ANGGOTA KELOMPOK IV :
1. VIRIYANANTA GOTAMA
(1103005022)
(1103005023)
(1103005024)
4. EVAYUNI INDAPRATIWI
(1103005025)
(1103005026)
6. KOMANG SUWIDNYANA
(1103005027)
(1103005028)
(1103005029)
9. MAYA SEPTIABUDI
(1103005030)
(1103005031)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan paper Filsafat Pancasila
yang berjudul Pengaruh Perkembangan Pragmatisme dalam Kaitannya dengan Dunia
Pendidikan dan Nilai-Nilai Luhur Pancasila ini tepat pada waktunya.
Adapun keberhasilan dalam penyusunan tugas ini tidak terlepas dari bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari pihak lain,baik berupa dukungan secara materiil maupun
secara moril. Untuk itu, melalaui kesempatan ini kami menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami.
Mudah-mudahan semua bimbingan, petunjuk dan bantuan yang diberikan dapat
diterima sebagai amal baik dan mendapat rahmat Tuhan. Kami sadar sepenuhnya bahwa
paper ini masih jauh dari kata sempurna, ibarat pepatah mengatakan bahwa tak ada gading
yang tak retak. Oleh karena itu,segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan untuk paper selanjutnya dikemudian hari.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami harapkan semoga paper ini bermanfaat
bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Istilah Pragmatisme
perbuatan atau tindakan, dan Isme yang berarti aliran atau ajaran atau paham. Sedangkan
menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang
mempunyai akibat akibat yang memuaskan. Dapat disimpulkan bahwa Pragmatisme
adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya
yang bermanfaat secara praktis.
Istilah lainnya yang dapat diberikan pada filsafat pragmatisme adalah
intrumentalisme dan eksperimentalisme. Disebut intrumentalisme, karena menganggap
bahwa dalam hidup itu tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan
sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya, termasuk dalam
pendidikan tidak mengenal tujuan akhir. Kalau suatu kegiatan telah mencapai tujuan,
maka tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Dikatakan
eksperimentalisme, karena filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan
atas pengalamandalam menentukan kebenarannya. Dengan demikian, bukan kebenaran
objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari
pengetahuan kepada individu-individu.
Aliran pragmatisme menekankan pada praktik dalam mengadakan pembuktian
kebenaran dapat dilihat dari tindakannya yang praktis atau dari segi kegunaan, berusaha
menemukan asal mula serta hakikat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang
sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Misalnya, menjadi dosen
adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan intelektual, mendapat gaji atau apapun
yang bernilai kuantitatif atau kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemadhoratan,
tindakan yang dimaksud bukan kebenaran, misalnya memperistri perempuan yang sakit
jiwa adalah perbuatan yang membahayakan dan tidak dapat dikatakan sebagai serasa
dengan tujuan pernikahannya dalam mencapai keluarga yang sakinah, mawadah,
warahmah . Pragmatisme lebih menekankan kepada metoda dan pendirian daripada
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penjelasan Judul
Filsafat pragmatisme merupakan pererakan asli dari Amerika yang lahir pada akhir
abad ke-19 dengan dimotori oleh William James, Charles Sanders Peirce, dan John Dewey.
Pada perkembangannya, pragmatisme banyak mempengaruhi kehidupan intelektual di
Amerika, bahkan meningkat ke dunia Inggris. Sampai kini pun dunia banyak yang menganut
pemikiran pragmatisme tersebut. Munculnya pragmatisme tidak terlepas dari pengaruh
filsafat empirisme yang telah berkembang sebelumnya. Aliran ini bersedia menerima segala
sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi,
kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan
membawa akibat yang praktis yang bermanfaat.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh
sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti
berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang
kedua.
Pada perkembangannya, pragmatisme berimplikasi pada berbagai bidang, terutama
bidang pendidikan dengan motor penggeraknya terletak pada John Dewey. Filsafat ini
digunakan dalam memecahkan persoalan pendidikan serta menyelenggarakan pendidikan.
