Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem sirkulasi yang terdiri dari arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung. Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak nafas dan mudah lelah yang berhubungan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi. Prevalensi gagal jantung kronis diprediksi akan makin meningkat seiring dengan meningkatnya penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan iskemi terutama pada populasi usia lanjut. Sindrom klinis gagal jantung mengakibatkan penurunan kualitas hidup, intoleransi terhadap aktivitas, seringnya keluar masuk rumah sakit, dan peningkatan angka mortalitas. Perkembangan terkini memungkinkan gagal jantung dideteksi secara dini, serta perkembangan pengobatan mampu untuk memperbaiki gejala klinis, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.

BAB II ISI

Skenario
Tn D, 60 tahun datang dibawa berobat ke RS dengan keluhan sering sesak saat aktifitas. Keluhan tidak disertai batuk, demam dan nyeri dada. Pasien merasa nafasnya sering tersengalsengal sejak 6 bulan lalu, terutama bila berjalan agak jauh, dan sangat mengganggu sehariannya namun saat istirahat sesaknya jauh berkurang. Saat malam hari pasien juga lebih merasa enak bila tidur dengan bantal yang agak tinggi. Pasien juga mengeluhkan bahwa selama 2 bulanan ini kakinya sering bengkak. Riwayat merokok tidak ada, riwayat penyakit kencing manis sejak usia 40 tahun, penyakit darah tinggi sejak usia 36 tahun, penyakit jantung koroner diketahui sejak 2 tahun lalu, dan sudah menjalani CABG.

Identifikasi istilah
1. Pitting: terbentuknya cekungan kecil akibat palpasi pada bagian yang mengalami edema 2. CABG (Coronary Artery Bypass Graft): teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Sasaran operasi bypass adalah untuk mengurangi gejala penyakit arteri koroner termasuk angina.1

Rumusan masalah
1. Tn D 60 tahun sering sesak napas,saat aktifitas & berjalan agak jauh. 2. Selama 2 bulan kaki sering bengkak 3. Memiliki riwayat kencing manis sejak usia 40 tahun 4. Memiliki riwayat darah tinggi sejak usia 36 tahun 5. Riwayat penyakit jantung koroner 2 tahun lalu, dan sudah menjalani CABG.

Analisis masalah
Prognosis Komplikasi Pencegahan Anamnesis

Penatalaksanaan

Laki-laki 60 tahun sesak napas saat beraktivitas, kaki sering membengkak, ada riwayat DM, hipertensi, dan penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan fisik & penunjang

Patofisiologi

Working diagnosis & differential diagnosis Epidemiologi Etiologi

Manifestasi klinik

Hipotesis
Laki-laki 60 tahun sesak napas saat beraktivitas, kaki sering membengkak, dengan riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kronik.

Anamnesis
Anamnesis yang baik akan terdiri dari keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu lebih dievaluasi juga status fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut kesehatannya, termasuk obat-obatnya dan aktivitas sehari-harinya.2,3 1. Keluhan Utama Keluhan utama pasien dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas. 2. Riwayat Penyakit Saat Ini
3

Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST, yaitu : Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan oleh pasien. Biasanya setiap beraktivitas pasien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernapasan). Region : radiation, relief. Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan. Severity (Scale) of Pain : melihat rentang kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan pasien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ. Time : sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas. 3. Riwayat Obat-obatan Perlu diperhatikan juga obat-obatan yang diminum oleh pasien. Apakah baru-baru ini pasien mendapat perubahan jenis obat yang dimakan seperti diuretik, OAINS, ACE inhibitor, bloker beta, inotropik negatif, dan digoksin. Perlu ditanyakan mengenai konsumsi obat yang dapat menimbulkan efek samping seperti misalnya kardiomiopati (doksorubisin, kokain). 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali pasien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat. 5. Riwayat Keluarga

Menanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya. 6. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup Menanyakan situasi tempat pasien bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok.2,3 Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku dan agama yang dianut oleh pasien. Biasanya data biografi ditanyakan saat pasien baru datang ke rumah sakit atau poliklinik sebelum masuk ke bagian susunan keluhan utama dan sebagainya. Biasanya dijumpai gejala dan penyakit jantung berikut ini pada saat anamnesis dengan penderita penyakit jantung : 1. Angina (atau nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium. Banyak pasien menyamakan nyeri tersebut dengan beban yang berat pada dada. Gangguan sirkulasi koroner yang menimbulkan nyeri tersebut biasanya terjadi selama bekerja dan hilang dengan beristirahat. Hilangnya nyeri dada dengan segera setelah beristirahat selama beberapa menit ataua hilangnya rasa sakit setelah memaki obat nitrogliserin sublingual, memberi bukti yang sangat mengarah kepada kelainan jantung. 2. Dispnea (atau kesulitan bernapas) akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru. Ortopnea (atau kesulitan bernapas bila berada dalam posisi berbaring) ortopnea dapat dikurangi dengan meninggikan dada dengan bantal. Dispnea nokturnal paroksisimal (atau dispnea yang terjadi sewaktu tidur) terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri, ketika curah jantung turun karena beristirahat dan paru membanjiri dengan cairan. Pasien kemudian akan duduk tegak lurus sampai merasa lebih baik. Dispnea deffort yaitu sesak yang timbul pada waktu mengadakan aktivitas.

3. Palpitasi (atau merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan kecepatan, keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung. 4. Edema perifer (atau pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang intersisial) jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan. 5. Sinkop atau kehilangan kesadaran sesaat akibat alirah darah otak tidak adekuat. 6. Kelelahan dan kelemahan sering kali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran darah perifer yang berkurang.2,3

Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Umum Penilaian umum sistem kardiovaskular seharusnya dilakukan dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin. Hal yang juga penting untuk diperhatikan adalah jika pasien : Menderita nyeri Mengalami sesak napas Batuk Pucat atau sianosis Mengalami retensi cairan Memiliki penampilan wajah mitral (dilatasi pembuluh-pembuluh yang terlihat sianotik diatas tulang pipi) Memiliki parut akibat operasi di dada Memiliki jemari yang terwarnai oleh tar Memiliki tanda-tanda hiperlipidemia (antara lain timbunan lemak dibawah kulit) Bagian tubuh pasien yang pertama kali bersentuh dengan dokter adalah tangannya sehingga temperatur dan warna tangan pasien perlu diperhatikan. Sianosis perifer tanpa disertai sianosis sentral menunjukkan tidak adekuatnya sirkulasi perifer seperti halnya jika bagian perifer teraba dingin. Clubbing finger (jari tubuh) yang ditemukan pada kelainan jantung menunjukkan adanya penyakit jantung sianotik kongenital atau endokarditis infektid. Splinter haemorrhages (bercak perdarahan dibawah kuku) menunjukkan adanya endokarditis infektif.4

b. Denyut Nadi Denyut nadi sebagaimana yang dirasakan pada arteri, merupakan hantaran gelombang tekanan yang dimulai dari sistol ventrikel, dan biasanya (tetapi tidak selalu) menggambarkan aliran darah dan curah jantung. Lima karakteristik utama yang harus diperhatikan ketika meraba denyut nadi adalah : Kecepatan Irama Volume Sifat Keadaan dinding pembuluh darah Ketika isi denyut nadi radialis diraba, perbandingan antara sisi kanan dan kiri sebaiknya dilakukan.4 c. Pemeriksaan Arteri Karotis Pada dengan gejala-geala serebrovaskular, pemeriksaan arteri karotis harus dilakukan karena intervensi bedah saraf mungkin diperlukan. Murmur atau getaran yang tidak ditransmisikan dari jantung (atau ketiadaan pulsasi) dapat menjadi petunuk adanya gangguan atau ketiadaan aliran darah. Kedua arteri karotis dipalpasi secara bergantian, dan ika tidak terdapat pulsasi pada plpasi yang pertama pastikan bahwa anda tidak melkukan penyumbatan pada waktu melakukan palpasi areti karotis.4 d. Perfusi Perifer Jika terdapat perfusi perifer yang buruk, kedua tangan dan kaki dapat terlihat kebiruan (karena peningkatan ekstrasi oksigen dari darah sehubungan dengan sirkulasi yang melambat). Ekstremitas dapat teraba dingin karena sirkulasi darah yang lambat tidak dapat menghantarkan panas ke perifer dengan baik. Umumnya, pemucatan kulit akibat penekanan dengan jari hanya berlangsung beberapa detik, tetapi pada keadaan dengan kegagalan sirkulasi perifer, waktu pemucatan kulit tersebut akan memanjang. Tekanan darah mungkin rendah (jika dapat diukur) pada arteri memperdarahi daerah yang terlibat.6 e. Iskemia ekstremitas akut Pada iskemia ekstremitas akut kemungkinan ditemukan adanya riwayat emboli, keadaan yang menjadi predisposisi hiperviokositas darah, atau kelainan vaskular yang berat. Ekstremitas yang terkena biasanya :
7

