Anda di halaman 1dari 22

Pengaruh Perkembangan Pragmatisme dalam Kaitannya dengan Dunia Pendidikan

dan Nilai-Nilai Luhur Pancasila

ANGGOTA KELOMPOK IV :
1. VIRIYANANTA GOTAMA

(1103005022)

2. SATYA MANDALA PUTRA

(1103005023)

3. DEWA GEDE AGUNG

(1103005024)

4. EVAYUNI INDAPRATIWI

(1103005025)

5. GUSTI AYU PUTU W.

(1103005026)

6. KOMANG SUWIDNYANA

(1103005027)

7. NI MADE DASRI LIBRAYANTI

(1103005028)

8. IDA AYU TRISNADEWI

(1103005029)

9. MAYA SEPTIABUDI

(1103005030)

10. ARI RAMA

(1103005031)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan paper Filsafat Pancasila
yang berjudul Pengaruh Perkembangan Pragmatisme dalam Kaitannya dengan Dunia
Pendidikan dan Nilai-Nilai Luhur Pancasila ini tepat pada waktunya.
Adapun keberhasilan dalam penyusunan tugas ini tidak terlepas dari bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari pihak lain,baik berupa dukungan secara materiil maupun
secara moril. Untuk itu, melalaui kesempatan ini kami menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami.
Mudah-mudahan semua bimbingan, petunjuk dan bantuan yang diberikan dapat
diterima sebagai amal baik dan mendapat rahmat Tuhan. Kami sadar sepenuhnya bahwa
paper ini masih jauh dari kata sempurna, ibarat pepatah mengatakan bahwa tak ada gading
yang tak retak. Oleh karena itu,segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan untuk paper selanjutnya dikemudian hari.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami harapkan semoga paper ini bermanfaat
bagi kita semua.

Denpasar, 10 November 2013

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Istilah Pragmatisme

berasal dari kata Yunani yaitu pragma yang berarti

perbuatan atau tindakan, dan Isme yang berarti aliran atau ajaran atau paham. Sedangkan
menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang
mempunyai akibat akibat yang memuaskan. Dapat disimpulkan bahwa Pragmatisme
adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya
yang bermanfaat secara praktis.
Istilah lainnya yang dapat diberikan pada filsafat pragmatisme adalah
intrumentalisme dan eksperimentalisme. Disebut intrumentalisme, karena menganggap
bahwa dalam hidup itu tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan
sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya, termasuk dalam
pendidikan tidak mengenal tujuan akhir. Kalau suatu kegiatan telah mencapai tujuan,
maka tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Dikatakan
eksperimentalisme, karena filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan
atas pengalamandalam menentukan kebenarannya. Dengan demikian, bukan kebenaran
objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari
pengetahuan kepada individu-individu.
Aliran pragmatisme menekankan pada praktik dalam mengadakan pembuktian
kebenaran dapat dilihat dari tindakannya yang praktis atau dari segi kegunaan, berusaha
menemukan asal mula serta hakikat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang
sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Misalnya, menjadi dosen
adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan intelektual, mendapat gaji atau apapun
yang bernilai kuantitatif atau kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemadhoratan,
tindakan yang dimaksud bukan kebenaran, misalnya memperistri perempuan yang sakit
jiwa adalah perbuatan yang membahayakan dan tidak dapat dikatakan sebagai serasa
dengan tujuan pernikahannya dalam mencapai keluarga yang sakinah, mawadah,
warahmah . Pragmatisme lebih menekankan kepada metoda dan pendirian daripada

kepada doktrin filsafat yang sistematis. Ia adalah metoda penyelidikan eksperimental


