Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permukaan posterior kelopak mata dan permukaan anterior sklera dibungkus oleh membran mukosa transparan dan tipis yang disebut Konjungtiva. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor faktor lingkungan lain yang mengganggu. Keadaan ini dapat menyebabkan radang konjungtiva atau Konjungtivitis. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulent kental. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit infeksi mata yang paling umum dan sering terjadi di seluruh dunia dan juga merupakan penyakit yang mudah menular. Konjungtivitis bakteri dapat diobati dengan antibiotic, sementara konjungtivitis virus tidak memerlikan pengobatan spesifik karena bersifat self limitied disease dan onjungtivitis alergi, dapat dicegah dengan menghindari allergen penyebabnya. Konjungtivitis berkaitan dengan higien pribadi sehingga selain dengan pengobatan, tatalaksana yang juga diperlukan adalah dengan menjaga higien. Pada dasarnya konjungtivitis bukanlah penyakit yang berat, namun jika tidak ditatalaksana segera, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan mata dan penglihatan.

1.2 Tujuan Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis mengenai konjungtivitis, khususnya konjungtivitis bakteri, virus, jamur, dan alergi.

1.3 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan konjungtivitis bakteri, virus, jamur, dan alergi.

1.4 Metode Penulisan Referat ini ditulis dengan metode tinjauan pustaka yang mengacu kepada berbagi literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Konjugntiva Anatomi merupakan membrane mukosa transluen yang membentang dari permukaan posterior palpebra sampai permukaan anterior mata. Bagian bagian konjungtiva : 1. Konjungtiva palpebra Terdiri dari 3 bagian : Marginal : membentang dari batas kelopak mata sampai kira-kira 2 mm di belakang sulcus subtarsalis Tarsal : tipis, transparan, dengan bayak vaskularisasi dan melekat erat ke tarsal plate Orbital : terletak antara tarsal dan fornix

2. Konjungtiva bulbar Tipis, transparan dan mudah digerakkan. Dipisahkan dari sclera anterior oleh jaringan episklera dan kapsul tenon. Konjungtiva bulbar di sekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbus, dan di limbus, epitel konjungtiva bersambung dengan kornea,

3. Konjungtiva fornix Merupakan lanjutan melingkar cul-de-sac yang diputus dibagian medial oleh caruncle dan plica semilunaris. Konjugntiva fornix bersambung dengan konjungtiva bulbar melalui konjungtiva palpebra.

Struktur konjungtiva konjungtiva terdiri dari beberapa bagian, yaitu : epithelium, lapisan adenoid, dan lapisan fibrous. Konjungtiva terdiri dari kelenjar penghasil musin dan kelenjar aksesori. Kelenjar penghasil musin yaitu sel goblet, crypt of henle, dan kelenjar manz. Sementara kelenjar aksesori terdiri dari kelenjar kause dan kelenjar wolfring.

Gambar 1. Anatomi konjungtiva 2.2 Mekanisme Pertahanan Mata Luar 3 Mata luar terdiri dari jaringan berbeda yang melindungi mata melawan infeksi. Jaringan adnexa mata ( kelopak mata, bulu mata, kelenjar air mata, kelenjar meibom, dan lainnya) memperoduksi dan menyebarkan tear film, secara fisik melindungi mukosa ocular dan bola mata. Posisi normal dan fungsi kelopak mata mencegah kekeringan permukaan ocular dan membantu turn over air mata secara periodik. Ketika mata berkedip, airmata dipompakan dari kelenjar airmata ke permukaan ocular lalu ke saccus lakrimalis. Aliran airmata ini akan melarutkan dan mengeluarkan mikroorganisme. Selain itu, terdapat makromolekul terlarut dalam yang disekresikan kelenjar airmata, diantaranya : Lisozim menghancurkan dinding sel bakteri, sementara -lysin mengganggu membrane plasma bakteri Laktoferin menghambat metabolism bakteri, menigkatkan fungsi airmata dan mempengaruhi aktifasi komplemen Immunoglobulin (IgA) sebagai imunitas spesifik Kelenjar meibom menghasilkan lipid yasng mengurangi penguapan tear film dan secara tidak langsung melindungi epitel kornea dari kekeringan dan injuri Musin yang dihasilkan sel goblet menghalangi penempelan mikroorganisme pada epitel permukaan ocular

Konjungtiva mengandung sel imunologi kompeten. Epitel konjungtiva yang tidak terinfeksi memiliki CDS+ sitotoksik T limfosit dan sel langerhans. Substansia propria konjungtiva mengandung CD4+ T helper dan CDS+ bersama sel NK, sel mast, limfosit B, makrofag, dan PMN.

