Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Distres nafas merupakan salah satu masalah yang umum ditemukan pada neonatus. Distres nafas pada neonatus biasanya muncul sebagai episode takipneu setelah proses kelahiran. Gejala dapat berlangsung dalam beberapa jam hingga beberapa hari (1). Distres nafas ditemui pada 1% bayi baru lahir dan menjadi penyebab kematian pada bayi yang lahir prematur (preterm) (2). Bayi prematur di Amerika Serikat berjumlah sekitar 12% dari jumlah seluruh kelahiran setiap tahunnya dan 10% dari bayi prematur tersebut mengalami distres nafas, di negara berkembang angka kejadian tersebut lebih tinggi (3). Insidensi bayi prematur di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) tahun 1990 adalah 14%. Ratnaningrum, et al (2012) menyebutkan dalam penelitiannya di RSUD Wates bahwa dari 80 bayi prematur didapatkan 55% mengalami distres nafas (4). Resiko terjadinya distres nafas semakin tinggi pada kelahiran prematur. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari 29 minggu diperkirakan mengalami distres nafas akibat respiratory distress syndrome (RDS) sebesar 60% (5). Di Indonesia, dari 950.000 bayi prematur yang lahir setiap tahun diperkirakan 150.000 bayi di antaranya menderita distres nafas, dan sebagian besar berupa RDS (6).

Respiratory distress syndrome (RDS) disebut juga sebagai hyaline membrane disease (HMD) merupakan penyebab tersering distres nafas pada bayi prematur yang dihubungkan dengan struktur dan fungsi paru yang belum matang (7). Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan suatu kondisi dari insufisiensi paru akibat defisiensi dan imaturitas dari surfaktan di alveolus, terutama terjadi pada bayi prematur (8). Risiko RDS meningkat pada ras Kaukasian, riwayat saudara dengan RDS, proses kelahiran dengan operasi sesar, asfiksia perinatal dan ibu dengan diabetes (9) Angka kejadian RDS lebih banyak ditemui pada bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan (10). Menurut EuroNeoStat (2006) insidensi RDS meningkat sejalan dengan menurunnya masa kehamilan, hal ini dirangkum pada tabel 1.1 di bawah ini (11). Tabel 1.1 Insidensi Respiratory Distress Syndrome (RDS) berdasarkan Masa Gestasi (11).
No. Masa Gestasi (minggu) Insidensi Respiratory Distress Syndrome (RDS) (%) 1 2 3 4 23-25 26-27 28-29 30-31 91 88 74 52

Distres nafas pada bayi dapat disebabkan oleh obstruksi jalan nafas (obstruksi koana, makroglosi, struma kongenital, laryngeal web, laringomalasia) , gangguan pada trakhea (trakheomalasia, fistula trakheoesofagus, stenosis trakhea, dan stenosis bronkhial), gangguan pulmonal (aspirasi mekonium, respiratory distress syndrome,

atelektasis, pneumonia dan transient thachypneu of the newborn) dan non pulmonal (gagal jantung kongestif, penyebab metabolic seperti asidosis dan hipoglikemia, hipertensi pulmonal menetap, depresi neonatal dan syok) ( 12/buku neonatologi). Gejala klinis yang sering ditemui berupa pernafasan cuping hidung, sianosis, merintih saat ekspirasi, retraksi sternum dan interkosta, dan takipneu (frekuensi nafas >60 kali/menit) (1). Gagal nafas dapat terjadi pada bayi dengan RDS, keadaan ini menjadi indikasi untuk melakukan pemeriksaan analisa gas darah (8). Klasifikasi distres nafas dibagi menjadi sesak nafas ringan, sedang dan berat menurut skor Downes. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ( 12). Tabel 1.2 Skor Downes (12).
Pemeriksaan Frekuensi nafas Retraksi Sianosis Skor 0 < 60/menit Tidak ada retraksi Tidak ada sianosis 1 60-80/menit Retraksi ringan Sianosis hilang dengan O2 Penurunan ringan udara masuk Dapat didengar dengan stetoskop Evaluasi Total 1-3 4-5 6 Diagnosis Sesak nafas ringan Sesak nafas sedang Sesak nafas berat 2 > 80/menit Retraksi berat Sianosis menetap walaupun diberi O2 Tidak ada udara masuk Dapat didengar tanpa alat bantu

Air entry

Udara masuk

Merintih

Tidak merintih

Bayi prematur selain rentan terhadap distres nafas juga rentan mengalami ikterus neonatorum. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Secara klinis ikterus akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL (12). Sekitar 60% bayi aterm dan 80% bayi preterm mengalami ikterus pada usia 1 minggu pertama., dan sekitar 10% bayi yang menyusu ASI akan tetap mengalami ikterus hingga 1 bulan (13). Ikterus umumnya muncul pada 2-4 hari setelah bayi dilahirkan dan menghilang dalam 1-2 minggu kemudian tanpa terapi (14). Iktus neonatorum pada bayi aterm dipengaruhi oleh riwayat keluarga dengan ikterus sebelumnya, jenis kelamin laki-laki, usia ibu > 25 tahun, ibu dengan diabetes, terdapat sefal hematom, dan asfiksia (15) Sedangkan pada bayi prematur (preterm) ikterus terjadi salah satunya disebabkan adanya imaturitas dari fungsi hati sehingga mengakibatkan gangguan konyugasi dan ekskresi bilirubin (16). Insidensi, etiologi dan faktor risiko dari ikterus neonatorum bervariasi berdasarkan etnis dan letak geografis (17). Ikterus neonatorum merupakan salah satu permasalahan terbesar di negara-negara di Asia. Tikmani, et al (2010), dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari 1690 kelahiran selama September 2004 Juli 2006 di Pakistan terdapat 466 bayi (27,6%) yang mengalami ikterus neonatorum pada awal kehidupan (18). Etiologi dari ikterus neonatorum bervariasi dan yang terbanyak adalah prematuritas, eritroblastosis, anemia hemolitik, sepsis, defisiensi enzim glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) dan breastmilk jaundice (19). 4

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan bahwa respiratory distress syndrome (RDS) merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi prematur. Pada bayi prematur ikterus neonatorum juga sering terjadi dan dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Oleh karena itu perlu diketahui tentang bagaimana cara mendiagnosis dan penatalaksanaan respiratory distress syndrome (RDS) dan ikterus neonatorum.

1.3. Tujuan Laporan Kasus Tujuan dari laporan kasus respiratory distress syndrome (RDS) dan ikterus neonatorum adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara mendiagnosis suatu respiratory distress syndrome (RDS) dan ikterus neonatorum. 2. Mengetahui penatalaksanaan suatu respiratory distress syndrome (RDS) dan ikterus neonatorum.

1.4. Manfaat Laporan Kasus Manfaat laporan kasus respiratory distress syndrome (RDS) dan ikterus neonatorum bagi penulis sendiri maupun masyarakat adalah sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan referensi tambahan tentang sepsis neonatorum baik mengenai bagaimana cara mendiagnosis atau deteksi dini maupun penatalaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai

  • Proposal
    Proposal
    Dokumen2 halaman
    Proposal
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Metode Penelitian
    Metode Penelitian
    Dokumen9 halaman
    Metode Penelitian
    Fiqri
    Belum ada peringkat
  • Metodologi Penelitian
    Metodologi Penelitian
    Dokumen8 halaman
    Metodologi Penelitian
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Metodologi Penelitian
    Metodologi Penelitian
    Dokumen8 halaman
    Metodologi Penelitian
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Kasus Thorak
    Kasus Thorak
    Dokumen23 halaman
    Kasus Thorak
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Metodologi Penelitian
    Metodologi Penelitian
    Dokumen8 halaman
    Metodologi Penelitian
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus DVT
    Laporan Kasus DVT
    Dokumen60 halaman
    Laporan Kasus DVT
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen33 halaman
    Bab Ii
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Jiwa FIX Jadi
    Lapsus Jiwa FIX Jadi
    Dokumen26 halaman
    Lapsus Jiwa FIX Jadi
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Spinal Cord Compression
    Spinal Cord Compression
    Dokumen37 halaman
    Spinal Cord Compression
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • HNP2
    HNP2
    Dokumen23 halaman
    HNP2
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Anak Laki2 5 Tahun - 1st Scene, 1st Tutorial
    Anak Laki2 5 Tahun - 1st Scene, 1st Tutorial
    Dokumen3 halaman
    Anak Laki2 5 Tahun - 1st Scene, 1st Tutorial
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Efek Klopidogrel
    Efek Klopidogrel
    Dokumen2 halaman
    Efek Klopidogrel
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat
  • Efek Klopidogrel
    Efek Klopidogrel
    Dokumen2 halaman
    Efek Klopidogrel
    Karina Solikha Nurmalita
    Belum ada peringkat