Anda di halaman 1dari 12

3

Kecakapan
Seseorang bisa mendapatkan banyak kualitas secara terpisah-pisah. Namun,
semua kualitas ang baik ini hanya bisa berfungsi dengan memberi manfaat terbaik bagi
orang itu jika ia punya kecakapan dan kultur yang relevan. Kecakapan dan kultur itu
berfungsi untuk menyetir semua kualitas menjadi suatu keseluruhan yang sistematis dan
menempatkan masing-masing kualitas itu di dalam tempat yang tepat berdasarkan
prioritasnya.
Kecakapan ini bisa bersifat eksternal maupun internal berdasarkan virtues yang
didapatkan dalam dunia material ini maupun yang dianugerahkan Tuhan dari lahir.
Kecakapan ini juga bisa digunakan dalam indera ganda. Pertama, kecakapan bisa berarti
virtue-virtue secara tersendiri yang didapatkan seseorang secara intrinsik, atau yang ia
dapatkan dari masyarakat dan dunia dengan bantuan pendidikan dan kecerdasannya.
Kedua, kecakapan bisa tidak merujuk pada virtue khas tertentu tapi pada akumulasi total
dari semua kualitas serta perpaduan kualitas itu di dalam dirinya. Jika ada orang yang
disebut cakap seutuhnya, berarti ia memiliki semua kualitas dalam bentuk sangat
berimbang dan sistematis yang berada di bawah kontrolnya. Dampak total dari yang ia
hasilkan dari kecakapan itu bisa langsung terlihat di kepribadiannya.

1. Pendidikan

Pendidikan adalah cara sangat hebat untuk mengembangkan kepribadian. Ada


berbagai hal yang bisa didapatkan lewat pendidikan. Pendidikan bisa membuat manusia
mengetahui hal-hal yang berada di luar persepsi inderawinya. Ada hal-hal yng bisa
diketahui manusia lewat inderanya secara langsung. Namun, ada juga hal-hal yang tidak
bisa dilihat karena ada keterpisahan dimensi waktu, jarak, dan konsep. Hal-hal terakhir
ini lah yang bisa didapatkan orang melalui pendidikan baik lewat buku maupun guru. Ini
juga berarti, orang-orang berpendidikan akan bisa mengetahui nilai dari sesuatu tanpa
harus mengalaminya secara langsung atau mengujinya secara personal untuk mengetahui
apakah sesuatu itu baik atau buruk. Pendidikan memberikan bantuan besar pada manusia
dalam hal-hal seperti di atas. Ada aksioma; investasi dalam bidang pendidikan adalah
investasi terbaik karena devidennya adalah juga yang terbaik dan abadi.
Pandidikan itu harta paling berharga. Bukan rahasia lagi, pendidikan juga bisa
memberikan kesopanan dan tata krama pada seseorang. Pendidikan bisa membuat orang
menyadari esensi berbagai hal dan menghargai apa saja baik kecil maupun besar yang
terkandung dalam seni dari Sang Mahapencipta. Dengan demikian, ia akan bisa
menyadari bahwa tak seorang pun atau tak ada sesuatu pun yang boleh dipandang rendah.
Setiap orang, benda, atau hal adalah komponen yang pasti pas untuk skema universal
buatan Sang Pencipta. Karena pendidikan bisa membawa manusia ke jalur kebenaran, ia
akan meyadari kenyataan itu secara bertahap seiring pertambahan pendidikan dan ilmu
yang ia dapatkan.
Meski demikian, ada perbedaan nyata antara pendidikan sejati dengan pendidikan
yang dilabelkan dengan ijazah atau gelar. Ijazah atau gelar mengungkapkan prestasi
pendidikan dalam bentuk material atau praktis. Sementara, pendidikan sejati atau realistis
tidak hanya terkandung di dalam pelajaran di sekolah, gelar dari universitas, atau apa pun
dari institusi formal lainnya. Pendidikan yang sejati mengajari manusia tentang kualitas-
kualitas baik di dalam hidup, misalnya; kesabaran, toleransi, hidup berdampingan,
bersyukur, kejujuran, kebaikan hati, bisa dipercaya, dan lain-lain.
Orang yang terdidik akan ‘dilihat’ orang lain. Ia akan dipandang sebagai