2.2 Konjungtivitis Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi. Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.

2.3 Klasifikasi Konjungtivitis Berdasarkan onset / waktu terjadinya penyakit : 1. Konjungtivitis Hiperakut a. Noenatorum Gonoroe Conjunctivitis b. Chemical Conjunctivitis c. Adult Gonoroe Conjunctivitis 2. Konjungtivitis Akut a. Cataralis Acute Conjunctivitis b. Adult Inclusion Conjunctivitis c. Blennorhoe Inclusion Conjunctivitis d. Acute Follicular Conjunctivitis Pharyngo Conjunctival Fever (PCF) Epidemic KeratoConjunctivitis (EKC) Herpes Simpleks Conjunctivitis (HSC) New Castle Conjunctivitis (NCC) Acute Haemorrhagic Conjunctivitis (AHC) Inclusion Conjunctivitis Other Clamidya Conjunctivitis

3. Konjungtivits Kronik

a. Konjungtivitis Trakoma b. Konjungtivitis Non-Trakoma

Berdasarkan etiologi : 1. Konjungtivitis Bakteri 2. Konjungtivitis Viral 3. Konjungtivitis Jamur 4. Konjungtivitis Alergi

2.4 Epidemiologi

2.5 Konjungtivitis Bakteri 2.5.1 Patogenesis Konjungtivitis bakteri merupakan hasil dari pertumbuhan bakteri secara berlebihan dan menginfiltrasi lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang substansia propia. Sumber infeksi adalah kontak langsung dengan sekret individu terinfeksi atau (biasanya melalui kontak tangan-mata) atau penyebaran infeksi dari organism yang berkolonisasi di mukosa nasal dan sinus pasien tersebut. Obstruksi duktus nasolakrimal, dakriosistitis, dan kanalikulitis dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri unilateral. Walaupun dapat sembuh sendiri, konjuntivitis bakteri bisa bermanifestasi hebat dan mengancam penglihatan apabila disebabkan oleh spesis bakteri virulen seperti N.gonorrhoeae atau S.pyogenes. Pada kasus yang jarang, ini dapat memberikan tanda penyakit sistemik yang mengancam nyawa, seperti konjungtivitis yang disebabkan oleh N.meningitides.

2.5.2 Konjungtivitis Purulen Akut Konjungtivitis purulen akut, suatu bentuk konjungtivitis bakteri, dikarakteristikkan sebagai akut (< 3 minggu), infeksi pada permukaan konjungtiva yang sembuh sendiri yang menimbulkan respon inflamasi akut dengan sekret purulen. Kasus dapat terjadi secara spontan atau secara epidemik. Patogen penyebab yang paling utama adalah S pneumonia, S aureus , dan Haemophilus influenza. Manifestasi klinis : S pneumonia

Gejala yang timbul adalah sekret purulen sedang, edema kelopak mata, kemosis, pendarahan konjungtiva, dan membrane inflamasi konjungtiva pada konjungtiva tarsal. H influenza Terjadi pada anak-anak, kadang-kadang bersamaan dengan otitis media, dan pada orang dewasa terjadi pada mereka yang berkolonisasi secara kronis dengan H influenza (sebagai contoh, perokok atau pasien dengan penyakit bronkopulomoner kronik). Konjungtivitis purulen akut yang disebabkan oleh H influenza biotipe III (dulu dikenal sebagai H aegyptius) menyerupai yang disebabkan oleh S pneumonia; walau bagaimanapun, membrane konjungtiva tidak terbentuk, namun ulkus epitel kornea dan infiltrat stroma terjadi lebih sering. S aureus Dapat mengakibatkan blefarokonjungtivitis akut. Sekret cenderung kurang purulen daripada yang dilihat pada konjungtivitis pneumokokus, dan tanda yang lain yang sama secara umum kurang berat. Pemeriksaan laboratorium : Sitologi Dengan pewarnaan khusus ( gram, giemsa ) dapat membantu menentukan penyebab konjungtivitis. Infeksi bakteri akan menunjukkan sel polimorfonuklear pada sediaan. Kultur bakteri Kultur bakteri dapat dilakukan pada media darah (bakteri aerobic), agar coklat (neisseria, haemofilus), dan media lainnya.