Menarik untuk dikaji bahwa filsafat pragmatisme merupakan salah satu filsafat
terbesar yang berhasil merambah dunia pendidikan sampai saat ini. Meskipun demikian,
sangat banyak kritik yang dilontarkan terhadap pragmatisme, terutama dari tinjauan nilainilai luhur pancasila yang menuai banyak kritik. Sehubungan dengan hal tersebut kami dari
kelompok IV mengambil judul Pengaruh Perkembangan Pragmatisme dalam Kaitannya
dengan Dunia Pendidikan dan Nilai-Nilai Luhur Pancasila dengan pertimbangan agar
memperjelas perkembangan dan pengaruh dari aliran pragmatisme di dalam kehidupan
manusia itu sendiri.
juga
menerapkan
humanisme
dalam
kehidupan
serta
memandang
pengetahuan
adalah
relatif
dan
terus
berkembang.
persepsi
hubungan-hubungan
atau
kontinuitas
yang
menyebabkan
sehingga berimplikasi pada penentuan nilai dan kebenaran. Dengan demikian nilai dan
kebenaran dapat ditentukan dengan melihat realitas yang terjadi di lapangan dan tidak
lagi melihat faktor faktor lain semisal dosa atau tidak. Hal ini senada dengan apa
yangdikataka James, Dunia nyata adalah dunia pengalaman manusia. Kenyataan
yangsebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan
adalah berubah. Hakekat segala sesuatu adalah perubahan itu sendiri. Hidup adalah suatu
proses pembaharuan diri yang terus berlangsung dalam interaksinya dengan lingkungan.
Secara umum, alam menjadi titik sentral pendidikan; alam menjadi tujuan. Manusia
menjadi "budak" dari alam; ilmu, teknologi dan hal-hal yang bersifat pragmatis
mengambil tempat paling penting. Pendidikan yang berpusat pada manusia semakin
tersingkir. Ini tidak lepas dari sosok yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan,
John Dewey. Ia tokoh pendidikan Amerika Serikat pada awal dan pertengahan abad ke20 dan menggulirkan konsep pragmatisme. Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah
penyesuaian pribadi yang bertumbuh terhadap lingkungannya (education is " adjusment
of the growing personality to its environment).Ia membuat lingkungan menjadi pusat
pendidikan. Bagi Dewey, manusia itu harus disesuaikan terhadap lingkungannya tanpa
menyebut defenisi "lingkungan"(environment) secara jelas."Pendidikan adalah hidup,
pertumbuhan sepanjang hidup, proses rekonstruksi yang berlangsung terus dari
pengalaman yang terakumulasi dan sebuah proses sosial. Tujuan pendidikan adalah
memperoleh pengalaman untuk berguna memecahkan masalah-masalah baru dalam
kehidupan perorangan dan bermasyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar
kegiatan pendidikan, tetapi terdapat dalam setiap proses pendidikan.Oleh karena itu tidak
ada tujuan umum pendidikan atau tujuan akhir pendidikan
Pendidikan yang bercorak pragmatisme selalu memandang bahwa anak bukanlah individu
yang silent, melainkan individu yang memiliki pikiran yang aktif dan kreatif. Pengetahuan
sebenarnya merupakan hasil dari transaksi manusia dengan lingkungannya, termasuk
kebenaran menjadi bagian dari pengetahuan itu sendiri. Karena itu, seorang guru yang
memiliki pandangan pragmatis akan selalu memperhatikan situasi lingkungan masyarakat
anak, serta mendorong agar anak turut memecahkan persoalan yang ada disekitar tinggal
mereka. Pandangan pragmatisme terhadap pendidikan yaitu :
1. Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang
bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman
yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik. Pendidikan
hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal
baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial. Objektivitas tujuan pendidikan harus
diambil dari masyarakat dimana si anak hidup, dimana pendidikan berlangsung, karena
pendidikan berlangsung dalam kehidupan. Tujuan pendidikan tidak berada di luar
kehidupan, melainkan di dalam kehidupan sendiri.
Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
- Kesehatan yang baik
- Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
- Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
- Persiapan untuk menjadi orang tua
- Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial
Sesuai dengan prinsip pragmatisme bahwa tidak ada kebenaran mutlak dan esensi realitas
adalah perubahan, maka dalam hal pendidikan ini tidak ada tujuan umum yang berlaku
universal dan pasti. Artinya, tujuan pendidikan harus dihasilkan dari situasi kehidupan di
sekeliling anak dan pendidik.