‘pemimpin’ dalam arti memiliki sisi atau keunggulan yang lebih baik dibanding orang-
orang yang tidak terdidik. Karena itu, ia juga harus mau mengemban tanggung jawab
mengajari dan membimbing mereka-mereka yang tidak diberkahi dengan pendidikan
yang baik.
Orang umumnya menaruh penghargaan tinggi pada pendidikan sehingga orang-
orang terdidik juga dihargai lebih tinggi. Maka, di sisi lain, orang yang terdidik harus
membalas penghargaan itu dengan berperilaku yang baik. Jika orang yang berpendidikan
itu berperilaku tak ubahnya dengan orang awam atau bahkan lebih buruk, atau kasarnya
jika ia berbohong dan berkhianat, atau menjerumuskan orang lain ke kehidupan yang
hina, maka tak seorang pun akan menaruh kepercayaan lagi pada dia. Pada saat yang
sama, ia akan mengalami dis-edukasi seiring dengan lepasnya kepercayaan dan loyalitas
orang-orang lain.
Pendidikan sejati adalah syarat utama bagi didapatkannya pengetahuan sejati dan
bagi bagaimana pengetahuan itu bisa diaplikasikan dengan cara terbaik. Pengatahuan
tekstual dari buku-buku, atau gelar atau ijazah dalam bentuk lembaran kertas –meski itu
membuktikan superioritas intelejensi pemegangnya– belum memberi makna besar jika
pengetahuan di dalamnya belum bisa dikembangkan dalam kehidupan praktis atau jika
pengetahuan itu tidak diterapkan untuk membentuk kehidupan yang lebih baik bagi si
orang terdidik itu dan bagi orang-orang lain melalui dirinya. Sebaliknya, orang yang buta
huruf atau tidak pernah makan sekolahan pun bisa menjalankan tugas-tugas orang
terdidik jika ia memiliki seni bagaimana menjalani hidup yang baik dan tahu bagaimana
yang terbaik untuk memenuhi kewajibannya sebagai anggota masyarakat beradab.
Kalau ada pendidikan yang justru memicu orang menjadi mementingkan diri
sendiri, melakukan tipu-menipu, korup, jahat, dan menjalani kualitas-kualitas jelek
lainnya, maka itu sama sekali tidak oleh disebut sebagai pendidikan. Seribu kali jauh
lebih baik menjadi buta huruf atau tak terdidik tapi tetap jujur, baik budi, dan tak berdosa,
daripada punya pendidikan yang membuat orang justru menjadi jahat.
Atas dasar itu, ide inti dari pendidikan yang baik adalah mengembangkan
kepribadian seseorang sehingga bisa membuatnya bersinar di dalam kehidupan dan
menciptakan nilai-nilai yang baik dalam berbagai cara. Selain bisa mengisi kehidupannya
sendiri, orang yang berpendidikan itu juga akan bisa memenuhi tujuan-tujuan baik dari
masyarakatnya.
Kemudian, pendidikan juga memberdayakan orang untuk bisa membuat penilaian
dan keputusan secara independen karena ia tahu betul dan bisa membedakan mana yang
benar dan mana yang keliru. Dengan penilaian dan keputusan itu, ia juga bisa
membangkitkan dan mendorong pihak lain untuk menjalani hidup di jalur kebenaran.
Pendidikan adalah salah satu unsur utama di mana seseorang bisa mendapatkan
dan mempertahankan kepercayaan dirinya. Dengan memiliki pendidikan yang baik, ia
tidak akan gampang digoyahkan atau diombang-ambingkan oleh opini atau desakan
pihak lain. Ia justru bisa membuat dirinya dan pihak lain tahu langkah benar apa yang
harus ia tempuh.
Benar bahwa pendidikan institusional berdasarkan buku-buku adalah miskin
warna dan kurang efektif jika tidak diiringi dengan pengalaman-pengalaman. Tapi, itu
tidak berarti orang terdidik harus memiliki semua jenis pengalaman yang baik dan yang
buruk. Ia bisa mempelajari pengalaman baik dan buruk orang lain melalui buku.
Pengalaman melalui pembauran sosial juga bisa mengembangkan pandangan mental
dirinya. Pengalaman-pengalaman semacam ini lah yang selalu disyaratkan bagi orang-
orang berpendidikan.