Tatalaksana : Terapi inisial konjungtivitis bakteri akut yang tidak berat termasuk agen topikal berikut : obat tetes polimiksin kombinasi, obat tetes aminoglikosida atau fluorokuinolon (ciprofloksasin, ofloksasisn, levofloksasin, moksifloksasin, atau gatifloksasin), atau obat salep basitrasin atau ciprofloksasin. Jadwal dosis adalah 4 kali sehari selama kira-kira 5-7 hari. Kasus dengan gram negatif kokobasilus pada pewarnaan gram adalah mungkin disebabkan oleh spesis Haemophilus dan harus diobati dengan polimiksin B-trimetoprim.

Suplemen antibiotik oral adalah direkomendasikan pada pasien dengan konjungtivitis purulen akut berhubungan faringitis, sindrom konjungtivitis-otitis, dan konjungtivitis Haemophilus pada anak.

2.5.3 Konjungtivitis Gonokokal Organisme yang umum menyebabkan konjungtivitis hiperpurulen adalah N gonorrhoeae. Konjungtivitis gonokokal adalah penyakit menular seksual hasil dari perpindahan genital-mata, kontak genital-tangan-okular, transmisi maternal-neonatus sewaktu melahirkan per vaginam. Manifestasi Klinis : Konjungtivitis gonokokal ditandai dengan onset tiba-tiba konjungtivitis purulen berat, eksudat massif, kemosis berat, hiperemis konjungtiva, edema kelopak mata dan pada kasus yang tidak diobati segera, dapat terjadi infiltrate, pelunakan, dan perforasi kornea. Selain itu dapat ditemukan limfadenopati pre aurikular dan pembentukan membran konjungtiva. Keratitis, penyebab utama komplikasi yang mengancam penglihatan, telah dilaporkan terjadi pada 15%-40% kasus. Pada kornea dapat terlihat kekruhan epitel yang difus, defek epitel, infiltrat marginal, dan peripheral ulcerative infectious keratitis yang dapat berkembang cepat menjadi perforasi.

Gambar 2. Peripheral corneal ulceration and perforation occurring several days after onset of hyperacute conju nctivitis caused by N gonorrhoeae Pemeriksaan Laboratorium : N gonorrhoeae bertumbuh baik pada media agar coklat dan Thayer-Mayer. Tatalaksaana : Konjungtivitis gonokokal harus diobati dengan antibiotik sistemik. Konjungtivitis gonokokal tanpa ulkus kornea dapat diobati dengan pemberian 1 injeksi intramuskular ceftriakson (1g). Pasien dengan ulkus kornea harus dirawat di hospital dan diobati dengan ceftriakson intravena (1g IV setiap 12 jam) selama 3 hari berturut- turut.

Pasien dengan alergi penisillin dapat diberikan spektinomisin (2g IM) atau fluorokuinolon oral (ciprofolksasin 500mg atau ofloksasin 400mg secara oral selama 5 hari). Antibiotik topikal okular dapat membantu tetapi tidak menggantikan antibiotik sistemik. Obat salep eritromisin, basitrasin, gentamisin, dan solusio ciprofloksasin direkomendasikan sebagai terapi topikal. Irigasi konjungtiva dengan normal salin yang setiap 30-60 menit untuk membersihkan sekret.

2.5.4 Konjungtivitis Klamidia ( Trakoma ) Trakoma adalah penyakit infeksi yang terjadi pada komuniti dengan hiegine yang buruk dan sanitasi yang inadekuat. Kebanyakan infeksi ditularkan melalui mata ke mata. Penularan juga dapat terjadi melaui lalat dan serangga rumah tangga yang lain. Serangga ini juga menyebarkan bakteri lain yang menyebabkan infeksi bakteri sekunder pada pasien trakoma. Manifestasi Klinis Gejala awal dari trakoma adalah adanya sensasi badan asing, kemerahan, mata berair, dan sekret mukopurulen. Reaksi folikular yang hebat, kebanyakan di konjungtiva tarsal superior tapi kadangkadang muncul forniks superior dan inferior, konjungtiva tarsal inferior, lipatan semilunar, dan limbus. Folikel tarsal yang besar pada trakoma dapat menjadi nekrotik dan akhirnya sembuh dengan jaringan parut yang signifikan. Jaringan parut linear atau stelat pada tarsus superior (garis Arlt) terjadi secara tipikal (Gambar 2). Involusi dan nekrosis folikel dapat berakibat pada depresi limbus dikenali sebagai Herbets pits (Gambar 3). Temuan kornea pada trakoma termasuk keratitis epitel, infiltrate stroma sentral dan perifer fokal dan multifocal, dan panus fibrovaskular superficial, yang lebih prominen di 1/3 superior kornea tapi dapat berlanjut secara sentral ke aksis visual (Gambar 5).

Gambar 3. Linear scarring of the superior tarsal conjunctiva (Arlt line) in a patient with old trachoma.
lucent areas within pannus) .

Gambar 4. Trachoma exhibiting Herbert pits of the superior limbus (round to oval, relatively lucent areas within pannus) .

and superficial fibrovascular pannus, which is most prominent in the superior third of the cornea but may extend cent rally into th e visual axis (Fig 5-15). Clinical diagnosis of trachoma requires at least 2 of the following cli nical features: conjunctival follicles on the upper tarsal conjunctiva limbal foll icles and their sequelae (Herbert pits) Gambar 5. Superior corneal micropannus in a patient typical tarsal conjunctival scarring with adult chlamydial conjunctivitis. vascular pannus most marked on the superior limbus Diagnosis klinis memerlukan sekurang-kurangnya 2 dari tanda klinis berikut Severe conjunctival

i. ii. iii. iv.

Folikel konjungtiva pada konjungtiva tarsal atas Folikel limbus dan sekuelenya (Herbets pits) Jaringan parut konjungtiva tarsal tipikal Panus vaskular yang banyak tampak di tarsus superior World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan sistem grading tingkat

keparahan yang ringkas untuk trakoma berdasarkan ada atau tidaknya 5 tanda kunci : i. ii. iii. iv. v. Inflamasi konjungtiva folikular Inflamasi konjungtiva difus Jaringan parut konjungtiva tarsal Aberrant lashes Pengopakan kornea Jaringan parut konjungtiva dan duktus kelenjar lakrimal yang hebat dari trakoma kronis dapat berakibat pada kekurangan aquos air mata, obstruksi saluran air mata, trikiasis, dan entropion. Pemeriksaan Laboratorium C trachomatis dapat didiagnosis dengan pewarnaan Giemsa, isolasi kultur sel, dan PCR.

Tatalaksana Trakoma aktif diobati dengan tetrasiklin atau eritromisisn topikal dan oral. Tetrasiklin 1% oral atau salep eritromisisn harus diberikan 2 kali sehari selama 2 bulan. Tetrasiklin oral dengan dosis 1.5-2.0 g setiap hari dalam dosis terbagi harus diberikan selama 3 minggu. Eritromisisn oral direkomendasikan untuk pengobatan kasus trakoma yang jarang yang secara klinis resisten terhadap tetrasiklin. Penatalaksanaan komplikasi trakoma termasuk air mata buatan untuk mata kering atau pembedahan kelopak mata pada entropion atau trikiasis.

2.6 Konjungtivitis Viral 2.6.1 Patogenesis Konjungtivitis viral dapat berasal dari droplet saluran nafas atau perpindahan langsung dari tangan ke mata. Kebanyakan infeksi virus mengenai bagian epitel, baik konjungtiva maupun kornea, sehingga lesi pada infeksi virus khas berupa

keratokonjungtivitis. Pada sebagian infeksi virus, kerusakan konjungtiva lebih menonjol, seperti pada pharyngo-conjunctival fever, dan sebagian lainnya lesi pada kornea lebih jelas, seperti pada herpes simpleks. Setelah masa inkubasi kira-kira 5 12 hari, akan terjadi fase akut yang menimbulkan gejala hiperlakrimasi, hyperemia konjungtiva dan pembentukan folikel. 1

2.6.2 Etiologi Adenovirus PCF : adenovirus tipe 3,4,7 EKC : adenovirus tipe 8, 19 AHC : adenovirus tipe 11

Enterovirus : tipe 70 (AHC) Virus Herpes Paramyxovirus : New Castle Conjunctivitis

2.6.3 Manifestasi Klinis 1,3,4,5 Pasien umumnya mengeluhkan rasa seperti berpasir dan tidak nyaman pada kedua mata, biasanya dimulai dari satu mata, lalu menular ke mata yang lain. Pasien juga

mengeluhkan mata merah, berair dan pada pemeriksaan ditemukan sekret yang serous, folikel di konjungtiva, serta limfadenopati pre auricular. Gejala umumnya dapat berlangsung sampai beberapa minggu, lebih lama dari infeksi bakteri2 1. Pharyngo Conjunctival Fever (PCF) Onset akut, berkaitan dengan faringitis. Sering terjadi pada anak-anak Demam 38,8 40o C Sakit tenggorokan Edema palpebra Folikel di konjungtiva tarsal Sekret serofibrous Hiperlakrimasi Hyperemia Kemosis Fotofobia Limfadenopati per auricular Keratitis epithelial Dapat sembuh sendiri dalam 10 hari

2. Epidemic KeratoConjunctivitis (EKC) Folikel atau papil Superficial punctuate keratitis Kemosis Ptekie Perdarahan sub konjungtiva Hiperlakrimasi Fotofobia Sensasi benda asing Limfadenopati pre auricular Membrane / pseudo membrane Sekret serous Berlangsung paling lama 3-4 minggu

3. Acute Haemorrhagic Conjunctivitis (AHC) Onset mendadak

Lakrimasi Fotofobia Multiple ptechie di bulbar dan konjungtiva tarsal Perdarahan subkonjungtiva yang cepat meluas Edema palpebra Folikel Kemosis Limfadenopati pre auricular Keratitis Sangat menular Berlangsung 5-7 hari

4. Herpes Simpleks Conjunctivitis Unilateral Lakrimasi Folikel Vesikel di palpebra Limfadenopati per aurikuler dengan nyeri tekan Dendritic epithelial keratitis Membrane / pseudo membrane Berlangsung selama 2-3 minggu

5. New Castle Conjunctivitis Perasaan terbakar Gatal Nyeri Lakrimasi Folikel Edema palpebra Kemosis Limfadenopati pre aurikuler

2.6.4 Pemeriksaan Penunjang Kultur virus

Sitologi Dengan melakukan pewarnaan khusus ( gram, giemsa ) terhadap kerokan atau sekret konjungtiva, dapat membantu menilai penyeban konjungtivitis. Pada konjungtivitis virus akan ditemukan banyak sel radang Mononuklear.

2.6.5.Tatalaksana Kebanyakan konjungtivitis virus bersifat self-limited disease sehingga tidak memerlukan pengobatan khusus. Tatalaksana yang biasa dilakukan berupa : Pengobatan suportif Kompres dingin Jika terdapat membrane, dapat diangkat secara manual dan diberikan kortikosteroid untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah timbulnya jaringan parut. Antiviral Dapat diberikan pada konjungtivitis herpes simpleks untuk mempercepat

kesembuhan. Antiviral yang dapat diberikan seperti acyclovir, penciclovir, vidarabine, ganciclovir. Antibiotic Dapat diberikan jika terjadi suprainfeksi bakteri. Nasehat kepada pasien mengenai personal hygiene seperti selalu mencuci tangan, tidak mengucek mata, kebersihan handuk dan sarung bantal dan sebagainya.

2.7 Konjungtivitis Alergi 2.7.1 Konjungtivitis Alergika ( Seasonal dan Parenial ) Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE. Allergen biasanya bersifat airborne, masuk ke tear film dan berkontak dengan sel mast konjungtiva yang menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan histamine dan mediator inflamasi lain.

Manifestasi Klinis : Gatal Edema palpebra Hiperemia konjungtiva Kemosis Secret mukoid

Tatalaksana : Suportif : kompres dingin dan pemberian air mata buatan Topikal : antihistamin, vasokonstriktor, mast cell stabilizer ( cromolyn sodium, lodoxamide tromethamine )

2.7.2 Vernal Keratoconjunctivitis Biasanya berulang pada musim tertentu dan pada daerah tropis (panas) bisa menetap. Reaksi imunologi diperantarai oleh reaksi hipersensivitas tipe I dan IV. Manifestasi klinis : Tipe Palpebra - Papil difus di palpebra, terutama palpebrqa superior (cobble stone) - Hyperemia - Kemosis - Gatal Tipe Lumbal - Penebalan limbus, tampak seperti bergelatin - Horner Trantas Dots ( makroagregat dari degenerasi eosinofil dan sel epitel )

Tatalaksana : Antihistamin topical Mast cell stabilizer Kortikosteroid / imunomodulator topikal Pindah ke tempat yang lebih dingin

2.7.3 Atopic Keratoconjunctivitis Dapat terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopi. AKC merupakan reaksi hiprsensitivitas tipe IV.

Manifestasi klinis : Gejala mirip dengan konjungtivitis vernal disertai beberapa gejala lain : Ukuran papil sedang / kecil Milky conjunctival edema Sekret mukoid Punctate epithelial keratitis

Tatalaksana : Antihistamin topical Mast cell stabilizer Kortikosteroid / imunomodulator topical Kompres dingin

2.7.4 Giant Papillary Conjunctivitis Disebabkan oleh kontak lama dengan antigen tertentu seperti lensa kontak, benang, dan prostese. Manifestasi klinis : Gatal Hyperemia Sekret mukous Papil besar di konjungtiva tarsal superior

Tatalaksana : Menghilangkan kontak dengan antigen ( lensa kontak, prostese ) Mast cell stabilizer

Perbedaan Konjungtivitis Bakteri, Virus, Alergi Bakteri Klinis Kemosis Perdarahan ++ +/+ /+/++ +/Virus Alergi Clamidia

subkonjungtiva Purulen Sekret mukopurulen Banyak Papil Folikel +// Serous Minimal + +/++ Minimal Banyak Generalisata Serous Minimal ++ Minimal Minimal Generalisata Mukopurulen Banyak +/++ +/Hebat Sedang Generalisata

Pseudomembran + / Limfadenopati pre auricular Gatal Lakrimasi Hyperemia + Minimal Sedang Generalisata

Sitologi Netrofil Eosinofil Limfosit Plasma sel Multinuclear sel + + (awal) + + + + + + -

Mikroorganisme +

2.8 Konjungtivitis Jamur Konjungtivitis jamur merupakan jenis konjungtivitis yang jarang terjadi.

Konjungtivitis Jamur biasannya ditemukan bersamaan dengan keratomicosis, namun dapat saja tidak muncul bersamaan. Penyebab tersering dari konjungtivitis jamur adalah Candida albicans. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix scehnckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis. Dari hasil pemeriksaan kerokan ditemukan reaksi radang sel polimorfonuklear. Organisme mudah tumbuh pada agar darah atau sebouraud dan mudah diidentifikasi sebagai ragi bertunas (budding yeast) atau sebagai pseudohifa.

2.9 Konjungtivitis Parasit Konjungtivitis Parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia calliforniensis, Loa loa, Ascarislumbricoides, Trichinellaspiralis ,Schistosomahaematobium, Taeniasolium, dan Pthirus pubis.

2.10 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif Konjungtivitis Kimia atau Iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabakan kongjungtivitis. Substansi yang dapat bersifat iritatif seperti asam, alkali, asap dan angin. Gejala yang dapat timbul dapat berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh pemberian obat topical jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomicyn, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.

2.11 Konjungtivitis lain Selain disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit dan zat iritan, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya. Konjungtivitis juga dapat terja di sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah.

BAB II ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien : Nama Umur Pekerjaan Alamat Anamnesis Seorang laki-laki berusia 24 tahun diperiksa di bangsal Mata RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 Agustus 2012 dengan : Keluhan Utama: Kedua mata merah sejak 3 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang : Kedua mata merah sejak 3 hari yang lalu Awalnya, mata kiri terasa gatal sejak 1 minggu yang lalu sehingga pasien sering mengucek-ngucek mata lalu mata menjadi merah Pasien juga mengeluhkan mata berair yang banyak sehingga menyebabkan susah membuka mata terutama ketika bangun tidur akibat air mata yang mengering Pasien mengaku terdapat cairan kental pada pagi hari ketika bangun yang sedikit lengket dan berwarna kekuningan Pasien merasakan bengkak pada kelopak mata kiri sehingga sulit membuka mata Mata terasa berpasir dan pandangan terhalangan oleh air mata Pasien telah diberi pengobatan sejak 4 hari yang lalu dengan Ciprofloxaxin 2 x 500 mg selama 5 hari, Ulcori tetes tiap 2 jam pada kedua mata, Cenfresh tetes tiap 2 jam : Tn. F : 24 tahun : Mahasiswa : Jalan Perintis Kemerdekaan No.42B, Padang

pada kedua mata dan gejala mata gatal dan berair berkurang tetapi masih terdapat mata merah. Tetapi pasien hanya memberi ulcori pada mata kiri saja. Sejak 3 hari yang lalu mata kanan menjadi merah, gatal dan berair Demam dan sakit tenggorokan tidak ada Penurunan tajam penglihatan tidak ada. Pasien mengaku bahwa dia memakai kacamata minus 0,5 saat ini Terdapat riwayat kontak dengan sakit mata seperti ini di bangsal mata sejak 10 hari yang lalu Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat bersin-bersin berulang lebih dari 5 kali akibat debu sejak 2 tahun yang lalu Tidak terdapat riwayat mata merah berair sebelum ini

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang sakit seperti yang dikeluhkan pasien ini.

Pemeriksaan fisik: Keadaan umum Kesadaran Pernafasan Nadi Suhu KGB : tampak sakit sedang : compos mentis cooperatif : teratur, frekuensi 20 x/mnt : 82x/ mnt : afebris : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening preaurikular sebesar biji jagung, yang terasa nyeri, mudah digerakkan, batas tegas

STATUS OFTALMIKUS Visus tanpa koreksi Visus dengan koreksi Refleks fundus Silia/supersilia Palpebra superior Palpebra inferior Aparat lakrimalis Konjungtiva tarsalis

OD

OS

5/10 Tidak diperiksa (+) Madarosis (-), trichiasis (-) Edema (+), Ptosis (-) Edema (+) Hiperlakrimasi Hiperemis (+) Folikel (+) Papil (-)

5/10 Tidak diperiksa (+) Madarosis (-), trichiasis (-) Edema (+), Pseudoptosis (+) Edema (+) Hiperlakrimasi Hiperemis (+) Folikel (+) Papil (-) Hiperemis (+) Folikel (-) Papil(-) Injeksi konjungtiva (+) Injeksi siliar (-) Kemerahan Jernih Cukup dalam Coklat, rugae (+) Refleks (+/+), isokhor, ukuran 3 mm, bulat, letaknya di sentral

Konjungtiva forniks

Hiperemis (+) Folikel (-) Papil(-)

Konjungtiva bulbi

Injeksi konjungtiva (+) Injeksi siliar (-)

Sklera Kornea Kamera okuli anterior Iris Pupil

Kemerahan Jernih Cukup dalam Coklat, rugae (+) Refleks (+/+), isokhor, ukuran 3 mm, bulat, letaknya di sentral

Lensa Korpus vitreum Fundus

Bening Bening Tidak diperiksa

Bening Bening Tidak diperiksa

Tekanan bulbus okuli Gerakan bulbus okuli Gambar

N palpasi Bebas kesegala arah

N palpasi Bebas kesegala arah

Diagnosis kerja Diagnosis banding Pemeriksaan Anjuran

Konjungtivitis akut e.c susp. Bakteri Konjungtivitis viral


Pemeriksaan Gram Pemeriksaan Giemsa

Anjuran terapi

Terapi Umum : istirahat yang banyak, jaga hygiene yang baik, hindari berkontak yang banyak dengan orang lain, hindari tempat keramaian, jangan mengucek mata, bersihkan mata dengan tissu yang steril dan jangan berulang-ulang, banyak makan sayur dan buah Terapi Khusus :
Ulcori 6 x 1 tetes sehari selama 3 hari pada kedua mata Cenfresh 6 x 1 tetes sehari selama 3 hari pada kedua mata dan berikan 5 menit sebelum pemberian Ulcori