Hal ini berarti, tujuan pendidikan dalam persfektif pragmatisme adalah untuk menyiapkan
peserta didik menghadapi kehidupan dalam masyarakatnya yang bersifat praktis. Setiap
satuan sosial yang menjalani pendidikan bisa saja memiliki tujuan khusus yang berbeda
berdasarkan karakteristik dan kebutuhan masyarakat lokal.
2. Kurikulum
Kurikilum pendidikan pragmatisme berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Pengembangan kurikulum dalam pragmatisme
tentunya sejalan dengan hakikat dan tujuan pendidikan itu dan lebih ditekankan pada
b.
c.
d.
e.
jauh atas minat dan kebutuhan siswa. Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi
pendidikan pragmatisme adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak
segala bentuk formalisme yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang
tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian yang
tetap terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap yang
teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat
mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Proporsionalisasi
yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkanmaterialisme
terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak dapat
mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian yang terjadi berarti
pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis.
Sedangkan Terjadinya disorientasi sosial dan pragmatisme pendidikan kita menurut
Rum Rosyid, setidaknya disulut oleh beberapa sebab, antara lain:
Pertama, adanya mind-set yang salah pada benak sebagian besar masyarakat kita tentang
dunia pendidikan. Asumsi yang dibangun tentang pendidikan adalah bagaimana mereka
mengukur kesuksesan karier, profesi tertentu, dan tingkat sosial yang selalu dapat
diramalkan secara jitu di masa depan. Pendidikan dengan sangat mudah dijadikan
meminjam istilah Omi Intan Naomi (1997), jimat peramal bagi orang-orang. Dengan
pendidikan, orang membuat rute yang pasti tentang tahapan masa depan secara mekanistis
dan terstruktur; dan cenderung mengabaikan tuntutan-tuntutan sosial yang ada di luar jalur
atau mekanisme formal bidang pendidikan yang mereka jalani.
Kedua, berkaitan dengan penggunaan kurikulum pendidikan, terdapat kecenderungan
dimana (1) kurikulum tidak orientatif dengan aktualitas dinamika sosial yang berkembang.
Hal ini sangat nampak jika diamati bahwa pergantian atau peninjauan kurikulum
pendidikan terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama, tidak disertai dengan kreativitas
guru untuk menambah bahan-bahan baru sebagai referensi aktual; (2) kurikulum
memberikan beban yang terkadang berlebih kepada warga belajar untuk mengerjakan PR,
tugas-tugas teknis, dan kewajiban les tambahan, yang tidak selalu berkaitan dengan
aktivitas penumbuhan sensitivitas sosial (social sense). Bahkan, beban tersebut berpeluang
dan cenderung mengurangi waktu anak didik untuk bergabung dengan lingkungan
lain
yang
bertujuan
mengembangkan
kemampuan
kepemimpinan,
manajemen, olahraga, seni, dan studi-studi ilmiah; menjadikan kreativitas dan social
achievement anak didik terkungkung. Yang muncul kemudian adalah pola-pola kegiatan
yang paternalistik dan guru-sentris, akibat pengaruh atau arahan yang terlalu dominan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat
integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan
utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai
makhluk Tuhan YME, mendapat panggilan tugas dariNya, dan harus mempertanggung
jawabkan segala amal pelaksanaan tugasnya terhadap Tuhan YME (aspek religius);
asas mono dualisme: manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi atau
individual tetapi sekaligus insan sosial); asas mono-pluralisme: meyakini keragaman
manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb., tetapi adalah satu kesatuan sebagai bangsa
Indonesia (Bhineka tunggal Ika); asas nasionalisme: dalam eksistensinya manusia
terikat oleh ruang dan waktu, maka ia mempunyai relasi dengan daerah, jaman, dan
sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa;
asas internasionalisme: manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain
baik sebagai pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam mencapai
tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan
antara warga negara, dan hubungan antara warga negara dan negara dan sebaliknya;
asas keadilan sosial: dalam merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung
tingi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya.
