Anda di halaman 1dari 3

2.

Pewaris Menurut Undang-Undang


pewaris menurut undang-undang ini terbagi atas dua macam, yaitu:
a. Mewaris Berdasarkan Kedudukan Sendiri
Mewaris berdasarkan kedudukan sendiri adalah para ahli warisan yang terpanggil
untuk mewaris karena kedudukannya sendiri berdasarkan hubungan darah antara
ahli waris dengan pewaris (Pasal 852 ayat2 KUH Per). Mereka yang terpanggil
untuk mewaris berdasarkan kedudukan sendiri (Mewaris kepala demi kepala),
yaitu setiap ahli waris menerima bagian yang sama besarnya. Dengan demikian,
orang yang mewaris dengan kedudukannya sendiri dalam susunan keluarga si
pewaris, mempunyai posisi yang memberikan kepadanya hak untuk mewaris.
Hak tersebut adalah haknya sendiri, bukan menggantikan hak orang lain.
b.

Mewaris berdasarkan penggantian tempat


mewaris berdasarkan penggantian tempat adalah ahli waris yang merupakan
keturunan keluarga sedarah dari pewaris yang muncul sebagai pengganti tempat
orang lain yang seandainya tidak mati lebih dahulu dari pewaris yang seandainya
akan mewaris (Pasal 841 KUH Per). Mereka mewaris berdasarkan pergantiaan
tempat atau mewaris pancang (Pasal 852 ayat 2 KUH Per). Orang yang
menggantikan dengan sendirinya memperoleh hak dan kewajiban dari orang yang
digantikan tempatnya.
Penggantian tempat hanya terjadi karena kematian. Artinya, kematian pada orang
yang seharusnya menjadi ahli waris yang telah meninggal dunia terlebih dahulu
dari si pewaris. Orang yang masih hidup pada hakikatnya, tidak dapat digantikan
tempatnya. Dengan demikian, orang yang menolak harta peninggalan dan orang
yang telah dianggap telah patut pewaris, tidak dapat digantikan tempatnya
sebagai ahli waris. Menurut Pasal 841 KUH Per, penggantian tempat pemberi hak
kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat
dan dalam segala hak orang yang diganti.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa syarat mewaris karena penggantian
adalah:
1) Orang yang digantikan harus meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris.
2) Orang yang menggantikan harus keturunan sah dari orang yang digantikan.
3) Orang yang menggantikan harus memenuhi syarat umum untuk pewaris.
Menurut Pasal 847 KUH Per, tiada seorang pun diperbolehkan bertindak untuk
orang yang masih hidup selaku penggantinya. Hanya keturuban atau anak/cucu
yang sah yang dapat bertindak sebagai pengganti.
Menurut Undang-Undang, ada tiga macam penggantian, yaitu:

1) Penggantian dalam garis lurus ke bawah. Penggantian dalam garis lurus ke bawah
yang sah berlangsung terus tanpa ada akhirnya (Pasal 842 KUH Per). Dalam segala
hal, penggantian ke bawah sebagaimana disebut di atas, selamanya diperbolehkan,
meskipun pertalian keluarga itu berbeda-beda derajatnya. Anak luar kawin yang
diakui sah, tidak dapat menggantikan bapak atau ibunya sebagai ahli waris.
Adapun anak sah dari anak luar kawin yang diakui sah, dapat mengantikan
kedudukan orang tua sebagai pewaris.
2) Penggantian dalam garis samping, yaitu penggantian dalam garis . Pasal 844 KUH
Per secara garis besar menentukan, bahwa diperbolehkan penggantian dalam garis

menyimpang atas keuntungan semua anak dan keturunan saudara laki-laki atau
perempuan yang telah meninggal dunia lebih dahulu, baik mereka mewaris
bersama-sama dengan paman atau bibi mereka setelah meninggalnya lebih dahulu
semua saudara pewaris. Warisan harus dibagi di antara semua keturunan saudara
yang telah meninggal dunia lebih dahulu, walaupun keturunan itu perderajatnya
tidak sama. Penggantian dalam garis samping terus-menerus, dalam arti tidak
terbatas.
3) penggantian dalam garis ke samping, dalam hal yang tampil ke muka sebagai ahli
waris adalah anggota-anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya dari
pada seorang saudara, misalnya keponakan (Pasal 845 KUHP Per).
Menurut Pasal 843 KUH Per, tiada pergantian terhadap keluarga sedarah dalam
garis menyimpang keatas. Keluarga yang tedekat dalam kedua garis tersebut,
menyampingkan segala keluarga dalam penderajatan yang lebih jauh.

3. Ahli Waris Menurut Undang-Undang


a. Ahli waris berdasarkan hubungan darah
Menurut undang-undang, yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga
sedarah, baik sah maupun luar kawin dalam suami atau istri yang hidup terlM (PAsal
832 KUH Per). Dengan demikian, seseorang harus mempunyai hubungan darah dengan
pewaris. Hubungand arah tersebut bisa dah atau luar kawin melalui garis ibu atau
bapak. Hubungan darah sah jika ditimbulkan seabagai akibat suatu perkawinan yang
sah. Hubungan luar kawin adalah hubungan antara laki-laki dengan seorang perempuan
dan pengakuan anak secara sah.
b. Janda atau duda yang ditinggal mati salig mewaris.
Pada mulanya, janda atau dudda yang hidup terlama baru mewaris sesudah keluarga
saudara sempai derajat yang ke-12 tidak ada. Dengan demikian, janda atau duda jarang
sekali mewaris. Dalam Pasal 852a KUH Per ditentukan, bahwa disamping keluarga
sedarah, undang-undang menentukan suami atau istri yang hidup terlama sebagai ahli
waris. Perubahan ini terjadi pada 1935 No. 486 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1936.
Berdasarkan hal tersebut maka suami-istri saling mewaris. Suami-istri yang bercerai
tidak saling mewaris, karena perkawinan mereka putus dengan terjadinya perceraian.
Adapun mereka yang pisah meja dan tempat tidur saling mewaris, karena perkawinan
mereka masih berlangsung.
c. Keluarga yang lebih dekat kepada pewaris yang berhak mewaris
Tidak semua keluarga yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris tampil untuk
mewaris. Kedudukan sebagai keluarga sedarah baru memberikan kemungkinan untuk
mewaris. Keluarga yang lenbih dekat dengan pewaris yang akan tampil untuk mewaris.
Dengan demikian, menutup kemungkinan mewaris keluarga yang lebih jauh. Untuk
menentukan jauh-dekatnya hubungand darah keluarga, maka para ahli waris dibagi ke
dalam beberapa golongan, yaitu:
1) Golongan I, yakni terdiri dari suami-istri dan anak beserta keturunannya.
2) Golongan II, yakni terdiri dari orangtua dan saudara-saudar beserta keturunannya.
3) Golongan III, yakni terdiri dari kakek dan nenek serta seterusnya ke atas.

4) Golonga IV, yakni terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh,
termasuk saudara-saudara ahli waris Golongan III beserta keturunannya.
d. Negara sebagai penerima warisan
Menurut Pasal 832 ayat (2) KUH Per, Negara sebagai penerima warisan jika tidak ada
lagi ahli waris (Keluarga sedarah maupun suami atau istri yang hidup terlama).
Kedudukan Negara sebagai penerima warisan berbeda dengan ahli waris adapun
perbedaannya adalah:
1) Negara hanya berkewajiban membayar utang pewaris sepanjang aktiva warisan
mencakupi (Pasal 832 ayat 2 KUH Per).
2) Negara tidak dengan sendirinya mengambil ahli hak dan kewajiban pewaris, akan
tetapi harus melalui putusan hakim (Pasal 833 ayat 3 KUH Per).

4. Bagian Ahli Waris Menurut Undang-Undang


Dalam pewarisan, keluarga pewaris disusun dalam kelompok yang disebut dengan
Golongan Ahli Waris. Golongan ini terdiri dari empat golongan. Golongan ini diukur
menurut jauh dekatnya hubungan darah dengan pewaris, di mana golongan yang
terdekat menutup golongan yang lebih jauh.

Anda mungkin juga menyukai