Columba Peoples
Karya-karya Theodor Wiesengrund Adorno meninggalkan warisan berupa analisis yang luas (tentang
topik sangat beragam, dari anti-Semitisme, psikoanalisis, hingga musik jazz), dan kosakata sekaligus
konsep yang tak kalah luas dan canggihnya (misalnya; instrumental reason atau penalaran
instrumental; negative dialectic atau dialektika negatif; dan damaged life atau kehidupan yang rusak),
hingga berbagai refleksi mengharukan sekaligus provokatif, misalnya: “Hidup telah menjadi ideologi
bagi ketidak-hadirannya sendiri” (Adorno 2005a: 190); dan “Pencerahan adalah totalitarian” (Adorno
dan Horkheimer 1997: 6).
Bab ini secara ringkas menggambarkan tema-tema utama pemikiran Adorno dan keterkaitan
potensialnya dengan Hubungan Internasional. Untuk melakukannya, bagian ini menguraikan
bagaimana ide-ide kunci Adorno berevolusi dan hubungannya dengan teori kritis, sejauh mana
Hubungan Internasional tergambarkan dalam tulisan-tulisan Adorno, dan –sebaliknya– sejauh mana
Adorno telah mempengaruhi dan mungkin masih mempengaruhi studi Hubungan Internasional.
Jika dibaca dengan terburu-buru, Adorno akan terlihat seperti elitis pesimistis yang tergolong dalam
zaman mandarin modernisme salah kaprah –yakni pemikir dengan sedikit penerangan untuk
menawarkan situasi historis yang tampaknya sangat berbeda... Jika kita memotong bagian-bagian yang
tampak sulit atau usang –misalnya; keterlibatan dengan Idealisme Hegel– kita akan menemukan bahwa
aspek yang bahkan tampaknya tidak tersambung dari karya Adorno, seperti teori sosialnya atau kritik
musiknya, tiba-tiba membuat tidak masuk akal (Jarvis 1998: 1, 3).
Dengan mencamkan pengertian ini, maka akan masuk akal jika ada pembukaan logis untuk referensi
Adorno dalam Hubungan Internasional kritis. Sebagian besar kaum post-positivis menoleh ke teori
Hubungan Internasional yang telah digarap Mahzab Frankfurt baik secara langsung (Linklater 1996)
atau sebagai komponen dari teori kritis yang dipahami secara lebih luas (Smith 1996). Di sini mungkin
bisa disebut sebagai homologi tertentu atas keterlibatan Adorno sendiri dalam sengketa positivis di
Jerman pada 1950-an dan 60-an (Adorno 1976). Namun, ada beberapa keterkaitan eksplisit yang dibuat
di sini. Arah teori kritis Hubungan Internasional, saat sering membuat referensi pada kontribusi Adorno
terhadap Kritis Teori, telah –karena berbagai alasan– cenderung menyempit ke sekitar Adorno daripada
ke karyanya secara langsung. Beyond Realism and Marxism: Critical Theory and International
Relations karya Andrew Linklater and Security, Strategy and Critical Theory karya Richard Wyn Jones
sama-sama merujuk pada Adorno secara simpatik tapi negatif untuk studi Hubungan Internasional dan
studi keamanan. Linklater lebih merekomendasikan upaya-upaya Habermas untuk 'membangun dasar
bagi bentuk alternatif teori sosial' yang berbeda dari yang ditawarkan Adorno (Linklater 1990: 25).
Wyn Jones lebih mencermati penekanan Horkheimer pra-Dialectic of Enlightenment pada emansipasi
dan berpendapat bahwa “karya Adorno berikutnya tidak dapat memberikan bantuan apa pun bagi tugas
meminjamkan dukungan intelektual pada perjuangan praktis untuk emansipasi” (Wyn Jones 1999: 52).
Di tempat-tempat lain, beberapa konsep dari tulisan-tulisan Adorno berikutnya telah dipungut oleh
penulis Hubungan Internasional. Nicholas Rengger misalnya, dalam upaya mengatasi 'masalah
ketertiban dunia' seperti dibahas dalam teori kritis Hubungan Internasional, mengutip konsep Adorno
tentang negative dialectics (Rengger 2001). Teori Kritis, menurut Rengger, memiliki 'dua mode atau
wajah', yakni; yang optimis diwakili teori Habermas yang diinspirsi Kant dan yang pesimis diwakili
terutama oleh sikap Adorno terhadap prospek kesadaran sosial yang kritis. Jika teori kritis Hubungan
Internasional adalah benar-benar untuk memajukan proyek emansipasi, Rengger berpendapat, hal itu
harus melibatkan tidak hanya desakan 'utopis' dari Teori Kritis (Hoffman 1987), tetapi juga 'sisi
gelapnya' seperti ditekankan dalam karya Adorno (Rengger 2001: 96).
Untuk mensketsa kontur Teori Kritis dalam Hubungan Internasional, Rengger menggambarkan bahwa
salah satu konsep paling terkenal Adorno adalah dialektika negatif. Dalam Negative Dialectics (Adorno
1973), Adorno mengajukan kritik yang panjang dan berkelanjutan atas identitas pemikiran, yaitu,
kecenderungan –terutama yang tampak jelas dalam idealisme Kant– untuk mengidentifikasi objek
tertentu dalam konsep universal melalui proses kategorisasi. Dalam upaya melepaskan diri dari bentuk
pemikiran ini, yang mengasumsikan bahwa konsep dan objek adalah identik, Adorno sekali lagi
menarik gagasan dialektika dari Hegel, tetapi juga berpendapat bahwa itu adalah aspek negatif dari
dialektika –bukannya aspek positif dari dalektika itu– yang harus lebih ditekankan. Yang negatif
menekankan persatuan, yang positif menekankan 'non-identik', 'ekstrimitas yang berada di luar
jangkauan konsep'. Seperti dikatakan Adorno sendiri:
“Jika dialektika negatif menyerukan pemikiran refleksi-diri, implikasi yang nyata adalah bahwa jika
berfikir adalah benar –jika berfikir itu benar hari ini, dalam semua kasus– maka itu juga berarti berfikir
melawan dirinya sendiri. Jika fikiran tidak diukur dengan ekstrimitas yang berada di luar jangkauan
konsep, maka itu berasal dari luar sifat alami iringan musik yang SS suka lakukan untuk meredam
jeritan para korbannya (Adorno, 1973: 365).
Adorno berpendapat bahwa konsep, bahasa, dan kerangka berfikir, harus 'difikirkan melawan' dasar
bahwa mereka tidak pernah benar-benar bisa menangkap apa yang mereka rancang untuk digambarkan
dan justru sering membuang elemen-elemen dari wilayah non-identitas. Jadi, “...dialektika negatif
menilai hubungan antara konsep dan objek, antara seperangkat properti yang tersirat dalam konsep dan
aktualisasi dari konsep itu sendiri” (Held 2004: 215).
Meski semua ini tampak sangat abstrak, Adorno mendasarkan usahanya untuk berlaku adil terhadap
kenyataan penderitaan manusia (dan, sekali lagi, referensi ke SS dan para korbannya adalah indikasi
bagi konteks tulisan Adorno). “Kebutuhan untuk meminjamkan suara pada penderitaan adalah syarat
bagi semua kebenaran,” menurut Adorno (1973: 18); Dengan kata lain, kesadaran akan aktualitas
ragawi atas penderitaan manusia harus terus mendorong perhatian kita ke ketidak-cukupan bentuk-
bentuk tertentu representasi untuk menyampaikan penderitaan itu.
Namun, seperti diakui Adorno, konsep-konsep memang tersedia bagi kita untuk mencoba dan
menciptakan pemaknaan, termasuk konsep dari dirinya. Sarannya adalah bahwa kita menggunakan
'konstelasi' (istilah yang diambil dari Walter Benjamin) konsep adalah karena “kecacatan yang
ditentukan dalam setiap konsep membuat kita perlu mengutip konsep lain” (Adorno 1973: 53). Dengan
cara ini kita bisa berharap menyampaikan beberapa pemaknaan bagi pengalaman khas,
mengungkapkan sisi tertentu dari objek yang tidak bisa diakses untuk pemikiran identitas (Held 2004:
215) dan, pada saat yang sama, menolak godaan sekadar mereduksi objek menjadi pengalaman
subjektif (yang merujuk kembali ke konsep kebenaran-konten Adorno). Tapi ini juga menciptakan
tunjangan yang penuh harapan terhadap 'pemikiran utopis' (di mana Adorno menariknya dari Ernst
Bloch). Saat konsep tidak pernah dapat sepenuhnya menangkap apa yang ada, konsep juga tidak bisa
menangkap apa yang mungkin belum terjadi; sehingga Adorno mempertahankan sifat berobah-obah
dari hubungan sosial meski ia sendiri mengungukapkan abstraksi dari gerakan-gerakan untuk
perobahan sosial.
Rengger, meniru strategi yang dikembangkan Adorno, berpendapat bahwa karakter kritis teori
Hubungan Internasional ala Habermasian (misalnya, Linklater 1996) perlu dikaitkan dengan sisi
'negatif' dari Teori Kritis ini. Kecenderungan untuk menafsirkan teori kritis Hubungan Internasional
sebagai 'proyek emansipatoris', menurut ia, mengabaikan sejauh mana emansipasi itu mungkin
memerlukan program rekomendasi untuk rekonstruksi ketertiban dunia yang bisa sangat mengandalkan
instrumental reason. Sebagaimana sudah dicatat di atas, Adorno memiliki pemahaman tentang
rangsangan utopis yang berlawanan atas proyek program semacam itu, dan Rengger
merekomendasikan peran lebih besar untuk 'Adornoesque critique' dalam teori kritis Hubungan
Internasional sebagai kontra bagi kecenderungan ini (Rengger 2001: 103).
Upaya ke arah ini telah mengikuti kebangkitan kritik terhadap pendekatan 'etika wacana' yang
diasosiasikan dengan teori kritis Hubungan Internasional yang diilhami Habermasian –yang hingga
belakangan ini cenderung mendominasi kerja teori Mazhab Frankfurt dalam Hubungan Internasional.
Linklater mencatat bahwa “kritik atas etika wacana mengundang diskusi lebih lanjut bagi latar
belakang klaim tentang kerentanan manusia dan kapasitas penderitaan”. Linklater juga berpendapat
bahwa penekanan Adorno pada kerentanan manusia memberikan titik awal yang berguna bagi
penyelidikan terhadap penderitaan dan kewajiban kosmopolitan (Linklater 2007a: 23). Adorno
mengamati bahwa manusia punya lebih sedikit kesulitan dalam mengidentifikasi 'bentuk-bentuk
kehidupan yang buruk' yang harus dilawan, daripada bersepakat tentang bagaimana sejatinya
'kehidupan yang baik' (Adorno, dikutip dalam Linklater 2007a: 23). Sebagaimana diungkapkan Jarvis,
pendekatan seperti ini sangat sesuai dengan 'negatifitas utopia' Adorno yang “...tidak dapat
menyediakan cetak biru bagi seperti apa kehidupan yang baik itu, tetapi hanya mengkaji seperti apa
kehidupan kita yang 'rusak' itu” (Jarvis 1998: 9). Jadi Linklater dapat dilihat menempatkan dasar bagi
'sociology of global morals' (sosiologi moral global) dan pengertian tentang 'embodied
cosmopolitanism' (kosmopolitanisme yang diwujudkan) dalam perhatian Adorno terhadap sifat
keragawian dan penderitaan manusia (Linklater 2007b; Adorno, 1973: 18-19; Adorno 2005).
Gerakan yang terjadi baru-baru ini menunjukkan bahwa potensialitas bagi penggabungan dan
penerapan ide-ide dan konsep-konsep Adorno ke dalam studi Hubungan Internasional adalah baru
tahap awal untuk dijelajahi. Lebih lanjut, perlu dicatat bahwa Adorno pada akhirnya menjaga sikap
kritis canggih terhadap klaim-klaim kebenaran dan bentuk-bentuk representasi. Mengingat hal ini, ide-
idenya mungkin menawarkan jembatan antara teori kritis Hubungan Internasional yang digambarkan di
Mahzab Frankfurt dan berbagai pendekatan post-strukturalis, feminis dan kritis lain yang juga mengisi
subjek itu. Atas landasan ini, serta berdasarkan apa yang sering dikatakan Adorno tentang pendalaman
ke sifat kehidupan modern, keterlibatan lebih besar antara teori Hubungan Internasional dan karya-
karya Adorno adalah harus terus didorong untuk dikaji.
Bacaan Lebih Lanjut
Batu pijakan bagi penjajagan ide-ide Adorno adalah Dialectic of Enlightenment (Adorno dan
Horkheimer 1997) yang, seperti diuraikan di atas, menetapkan beberapa tema yang muncul kembali
dalam karya solonya kemudian.
Negative Dialectics (Adorno 1973) adalah risalah epistemologi Adorno yang padat dan bermanfaat.
Minima Moralia: Reflections on a Damaged Life (Adorno 2005) adalah karya aphoristic yang
memberikan wawasan tentang berbagai topik dan mengandung teori sastra dalam gaya filsafat.
Aesthetic Theory (Adorno 1984), koleksi yang diterbitkan pasca-kematian Adorno, dimaksudkan
sebagai magnum opus, refleksi Adorno terhadap karya seni dan estetika, yang memperluas beberapa
poin yang dibuat di sini.
Beberapa bacaan juga tersedia yang berfungsi sebagai perkenalan pada Adorno serta mencetak ulang
beberapa kutipan dari tulisan-tulisannya. Brian O'Connor (ed.) (2000) The Adorno Reader (Oxford:
Blackwell) dan Rolf Tiedemann (ed.) (2003) Can One Live After Auschwitz? Theodor W. Adorno: A
Philosophical Reader (Stanford, CA: Stanford University Press) sangat baik dalam hal ini, dengan
reproduksi beberapa esai yang biasanya sulit diperoleh dalam bahasa Inggris.
Pembaca didorong ke arah penggunaan langsung teks primer. Tetapi jika hanya mendapatkan panduan
sekunder, maka baca saja Adorno: A Critical Introduction (Jarvis 1998) yang sangat baik dan dirancang
untuk digunakan bersamaan dengan membaca tulisan-tulisan Adorno sendiri.