Sebelum membahas mengenai kesesuaian pragmatisme dengan nilai-nilai luhur
pancasila, dapat kita lihat terlebih dahulu dampak positif dan negatif dari pragmatisme
itu sendiri yaitu :
1) Dampak positif Pragmatisme
a. Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer,
khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat
bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi. Pragmatisme telah berhasil
membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung
berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal
yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan
dunia, bukan nanti di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme
mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada
hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara
praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu
menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut,
pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang
untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian,
pembuktian-pembuktian
dan
eksperimen-eksperimen
sehingga
munculllah
kelompo
pragmatisme
merupakan
pendukung
tidak
langsung
pragmatisme
sudah
mengingkari
sesuatu
yang
tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam
struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari sini,
masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.
Dari dampak yang ditimbulkan dari pragmatisme diatas, dapat disimpulkan bahwa
pragmatisme telah bertentangan dengan nilai-nilai luhur pancasila yaitu sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang
bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran
apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh
manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang
transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Dan sila ketiga, yaitu Persatuan
Indonesia. Pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme Untuk mencapai
matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi
dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.
menerapkannya dan dalam konteks apa. Pragmatisme bisa menjadi positif, negatif,
dan netral tergantung pada konteksnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengaruh pragmatisme terhadap pendidikan adalah sbb :
- Adanya mind-set yang salah pada benak sebagian besar masyarakat kita tentang
dunia pendidikan. Asumsi yang dibangun tentang pendidikan adalah bagaimana
mereka mengukur kesuksesan karier, profesi tertentu, dan tingkat sosial yang selalu
dapat diramalkan secara jitu di masa depan
- Berkaitan dengan penggunaan kurikulum pendidikan, terdapat kecenderungan
dimana (1) kurikulum tidak orientatif dengan aktualitas dinamika sosial yang
berkembang dan (2) kurikulum memberikan beban yang terkadang berlebih kepada
warga belajar untuk mengerjakan PR, tugas-tugas teknis, dan kewajiban les
tambahan, yang tidak selalu berkaitan dengan aktivitas penumbuhan sensitivitas
sosial (social sense)
- Berhubungan dengan metoda pengajaran yang dipakai, terdapat kemungkinankemungkinan yang tidak menguntungkan anak didik, dimana: (1) adanya
kecenderungan pola hubungan sub-ordinasi yang tegas antara murid dan guru
secara tidak proporsional. (2) dominannya komunikasi satu arah (one way traffic of
communication) dari guru terhadap murid, dalam banyak kesempatan berpeluang
menutup partisipasi sosial anak didik untuk terlibat dalam proses belajar
danmerumuskan peran-peran sosial mereka secara optimal.
- Adanya pola pendampingan yang tidak proporsional terhadap aktivitas-aktivitas
intra dan ekstra kurikuler
2. Pragmatisme telah bertentangan dengan nilai-nilai luhur pancasila yaitu sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang
bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui
kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu
diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah
apabila pelaksanaannya
dilapangan benar-benar di
implikasikan.
- Sebaiknya aliran pragmatisme dalam pendidikan dikembangkan agar menuai manffat
yang praktis dan teoritis. Pengembangan terhadap yang teoritis akan memberikan
bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan
tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
- Dalam memperoleh suatu kebenaran kita bisa menggunakan teori kebenaran
pragmatis, akan tetapi sebaiknya semua hal itu tidak bertentangan dengan nilai nilai
luhur pancasila yang ada. Filsafat pragmatisme sebaiknya diiringi oleh keagamaan
yang merupakan kebenaran tertinggi.
- Ajaran pragmatisme itu memang baik, karena ajaran ini bersifat terbuka dalam
menerima segala sesuatu jika praktis dan bermanfaat. Tetapi alangkah baiknya jika
segala sesuatu itu kita terima bukan hanya karena praktis dan bermanfaat saja, tetapi
dapat berdampak pada nilai sosial dan agama yang tidak bertentangan dengan nilainilai luhur pancasila kita.
- Pragmatisme memang membawa dampak baik dan dampak buruk dalam kehidupan
manusia. Tetapi alangkah baiknya jika kita megambil jalan tengah agar bersikap netral
terhadap aliran ini, yaitu mengambil apa yang menjadi kebaikan dari pragmatisme dan
menghindari apa yang menjadi keburukan dari aliran pragmatisme.
DAFTAR PUSTAKA