DISKUSI

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien merasa mata kirinya menjadi gatal, merah, dan banyak keluar air mata. Sebelumnya pasien mengaku kontak dengan pasien lain penderita sakit mata seperti ini dan didiagnosa sebagai konjungtivitis. Data yang diperoleh dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami penularan dari pasien lain tersebut. Berdasarkan literatur, kelainan mata merah yang terjadi ada yang dibagi dengan mata merah dengan penglihatan normal dan mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Pada kasus ini, mata merah penglihatan normal, adanya sensasi gatal, hiperlakrimasi, dan mata terasa berpasir. Pada pemeriksaan fisik ditemukan visus mata kanan dan kiri 5/10. Pada reflex fundus (+) mata kanan dan kiri, konjungtiva tarsal, forniks terdapat folikel dan hiperemis. Konjungtiva bulbi kanan dan kiri tedapat injeksi konjungtiva, kornea mata kanan dan kiri jernih, kamera okuli anterior kanan dan kiri cukup dalam, pupil kanan dan kiri ukuran 3mm, refleks cahaya (+/+), isokhor, bulat, dan letaknya di sentral. Iris kanan dan kiri coklat, rugae (+), lensa mata kanan dan kiri bening. Pemeriksaan funduskopi tidak dilakukan. Pemeriksaan tekanan bulbus okuli kanan dan kiri N secara palpasi. Berdasarkan data dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis kerja konjungtivitis akut e.c susp. Bakteri. Dan diagnosa banding konjungtivitis viral. Pada kasus ini dianjurkan untuk pemeriksaan penunjang, yaitu perwarnaan Gram dan Giemsa untuk menyingkirkan diagnosa banding. Obat-obatan yang diberikan antara lain antibiotik topikal yang diberikan pada kedua mata dan artifisial tear untuk membasahkan mata. Prognosis konjungtivitis biasanya baik tergantung juga terhadap keteraturan memakai obat dan higienitas yang baik.

Anda mungkin juga menyukai

  • Gizi
    Gizi
    Dokumen16 halaman
    Gizi
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Sampah Medis
    Sampah Medis
    Dokumen7 halaman
    Sampah Medis
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Tinjauan Pustaka
    Bab Ii Tinjauan Pustaka
    Dokumen6 halaman
    Bab Ii Tinjauan Pustaka
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Kasus Kematian
    Kasus Kematian
    Dokumen21 halaman
    Kasus Kematian
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Case Spondilitis TB
    Case Spondilitis TB
    Dokumen19 halaman
    Case Spondilitis TB
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Case Herpes Zoster
    Case Herpes Zoster
    Dokumen7 halaman
    Case Herpes Zoster
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Syok Anafilaktik Ib
    Syok Anafilaktik Ib
    Dokumen20 halaman
    Syok Anafilaktik Ib
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Bronkiolitis
    Bronkiolitis
    Dokumen9 halaman
    Bronkiolitis
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen7 halaman
    Tinjauan Pustaka
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Syok Anafilaktik Ib
    Syok Anafilaktik Ib
    Dokumen9 halaman
    Syok Anafilaktik Ib
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Case Tonsilitis Uti
    Case Tonsilitis Uti
    Dokumen39 halaman
    Case Tonsilitis Uti
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Case Diare
    Case Diare
    Dokumen24 halaman
    Case Diare
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen14 halaman
    Bab 1
    Dini Amalia
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Radiologi Uti
    Cover Referat Radiologi Uti
    Dokumen1 halaman
    Cover Referat Radiologi Uti
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Case Paranokia
    Case Paranokia
    Dokumen5 halaman
    Case Paranokia
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Referat Radiologi Uti
    Referat Radiologi Uti
    Dokumen15 halaman
    Referat Radiologi Uti
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Gnaps Case
    Gnaps Case
    Dokumen32 halaman
    Gnaps Case
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Keluar Nanah Dari Saluran Kencing
    Keluar Nanah Dari Saluran Kencing
    Dokumen2 halaman
    Keluar Nanah Dari Saluran Kencing
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen14 halaman
    Bab Ii
    Mia Siti Hikmayanti
    Belum ada peringkat
  • Sudden Deafness
    Sudden Deafness
    Dokumen10 halaman
    Sudden Deafness
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Atopik Case
    Dermatitis Atopik Case
    Dokumen14 halaman
    Dermatitis Atopik Case
    vorez
    Belum ada peringkat
  • Case Herpes Zoster
    Case Herpes Zoster
    Dokumen6 halaman
    Case Herpes Zoster
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Laporan BST 1 RINA
    Laporan BST 1 RINA
    Dokumen3 halaman
    Laporan BST 1 RINA
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen25 halaman
    Case
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Case Paranokia
    Case Paranokia
    Dokumen5 halaman
    Case Paranokia
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Atopik Case
    Dermatitis Atopik Case
    Dokumen14 halaman
    Dermatitis Atopik Case
    vorez
    Belum ada peringkat
  • Referat Sumbatan Hidung - Uti
    Referat Sumbatan Hidung - Uti
    Dokumen31 halaman
    Referat Sumbatan Hidung - Uti
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat