seseorang harus
dihadapkan pada peluang untuk bertindak korup. Bertindak korup itu bukan
kewajiban kerja yang mengikat tapi disebut ‘kebijakan’ profesi yang
nilainya mungkin saja sangat menggiurkan. Nah, apa yang harus ia lakukan?
Kalau orang itu ingin tetap tidak mau tergoda dengan iming-iming korupsi,
ia akan mengambil sikap tenang hingga tegas untuk melawan godaan setan
itu dan menolak kesempatan untuk korup. Ingat, begitu seseorang
melangkahkan kaki menuju lorong gelap korupsi maka tidak akan ada jalan
balik keluar baginya. Jika ingin tetap bersih dari korupsi, ia harus berani
menghindar sedini mungkin. Kalau kita cukup bijak maka kita akan sadar
betul bahwa seseorang tidak akan bisa berjalan lebih jauh jika dibantu
perilaku korup. Itu karena sikap korup sangat menggerus integritas dan
moralitas seseorang. Ia akan kehilangan kepercayaan dari orang lain
sehingga kehilangan peluang melambung tinggi dalam hidup dan karirnya
bakal berantakan. Bahkan, orang yang korup harus hidup menderita dalam
arti tidak bisa berharap mencapai puncak karena tidak seorang pun akan
percaya padanya. Mungkin saja ia bisa menanjak di level tertentu tapi hanya
untuk mengipas-ngipas ambisi orang lain. Selain itu, peluang perkembangan
orang yang korup harus hidup selamanya dalam serentetan konflik. Konflik-
konflik yang terpendam di dalam diri ini akan terpancar dalam karakternya
dan perilakunya. Tak bisa dibantah lagi, ia akan kehilangan semua
integritasnya.
Maka, untuk membangun dan menjaga integritas, seseorang harus
tidak gampang tergoda hawa nafsu untuk melakukan tindakan yang korup.
Jika ia bisa tenang, efisien, jujur, dan tidak korup, maka ia akan bisa
membuktikan diri menjadi asset berharga di mana pun ia berada dan di
tempat pekerjaan mana saja. Jika ternyata tempat bekerjanya atau bossnya
yang korup, maka ia akan menjadi orang yang meninggalkan pekerjaan
dengan penuh martabat karena tidak mau ikutan korup. Lebih banyak contoh
orang yang kehilangan pekerjaan karena korup daripada orang yang
meninggalkan pekerjaan karena takut menjadi ikutan korup. Orang yang
meninggalkan pekerjaan karena ingin melepaskan diri dari jagad korup
memang jarang terdengar meski sebenarnya benar-benar ada.
Harus ditekankan bahwa orang yang gampang korup tidak akan
pernah bisa punya integritas. Sebelum unsur-lain dari integritas dan
kepribadian baik, maka sifat tidak mudah tergoda korupsi ini perlu ditegakan
lebih dulu. Tanpa sikap ini sebagai pijakan awal, integritas sebagai faktor
yang sangat dibutuhan dalam kepribadian baik bakal tidak akan pernah ada.