yang dipakai dalam segala bidang pengalaman manusia. Pragmatisme memakai metode
ilmiah modern sebagai dasar suatu filsafat. Ia sangat dekat kepada sains, khususnya
biologi dan ilmu-ilmu kemasyarakatan, dan bertujuan untuk memakai jiwa ilmiah dan
pengetahuan ilmiah dalam menghadapi problema-problema manusia termasuk juga etika
dan agama. Kelompok pragmatis bersikap kritis terhadap sistem-sistem filsafat
sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran materialisme, idealisme, dan realisme. Mereka
mengatakan bahwa pada masa lalu, filsafat telah keliru karena mencari hal-hal yang
mutlak, yang ultimate, esensi-esensi abadi, substansi, prinsip yang tetap dan sistem
kelompok empiris, dunia yang berubah serta problema-problemanya, dan alam sebagai
sesuatu dan kita tidak dapat melangkah keluar daripadanya. Bagi John Dewey,
pengalaman adalah pokok. Pengalaman adalah hasil dari pengaruh timbal balik antara
organisme dan lingkungannya.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan
pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah
satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja.
Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan
merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan
kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana
yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah. Pragmatisme
berpandangan bahwa pengetahuan dan perbuatan bersatu tak terpisahkan, dan semua
pengetahuan bersumber dari dan diuji kebenarannya melalui pengalaman. Tujuan
pendidikan adalah pertumbuhan, dan kondisi optimum atau tertinggi dari pertumbuhan
adalah kebebasan mengadakan penelitian bersama dengan urun pemikiran yang tidak
terkekang dalam suatu sistem kerja sama yang terbuka. Metode pemecahan masalah yang
telah dikembangkan dalam ilmu sebagai pendekatan ilmiah, juga merupakan metode
belajar dalam pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Bagaimana pengaruh pragmatisme dalam pendidikan ?

2. Bagaimana dampak perkembangan pragmatisme dan kaitannya terhadap nilai-nilai


luhur pancasila ?
1.3 Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam paper ini adalah
pendekatan analisa konsep hukum dan pendekatan fakta yang terjadi di masyarakat.
Pendekatan melalui analisa konsep hukum dapat dilihat dari beberapa tokoh yang
memberi pengertian tentang pragmatisme yaitu salah satu diantaranya adalah Juhaya
(1993: p. 171), pragmatisme adalah suatu sikap metode dan filsafat yang memakai
akibat-akibat dari ide-ide dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai dan
kebenarannya. Pragmatisme menekankan kepada metode pendirian, pemakaian metode
ilmiah modern sebagai dasar suatu filsafat. Aliran ini juga sangat dekat dengan sains,
khususnya biologi dan ilmu kemasyarakatan dan pengetahuan ilmiah dalam menghadapi
problem-problem manusia termasuk juga etika dan agama. Dan lebih lanjut ada 3 orang
tokoh lainnya yang memberikan definisi tentang pragmatisme yaitu William James
mendefinisikan pragmatisme sebagai sikap memandang jauh terhadap benda-benda
pertama, prinsip-prinsip dan kategori-kategori yang dianggap sangat penting, serta
melihat ke depan kepada benda-benda yang terakhir, buah akibat dan fakta-fakta. John
Dewey, yang memberi pengertian bahwa pragmatisme itu adalah mencari kebenaran
berdasarkan pengalaman. Pengalaman adalah pokok. Pengalaman adalah hasil dari
pengaruh timbal balik antara organisme dan lingkungannya. Charles S. Pierce, yang
terkenal sebagai pendiri pragmatisme, mendapat pengaruh dari Kant dan Hegel. Pierce
mengatakan bahwa dengan menggunakan pragmatisme problema-problema termasuk
persoalan-persoalan metafisik dapat dipecahkan jika kita memberi perhatian kepada
akibat-akibat praktis dari mengikuti bermacam-macam pikiran. Sedangkan pendekatan
dari fakta yang ada di masyarakat Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan
bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penjelasan Judul
Filsafat pragmatisme merupakan pererakan asli dari Amerika yang lahir pada akhir
abad ke-19 dengan dimotori oleh William James, Charles Sanders Peirce, dan John Dewey.
Pada perkembangannya, pragmatisme banyak mempengaruhi kehidupan intelektual di
Amerika, bahkan meningkat ke dunia Inggris. Sampai kini pun dunia banyak yang menganut
pemikiran pragmatisme tersebut. Munculnya pragmatisme tidak terlepas dari pengaruh
filsafat empirisme yang telah berkembang sebelumnya. Aliran ini bersedia menerima segala
sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi,
kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan
membawa akibat yang praktis yang bermanfaat.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh
sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti
berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang
kedua.
Pada perkembangannya, pragmatisme berimplikasi pada berbagai bidang, terutama
bidang pendidikan dengan motor penggeraknya terletak pada John Dewey. Filsafat ini
digunakan dalam memecahkan persoalan pendidikan serta menyelenggarakan pendidikan.
Menarik untuk dikaji bahwa filsafat pragmatisme merupakan salah satu filsafat
terbesar yang berhasil merambah dunia pendidikan sampai saat ini. Meskipun demikian,
sangat banyak kritik yang dilontarkan terhadap pragmatisme, terutama dari tinjauan nilainilai luhur pancasila yang menuai banyak kritik. Sehubungan dengan hal tersebut kami dari
kelompok IV mengambil judul Pengaruh Perkembangan Pragmatisme dalam Kaitannya
dengan Dunia Pendidikan dan Nilai-Nilai Luhur Pancasila dengan pertimbangan agar
memperjelas perkembangan dan pengaruh dari aliran pragmatisme di dalam kehidupan
manusia itu sendiri.

