Anda di halaman 1dari 18

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah (Lawn JE ,2005). Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia neonatorum (27%) setelah (29%) (WHO, 2005). Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%) (Departemen Kesehatan RI, 2008). Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar (Lee, 2008). Asfiksia neonatorum adalah kegawat daruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi (WHO,2005).

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah : Bagaimana perkembangan mengenai asfiksia yang terjadi di dunia dan di indonesia?

1.3 Tujuan 1. Tujuan umum Setelah mempelajari tentang Askep Asfiksia ini, diharapkan Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang asfiksia 2. Tujuan khusus 1. 2. 3. 4. Untuk mengetahui pengertian asfiksia neonatorum. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi asfiksia neonatorum. Untuk mengetahui tanda dan gejala asfiksia neonatorum. Untuk mengetahui komplikasi dan pencegahan serta penanganan asfiksia neonatorum

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR BRONKHITIS


I. DEFINISI BRONKHITIS Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkhitis dapat bersifat akutmaupun kronis.( manurung,2008 ) Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakea oleh berbagai sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), Virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsackie virus.(Muttaqin,2008) Bronkhitis merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan iritan yang terhirup (Chang, 2010)

II. KLASIFIKASI BRONKHITIS Bonkhitis diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Bronkhitis kronis adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus.pembentukan mucus yang meningkatkan mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif.batuk kronis yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkeolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkeolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. (Price, 2008) 2. Bronkhitis akut merupakan imflamasi bronkus pada saluran nafas bawah penyakit ini disebabkan oleh bakteri dan virus. bronkhitis akut dapat sembuh sendiri dan berlangsung dalam waktu singkat. penyakit ini harus dibedakan dengan bronkhitis kronis yang biasanya berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik (Chang, 2010) 3. Bronkhitis akut kondisi umum yang disebabkan oleh inveksi dan inhalan yang mengakibatkan inflamasi lapisan mukosa percabangan trakeobronkial. (Tambayong, 2006) 4. Bronkhitis kronisinflamasi bronkus terus menerus dan peningkatan progesif pada batuk produktif dan dispnea yang tidak dapat dihubungkan dengan penyebab spesifik yang mengalami batuk produktif sepanjang hari selama sedikitnya 3 bulan berturut-turut. (Tambayong, 2006) III. ETIOLOGI Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis, yaitu : rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya dengan faktor keturunan dan status sosial a. Rokok Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan bronkotriksi akut b. Infeksi Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.

c. Polusi Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai factor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkhitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid,ozon. d. Keturunan Belum diketahui secara jelas apakah factor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru. e. Faktor sosial ekonomi Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk ( manurung, 2008 ) IV. PATOFISIOLOGI BRONKITIS Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Adanya iritasi yang terus menerus menyebabkan kelenjar-kelenjar mensekresi lendir

sehingga lendir yang diproduksi semakin banyak, peningkatan jumlah sel goblet dan penurunan fungsi silia. Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan dan penyumbatan pada bronkiolus. Alveoli yang terletak dekat dengan bronkiolus dapat mengalami kerusakan dan membentuk fibrosis sehingga terjadi perubahan fungsi bakteri. Proses ini menyebabkan klien menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkhial lebih lanjut dapat terjadi perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya dapat terjadi perubahan paru yang irreversible. Hal tersebut kemungkinan mangakibatkan emfisema dan bronkiektatis. (manurung, 2008)

V. TANDA DAN GEJALA Biasanya penyakit dimulai dengan tanda-tanda infeksi saluran napas akut (ISNA) atas yang disebabkan oleh virus. Batuk mula-mula kering, setelah 2 atau 3 hari batuk mulai

berdahak dan menimbulkan suara lender. Pada anak dahak yang mukoid (kental) susah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi bakteri sekunder. Anak besar sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil dapat terjadi sesak napas. Pada beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada tetapi kemudian dapat timbul ronchi basah kasar dan suara napas kasar. Batuk biasanya akan menghilang setelah 2-3 minggu. Bila setelah 2 minggu batuk masih tetap ada, mungkin telah terjadi kolaps paru segmental atau terjadi infeksi paru sekunder. Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien bronchitis. Mengi dapat murni merupakan tanda bronchitis akut, tetapi juga kemungkinan merupakan manifestasi asma pada anak tersebut, lebih-lebih bila keadaan ini sudah terjadi berulang kali. Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu: a. b. c. d. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis Pada paru didapatkan suara napas yang kasar Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu: a. b. c. d. e. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat Daya tahan tubuh klien yang menurun Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik Kesenangan anak untuk bermain terganggu Konsentrasi belajar anak menurun Gejala awal Bronkhitis, antara lain : a. Batuk membandel Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak napas. b. Sulit disembuhkan Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih dari seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi. c. Terjadi kapan saja

Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya grok-grok bahkan sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. Atau habis lari-lari, ia kemudian batuk-batuk sampai muntah. Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan: a. Sering bersin dan banyak sekret atau lendir b. Demam ringan c. Tidak dapat makan dan gangguan tidur d. Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal, interkostal dan subkostal pada inspirasi e. Cuping hidung f. Nafas cepat g. Dapat juga cyanosis h. Batuk-batuk i. Wheezing j. Iritabel k. Cemas ( Ngastiyah, 2008 )

VI. TEST DIAGNOSTIK Tes diagnostik yang dilakukan pada klien bronkhitis kronik adalah meliputi rontgen thoraks, analisa sputum, tes fungsi paru dan pemeriksaan kadar gas darah arteri (manurung, 2008 ) Pemeriksaan fungsi paru Respirasi (Pernapasan / ventilasi) dalam praktek klinik bermakna sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer atau spirometri. Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari

volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas. Analisa gas darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah: PH normal 7,35-7,45 Pa CO2 normal 35-45 mmHg Pa O2 normal 80-100 mmHg Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l HCO3 normal 21-30 mEq/l Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3 Saturasi O2 lebih dari 90%.

Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan foto thoraks posterior-anterior dilakukan untuk menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif menahun. Pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberculosis paru. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :

1. Lapisan teratas agak keruh 2. Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah) 3. Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (celluler debris). (mutaqin, 2008)

VII. KOMPLIKASI Komplikasi bronchitis dapat berupa terjadinya korpulmonale, gagal jantung kanan dan gagal pernapasan. (manurung, 2008 ) Beberapa komplikasi yang ditemukan pada bronkhitis adalah: 1. Emfisema Emfisema adalah akibat dari pelebaran sebagian atau seluruh bagian dari asinus alveoli yang disertai dengan kerusakan dari sel pernapasan. 2. Kor pulmonale Kor pulmonale didefinisikan sebagai suatu disfungsi dari ventrikel kanan yang dihubungkan dengan kelainan fungsi paru atau struktur paru atau keduannya. 3. Polisitemia Adanya batuk,sputum,dan tanda-tanda hipoksemia pada blublotter.eksaserbasi akut disebabkan oleh infeksi.pada auskultasi terdapat ronki basah,baik pada ekspirasi maupun inspirasi.sesak nafas dan weizing atau mengi merupakan tanda utama dari bronkhitis. bila sudah terdapat komplikasi kor pulmonale,maka proknosis dari penyakit ini sudah buruk (Rab, 2008)

VIII. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN DAN MEDIS 1. Penatalaksanaan umum pada bronkhitis kronik bertujuan untuk memperbaiki kondisi tubuh penderita, mencegah perburuan penyakit, menghindari faktor resiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Disamping itu tujuan utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkiolus terbuka dan berfungsi, sehingga memudahkan pembuangan sekresi bronkhial, mencegah infeksi dan kecacatan. Perubahan pola

sputum ( sifat, warna, jumlah dan ketebalan ) dan pola bentuk merupakan hal yang perlu diperhatikan.infeksi bakteri tambuh diobati dengan terapi antibiotika berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitifitas. 2. Terapi bronkodilator berguna untuk menghilangkan bronkospasmo dan mengurangi obstruksi jalan nafas sehingga oksigen lebih banyak didistribusikan keseluruh bagian paru dan fentilasi alveolar diperbaiki.dreinasepostular dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu terutama jika terdapat bronkiektasis. 3. Pemberian cairan peroral maupun parenteral jika terjadi bronkospasme berat merupakan tindakan sangat penting. pemberian terapi cairan sangat menbantu dalam mengencerkan sekresi sehingga mudah dikeluarkan dengan membatukkan. pemberian kortikos teroit diberikan jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan keberhasilan terhadap pengobatan konserfatif. klien harus berhenti merokok, karena rokok dapat menyebabkan bronkokontriksi, melumpuhkan silia yang berperan dalam membuang partikel yang mengiritasi serta menginaktifkan surfaktan yang berfungsi untuk mengembangkan paru. perokok juga lebih rentang terhadap infeksi bronchial ( manurung, 2008 )

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Bronkitis


A. Pengkajian 1. Anamnesis Keluhan utama pada klien dengan bronchitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh da[at mencapai >40 oC, dan sesak napas. 2. riwayat kesehatan

Keluhan utama: Batuk persisten,produksi sputum seperti warna kopi,disnea dalam beberapa

keadaan,weizing pada saat ekspirasi,sering mengalami infeksi pada system respirasi. Riwayat kesehatan dahulu: Batuk atau produksi sputum selama beberapa hari kurang lebih 3 bulan dalam 1 th.dan paling sedikitdalam 2 th berturut-turut.adanya riwayat merokok.

Riwayat kesehatan keluarga: Penelitian terahir didapatkan bahwa anak dari orang tua perokok dapat menderita penyakit pernafasan lebih sering dan lebih berat serta prefalensi terhadap gangguan pernapasan lebih tinggi.selain itu,klien yang tidak merokok tetepi tinggal dengan perokok(perokok pasif) mengalami peningkatan kadar karbon monoksida darah.dari keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis mungkin berkaitan dengan polusi udara rumah,dan bukan penyakit yang diturunkan. (mutaqin,2008) 3. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dan tanda-tanda vital Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien dengan bronchitis biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40 drajat celcius, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.

B1 (breathing) Inspeksi Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, biasanya menggunakan otot bantu pernapasan. Pada kasus bronchitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel/ tong. Gerakan pernapasan masih simetris. Hasil pengkajian lainnya menunjukkan klien juga mengalami batuk yang produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah. Palapasi Taktil fremitus biasanya normal. Perkusi Hasil penkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi

Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka suara napas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah adanya konsolidasi di sekitar abses, maka akan terdengar suara napas bronchial dan ronkhi basah.

B2 (blood) Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran. B3 (brain) Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius. B4 (bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan, oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok. B5 (bowel) Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurun berat badan. B6 (bone) Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari. (Muttaqin, Arif.2008)

4.

terapi medis

Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan mengkontrol infeksi serta meningkatkan dreinase bronchial.pengobatan yang diberikan berupa:

1. Antimicrobial; 2. Bronkodilator; 3. Aerosolizet nebulizer; dan 4. intervensi bedah. (Irman, 2009) B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat ditemui pada klien bronkitis adalah: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum dan broncospasme. 2. 3. Gangguan pertukaran gas dengan perubahan supple oksigen Gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea dan anoreksia. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplei oksigen.

( Manurung, 2008 )

Diagnose 1 bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum dan bronkospasme Tujuan: bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria Hasil : 1. 2. 3. 4. 5. Sputum tidak ada Bunyi napas vesikuler Batuk berkurang atau hilang Sesak napas berkurang atau hilang Tanda-tanda vital normal

Intervensi 1. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas kecepatan irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan.

Rasional: memantau adanya perubahan pola napas 2. Kaji posisi yang nyaman untuk klien, misalnya posisi kepala lebih tinggi fowler ). Rasional : posisi semi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam tubuh 3. Ajar dan anjurkan klien latihan nafas dalam dan batuk efektif Rasional : mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri 4. Pertahankan hidrasi adekuat, adupan cairan 40-50cc/ kg bb/ 24 jam Rasional : mencegah adanya dehidrasi 5. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontrak indikasi. Rasional : fisioterapi dada mempermudah pengeluaran secret 6. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan mukolitik Rasional : untuk menurunkan spasme jalan napas dan produksi mukosa. ( semi

Diagnosa2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai oksigen. Tujuan: gangguan pertukaran gas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nilai analisa gas darah dalam batas normal. Kesadaran komposmentis. Klien tidak bingung Sputum tidak ada Sianosis tidak ada Tanda fital dalam batas normal

Intervensi 1. Pertahankan posisi tidur fowler

Rasional : posisi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam tubuh 2. Ajarkan klien pernapsan diagframatik dan pernapasan bibir. Rasional : untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas 3. Kaji pernapasan, kecepatan dan kedalaman serta penggunaan otot bantu pernapasan 4. Kaji secara rutin warna kulit dan membran mukosa Rasional:indikasi langsung keadekuatan volume cairan,meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan. 5. Dorong klien untuk mengeluarkan sputum, penghisapan lendir jika diindikasikan Rasional: untuk membantu melancarkan jalannya pernapasan 6. Awasi tingkat kesadaran / status mental klien, catat adanya perubahan Rasional: Dengan mengetahui tingkat kesadaran atau status mental klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya. 7. Ukur tanda vital setiap 4-5 jam dan awasi irama Rasional: Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 8. Palpasi fremitus Rasional: mengetahui adanya bunyi nafas akibat mukus 9. Berikan oksigen sesuai indikasi Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia. Diagnosa 3 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum Tujuan : nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil : 1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat 2. Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi 1. Kaji keluhan klien terhadap mual, muntah dan anoreksia Rasional: menentukan penyebab masalah 2. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta ciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman

Rasional: menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual 3. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering Radional: dapat meningkatkan nutrisi dalam tubuh meskipun napsu makan berkurang 4. Timbang berat badan klien setiap minggu Rasional: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet Rasional: berguna untuk kestabilan dan gizi yang masuk untuk pasien Diagnosa 4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan Tujuan: klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil: 1. 2. 3. 4. Klien melakuakan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan Klien dapat bergerak secara bebas Kelelahan berkurang atau hilang Tonus otot baik menunjukkan angka 5

Intervensi 1. Kali aktifitas yang dilakukan klien Rasional: mengetahui perkembangan aktivitas day living 2. Latih klien untuk melakukan pergerakan aktif dna pasif Rasional: supaya otot-otot tidak mengalami kekakuan 3. Berikan dukungan pada klien dalam melakukan latihan secara teratur, seperti: berjalan perlahan atau latihan lainnya. Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2 4. Diskusikan dengan klien untuk rencana pengembangan latihan berdasarkan status fungsi dasar Rasional: untuk memberikan terapiyang sesuai pada status pasien saat ini

5. Anjurkan klien untuk konsultasi denan ahli terapi Rasional: menentukan program latihan spesifik sesuai kemampuan klien

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Esther. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC Cotran,robbins.2008.dasar patologis penyakit.jakarta:Egc. Rab, Tabran. 2008. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates Manurung, Santa dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Tambayong,Jan.2006.Patofisiologi untuk keperawatan.Jakarta:EGC Price,Sylvia Anderson.2008.Patofisiologi.Jakarta:EGC Doenges, Marilyn. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC http://id.wikipedia.org/wiki/Bronkitis

Anda mungkin juga menyukai