Terasa sakit Pucat Pucat bila ditinggikan dan berwarna merah muda gelap atau kemerahan bila anggota gerak digantung

Teraba dingin Memiliki denyut nadi lemah

f. Iskemia ekstremitas kronik Pada iskemia ekstremitas kronik, riwayat yang ditemukan meliputi nyeri otot saat digerakkan dan berkurang dengan istirahat (klaudikasio), pada otot betis, paha, atau bokong sampai nyeri persisten atau ulkus dan gangren yang sulit sembuh. Denyut nadi pada pembuluh darah yang bersangkutan tidak teraba atau melemah.4 g. Vena Leher Vena jugularis interna mengallir secara langsung (tanpa melalui katup atau hambatan lainnya) ke dalam atrium kanan, dan peningkatan tekanan jugularis yang menetap dan bermakna menunjukan bahwa jantung kanan tidak mampu menampung darah vena yang kembali ke jantung. Ketika memeriksa vena jugularis, pasien harus berada dalam posisi 450 terhadap bidang horisontal. Denyut vena di leher (berbeda dengan denyut arterial): Biasanya tidak dapat diraba (kecuali pada kasus insufisiensi trikuspid yang berat) Secara relatif mudah tersumbat (kecuali pada kasus insufisiensi trikuspid yang berat) Terlihat lebih jelas jika pasien berada dalam posisi berbaring Terdapat dua atau lebih hentakan (flickering) di setiap denyutan.4

Penyebab Peningkatan Tekanan Vena Jugularis Gagal jantung kanan Yaitu jantung sebelah kanan tidak mampu mengatasi darah vena yang kembali ke jantung sehingga darah kembali masuk kedalam vena jugularis. Peningkatan tekanan vena jugulris ini akan memperbesar tekanan pengisian jantung yang dapat menyebabkan kegagalan jantung Frekuensi jantung yang lambat Dapat memperlambat proses pengembalian darah vena sehingga meningkatkan tekanan vena jugularis.
8

Insufisiensi trikuspid menyebabkan darah yang berada di dalam ventrikel mengalir kembali ke dalam atrium kanan dan kemudian kembali ke dalam vena jugularis sehingga menyebabkan peningkatan tekanan vena jugularis.

Penambahan volume darah Dapat teradi pada pemberian cairan intravena yang berlebihan atau pada gagal ginal jika asupan cairan tidak dikurangi. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan vena jugularis.4

h. Pengukuran Tekanan Darah i. Pemeriksaan Jantung 1. Inspeksi dan Palpasi Jantung Palpasi Denyut Apeks Jantung

2. Perkusi Jantung 3. Auskultasi Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut parasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik untuk gagal jantung namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolik. Bising pada regurgitasi mitral dan trikuspid biasa ditemukan pada pasien dengan gagal jantung tahap lanjut.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Complete Blood Count (CBC)/ Hitung Darah Lengkap. Kurang sel darah merah berarti bahwa gagal jantung disebabkan atau diperburuk oleh penurunan dalam kapasitas pembawa oksigen darah. Jumlah darah yang sangat rendah mungkin merupakan tanda bahwa anemia merupakan salah satu faktor yang membuat gagal jantung anda lebih parah. Bahkan jika hal ini terjadi

jumlah darah yang rendah dapat membuat jantung anda bekerja lebih keras dan berbahaya bagi anda yang telah mengalami gagal jantung parah. Serum Kreatinin Tes ini mengukur tingkat zat dalam darah yang disebut kreatinin. Tingkat creatine dapat membantu menentukan seberapa baik ginjal bekerja. Kreatinin

diekskresikan dalam urin. Tingginya kreatinin mungkin menunjukan bahwa masalah ginjal bertanggung jawab untuk penumpukan cairan dalam tubuh, bukan gagal jantung. Blood Urea nitrogen Sebuah nitrogen urea darah (BUN) tes mengukur jumlah nitrogen dalam darah yang berasal dari urea. Sebuah tes BUN membantu memperkirakan seberapa baik ginjal berfungsi.Gagal jantung yang berat dapat menurunkan fungsi ginjal.Obat jantung Beberapa umum gagal-terutama diuretik dan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor-juga dapat menurunkan fungsi ginjal. B- Natriuretic Peptida (BNP) Sebuah natriuretik peptide otak (BNP) tes mengukur jumlah BNP hormone dalam darah anda. BNP dibuat oleh hati anda dan memberitahu seberapa baik jantung anda bekerja. Biasanya, jumlah yang rendah BNP ditemukan dalam darah anda. Namun, jika jantung anda harus bekerja lebih keras selama jangka waktu yang panjang, seperti dari gagal jantung, jantung akan menghasilkan BNP yang lebih dan tingkat darah BNP akan mendapatkan lebih tinggi. Tingkat BNP akan turun bila pengobatan untuk gagal jantung bekerja. Serum Albumin Albumin adalah suatu protein dalam tubuh. Penurunan kadar protein ini dapat menunjukkan bahwa penumpukan cairan dalam tubuh disebabkan oleh gangguan usus (hipoalbunemia), masalah hati atau penyakit ginjal. Tes Stimulating Hormon Tiroid Pengukuran hormon tiroid mungkin diperlukan jika Anda memiliki detak jantung cepat tidak teratur (atrial fibrilasi), memiliki bukti penyakit tiroid, atau yang lebih tua dari 65. Temua abnormal mungkin tanda gagal jantung yang disebabkan atau
10

diperburuk oleh tiroid kurang aktif (hypothyroidism) atau tiroid terlalu aktif (hyperthyroidism). Lipid Panel Panel lipid adalah tes darah yang mengukur lipid -lemak dan zat-zat lemak yang digunakan sebagai sumber energi dalam tubuh Anda. Lipid meliputi kolesterol trigliserida, density lipoprotein tinggi (HDL), dan density lipoprotein rendah (LDL). Elektrolit Orang dengan gagal jantung harus menjaga konsentrasi elektrolit dalam darah (khususnya natrium, kalium, dan magnesium). Hal ini terutama berlaku bagi orang-orang yang mengambil diuretik, yang dapat menurunkan natrium, magnesium, atau tingkat kalium dalam darah jika dosisnya terlalu tinggi. Obat lain seperti ACE inhibitors, sebaliknya, dapat menyebabkan kadar kalium tinggi. elektrolit Anda harus diperiksa secara berkala, terutama jika gejala anda berubah atau jika obat Anda sedang disesuaikan.5 2. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. Pada sinar-X dada gambaranberikut dapat terlihat : Pembesaran jantung Penonjolan vaskuler pada lobus atas akibat meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Efusi pleura : terlihat sebagai penumpulan sudut kostofrenikus, namun dengan semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal dengan tepi bagian atas yang cekung. Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh darah pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring meningkatnya tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian berkumpul di daerah interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley B)

11

Edema pulmonal alveolus. Dengan meningkatnya tekanan vena, cairan melewati rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut pada regio perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua lapangan paru. Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral digambarkan sebagai bat wings (sayap kelawar).5

3. Pemeriksaan Elektrokardigram (EKG) Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman potensial listrik yang timbul sebagai akibat aktivitas jantung. Yang dapat direkam adalah aktivitas listrik yang timbul pada waktu otot-otot jantung berkontraksi. Sedangkan potensial aksi pada sistem konduksi jantung tak terukur dari luar karena terlalu kecil. 3 Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan baku 25mm/detik dan defleksi 10mm sesuai dengan potensial 1mV. Gambaran EKG yang normal menunjukan bentuk dasar seperti berikut: Gelombang P. gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan merupakan hasil deportasi atrium kanan dan kiri. Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS. Gelombang Kompleks QRS. Gelombang QRS adalah suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang R yang merupakan gelombang ke atas yang pertama , gelombang S yang merupakan gelombang ke bawah pertama setelah gelombang R. Segmen ST. segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T. Gelombang T. Gelombang T merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.

12

Gelombang U. gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang ini belum jelas. Gelombang yang merupakan hasil repolarisasi atrium sering tak dapat dikenali karena berukuran kecil dan biasanya terbenam dalam gelombang QRS. Kadang-kadang gelombang repolarisasi atrium ini bisa terlihat jelas pada segmen PR atau ST. Kepentingan melakukan pemeriksaan EKG adalah untuk menilai irama jantung dan menentukan apakah pasien mengalami hipertrofi ventrikel kiri (LVH) atau infark miokard. Dari kasus, hasil EKG yang didapatkan pada pasien tersebut adalah seperti berikut:

Gambar 1. Hasil EKG pasien

4. Echocardiography

Echocardiography merupakan pemeriksaan dengan menggunakan ultrasound (gelombang suara) frekuensi 2-6 MHz. Indikasi penggunaan echocardiography adalah untuk melihat fungsi ventrikel, kelainan jantung kongenital, penyakit jantung katup, kardiomiopati, efusi perikardial, adanya massa (tumor) dan penyakit aorta proksimal. Karena echocardiography dapat menghasilkan gambar/frame dengan inherensi (jumlah potongan) yang tinggi, maka echocardiography dapat digunakan untuk melihat pergerakan struktur pada jantung.
13

Ecocardiography dengan kombinasi Doppler digunakan untuk melihat fungsi ruang-ruang jantung, katup jantung dan adanya pintas-pintas (shunt, seperti ASD atau VSD) dalam jantung. Keuntungan dari penggunaan echocardiography ini adalah biaya yang terjangkau, digunakan luas, memberikan informasi yang banyak, tidak invasif, pasien tidak terpapar radiasi dan dapat diaplikasikan pada pasien dengan kondisi kritis (bedside usage) serta hasilnya dapat langsung diketahui. Namun penggunaan echocardiography ini membutuhkan keterampilan dan keterlibatan operator ahli.3

Working diagnosis
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit. Gejala yang ada tidaklah khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat lelah seringkali dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap sebagai akibat dari penyakit penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan fungsi tiroid, anemia, depresi, dan lain-lain. Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik diperberat oleh Penyakit Jantung Koroner. Iskemia miokard dapat menyebabkan kenaikan tekanan pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan vena pulmonalis yang meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak nafas. Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nokturnal dispnea, edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas serta batuk dengan sputum jernih. Sering juga didapatkan kelemahan fisik, anorexia, jatuh dan konfusi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP (Jugularis Venous Pressure) meninggi.6

Differential diagnosis
Asma Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat

14

diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik, dan campuran (mixed).7 Gejala asma terdiri atas triad : dispnea, batuk, dan mengi (bengek atau sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non). Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak napas, maka harus diyakinkan bahwa pasien bukan menderita asma. Gambaran klinis pasien yang menderita asma adalah : 1. Gambaran objektif yang ditangkap adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti ini : Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus) Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan Sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus

2. Gambaran subjektif yang diketahui adalah pasien mengeluhkan sukar bernapas, sesak dan anoreksia. Gambaran psikososial yang diketahui adalah pasien merasa cemas, takut, mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.7

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat dicegah dan dapat diobati. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik - Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak

15

reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. Gejala klinis dan tanda PPOK diantaranya adalah sesak nafas, batuk kronik, produksi sputum, dengan riwayat pajanan gas, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK adalah penderita di atas usia 40 tahun, dengan sesak nafas yang progresif, memburuk denga aktivitas, persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau gas berbahaya di dalam lingkungan kerja atau rumah.6

Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Studi dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. 8,9 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel
16

kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel. Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus.8,9 Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obatobatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.

17

Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung kronik diprediksi akan makin meningkat seiring dengan meningkatnya penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan iskemi terutama pada populasi usia lanjut.Insiden penyakit gagal jantung makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk.Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun.Kasus ini meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 tahun ke atas.10

Saat ini diperkirakan hampir 5 juta penduduk di AS menderita gagal jantung,dengan 550.000 jumlah kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya. Di samping itu gagal jantung kronis juga menjadi penyebab 300.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 34 milyar USD dibutuhkan setiap tahunnya untuk perawatan medis penderita gagal jantung kronis ini. Bahkan di Eropa diperkirakan membutuhkan sekitar 1% dari seluruh anggaran belanja kesehatan

masyarakat.Prevalensi penyakit ini meningkat sesuai dengan usia, berkisar dari <1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia >70 tahun.10

Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertrofi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.

Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : preload yang setara dengan isi diastolik akhir; afterload yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel; kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut
18

jantung. Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.

Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.

Bila reservasi jantung (cardiac reserved) normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal.11

Salah satu penyebab gagal jantung kronis adalah hipertensi. Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan curah jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang meningkatkan frekuensi jantung, volume sekuncup atau keduanya. Resistensi perifer meningkat karena faktor-faktor yang meningkatkan viskositas darah atau yang menurunkan ukuran lumen pembuluh darah, khususnya pembuluh arteriol. Beberapa teori membantu menjelaskan terjadinya hipertensi. Teori-teori tersebut meliputi perubahan pada
19

bantalan dinding pembuluh darah arteriolar yang menyebabkan peningkatan resistensi perifer; peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan berasal dari dalam pusat sistem vasomotor, peningkatan tonus ini menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer; penambahan volume darah yang terjadi karena disfungsi renal atau hormonal; peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer; pelepasan renin yang abnormal sehingga terbentuk angiotensin II yang menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.

Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen dan beban kerja jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat terjadi ketika keadaan hipertrofi tidak lagi mampu mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu proses arterosklerosis arteri koronaria, maka jantung dapat mengalami gangguan lebih lanjut akibat penurunan aliran darah ke dalam miokardium sehingga timbul angina pectoris atau infark miokard. Hipertensi juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin mempercepat proses arterosklerosis serta kerusakan organ, seperti cedera retina, gagal ginjal, stroke, dan aneurisma serta diseksi aorta.11

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menyebabkan jenis penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa : 1. penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler 2. hiperlipoproteinemia 3. kelainan pembekuan darah Pada akhirnya, makroangiopati ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstrimitas, serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium. Dasar terjadinya peningkatan resiko penyakit jantung koroner pada pasien DM belum diketahui secara jelas. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa :
20

1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada pasien DM dibanding non DM. 2. Pasien DM mempunyai resiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis dan peningkatan respon inflamasi. 3. Pada pasien DM terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah.

Atherosklerosis pada pasien DM mulai terjadi sebelum timbul onset klinis DM. Studi epidemiologi menunjukkan peningkatan resiko payah jantung pada pasien DM, disebabkan karena kontrol glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama. Berbagai faktor memperberat resiko terjadinya payah jantung dan stroke pada pasien DM, diantaranya hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia, hiperamilinemia, dislipidemia, dan gangguan sistem koagulasi serta hiperhomosisteinemia. Semua faktor resiko tersebut bisa terjadi pada satu individu dan merupakan suatu kumpulan gejala, dikenal dengan istilah sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik.11

Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi : Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran

katekolamin dan saraf-saraf adrenergik jantung serta medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokonstriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontrasi sesuai dengan hokum Starling.

Pada keadaan gagal jantung, baroreseptor diaktivasi sehingga menyebabkan peningkatan aktivasi simpatis pada jantung, ginjal, dan pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat meningkatkan aktivitas simpatis tersebut. Aktivitas system saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar nonadrenalin plasma,yang selanjutnya akan menyebabkan
21

vasokonstriksi, takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.

Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hokum Starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.

Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan arteriol renal aferen dan bersebelahan dengan macula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) menjadi angiotensin I. Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang konstriksi arteriol pada ginjl dan sirkulasi sistemis, serta mereabsorpsi natrium pada bagian proksimal nefron.

Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron, yang akan merangsang reabsorpsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada bagian distal dari nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva, dan kelenjar keringat. Renin disekresikan pada keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium, dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal. Angiotensin I sebagian besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin II, suatu zat presor yang poten, oleh ACE. ACE juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptida lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim non-spesifik yang disebut Angiotensinase. Angiotensin II memegang peran utama dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti vasokonstriksi, retensi garam dan cairan, serta
22

takikardia. Peptida natriuretic atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta meningkatkan ekskresi garam dan air.

Hipertrofi ventrikel

Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertambahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; bergantung pada jenis beban hemodinamika yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.

Volume cairan berlebih (overload volume)

Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan jumlah sarkomer seri, yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah myofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran ruang dan hipertrofi eksentrik.

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanismemekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang elektif.12
23

Manifestasi klinik
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nocturnal dispnea, batuk pada malam hari, dan edema perifer. Dari gejala klinik yang didapatkan, gagal jantung dapat diklasifikasikan kepada empat tahap menurut New York Heart Association (NYHA).13 Kriteria NYHA 1. NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa. 2. NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada. 3. NYHA kelas III, penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas. 4. NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan. Selain itu, terdapat juga kriteria yang dipanggil sebagai Kriteria Framingham yang dipakai untuk diagnosa gagal jantung kongestif. Diagnosis ini ditegakkan apabila minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor didapatkan pada pasien.13 Kriteria major dan minor ditunjukkan dalam tabel di bawah.

24

Tabel 1. Kriteria Framingham Kriteria Major Paroksismal nocturnal dispnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Peninggian JVP Refluks hepatojugular Takikardia(>120/menit) Kriteria Minor Edema ekstrimitas Batuk malam hari Dispnea d effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Penatalaksanaan
Penatalaksanan Umum, Tanpa Obat-obatan Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas Hentikan kebiasaan merokok. Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas memerlukan perhatian khusus

25

Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik. steroid

Pemakaian Obat-obatan Antara obat-obat yang dipakai untuk menangani gagal jantung kronis adalah seperti berikut.5 Angiotensin-Converting enzyme inhibitor/penyekat enzim konversi angiotensin Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom, mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit. Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat inap. Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.

Diuretik

Loop diuretic, tiazid, metolazon Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.

Penyekat beta Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diureti atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontra indikasi terhadap penyekat beta. Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi fungsi
26

Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark miokard baik simtomatik atau asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas.

Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasi yaitu bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol.

Antagonis reseptor aldesteron Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin, penyekat beta, diuretik pada gagal jantung berat (NYHAID-IV) dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Sebagai tambahan terhadap obat penyekai enzim konversi angiotensin dan penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Antagonis reseptor angiotensin II Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin Penyekat angiotensin II sama efeketif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel, penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam menurunkan mortalitas. Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna menurunkan mortalitas.

Glikosida jantung Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab.

27

Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi.

Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka kekerapan rawat inap.

Vasodilator agents (nitrat/hidralazin) Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik. Hidralazin dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Nitrat digunakan sebagai tambahan apabila ada keluhan angina atau sesak.

Nesiritid, merupakan peptid natriuretik tipe B Merupakan kelas obat vasodilator baru. merupakan rekombinan otak manusia yang dikenal sebagai natriuretik peptida tipe B. Obat ini identik dengan hormon endogen dari ventrikel, yang mempunyai efek dilatasi arteri, vena, dan koroner, dan menurunkan pre dan afterload, meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik. Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini.

Obat inotropik positif, dobutamin, milrinon, enoksimon Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan mortalitas. Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan, namun tidak ada bukti manfaat, justru komplikasi lebih sering muncul. Penyekat fosfodiesterase. seperti milrinon, enoksimon efektif bila digabung dengan penyekat beta, dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner. Namun disertai juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel, dan vasodilatasi berlebihan dapat menimbulkan hipotensi

28

Levosimendan. merupakan sensitisasi kalsium yang baru. mempunyai efek vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiesterase. tidak menimbulkan hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin.

Obat penyekat kalsium Antikoagulan Anti aritmia Oksigen

Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah Revaskularisasi (perkutan, bedah) Operasi katup mitral Aneurismektomi Kardiomioplasti External cardiac support Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventrikular Implantable cardioverter defibrillators (ICD) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart

Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan gagal jantung, yaitu : 1. Tromboembolism : risiko terjadinya bekuan vena (deep venous thrombosis), emboli paru dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin. 2. Kerusakan atau kegagalan ginjal : gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan. 3. Kegagalan pompa progresif : bias terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis yang ditinggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu.
29

4. Aritmia ventrikel : sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak (25-50% kematian pada CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, bloker beta, dan defibrillator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.14

Prognosis
Meskipun sudah ada banyak evaluasi dan penatalaksanaan untuk kasus gagal jantung, prognosis bagi kasus ini masih buruk. Penelitian mendapatkan 30-40% dari pasien meninggal dalam jangka waktu satu tahun selepas didiagnosa, dan 60-70% meninggal dalam jangka waktu lima tahun.15 Pasien dengan simptom NYHA kelas IV mempunyai angka mortalitas 30-70% per tahun sedangkan pasien dengan simptom NYHA kelas II mempunyai angka mortalitas tahunan hanya sebesar 5-10%.15 Prognosis gagal jantung juga tergantung pada hal-hal berikut.8,9 Beratnya penyakit dasar, makin berat maka makin buruk prognosisnya Kecepatan respons terhadap pengobatan Umur, makin tua maka prognosis makin buruk. Tingkat pembesaran jantung Luasnya kerusakan miokard

Pencegahan
Pencegahan gagal jantung harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok dengan risiko tinggi. Antara tindakan pencegahan adalah: Obati penyakit potential dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung koroner. Pengobatan infark jantung, serta pencegahan infark ulangan. Pengobatan hipertensi yang agresif. Koreksi kelainan congenital serta penyakit katup jantung. Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari

30

BAB III KESIMPULAN


Berdasarkan gejala gejala yang timbul pada pasien dalam skenario keluhan sesak napas saat aktivitas, kakinya sering bengkak dan ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan jantung koroner, pasien tersebut menderita gagal jantung kronik. Penanganan yang tepat dapat menyembuhkan dan menghindari resiko komplikasi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1) Tahalele P. Jantung, pembuluh darah, dan limfe. Dalam: Sjamsuhidajat et al. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2011.h.548 2) Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2003.h.116. 3) Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1 ed ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.25-7,66-8. 4) Dany F, Jaya DP. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.h.27-55. 5) Marulam. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo DK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. 6) Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S.Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jilid 3 ed ke-5.Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1597-600. 7) Somantri I. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika; 2007.h.43-55. 8) Sugeng dan Sitompul. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2003. 9) Mansjoer A et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2009. 10) Cowie MR, Dar O. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure. In: Fuster V, Walsh RA, Rourke RA, Poole-Wilson P. The Heart. 12th ed. Vol 1. China: McGraw Hill; 2008.p.713-723. 11) Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta : Erlangga; 2007.h.312-4.

31

12) Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta : Erlangga; 2005.h.80-6. 13) Swanton RH, Banerjee S. Cardiac failure. In: Swantons cardiology. 6th edition. USA: Blackwell Publishing; 2008.p.255-70. 14) Kowalak JP, Welsh W, Mayer B.Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2012.h.218-50. 15) Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J et al. Harrison's principles of internal medicine. 18th edition. Volume 2. USA: McGraw-Hill Companies; 2012.p. 1901-13.

32

Anda mungkin juga menyukai