1) Penggantian dalam garis lurus ke bawah. Penggantian dalam garis lurus ke bawah
yang sah berlangsung terus tanpa ada akhirnya (Pasal 842 KUH Per). Dalam segala
hal, penggantian ke bawah sebagaimana disebut di atas, selamanya diperbolehkan,
meskipun pertalian keluarga itu berbeda-beda derajatnya. Anak luar kawin yang
diakui sah, tidak dapat menggantikan bapak atau ibunya sebagai ahli waris.
Adapun anak sah dari anak luar kawin yang diakui sah, dapat mengantikan
kedudukan orang tua sebagai pewaris.
2) Penggantian dalam garis samping, yaitu penggantian dalam garis . Pasal 844 KUH
Per secara garis besar menentukan, bahwa diperbolehkan penggantian dalam garis
menyimpang atas keuntungan semua anak dan keturunan saudara laki-laki atau
perempuan yang telah meninggal dunia lebih dahulu, baik mereka mewaris
bersama-sama dengan paman atau bibi mereka setelah meninggalnya lebih dahulu
semua saudara pewaris. Warisan harus dibagi di antara semua keturunan saudara
yang telah meninggal dunia lebih dahulu, walaupun keturunan itu perderajatnya
tidak sama. Penggantian dalam garis samping terus-menerus, dalam arti tidak
terbatas.
3) penggantian dalam garis ke samping, dalam hal yang tampil ke muka sebagai ahli
waris adalah anggota-anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya dari
pada seorang saudara, misalnya keponakan (Pasal 845 KUHP Per).
Menurut Pasal 843 KUH Per, tiada pergantian terhadap keluarga sedarah dalam
garis menyimpang keatas. Keluarga yang tedekat dalam kedua garis tersebut,
menyampingkan segala keluarga dalam penderajatan yang lebih jauh.
4) Golonga IV, yakni terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh,
termasuk saudara-saudara ahli waris Golongan III beserta keturunannya.
d. Negara sebagai penerima warisan
Menurut Pasal 832 ayat (2) KUH Per, Negara sebagai penerima warisan jika tidak ada
lagi ahli waris (Keluarga sedarah maupun suami atau istri yang hidup terlama).
Kedudukan Negara sebagai penerima warisan berbeda dengan ahli waris adapun
perbedaannya adalah:
1) Negara hanya berkewajiban membayar utang pewaris sepanjang aktiva warisan
mencakupi (Pasal 832 ayat 2 KUH Per).
2) Negara tidak dengan sendirinya mengambil ahli hak dan kewajiban pewaris, akan
tetapi harus melalui putusan hakim (Pasal 833 ayat 3 KUH Per).