2.2 Analisa Masalah


2.2.1 Pengaruh Pragmatisme dalam Pendidikan
Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914),
filosof Amerika yang yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai
metode filsafat, tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates,
Aristoteles, Barkeley, dan Hume. Untuk mengetahui lebih jauh ajaran pragmatisme
berikut adalah tokoh-tokoh yang menpopulerkan pragmatisme dan pandangannya
terhadap aliran tersebut :
1. C.S. Peirce (1839-1914)
Secara umum orang memakai istilah pragmatisme sebagai ajaran yang
mengatakan bahwa suatu teori itu benar sejauh sesuatu mampu dihasilkan oleh
teori tersebut. Misalnya sesuatu itu dikatakan berarti atau benar bila berguna
bagi masyarakat. Pragmatisme Peirce yang kemudian hari ia namakan
pragmatisme lebih merupakan suatu teori mengenai arti (Theory of Meaning)
daripada teori tentang kebenaran (Theory of Truth). Menurut Peirce kebenaran
itu ada bermacam-macam. la sendiri membedakan kemajemukan kebenaran itu
sebagai berikut :
Pertama, transcendental truth yang diartikan sebagai letak kebenaran suatu hal
itu bermukim pada kedudukan benda itu sebagai benda itu sendiri. Singkatnya
letak kebenaran suatu hal adalah pada "things as things ".
Kedua, complex truth yang berarti kebenaran dari pernyataan-pernyataan.
Kebenaran kompleks ini dibagi dalam dua hal yaitu kebenaran etis disatu pihak
dan kebenaran logis dilain pihak.
Ketiga, yaitu ide tentang kaitan salah satu bentuk pasti dari obyek yang diamati
oleh penilik. Peirce menamai ide ini ide ketigaan. Secara praktis, kekhasan
pragmatisme Peirce merupakan suatu metode untuk memastikan arti ide-ide di
atas.

2. William James (1842-1910 M)


William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya
adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya,
keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi.
Keluarganya

juga

menerapkan

humanisme

dalam

kehidupan

serta

mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya,


kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif
untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to
Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907).
Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan
bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita
berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa
berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah
kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam
pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman
berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya
artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.
Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup
serta kemungkinan-kemungkinan hidup. Di dalam bukunya, The Varietes of Religious
Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan
bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak
disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan.
Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih
tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat
meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap
suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif,
sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan
keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.

3. John Dewey (1859-1952)


Kekhususan filsafatnya terutama berdasarkan pada prinsip "naturalisme empiris atau
empirisme naturalis". Istilah "naturalisme" ia terangkan sebagai pertama-tama bagi
Dewey akal budi bukanlah satu-satunya pemerosesan istimewa dari realitas obyektip
secara metafisis. Pokoknya Dewey menolak untuk merumuskan realitas berdasar pada
pangkalan perbedaan antara subyek yang memandang obyek. Dewey lebih mau
memandang proses intelektual manusia sebagaimana berkembang dari alam. Menurut
Dewey, akal budi adalah perwujudan proses tanggap antara rangsangan dengan
tanggapan panca indera pada tingkat biologis. Rangsangan tersebut aslinya dari alam,
manusia mula-mula bertindak menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Setelah
refleksinya bekerja, ia mulai berhenti dan tidak mau hanya asal beraksi saja terhadap
lingkungan. Mulailah ia mempertanyakan lingkungan alam itu. Selama itu pulalah
proses tanggapan berlangsung terus. Berkat proses ini, terwujud adanya perubahan
dalam lingkungan. James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada
Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang
Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap
generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling
merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak
ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final.
Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk
mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu
sendiri.
Pragmatisme

memandang

pengetahuan

adalah

relatif

dan

terus

berkembang.

Pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman. Karakteristik pengalaman


merupakan suatu peristiwa aktif-pasif, dan pengukuran nilai suatu pengalaman terletak
pada

persepsi

hubungan-hubungan

atau

kontinuitas

yang

menyebabkan

pengalamantersebut meningkat. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang


ternyata berguna bagi kehidupan. Pengetahuan adalah alat atau instrumen untuk berbuat.
Ukuran tingkah laku perseorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam
pengalaman-pengalaman hidup. Dengan demikian tidak ada nilai absolut. Menurut aliran
ini hakikat dari realitas adalah segala sesuatu yang dialami oleh manusia. Ia berpendapat
bahwa inti dari realitas adalah pengalaman yang dialami manusia. Ini yang kemudian
menjadi penyebab bahwa pragmatisme lebih memperhatikan hal yang bersifat keaktualan

sehingga berimplikasi pada penentuan nilai dan kebenaran. Dengan demikian nilai dan
kebenaran dapat ditentukan dengan melihat realitas yang terjadi di lapangan dan tidak
lagi melihat faktor faktor lain semisal dosa atau tidak. Hal ini senada dengan apa
yangdikataka James, Dunia nyata adalah dunia pengalaman manusia. Kenyataan
yangsebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan
adalah berubah. Hakekat segala sesuatu adalah perubahan itu sendiri. Hidup adalah suatu
proses pembaharuan diri yang terus berlangsung dalam interaksinya dengan lingkungan.
Secara umum, alam menjadi titik sentral pendidikan; alam menjadi tujuan. Manusia
menjadi "budak" dari alam; ilmu, teknologi dan hal-hal yang bersifat pragmatis
mengambil tempat paling penting. Pendidikan yang berpusat pada manusia semakin
tersingkir. Ini tidak lepas dari sosok yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan,
John Dewey. Ia tokoh pendidikan Amerika Serikat pada awal dan pertengahan abad ke20 dan menggulirkan konsep pragmatisme. Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah
penyesuaian pribadi yang bertumbuh terhadap lingkungannya (education is " adjusment
of the growing personality to its environment).Ia membuat lingkungan menjadi pusat
pendidikan. Bagi Dewey, manusia itu harus disesuaikan terhadap lingkungannya tanpa
menyebut defenisi "lingkungan"(environment) secara jelas."Pendidikan adalah hidup,
pertumbuhan sepanjang hidup, proses rekonstruksi yang berlangsung terus dari
pengalaman yang terakumulasi dan sebuah proses sosial. Tujuan pendidikan adalah
memperoleh pengalaman untuk berguna memecahkan masalah-masalah baru dalam
kehidupan perorangan dan bermasyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar
kegiatan pendidikan, tetapi terdapat dalam setiap proses pendidikan.Oleh karena itu tidak
ada tujuan umum pendidikan atau tujuan akhir pendidikan
Pendidikan yang bercorak pragmatisme selalu memandang bahwa anak bukanlah individu
yang silent, melainkan individu yang memiliki pikiran yang aktif dan kreatif. Pengetahuan
sebenarnya merupakan hasil dari transaksi manusia dengan lingkungannya, termasuk
kebenaran menjadi bagian dari pengetahuan itu sendiri. Karena itu, seorang guru yang
memiliki pandangan pragmatis akan selalu memperhatikan situasi lingkungan masyarakat
anak, serta mendorong agar anak turut memecahkan persoalan yang ada disekitar tinggal
mereka. Pandangan pragmatisme terhadap pendidikan yaitu :

1. Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang
bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman
yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik. Pendidikan
hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal
baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial. Objektivitas tujuan pendidikan harus
diambil dari masyarakat dimana si anak hidup, dimana pendidikan berlangsung, karena
pendidikan berlangsung dalam kehidupan. Tujuan pendidikan tidak berada di luar
kehidupan, melainkan di dalam kehidupan sendiri.
Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
- Kesehatan yang baik
- Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
- Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
- Persiapan untuk menjadi orang tua
- Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial
Sesuai dengan prinsip pragmatisme bahwa tidak ada kebenaran mutlak dan esensi realitas
adalah perubahan, maka dalam hal pendidikan ini tidak ada tujuan umum yang berlaku
universal dan pasti. Artinya, tujuan pendidikan harus dihasilkan dari situasi kehidupan di
sekeliling anak dan pendidik.
Hal ini berarti, tujuan pendidikan dalam persfektif pragmatisme adalah untuk menyiapkan
peserta didik menghadapi kehidupan dalam masyarakatnya yang bersifat praktis. Setiap
satuan sosial yang menjalani pendidikan bisa saja memiliki tujuan khusus yang berbeda
berdasarkan karakteristik dan kebutuhan masyarakat lokal.
2. Kurikulum
Kurikilum pendidikan pragmatisme berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Pengembangan kurikulum dalam pragmatisme
tentunya sejalan dengan hakikat dan tujuan pendidikan itu dan lebih ditekankan pada

pendekatan psikologis (peserta didik) dan sosiologis (masyarakat). Serta, kurikulum


dibangun sebagai rencana praktis sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan yang tidak
terpaku pada materi-materi yang kaku.
3. Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah
(problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery
method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki
sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka,
antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguhsungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa
yang dicita-citakan dapat tercapai.
4. Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan menuangkan pengetahuanya kepada siswa.
Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan
masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu
pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan
yang dirasakannya. Untuk membantu siswa guru harus berperan:
a.

Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film,


catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang
untuk memunculkan minat siswa.

b.

Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.

c.

Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna


memecahkan suatu masalah.

d.

Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.

e.

Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka


mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.

Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa Siswa merupakan


organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru
berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu

jauh atas minat dan kebutuhan siswa. Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi
pendidikan pragmatisme adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak
segala bentuk formalisme yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang
tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian yang
tetap terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap yang
teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat
mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Proporsionalisasi
yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkanmaterialisme
terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak dapat
mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian yang terjadi berarti
pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis.
Sedangkan Terjadinya disorientasi sosial dan pragmatisme pendidikan kita menurut
Rum Rosyid, setidaknya disulut oleh beberapa sebab, antara lain:
Pertama, adanya mind-set yang salah pada benak sebagian besar masyarakat kita tentang
dunia pendidikan. Asumsi yang dibangun tentang pendidikan adalah bagaimana mereka
mengukur kesuksesan karier, profesi tertentu, dan tingkat sosial yang selalu dapat
diramalkan secara jitu di masa depan. Pendidikan dengan sangat mudah dijadikan
meminjam istilah Omi Intan Naomi (1997), jimat peramal bagi orang-orang. Dengan
pendidikan, orang membuat rute yang pasti tentang tahapan masa depan secara mekanistis
dan terstruktur; dan cenderung mengabaikan tuntutan-tuntutan sosial yang ada di luar jalur
atau mekanisme formal bidang pendidikan yang mereka jalani.
Kedua, berkaitan dengan penggunaan kurikulum pendidikan, terdapat kecenderungan
dimana (1) kurikulum tidak orientatif dengan aktualitas dinamika sosial yang berkembang.
Hal ini sangat nampak jika diamati bahwa pergantian atau peninjauan kurikulum
pendidikan terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama, tidak disertai dengan kreativitas
guru untuk menambah bahan-bahan baru sebagai referensi aktual; (2) kurikulum
memberikan beban yang terkadang berlebih kepada warga belajar untuk mengerjakan PR,
tugas-tugas teknis, dan kewajiban les tambahan, yang tidak selalu berkaitan dengan
aktivitas penumbuhan sensitivitas sosial (social sense). Bahkan, beban tersebut berpeluang
dan cenderung mengurangi waktu anak didik untuk bergabung dengan lingkungan

sosialnya yang lain (pergaulan, permainan, aktivitas organisasi,membaca informasi


alternatif, dan sebagainya).
Ketiga, berhubungan dengan metoda pengajaran yang dipakai, terdapat kemungkinankemungkinan yang tidak menguntungkan anak didik, dimana: (1) adanya kecenderungan
pola hubungan sub-ordinasi yang tegas antara murid dan guru secara tidak proporsional.
Kondisi ini menyebabkan hambatan psikologis yang besar dari anak didik, serta tidak
memberikan kebebasan ekspresi psikologis dan intelektual secara wajar. Stigma sosial
tentang ketidaksejajaran guru dengan murid terhadap ilmu, dimana guru selalu benar
sementara murid sangat mugkin salah, guru pintar dan murid selalu tidak lebih pintar
darigurunya; secara psikologis tidaklah menguntungkan. Akibat lebih jauh dari stigma ini
bagi anak didik adalah munculnya ketergantungan dan identifikasi yang berlebihan
terhadap figur guru, atau bahkan mungkin sebaliknya, apatisme yang besar dan
memunculkan semangat perlawanan terhadap hegemoni guru karena tidak nyamannya
anak didik dalam bingkai bayang-bayang guru yang tidak selalu berorientasi positif
terhadap kebutuhan anak didik; (2) dominannya komunikasi satu arah (one way traffic of
communication) dari guru terhadap murid, dalam banyak kesempatan berpeluang menutup
partisipasi sosial anak didik untuk terlibat dalam proses belajar danmerumuskan peranperan sosial mereka secara optimal.
Keempat, adanya pola pendampingan yang tidak proporsional terhadap aktivitas-aktivitas
intra dan ekstra kurikuler. Misalnya pendampingan atau lebih tepatnya campur
tangan,yang berlebihan pembina OSIS, Pramuka, dan kelompok-kelompok penalaran dan
minat-bakat