2. Keahlian Khusus

Suatu vocation alias keahlian khusus bisa menambah level pendidikan seseorang.
Ia bisa memilih keahlian apa saja, misalnya kedokteran, hukum, teknik, keguruan,
perdagangan, dan lain-lain. Masing-masing keahlian ini bisa mengembangan beberapa
sisi dari karakter atau nature dasar dari dirinya. Orang yang demikian ini tentu memiliki
kualitas-kualitras yang memberinya batu pijakan awal bagi karirnya. Saat menjalani karir
itu lebih jauh, ia mendapatkan kualitas-kualitas tambahan yang khas bagi profesinya.
Seorang praktisi hukum akan mendapatkan lebih banyak power analisis dan kemampuan
berolah kata. Seorang dokter akan mendapatkan pengetahuan lebih banyak tentang hidup
sehat atau cara-cara mengatasi berbagai penyakit. Seorang guru akan mendapatkan
pengetahuan lebih menyeluruh dan ketrampilan bagaimana mentransfer pengetahuan itu
pada murid-muridnya. Jadi, pendidikan vokasional itu akan menambahi kecakapan pada
seseorang.
Karena di dalam dunia praktik ini orang harus bekerja keras untuk bisa
mendapatkan satu sisi keungulan tertentu, maka ia harus lebih menekuni satu aktivitas
dibanding aktivitas lainnya. Aktivitas tertentu yang ia pilih sebagai karir hidupnya itu
untuk memberikan gambaran ke depan atas cara hidupnya di dalam dunia. Ia harus
menggali manfaat dari spesialisasi dalam pekerjaan. Ini akan membantu ia menjadi
spesialis dalam cabang aktivitas itu.
Sebaliknya, seseorang tidak akan bisa menjadi segalanya dalam waktu bersamaan.
Orang lebih bisa menjadi satu hal khusus dibanding menjadi semua hal dalam suatu
waktu. Seseorang bisa saja menjadi pedagang dalam bidang apa saja. Namun, jika ingin
menjadi master dalam suatu perdagangan tertentu, ia harus mengambil satu jalur spesial
tempat ia menyalurkan sebagian besar aktivitasnya di jenis perdagangan tertentu itu.
Pendapat demikian kadang tidak terlalu disetujui oleh mereka-mereka yang punya
kapabiltias merata dalam lebih dari satu bidang kerja. Namun, demi kemajuan karir,
orang harus rela mengorbankan beberapa bidang dan lebih menyeriusi satu bidang
tertentu yang diinginkan. Nah, ini lah salah satu alasan mengapa orang yang ‘datar-datar
saja’ atau punya kemampuan merata di berbagai bidang akan berakhir menjadi manusia
yang biasa-biasa saja. Sementara, orang yang di masa sekolah tampak biasa-biasa saja
namun menonjol dalam satu bidang tertentu bisa mencapai level hidup yang lebih tinggi.
Ini karena ia tekun mengasah kecakapannya di satu bidang khusus yang sangat cocok
bagi dirinya.
Kualitas-kualitas vokasional itu bisa mempengaruhi ucapan dan perbuatan
seseorang dalam kehidupan personal maupun sosial. Ada beberapa kualitas dasar,
misalnya; kecerdasan, humor, ketrampilan berbicara, yang menempel di semua profesi.
Namun, orang itu pada nyatanya akan meningkatkan kualitas-kualitas itu saat ia sudah
menentukan pilihan vokasional khusus. Maka, kepribadiannya akan dipengaruhi dan
bekerja berdasarkan kekhususan itu sehingga membuatnya semakin matang.
Tanpa kerja, hidup seseorang akan tersia-siakan. Semakin bagus kinerjanya dalam
pekerjaan tertentu, pengalamannya akan semakin bertambah. Kemudian, ia akan menjadi
pakar dalam pekerjaan itu. Pada akhirnya, setiap orang akan memberikan perhatian atas
apa saja yang ia ucapkan atau lakukan. Fase puncak semacam ini lah yang menjadi
sasaran setiap orang dalam karir atau hidupnya.
Meski demikian, efisiensi vokasional terbaik ini haruslah tetap diharmoniskan
dengan kualitas-kualitas umum yang membuat seseorang bisa diterima di dalam
masyarakat. Efisiensi vokasinal atau kepakaran teknis ini bisa membawa seseorang ke
level tertentu dalam profesi hanya jika ia telah memiliki kualitas-kualitas lain di kepala
dan di hatinya, seperti; kejujuran, disiplin mandiri, teguh, berprinsip kuat, dan sejenisnya.
Kualitas-kualitas ini bisa menjadi ornamen bagi ketrampilan profesionalnya sehingga ia
bisa menjadi orang yang sukses. Berapa pun banyaknya ketrampilan profesional,
seseorang tidak akan bisa mencapai puncak tangga kesuksesan duniawi jika tidak punya
kualitas-kualitas lain yang memantapkan identitasnya sebagai orang yang layak dihargai
karena memiliki kualitas dasar dan intrinsik bagi kemanusiaan.
Karena itu, tanamkan dalam-dalam di dalam otak kita; Orang harus mencoba
menjadi pakar profesional di segala bidang dengan cara apa pun karena itu menjadi syarat
utama untuk sukses. Namun, pada saat yang sama, ia tidak boleh melupakan unsur-unsur
karakter dasar manusia yang terkandung di dalam kata ‘kemanusiaan.’ Ketrampilan
profesionalnya bisa saja hasil dari pengalaman dan praktik panjang dalam karirnya.
Namun, jika ia mengabaikan kemanusiaan, jika ia tidak bisa mendapatkan nilai-nilai
terbaik dari jati diri manusia, maka ia tidak akan bisa mendapatkan goodwill dan
kepopuleran yang menjadi kunci menuju kesuksesan. Jika ada dokter yang efisien tapi
bengis, jika ada pengacara tangguh tapi tidak jujur, jika ada guru yang ahli tapi lalai,
maka kita akan bisa saksikan para pakar itu tidak akan bisa melangkah jauh dalam karir.
Kalau toh bisa, mereka jarang mencapai puncak. Kalau toh bisa mencapai puncak, sulit
sekali untuk bisa bertahan lama.
Kita jangan langsung puas setelah mendapatkan kepakaran profesional khusus.
Selain kepakaran khusus itu, harusnya kita juga mendapatkan kualitas-kualitas esensial
kemanusiaan yang dihargai setiap orang. Saat kepakaran dan efisiensi profesional itu
sudah terbungkus oleh kualitas-kualtas dasar yang baik, seperti rasa simpati, cinta,
pengertian, dan sejenisnya, maka kita boleh berharap mencapai kesempurnaan atau
setidaknya punya harapan tetap bisa berada di jalan yang benar menuju kesempurnaan.
Harus ditekankan bahwa kepribadian seseorang banyak terpengaruh oleh
keberhasilan profesionalnya. Untuk mencapai kesuksesan dalam garis satu bidang
tertentu, orang harus mengikatkan diri sepenuhnya pada garis yang dipilihnya sehingga ia
hanya punya satu hal untuk mendedikasikan pekerjaan dalam misi hidupnya. Jangan
coba-coba mengubah kepribadian yang sudah terbentuk seperti itu. Tapi, tambahkan
kualitas-kualitas lain yang cocok pada kepribadianya sehingga profesinya tidak dicap
menjemukan, membosankan, atau tidak dinamis. Penambahan itu justru bisa memberikan
kecerahan yang bisa memikat orang lain untuk datang kepadanya.

3. Kesuksesan Material

‘Sukses’ adalah kata termanis dalam setiap profesi. Apa pun jalan yang membawa
ke kesuksean dalam hidup, semua orang yang sukses punya faktor-faktor kesamaan. Jika
dianalisis lebih dalam, kita bisa menemukan beberapa hal yang membedakan orang-orang
sukses ini dengan orang kebanyakan. Mereka ini seolah punya energi dan kapasitas yang
tak terbatas untuk bekerja. Mereka selalu punya harapan untuk sukses dan punya
keteguhan untuk memburu sasaran. Mereka tidak akan membiarkan depresi menggerus
sisi-sisi terbaik dari diri mereka. Mereka punya keyakinan penuh bahwa pekerjaan
mereka akan menghasilkan sesuatu yang menakjubkan.
Semua kualitas ini membuat mereka menjadi kepribadian-kepribadian menarik
tempat di mana para bawahan memberikan kesetiaan dan para mitra memberikan
kepercayaan. Bahkan, orang yang benar-benar sukses tidak akan mendapatkan rintangan
dari para bawahan karena ia selalu menjadi pemimpin, inisiator, pemikir, dan pembuka
jalan, dan kekuatan pembimbing bagi semua tindakan. Karena orang sukses ini suka
memulai tindakan baru, eksekutif itu tentu mengakui dan menghargai efisiensi orang lain
dan memberikan hadiah yang layak pada personel yang efisien itu.
Faktor utama dari efisiensi eksekutif itu adalah memahami dan mengkatagorikan
masing-masing anak-buah berdasarkan efisiensi mereka masing-masing lalu
menempatkan mereka ke posisi-posisi yang sesuai dengan kapabilitas masing-masing.
Perlakuan sosialistik berupa menempatkan pekerja dalam hierarkhi berbeda dalam
organisasi ini adalah cara ampuh mengikis ketidak-puasan pekerja hingga pemogokan.
Seorang pekerja yang tidak efisien bisa tidak terlalu mengeluh saat pekerja yang lebih
efisien mendapatkan promosi. Tapi, kasak-kusuk ketidak-puasan bakal bisa meledak
menjadi pemogokan dari semua sisi jika seorang personel yang tidak efisien, tapi punya
jalur nepotisme dan favoritisme, bisa melangkahi para pekerja yang lebih efisien.
Kesuksesan material bagi seorang eksekutif juga bergantung pada seberapa besar
ia bisa menghandel orang-orang yang bekerja di bawahnya. Semakin besar loyalitas dan
efisiensi yang bisa ia dapatkan dari para pekerja, semakin besar efisiensi yang ia bisa
hasilkan dalam suatu pekerjaan yang lebih besar.
Kesuksesan bisa membawa label kepiawaian pada orang sukses ini, dan setiap
perilaku, gaya berjalan, hingga kepribadiannya layak mendapat pujian. Meski demikian,
kesuksesan material jangan sampai menggulingkan keberimbangan di dalam dirinya.
Jangan sampai ia tersedak keracunan akibat terlalu banyak menghirup bau harum
kesuksesan. Ingat; mencapai sukses itu memang berat tapi jauh lebih berat
mempertahankannya. Ini karena posisi sukses itu bisa dipandang pihak-pihak lain dengan
kacamata kecemburuan, kedengkian, pengkhianatan, intrik, ambisi personal, dan lain-
lain. Orang yang sudah menduduki kesuksesan harus waspada penuh untuk memproteksi
kursinya agar tidak terguling. Pertama, ia harus siap beradu kecerdikan melawan semua
kompetitor. Kedua, ia harus mempesiapkan diri jauh dari teman, mitra, dan bossnya.
Karena sudah di posisi puncak, ia tidak bisa terlalu banyak mengharapkan bantuan dari
orang lain tapi justru orang lain lah yang mengharapkan pertolongan dari dia. Tidak
semua orang bisa bertahan dengan peran suksesanya. Hanya mereka yang bisa meraih
kesuksesan dengan segala kemanisan dan kepahitan lah yang bisa menikmati kesuksesan
dengan segala dimensinya.
Untuk memhami ide tentang keracunan akibat kesukesan, perlu juga disadari
fakta lain berikut ini. Di kalangan orang yang benar-benar berambisi tinggi untuk meraih
kesuksesan sejati, tidak ada yang akan langsung menjadi besar kepala karena baru
berhasil mencapai kesuksesan sementara atau kesuksesan seksional. Meski kesuksesan-
kesuksesan kecil itu akan bergulir untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar, mereka
yang ingin mencapai kesuksesan sejati tidak akan membiarkan diri terlena di dalam
kesuksesan seksional lalu membanggakan diri. Sikap demikian hanya akan menunda
proses pencapaian tujuan puncaknya. Maka, biarkan saja orang-orang berkaliber kecil
berhenti kerja unuk menggembar-gemborkan kesuksesan kecil mereka. Bagi orang yang
berkaliber lebih besar, tidak ada waktu untuk dibuang-buang percuma seperti di atas
karena dia harus segera maju mencari jalan secepat mungkin untuk mencapai kesuksesan
puncak –bukan kesuksesan yang kecil-kecil. Tidak ada kesuksesan individual yang ia
anggap begitu penting karena ia harus tetap berada di puncak dan terus maju.
Kesuksesan-kesuksan kecil cukup dipandang sebagai sekadar warna dalam perjalanan
besarnya. Jangan sampai kesuksesan-kesuksesan seksional itu justru menjadi racun yang
menghambatnya mencapai kesuksesan puncak.
Seseorang harus tahu bagaimana membawa kesuksesan material ini di dalam
langkah panjang menuju sukes puncak. Jika ia mengembangkan sifat membangga-
banggakan diri hingga sombong karena telah berhasil membuat satu terobosan di dalam
hidup, itu berarti ekspansi kehidupannya dan mentalitasnya tidak besar. Malahan, ia
hanya punya jangkauan kecil bagi pertumbuhan dan ambisinya cetek-cetek saja. Jika kita
menimbang-nimbang bagaimana para pemilik modal berkelebat dari satu proyek ke
proyek lainnya, kita akan punya waktu untuk berfikir masak-masak bahwa orang-orang
yang punya ambisi tinggi seperti itu bakal jarang membual atau omong terlalu lantang
tentang prestasinya. Prestasi adalah hal natural bagi orang seperti itu. Ia merasa prestasi
pasti bisa diraih seiring dengan perkembangannya sendiri. Ada lebih banyak hal yang
bisa dicapai sepanjang perjalanan itu. Berbagai pertanda kemajuan bermunculan, namun
ia merasa tidak terlalu perlu untuk membangga-banggakannya.
Maka, untuk membangun kepribadian dengan landasan kuat, kita jangan sampai
diombang-ambingkan oleh kesuksesan material sesaat. Kita harus bisa menetapkan suatu
level martabat yang relevan lalu mempertahankannya dalam skala progresif dalam bentuk
kesuksesan yang berkelanjutan.

4. Bawaan Lahir

Setiap orang dilahirkan dengan beberapa kualitas tertentu dalam bentuk bakat
yang dianugerahkan Tuhan. Saat si anak tumbuh semakin dewasa, ia bisa mendapatkan
beberapa atribut lain yang sebagian baik dan sebagian lainnya buruk. Kualitas-kualitas
baik atau buruk ini sangat bergantung pada pendidikan yang ia dapatkan, teman-teman
tempat ia bersosialisasi, dan yang terpenting adalah latar belakang keluarga tempat ia
dibesarkan.
Pada dasarnya, bakat, naluri dan atribut utama yang didapatkan dari lahir ini akan
memberikan fondasi tempat struktur kepribadiannya dan karakternya bisa dibangun.
Meski demikian, anugerah-anugerah yang didapat sejak lahir ini masih dalam bentuk
rapuh sehingga harus dikembangkan dengan memadai. Jika kualitas-kualitas baik bawaan
lahir ini dikembangkan atau ditata sedemikian rupa sehingga bisa berkembang seutuhnya,
maka si anak akan bisa tumbuh menjadi manusia sempurna bersama kualitas-kualitas
naturalnya. Seorang anak sebenarnya selalu punya banyak kualitas intrinsik bagus yang
harus dikembangkan sepenuhnya. Jika tidak, anak itu tidak bisa tumbuh dengan
kepribadian utuh dan menyeluruh. Kenyataannya adalah beberapa bakat dasar anak bisa
agak rapuh atau terkungkung sehingga tidak punya peluang untuk berkembang.
Sebaliknya, jika semua bakat bagus dari anak itu bisa dikembangkan dan dipoles ke level
maksimum, ia akan tumbuh menjadi individu yang sangat spesial. Anugerah spesial yang
didapatkannya sejak lahir bisa membawanya menjadi manusia matang yang bisa berdiri
tegak di antara orang-orang sekitarnya.
Anugerah yang didapat saat lahir ini membentuk elemen-elemen utama
kecakapan seseorang. Selera berpakaian dan penampilan yang bagus adalah sebagian dari
hal-hal yang didapatkan seseorang dari pergaulan di masyarakat. Ia akan semakin
bersinar dan gemerlap sebagai individu jika kualitas-kualitas bagus yang didapat saat
lahir bisa dikembangkan sepenuhnya. Karena itu, untuk mengembangkan kepribadian
atau persisnya untuk menambahkan lagi daftar kecakapan, seseorang harus terlebih dulu
berpaling ke dalam diri sendiri sebelum mencari kebaikan dari luar. Tentu, orang bisa
belajar etiket, tata krama, dan cara-cara hidup baik lainnya. Namun, yang lebih penting
adalah mencoba menemukan kedalamannya dan kapabilitasnya sendiri lalu
mengeluarkannya, mengasahnya, dan meng-uptodate-kan kualtias-kualitas itu. Untuk
mengembangkan kapabilitas internal itu, kadang kita perlu bantuan dari luar yakni dari
guru, pelatih, pembimbing, dan lain-lain –tapi jangan sampai bantuan dari luar ini malah
menggantikan tanggung jawab utama seseorang untuk untuk mengembangkan diri sendiri
seutuhnya. Bimbingan pertama tentu dari orang tua lalu dari pengasuh pada masa bayi
dan anak-anak. Jika bimbingan era awal ini kurang, ia jangan kecewa atau berkecil hati.
Ia justru harus memanfaatkan sisa masa hidupnya untuk mencoba mencari sendiri
bimbingan terbaik. Ia juga harus menggali diri sendiri untuk mencapai pertumbuhan
maksimum bagi semua potensinya.
Saat seseorang sudah merasa kompeten dan mantap atas pengembangan kualitas
internal dirinya, ia harus terus mencari atribut tambahan dari luar yang nantinya bisa ia
padukan dengan kualitas internalnya. Dalam hal ini, ia harusnya tidak mencari
kapabilitas-kapabilitas yang terlalu muluk, sangat jauh dari jangkauan, atau yang tidak
cocok dengan kepribadiannya. Tak terlalu ada gunanya mencari ketampanan wajah jika
memang pada dasarnya tidak tampan atau mencari otot seperti Hercules jika tulang-
tulangnya rapuh dan tubuhnya ceking. Tapi, jangan lupa, terkait dengan kenyamanan
eksternal, seseorang bisa mendapatkan kepribadian sangat bagus jika ia puas dan nyaman
dengan dirinya sendiri dan tidak ikut-ikutan ‘berburu angsa liar’ mengubah diri menjadi
sesuatu yang nyaris tak mungkin dicapai. Jadi, upaya pengembangan diri dalam konteks
ini adalah memiliki kepuasan dan kedamaian mental. Biarkan saja orang lain merusak
kebahagian atau kesehatannya sendiri demi mencoba menjadi sesuatu yang tidak akan
pernah terwujud. Orang yang bijaksana bakal bersyukur dan berbahagia dengan anugerah
bagi dirinya dari Yang Mahakuasa. Jika ia bangkit, lalu melakukan dengan setulusnya
dan tanpa sesal upaya-upaya peningkatan diri sendiri maka tak diragukan bahwa orang
bijak itu akan dipenuhi dengan keceriaan natural serta harapan dan kehidupan. Lebih
jauh, ia akan mendapatkan kepribadian yang sangat berpengaruh sehingga orang-orang
terkaya pun tampak tak terlalu mengkilap di hadapannya.
Jadi, kita harus mengembangkan sebaik mungkin anugerah yang diberikan Tuhan
pada kita saat lahir. Lalu, cobalah bersyukur dan bahagia atas kadaan diri sendiri dan
jangan asal mencari kualitas-kualitas lain atau mencari kebahagiaan dari luar. Bahagialah
berdasarkan apa yang sudah ada dalam diri sendiri, lalu tambahkanlah dengan sebagian
kebahagiaan dari luar.
5. Penampilan Luar

Sekarang kita sampai ke salah satu sasaran dari kecakapan yang bisa dimiliki
seseorang di dunia. Sasaran yang bisa didapatkan lewat penampilan adalah hal-hal yang
terkait pada pengetahuan yang didapatkan dari dunia luar atau dari masyarakat.
Penampilan luar adalah sangat penting, terutama jika seseorang ingin
menggunakannya untuk mendapatkan manfaat terbaik baginya. Tentu, ada berbagai alat
kecantikan, perawatan medis; bedah plastik dan sejenisnya, untuk membantu wanita, pria,
atau anak-anak agar tampak lebih cantik/tampan dan enak dipandang dari luar. Namun,
perlakuan semacam itu berada di luar cakupan bahasan buku ini. Kalau bicara
penampilan dalam buku ini, kita akan tetap merujuk ke selera atau kultur dalam
berpakaian serta tindak-tanduk umum yang bisa dilakukan oleh siapa saja.
Berpakaian adalah faktor terpenting dari penampilan. Lebih-lebih, pada zaman
sekarang, sudah menjadi kebiasaan untuk melihat orang dari pakaiannya lebi dulu
sebelum melihat fitur sejati dia secara lebih utuh. Ini karena ada prosedur keliru
mengklasifikasikan orang ke dalam status tertentu atau kelas tertentu berdasarkan apa
yang dikenakannya. Memang, setiap orang yang ingin membangun kepribadian mantap
harus memberikan perhatian pada pakaian dan cara mengenakannya. Namun,
memberikan perhatian pada pakaian ini beda dengan pengetahuan ahli dalam berpakaian
atau selera berpakaian. Seseorang bisa saja memberikan perhatian sangat khusus pada
pakaiannya tapi total dampaknya bisa sangat berlawanan dari apa yang diharapkan. Bisa
saja kombinasi berbeda dari bagian-bagian pakaiannya menunjukkan ketidak-tahuan
orang itu tentang bagaimana cara berpakaian orang-orang yang baik.
Ada berbagai jenis pakaian yang dicocokkan untuk berbagai situasi dan waktu
yang berbeda. Tidak ada aturan yang sangat kaku bahwa seseorang harus meniru habis-
habisan orang lainnya dalam mengenakan pakaian hingga seperti seragam. Dalam
berpakaian, yang tak kalah penting adalah kenyamanan. Ketika banyak orang lain
mengenakan mode pakaian tertentu, seseorang demi kenyamanan boleh saja melakukan
improvisasi pada beberapa bagian pakaiannya sendiri sehingga nyaman dipakai. Sesuatu
yang sedikit berbeda itu bisa menimbulkan daya tarik dan bahkan pujian dari pihak lain.
Aturan dalam berpakaian untuk meningkatkan kepribadian adalah, orang jangan
berpakaian terlalu nyeleneh atau terlalu berbeda dari kelompoknya. Tapi, pada saat yang
sama, ia jangan sampai berkorban menjadi peniru gaya berpakaian orang lain. Ia harus
tetap menjaga individualitasnya dalam batas-batas yang masuk akal dan memungkinkan.
Perbedaan, tak diragukan lagi, harus ada jika seseorang ingin tidak hanya berbaur dengan
komunitasnya tapi juga jika ia ingin dikenal.
Penampilan yang bersih dan smart jelas bisa menambah-nambah nilai plus dalam
kepribadian seseorang. Ini juga bisa mencerminkan kebiasaan reguler seseorang,
aktivitasnya, serta disposisinya yang hidup. Penampilan rambut yang tercukur rapi
biasanya lebih diasosiasikan sebagai orang kantoran yang efisien. Penampilan yang acak-
acakan, semrawut, kacau, dan tidak smart, juga bisa mencerminkan nature seseorang
yang dicemari oleh kemalasan atau bahkan kebosanan. Penampilan yang smart, meski
agak acak-acakan, bisa mengungkapkan betapa sibuknya orang itu bekerja sehingga tidak
sempat memikirkan cara berpakaian.
Jadi, sebagai salah satu tujuan utama kecakapan, seseorang harus punya
penampilan yang smart terkait dengan pakaiannya dan tubuhnya. Tapi, jangan
berlebihan. Pakaian yang berlebihan, parfum yang kebanyakan, bedak yang terlalu
menor, memberi dampak yang tidak efektif bagi kepribadian. Berlebihan dalam
penampilan personal maupun pakaian harus dihindari. Kita harus tampil normal, masuk
akal, dan efisien. Orang yang dandy atau berpakaian terlalu berlebihan, selain bisa
menimbulkan kesan selera kurang enak, juga bakal tidak bisa diterima oleh kalangan
orang-orang yang pekerja keras. Pada saat yang sama, tak peduli betapa keras dan berat
pekerjaannya, seseorang bisa saja berpakaian yang membuat penampilannya memikat
para atasan.
Yang harus diingat terkait pakaian dan penampilan, tingkat penerimaan
masyarakat terhadap seseorang lebih banyak bergantung pada karakter dan nature orang
itu daripada tampak luarnya. Keriangan, keceriaan, humor, keramah-tamahan,
persahabatan, yang natural bisa mengeliminasi kondisi menjemukan dan membosankan
dari penampilan seseorang. Daripada penampilan yang lebih ganteng atau pakaian lebih
glamour, kualitas internal semacam di atas bisa membuat seseorang lebih diterima
masyarakat.

6. Kecerdasan

Smartness alias kecerdasan adalah salah satu kecakapan yang bisa didapatkan
manusia melalui belajar. Lalu, apa sih yang dimaksud dengan smart alias cerdas? Apakah
itu terkait dengan potongan pakaian yang dikenakan seseorang? Apakah itu terkait
sesuatu selain pakaian seseorang? Jawabnya jelas. Smartness, meski juga meliputi cara
berpakaian, tidak hanya terkemas di dalam sekadar pakaian yang dikenakan seseorang.
Pada kenyataannya, smartness lebih ke fenomena abstrak daripada sekadar ke fisik.
Benar bahwa tampang yang tampan/cantik atau pakaian yang keren bisa menambah daya
pikat smartness. Namun, smartness sejatinya adalah lebih dalam daripada sekadar itu.
Smartness bahkan bisa menjadi atribut permanen yang terkait di dalam diri seseorang.
Meski demikian, pakaian adalah hiasan esensial. Semua orang yang smart berpakaian
dengan baik –baik dalam potongan, bentuk, maupun bahan pakaiannya. Sebaliknya, tidak
selalu benar bahwa semua orang yang berpakaian dengan smart adalah orang yang benar-
benar smart.
Syarat utama bagi smartness, di samping penampilan eksternal, adalah level
kemampuan pemahaman dari orang itu. Orang yang tidak cepat paham tidak bisa disebut
smart. Ketajaman intelijensia, otak dan fikiran bisa membuat seseorang lebih aktif
daripada orang lainnya yang tidak cerdas. Itu juga membuat seseorang jadi lebih bisa
menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Semakin cepat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar (kita merujuknya pada situasi dan keadaan yang harus dihadapi
seseorang), semakin cepat orang mengendalikan situasi, maka ia bisa disebut semakin
cerdas. Kesigapan dalam bertindak, kelancaran dalam berbicara, kemampuan beradaptasi,
dan kecepatan memahami adalah unsur-unsur konstituen bagi kecerdasan.
Ada begitu banyak situasi baik yang menguntungkan maupun tidak
menguntungkan dalam hidup ini. Hanya orang smart yang bisa mengatasi semua situasi
ini dengan cara yang tepat dan baik. Orang yang tidak smart akan menghadapi situasi
dengan serba kaku dan canggung. Meski memiliki berbagai kondisi yang
menguntungkan, orang yang tidak smart ini belum tentu bisa menghadapi situasi dengan
baik dan tepat. Ketenangan watak, analisis cepat, dan bersikap yang tepat terhadap situasi
adalah langkah-langkah yang menjadi ciri kecerdasan seseorang.
Kesigapan bertindak dan kecepatan memahami bisa bertumbuhan dari berbagai
kualitas misalnya pendidikan, pengalaman, bakat, dan lain-lain. Kontak sosial juga
membantu mendapatkan kualitas-kualitas kecerdasan dalam bersikap dan berperilaku.
Meski sebagian besar kecerdasan bersifat intrinsik, perolehan material juga bermanfaat
bagi pertumbuhan kecerdasan. Seseorang dari pedesaan terpencil yang datang ke kota
besar mungkin pada awalnya tidak tampak cerdas karena masih kesulitan beradaptasi
dengan kerumitan cara hidup kota. Tapi, jika benar-benar cerdas, maka ia segera bisa
menyesuaikan diri dengan cara hidup yang baru sehingga hanya dalam hitungan beberapa
hari ia sudah bisa berkompetisi dengan orang kota asli. Ia harus langsung berjuang untuk
menaklukkan lingkungan. Dikalahkan atau jadi korban adalah bukan pilihan bagi orang
cerdas. Ia harus memantapkan diri, mendorong maju langkahnya, untuk segera
menemukan terobosan dalam setiap halangan. Ia selalu mengasosiasikan diri dengan
gerakan; kalau berhenti atau mundur itu berarti kekalahan. Orang yang kalah tidak bisa
disebut sebagai orang yang cerdas. Tapi, bedakan ‘kekalahan’ ini dengan ‘menerima
kekalahan dengan senyum dan ketegaran’. Menerima kekalahan dengan cara ini bukan
kepribadian pecundang. Orang yang bisa menerima kekalahan bukan berarti orang yang
benar-enar kalah. Ia menerima kekalahan untuk suatu saat kembali dan merebut
kemenangan pada peluang pertama. Ini justru menjadi resep orang cerdas untuk meraih
sukses besar di kemudian hari.
Tapi, jangan sekali-kali menyamarkan kecerdasan dengan kelicikan. Meski sama-
sama membutuhkan kecepatan memahami, berfikir, kesigapan bertindak atau kelancaran
berucap, namun latar belakangnya beda. Kelicikan mengandung ketidak-percayaan diri.
Kelician sulit melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, sehingga juga berat untuk bisa
membantu seseorang menjadi sukses. Kelicikan juga menggerus semua kualitas baik
manusia seperti persahabatan, kemurahan hati, pemaaf, sportivitas, dan lain-lain. Seorang
yang smart pada akhirnya pasti mencari sendiri tujuan akhirnya. Tujuan itu ditetapkan
bukan melalui cara-cara yang tidak jujur, tapi melalui cara-cara yang bisa diterima secara
universal atau melalui kompetisi yang jujur. Mencapai kemajuan dalam hidup dengan
cara-cara licik bukan termasuk ke dalam kecerdasan. Dari kecerdasan sejati bakal muncul
kecemerlanan –yang tidak akan didapat mereka yang menggunakan kelicikan untuk
meraih sasaran individual dengan cara curang.
Meski demikian, orang cerdas harus ingat bahwa menunjuk-nunjukan atau
memamerkan kecerdasan secara berlebihan bakal mengikis makna dari kecerdasan itu
sendiri. Terlalu banyak omong atau membual malah digolongkan sebagai kualitas diri
yang tidak baik, yang bisa menggerogoti kecerdasan itu sendiri, dan yang pada akhirnya
membawa seseorang ke derajad rendah. Kecerdasan justru lebih diasosiasikan dengan
keberimbangan individu, serta saling memberi dan menerima dalam hubungan sosial.
7. Polesan

‘Polesan’ atau polish dalam konteks ini merujuk pada penyempurnaan bagi semua
watak, sifat, bakat, sikap, dan perilaku seseorang.
Seseorang bisa saja mendapatkan berbagai virtue baik dan banyak kecakapan.
Namun, jika tidak mampu memoles semua itu dengan baik, ia belum mendapatkan
keefektifan dalam kepribadiannya. Maka, polesan ini berarti memadukan semua sisi baik
itu. Bisa juga diartikan, mencampurkan secara harmonis semua virtue itu. Seseorang bisa
saja memiliki kejujuran, simpati, kebaikan hati, kemurahan hati, dan sejenisnya. Bisa
juga ia memiliki kecerdasan, kesopanan, kestiaan, serta kualitas-kualitas lain yang serupa.
Namun, jika tidak bisa mendapatkan garis perilaku yang efektif maka jangan berharap ia
bisa membuat perpaduan yang pas bagi semua kualitas bagus dalam dirinya. Bisa saja
terjadi, meski punya semua kualitas bagus, ia malah kekurangan ketangkasan dan
keberanian untuk menggerakan semua virtue itu untuk tujuan dan manfaat sosial. Maka
itu, ia harus mendapatkan keagresifan (bukannya ofensif) imajiner maupun nyata yang
dibutuhan untuk memoles semua kebaikan. Ini akan meluncurkan dia dengan tepat
bersama berbagai virtue dan kualitas baiknya menuju nature yang homogen dan
berimbang.
Mari kita bedakan antara kecerdasan dan polish (perbaikan tingkah laku).
Kecerdasan adalah aktif dan polish adalah pasif. Kecerdasan merujuk pada suatu tindakan
yang siap dilakukan, polish bisa sekadar menemukan berbagai virtue sehingga tampak
menjadi terangakai lebih baik.
Jadi, orang bisa saja baik di banyak hal. Tapi, jika ia kurang berperilaku baik
secara sosial, maka besar kemungkinan ia membual untuk menyombongkan diri. Begitu
si pembual yang sombong itu dicap sebagai orang yang tidak diinginkan masyarakat,
pada akhirnya ia akan tersisihkan. Di sisi lain, kesopanan dan kerendahan hati bisa
membuat pihak lain menyadari kualitas-kualitas internal orang itu. Karena apresiasi yang
tak terucapkan adalah sanksi sosial terbaik, maka orang yang hanya mengandalkan
kepasifan itu malah bisa mendapatkan kepopuleran dan disukai banyak orang.
Pertanyaan pada poin ini adalah, bagaimana ‘polish’ bisa didapatkann jika pada
saat yang sama itu juga bisa dilakukan. Kita bisa menjawabnya dengan mengatakan,
polish bisa didapatkan dengan baik jika orang terkait punya kehendak dan ‘industri’ yang
memadai untuk membentuk polish ini di dalam kepribadiannya.
Tak diragukan bahwa polish bisa didapatkan dari pendidikan. Pendidikan bisa
mengajari orang untuk paham pada bentuk dan perilaku yang sesuai dalam segala hal.
Namun, pendidikan ini haruslah pendidikan yang sebenarnya –bukan sekadar lulus tes
dan dapat ijazah. Latar belakang keluarga yang baik juga kondusif bagi mendapatkan
polish. Orang bisa menambahkan polish di dalam kepribadiannya hanya jika ia punya
kemampuan membuka diri dan menerima hal-hal baik dari kehidupan dan tidak menutup
diri dari perobahan kondisi eksternal. Ekspansi mental dan cara pandang yang lebih luas
adalah hal-hal yang dibutuhkan untuk mendapatkan dan menyesuaikan semua virtue baik
dari luar.
Kepribadian seseorang akan gemeralap jika sudah mendapatkan polish yang pas
bagi karakter dan nature-nya. Orang yang rendah hati, yang suka tersenyum, bersuara
lembut, tenang, berpengalaman, bersikap bijak pada yang kurang masuk akal, yang
memiliki karakter kuat dan tidak gampang dibengkokkan, adalah orang yang bakal
menjadi pusat perhatian semua mata dalam suatu pertemuan kelompok. Setiap orang
yang kontak dengan kepribaian menarik dan kuat ini bakal dengan sukarela mengubah
trend untuk mengikuti kepribadian itu. Sangat sedikit orang yang berani mencoba-coba
menantang kepribadian yang terpoles kuat ini.

Anda mungkin juga menyukai