lain

yang

bertujuan

mengembangkan

kemampuan

kepemimpinan,

manajemen, olahraga, seni, dan studi-studi ilmiah; menjadikan kreativitas dan social
achievement anak didik terkungkung. Yang muncul kemudian adalah pola-pola kegiatan
yang paternalistik dan guru-sentris, akibat pengaruh atau arahan yang terlalu dominan.

2.2.2 Dampak perkembangan pragmatisme dan kaitannya terhadap nilai-nilai luhur


Pancasila
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila yang dimaksud adalah
Pancasila yang rumusannya termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat
integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan
utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai
makhluk Tuhan YME, mendapat panggilan tugas dariNya, dan harus mempertanggung
jawabkan segala amal pelaksanaan tugasnya terhadap Tuhan YME (aspek religius);
asas mono dualisme: manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi atau
individual tetapi sekaligus insan sosial); asas mono-pluralisme: meyakini keragaman
manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb., tetapi adalah satu kesatuan sebagai bangsa
Indonesia (Bhineka tunggal Ika); asas nasionalisme: dalam eksistensinya manusia
terikat oleh ruang dan waktu, maka ia mempunyai relasi dengan daerah, jaman, dan
sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa;
asas internasionalisme: manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain
baik sebagai pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam mencapai
tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan
antara warga negara, dan hubungan antara warga negara dan negara dan sebaliknya;
asas keadilan sosial: dalam merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung
tingi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya.
Sebelum membahas mengenai kesesuaian pragmatisme dengan nilai-nilai luhur
pancasila, dapat kita lihat terlebih dahulu dampak positif dan negatif dari pragmatisme
itu sendiri yaitu :
1) Dampak positif Pragmatisme
a. Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer,
khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat
bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi. Pragmatisme telah berhasil
membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung
berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal
yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan
dunia, bukan nanti di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme
mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada

hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara
praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu
menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut,
pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang
untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian,
pembuktian-pembuktian

dan

eksperimen-eksperimen

sehingga

munculllah

temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong


secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi.
c. Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
kepercayaan yang mapan. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti
kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak
mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka,
kebanyakan

kelompo

pragmatisme

merupakan

pendukung

terciptanyademokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif


dalam masyarakat modern.
2) Dampak negatif Pragmatisme
a. Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan
kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti
secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri,
secara

tidak

langsung

pragmatisme

sudah

mengingkari

sesuatu

yang

transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan


lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan
kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
b. Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang
nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme
menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat
pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
c. Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja

tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam
struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari sini,
masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.
Dari dampak yang ditimbulkan dari pragmatisme diatas, dapat disimpulkan bahwa
pragmatisme telah bertentangan dengan nilai-nilai luhur pancasila yaitu sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang
bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran
apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh
manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang
transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Dan sila ketiga, yaitu Persatuan
Indonesia. Pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme Untuk mencapai
matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi
dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.

Dalam struktur masyarakatnya

manusia hidup semakin egois individualis. Pragmatisme juga menyebabkan pembangunan


suatu bangsa yang tengah berlangsung akan diarahkan atau dikondisikan agar
menguntungkan dirinya sendiri bukan untuk kepentingan bersama. Bangsa tersebut akan
diwarnai dengan orang-orang yang berkepentingan untuk dirinya sendiri dan Bangsa tersebut
tidak akan menjadi Bangsa yang utuh dan bersatu dalam kehidupannya.
2.2.3 Solusi yang didapat
1. Pengaruh pragmatisme dalam pendidikan adalah menghendaki pembagian yang tetap
terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap yang
teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang
praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan
tidak melahirkan materialisme terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis.
Pendidikan juga tidak dapat mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab
kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi,
tidak memiliki konsekuansi praktis.
2. Dari dampak yang ditimbulkan oleh pragmatisme dapat kita lihat bahwa aliran ini
sedikit menyimpang dari ajaran Pancasila terutama sila kesatu dan sila kedua.
Pragmatisme sebenarnya merupakan suatu hal yang sifatnya netral. Tergantung
sejauh mana pemahaman dari masing-masing individu itu sendiri yang akan

menerapkannya dan dalam konteks apa. Pragmatisme bisa menjadi positif, negatif,
dan netral tergantung pada konteksnya.

Dalam konteks tertentu misalnya,

pragmatisme dianggap sebagai salah satu unsur kebijaksanaan. Dimana dengan


bertindak pragmatis kita dapat menyelesaikan sebuah permasalahan dengan tepat
tanpa harus berbelit-belit. Misalnya cerita tentang astronot AS yang sibuk
menciptakan ballpoint yang mampu bertahan di luar angkasa sedangkan para
astronot Rusia cukup menggunakan pensil untuk mengatasi masalah tersebut adalah
sebuah contoh bentuk pragmatis yang bersifat positif.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengaruh pragmatisme terhadap pendidikan adalah sbb :
- Adanya mind-set yang salah pada benak sebagian besar masyarakat kita tentang
dunia pendidikan. Asumsi yang dibangun tentang pendidikan adalah bagaimana
mereka mengukur kesuksesan karier, profesi tertentu, dan tingkat sosial yang selalu
dapat diramalkan secara jitu di masa depan
- Berkaitan dengan penggunaan kurikulum pendidikan, terdapat kecenderungan
dimana (1) kurikulum tidak orientatif dengan aktualitas dinamika sosial yang
berkembang dan (2) kurikulum memberikan beban yang terkadang berlebih kepada
warga belajar untuk mengerjakan PR, tugas-tugas teknis, dan kewajiban les
tambahan, yang tidak selalu berkaitan dengan aktivitas penumbuhan sensitivitas
sosial (social sense)
- Berhubungan dengan metoda pengajaran yang dipakai, terdapat kemungkinankemungkinan yang tidak menguntungkan anak didik, dimana: (1) adanya
kecenderungan pola hubungan sub-ordinasi yang tegas antara murid dan guru
secara tidak proporsional. (2) dominannya komunikasi satu arah (one way traffic of
communication) dari guru terhadap murid, dalam banyak kesempatan berpeluang
menutup partisipasi sosial anak didik untuk terlibat dalam proses belajar
danmerumuskan peran-peran sosial mereka secara optimal.
- Adanya pola pendampingan yang tidak proporsional terhadap aktivitas-aktivitas
intra dan ekstra kurikuler
2. Pragmatisme telah bertentangan dengan nilai-nilai luhur pancasila yaitu sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang
bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui
kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu
diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah

mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta).


Dan sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Pragmatisme telah di hinggapi oleh
penyakit matrealisme Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan
berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat
sosialnya. Dalam struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis.
Saran
- Pada dasarnya teori pragmatisme yang ada dan pengaruhnya dalam dunia pendidikan
sudah sangat memadai

apabila pelaksanaannya

dilapangan benar-benar di

implikasikan.
- Sebaiknya aliran pragmatisme dalam pendidikan dikembangkan agar menuai manffat
yang praktis dan teoritis. Pengembangan terhadap yang teoritis akan memberikan
bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan
tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
- Dalam memperoleh suatu kebenaran kita bisa menggunakan teori kebenaran
pragmatis, akan tetapi sebaiknya semua hal itu tidak bertentangan dengan nilai nilai
luhur pancasila yang ada. Filsafat pragmatisme sebaiknya diiringi oleh keagamaan
yang merupakan kebenaran tertinggi.
- Ajaran pragmatisme itu memang baik, karena ajaran ini bersifat terbuka dalam
menerima segala sesuatu jika praktis dan bermanfaat. Tetapi alangkah baiknya jika
segala sesuatu itu kita terima bukan hanya karena praktis dan bermanfaat saja, tetapi
dapat berdampak pada nilai sosial dan agama yang tidak bertentangan dengan nilainilai luhur pancasila kita.
- Pragmatisme memang membawa dampak baik dan dampak buruk dalam kehidupan
manusia. Tetapi alangkah baiknya jika kita megambil jalan tengah agar bersikap netral
terhadap aliran ini, yaitu mengambil apa yang menjadi kebaikan dari pragmatisme dan
menghindari apa yang menjadi keburukan dari aliran pragmatisme.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai