Anda di halaman 1dari 44

EUTHANASIA Dalam Perspektif

Hukum Kesehatan
*Radita Nur Anggraeni Ginting*
Fak.Kedokteran USU
Doctors Must Not Kill
Euthanasia dalam bahasa Yunani; Eu
yang artinya normal atau baik, dan
thanatos yang berarti mati maksudnya
mati secara normal atau baik dan mudah
tanpa penderitaan; good death atau easy
death
mercy killing karena pada dasarnya
merupakan pembunuhan karena kasihan
SUFFERI NG and EUTHANASIA
Euthanasia bukan suatu istilah yuridis,
namun euthanasia mempunyai implikasi
hukum yang sangat luas, baik hukum
pidana maupun perdata.
Oleh sebab itu perlu dicermati dengan
sungguh-sungguh oleh para praktisi
kedokteran; baik dokter, perawat
ataupun tenaga tim kesehatan yang
menanganinya.

SEMI NAR POI NTS
Para dokter maupun ahli hukum hingga saat ini terus
membicarakan dan belum mendapatkan titik temu.
Kompleknya karena sistem hukum maupun kesehatan
setiap Negara menghadapi polarisasi didalam menentukan
keputusan medik yang banyak mengandung pandangan
serta dipengaruhi subjektifitas para dokter, maupun hakim
yang mengadili
1. Moral arguments for euthanasia are not convincing.
2. Euthanasia distorts the healing relationship between
doctor and patient.
3. Euthanasia is likely to be abused by society, and so can
have terrible social consequences.

Euthanasia memiliki dasar:
Tindakan tersebut, baik positive act ataupun
negative act, mengakibatkan kematian.
Dilakukannya pada saat penderita/ atau pasien
masih dalam keadaan hidup.
Penyakitnya sudah tidak ada harapan lagi untuk
disembuhkan dan sudah berada dalam stadium
terminal.
Motifnya karena tim kedokteran/lainnya yang
menangani merasa kasihan melihat penderitaan yang
berkepanjangan.
Tujuannya untuk mengakhiri penderitaan.
SUFFERI NG
frase-frase lain seperti;
hopelessly ill penyakit yang tidak memiliki
harapan,
desperately ill-penyakit yang sangat
menyedihkan,
incurably ill-penyakit yang tidak dapat
disembuhkan,
hopeless condition-kondisi yang tidak memiliki
harapan, dan
meaningless life- kehidupan yang tidak berarti.

ARGUMENTS FOR EUTHANASIA
Those who argue for euthanasia typically say the following
basic things:
1. Euthanasia didefinisikan sebagai suatu tindakan mengakhiri
hidup seseorang atas dasar rasa-iba karena penderitaan yang
dialami, kecideraan yang sangat berat dan tidak berdayanya
serta tidak mempunyai harapan lagi untuk sembuh .
2. Disebut voluntary euthanasia jika yang mengambil dan
membuat keputusan adalah orang yang menderita sakit; the
incurable suffering. This is the principle of
autonomy.(Euthanasia dibagi menjadi voluntary euthanasia
dan involuntary euthanasia; orang lain yang menentukan)
3. Terminally ill patients cannot end their own lives, but depend on
doctors who know best how to do it. Here a doctor acts as an agent
on behalf of the patient.

PENENTUAN KEMATIAN
(end of life issues)
Pasien yang sudah meninggal (mati) secara
permanen; permanent cessation of life harus
ditentukan sesuai definisi yang tepat;disebut
berhentinya kehidupan .
Definisi hidup adalah berfungsinya organ vital;
paru-paru, jantung dan otak sebagai suatu
kesatuan yang utuh; yang ditandai adanya
konsumsi oksigen.
Kriteria Diagnostik Pasien Mati
Konsep brain death is death, karena fungsi kognisi-psikomotor
otak saja yang mati maka belakangan yang lebih maju lagi adalah
brainstem death is death dengan catatan bahwa fungsi vital juga
ikut mati. Dasar kriteria ini adalah;
Adalah sulit memeriksa seluruh fungsi otak dalam keadaan koma
untuk mendiagnose brain death hanya dengan menentukan fungsi
sense and perception yang harusnya dalam keadaan kompos mentis.
Proses brain death tidak terjadi secara serentak, tetapi bertahap karena
kematian sel dari bagian otak yang kekurangan oksigen juga
resitensinya beda; kortek dan thalamus lebih sensitive dibanding
batang otak.
Brain stem adalah bagian dari otak yang mengatur fungsi vital tubuh
manusia; pernapasan dan lainnya.


Secara ilmiah berdasarkan konsep; permanent cessation of heart beating and respiration
is death
Kriteria Diagnostik yang sering
digunakan oleh para dokter adalah
Hilangnya respons terhadap sekelilingnya; perintah dan rangsang
taktil.
Tidak adanya gerakan otot atas rangsang atau perintah (penderita tidak
dalam keadaan anaesthesi)
Tidak ada reflek pupil dan kornea.
Tidak ada respon motorik dan N.Kranial terhadap rangsang.
Reflek menelan atau batuk; tidak ditemukan pada saat ada
rangsangan.
Tidak adanya reflek vestibulo-okularis terhadap rangsang dingin pada
liang telinga.
Tidak adanya napas spontan pada saat alat respirator dilepas untuk
waktu tertentu; walaupun pCO
2
sudah melampaui nilai ambang
rangsang napas.

Penentuan Kriteria
Tes konfirmasi lain seperti EEG (electro
encephalography) hanya dilakukan bila ada
keraguan pada tes diatas.
Secara medis diperlukan dan dapat dilakukan
tergantung situasi; apakah pada kasus biasa atau
spesifik seperti keracunan, sengatan listrik / petir,
gangguan metabolisme, hypothermia dan penderita
yang akan dipersiapkan sebagai donor-kadaver.

(Dilakukan 6 jam setelah penderita mendapat serangan
koma dan apnoe, dan harus diulangi lagi paling cepat 2 jam
setelah tes yang pertama);
Perspektif Hukum EUTHANASIA
Kaitannya dengan hukum pidana (KUHP) perlu ada
kejelasan mengenai kedudukan hukumnya dengan
mempertimbangkan baik euthanasia yang bersifat
positive act maupun negative act yang keduanya
menyebabkan kematian.
Apakah tindakan tersebut diklasifikasikan sebagai
kejahatan terhadap nyawa seseorang? Apakah
semua jenis euthanasia adalah tindak pidana? Dan
apakah dokter yang melakukan mempunyai celah
hukum untuk menghindari dari tuntutan hakim?

Kalangan Medis dikenal adanya
Pseudoeuthanasia;
Mati batang otak (brainstem death); dimana pasien
dengan kehidupan vegetatif, hidup dengan bantuan
mesin.
Keadaan darurat yang tidak dapat diatasi; karena
terbatasnya fasilitas kesehatan, misalnya bencana
alam (disarter)
Penghentian tindakan dan perawatan medis yang
tidak berguna lagi, berdasar criteria medis.
Adanya penolakan perawatan medis oleh pasien
atau keluarga.


Euthanasia atas permintaan yang sifatnya pasif,
sering disebut autoeuthanasia; sedang yang
sifatnya aktif bisa dilakukan secara
langsung/direct; dimana dokter melakukan
tindakan medik yang langsung menyebabkan
kematian, pasal 344 KUHP, atau secara tidak
langsung/indirect untuk meringankan penderitaan
yang akhirnya menyebabkan kematian, pasal
344/359 KUHP.

Bioetika sangat dekat dengan kenyataan kehidupan
konkrit didalam rumah-sakit dalam menghadapi
pasien dengan stadium terminal
Dengan sengaja mengakhiri hidup
seseorang, dalam suatu konsensus para
ahli hukum dan kedokteran disebutkan
sebagai tindakan dokter
Apapun alasan yang digunakan oleh dokter pada
suatu tindakan yang secara moral dan hukum
adalah perbuatan dengan tujuan mengakhiri
hidup seseorang; maka tindakan tersebut
digolongkan sebagai tindak pidana pembunuhan.
Namun untuk kasus euthanasia hendaknya kita
tidak gegabah memberikan penilaian hukum
karena berbagai jenis dan cara euthanasia yang
dapat dilakukan seorang dokter
Penafsiran dan Pertimbangan Euthanasia
dan Konsensus baru dalam Hukum
Mengakhiri kehidupan orang lain atas
permintaan yang sungguh dan jelas. (ancaman
jelas; penjara)
Membantu orang lain untuk mengakhiri
kehidupannya atau menyediakan sarananya.
(ancaman ringan)
Mendorong orang lain untuk mengakhiri
hidupnya. (ancamannya sangat berat)
Konsensus Baru?
dimaksud adalah bahwa peristiwa
euthanasia sebaiknya tidak
dikualifikasikan sebagai peristiwa pidana;
bila dokter melakukan suatu pelayanan
kedokteran yang sungguh-sungguh
dengan etika-moral yang tinggi bagi
pasien yang sudah dikriteriakan tidak
mempunyai harapan sembuh dan hidup.

EUTHANASIA
PERDEBATAN (HAK HIDUP & HAK
MATI)
DILEMA BAGI DOKTER
KONTRADIKSI (E.M.H vs TEKNOLOGI)
NEGARA LAIN : - LEGAL
- ILEGAL
INDONESIA : SECARA YURIDIS
BELUM DIAKUI
EUTHANASIA DARI SISI
HAM
KEMATIAN : - ALAMIAH (WAJAR)
- TIDAK ALAMIAH :
* ZELMOORD
* EUTHANASIA

HAM

(HAK MENENTUKAN DIRI SENDIRI)

(HAK UNTUK MATI
EUTHANASIA DARI SISI
HAM
HAM DALAM BIDANG KESEHATAN :
1.HAK MENERIMA ATAU MENOLAK
PERTOLONGAN MEDIS
2.HAK MEMILIH SARANA KES/DOKTER
3.HAK SECOND OPINION
4.HAK RAHASIA MEDIS
5.HAK MELIHAT REKAM MEDIS
6.LAIN : HAK UNTUK MATI

ALASAN MENOLAK TINDAKAN MEDIS :
PUTUS ASA
BIAYA
EUTHANASIA MENURUT ETIKA
PROFESI
ETIKA KEDOKTERAN :
MERINGANKAN PENDERITAAN
MEMPERPANJANG HIDUP
MELINDUNGI KEHIDUPAN

KODEKI :
PASAL 2 : DOKTER MELAKSANAKAN
PROFESINYA SESUAI STD
PROFESI TERTINGGI
PASAL 10 : DOKTER WAJIB MELINDUNGI
HIDUP MAKHLUK INSANI
EUTHANASIA MENURUT ETIKA
PROFESI
EUTHANASIA (KODEKI) :
BERPINDAHNYA KE ALAM BAKA DG TENANG DAN
AMAN TANPA PENDERITAAN, ATAU WAKTUHIDUP AKAN
BERAKHIR DIMANA PENDERITAAN PASIEN DIPERINGAN DG
MEMBERIKAN OBAT PENENANG, ATAU MENGAKHIRI
PENDERITAAN DAN HIDUP PENDERITA DENGAN
SENGAJA ATAS PERMINTAAN PASIEN SENDIRI DAN
KELUARGANYA.

UNSUR-UNSUR EUTHANASIA DISINI :
1.BERBUAT SESUATU ATAU TIDAK BERBUAT SESUATU
2.MENGAKHIRI HIDUP, MEMPERCEPAT KEMATIAN ATAU TIDAK
MEMPERPANJANG HIDUP PASIEN
3.PASIEN MENDERITA SUATU PENYAKIT YANG SULIT
DISEMBUHKAN
4.ATAS PERMINTAAN PASIEN DAN KELUAGANYA
5.DEMI KEPENTINGAN PASIEN DAN KELUARGANYA

EUTHANASIA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
INDONESIA
KUHP :
PASAL 344 : VOLUNTARY EUTHANASIA
PASAL 338 & 340 : - INVOLUNTARY
EUTHANASIA
- NONVOLUNTARY
EUTHANASIA
PASAL 304 & 306(2) : PENELANTARAN

PENELANTARAN/PEMBIARAN :
TIDAK MEMBERIKAN PENGOBATAN
MEMBIARKAN PULANG PAKSA
KEMATIAN
MENOLAK PASIEN YG MAU DIRAWAT

EUTHANASIA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
INDONESIA
UU YANG TERKAIT DG EUTHANASIA :
1.UU 39/1999 TTG HAM (KEBEBASAN
UNTUK MENENTUKAN DIRI SENDIRI,
TIDAK TMSK HAK UNTUK MATI)
2.UU 23/1992 TTG KESEHATAN (HAK
MEMPEROLEH DERAJAT KESEHATAN YG
OPTIMAL)
3.UU 29/2004 TTG PRADOK (HAK
MENDAPAT YANKES SESUAI KEBUTUHAN
MEDIS & HAK MENOLAK TINDAKAN MEDIS

Euthanasia
3 pengertian menurut KODEKI:
berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman
tanpa penderitaan dan bagi mereka yang beriman
dengan menyebut nama Allah di bibir,
waktunya hidup akan berakhir, diringankan
penderitaan si sakit dengan memberi obat
penenang,
mengakhiri penderitaan hidup orang sakit dengan
sengaja atas permintaan pasien sendiri dan
keluarganya.

Pelaksanaan euthanasia
( M. Yusuf Hanafiah: 1999)
Euthanasia pasif: menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk
mempertahankan hidup manusia
Euthanasia aktif: dilakukan secara medik melalui
intervensi aktif seorang dokter dengan tujuan untuk
mengakhiri hidup manusia.
euthanasia aktif langsung: tindakan medis secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek
hidup pasien (mercy killing)
euthanasia aktif tidak langsung: dokter atau tenaga kesehatan
melakukan tindakan medik untuk meringankan penderitaan pasien,
namun mengetahui ada resiko tindakan tsb yaitu dapat
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
Ditinjau dari permintaan,
a. Euthanasia voluntir / sukarela yaitu
euthanasia atas permintaan pasien dan
permintaan tersebut dilakukan secara sadar
dan berulang-ulang.
b. Euthanasia involuntir / tidak atas
permintaan, pada pasien yang sudah tidak
sadar, permintaan datang dari keluarganya.
Pasal 304 dan 306 KUHP
Pada euthanasia pasif dokter akan kena
pasal 304, yaitu membiarkan seorang dalam
keadaan sengsara padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena
persetujuan dia wajib memberi kehidupan,
perawatan atau pemeliharaan kepada orang
itu.
Dan akan diperberat dengan pasal 306
karena orang yang dibiarkan sengsara
tersebut sampai meninggal dunia.
Bunuh diri
Dalam KUHP, bunuh diri: tidak ditemukan ancaman
pidananya (thd ybs)
Tg jawab pidana: Tg jawab pribadi
usaha bunuh diri yang gagal juga tidak ada ancaman
pidananya.
Pasal 345, seseorang yang sengaja mendorong orang lain
untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau
memberi sarana kepadanya untuk itu, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Jadi orang yang menolong justru diancam pidana.
Malpraktek dokter
Mal praktek adalah praktek yang buruk ( mal=
buruk).
Dalam dunia medis malpraktek sering dihubungkan
dengan praktek yang dibawah standar atau bahkan
dianggap suatu kejahatan apalagi kalau disengaja
(misal abortus provokatus kriminalis).
Bila pasien meninggal dalam suatu malpraktek, tentu
sangat jarang hal itu disengaja oleh dokternya, tetapi
lebih sering bersifat karena kelalaian.
Pada euthanasia tentu saja memang disengaja, namun
tujuan dari tindakan tersebut adalah untuk menolong
si penderita.
Pembahasan
Hak milik
Dahulu kala, hak milik seseorang dikaitkan hanya dengan
benda yang berujud.
Saat ini hak milik juga untuk benda yang tidak berujud,
Arus listrik yang tidak kelihatan juga dapat dimiliki,
setelah keluarnya (undang-undang tentang ketenaga
listrikan).
Benda yang disebut nyawa mestinya juga dapat dimiliki.

Dalam masyarakat yang individualistis, hak kepemilikan
sangat jelas, tetapi pada masyarakat kolektif, hak ini
kadang-kadang agak kabur.
Bunuh diri

Di KUHP Indonesia bunuh diri tidak diancam pidana,
tetapi orang yang membantu bunuh diri diancam pidana (
pasal 345 KUHP ). Disini nyata bahwa kepemilikan
nyawa seseorang betul-betul oleh orang yang
bersangkutan.
Di Israel, AS orang yang gagal bunuh diri diancam pidana.
Seorang professor Ilmu hukum yang mengusulkan
penghapusan ancaman hukuman untuk pelaku percobaan
bunuh diri dianggap mengarah kepada pengakuan hak
untuk mati.
ketidak sesuaian makna hukum positif di
Indonesia dalam hal kepemilikan nyawa

Disatu sisi:bunuh diri tidak diancam pidana, berarti
terserah yang empunya nyawa, tetapi di sisi lain. meminta
dilakukan euthanasia, dokternya yang akan membantu
diancam hukuman. Juga seseorang yang menolong bunuh
diri diancam pidana juga.

Orang sehat yang akan dihukum mati, tidak
mempunyai hak untuk hidup lagi (walau masih ingin
hidup)

Orang sakit parah (secara medis sudah tidak ada
harapan sembuh), yang menginginkan mati, justru tidak
boleh, yang membantu juga diancam pidana
Paliatif
Terapi paliatif berkembangkeinginan meninggal
dengan enak agak terdekati. Juga secara psikologis
lebih menyenagkan

Kalau kita melihat jenis-jenis euthanasia, maka terapi
paliatif menuju ke euthanasia aktif tidak langsung.
Otonomi pribadi
Mengapa penderita yang menginginkan kematian karena sudah
tidak tahan lagi menderita dan tidak ada jalan lain untuk
melepaskan diri dari penderitaan itu kecuali hanya dengan
kematian, tidak boleh dibantu?

Ketika seorang pasien dirawat, diobati oleh seorang dokter,
telah terjadi transaksi terapeutik.

Dalam dunia hukum, suatu transaksi akan melahirkan norma
baru diantara 2 pihak yang bertransaksi* dan norma tersebut
ada yang bersifat otonomi pribadi.

Dalam hal euthanasia, otonomi pribadi tersebut seharusnya
dihormati dan penghormatan tersebut berupa tidak
memidanakan pihak lain / dokter yang bersangkutan.


* Hans Kelsen, alih bahasa drs Somiardi: 1995, 138-139

Ketidaksesuaian
Orang yang bunuh diri tidak dipidana.
Orang yang membantu atau menyediakan sarana untuk bunuh
diri diancam pidana ( pasal 345 KUHP).
Pasal 55, 56 dan 57 KUHP, mereka yang melakukan, yang
menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan
perbuatan diancam pidana sebagai pelaku tindak pidana.
Orang yang sengaja memberikan bantuan, mereka yang
sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan dipidana sebagai pembantu kejahatan.
Maksimum pidana pokok kejahatan yang diancamkan adalah
seperti pelaku dikurangi sepertiga.


Hal ini tidak sesuai, bahkan bertentangan
Dikaitkan dengan hal-hal diatas, maka
pidana yang diancamkan pada pasal 344
terhadap pelaku tidak sejalan, apalagi kalau
hal itu ditujukan kepada dokter yang
melakukan euthanasia.
Hak hidup, hak mati
Kepemilikan nyawa = kepemilikan hidup.
Dalam pengertian ini kata nyawa = kata
hidup.dan ...
tidak terlalu salah bila dikatakan kepemilikan
nyawa, kepemilikan hidup dihubungkan dengan
hak hidup
kalau hak itu tidak diambil akan terjadi sebaliknya
yaitu hak untuk tidak mengambil hak hidup berarti
hak (untuk) mati
Dengan perkembangan ilmu, dengan logika
manusia yang berkembang tidak mustahil akan
ada aturan-aturan baru lagi yang
memperbolehkan menghentikan kehidupan
seseorang. Pada euthanasia, dokter akan
menghentikan penderitaan pasien, yang
kemungkinan besar penderitaan ini dianggap
sebagai suatu siksaan. Kalau hak untuk tidak
disiksa dianggap sebagai hak yang absolut, maka
dengan menghentikan penderitaan yang dianggap
sebagai siksaan, dokter tersebut menghormati hak
pasien untuk tidak disiksa
Hak untuk hidup sebagai Hak Asasi
Manusia (HAM)
UUD 1945 (saat ini): penekanan HAM sudah lebih jelas.

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia yang wajib dihormati, dijunjung dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, kelompok dan
setiap orang tanpa kecuali demi kehormatan dan perlindungan
harkat dan martabat manusia

HAM di Indonesia sangat dihormati dan dilindungi.

HAM yang paling hakiki, tidak dapat dirubah walau dalam
keadaan bagaimanapun juga (derogable right) antara lain hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, tetapi hak untuk mati
secara eksplisit tidak kita temukan.
Hidup >< Mati
HAM selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai,

Mati sepertinya justru dihubungkan dengan
pelanggaran HAM.

Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun
(agama, moral & kesopanan) menentukan :
membantu orang lain mengakhiri hidupnya, meskipun
atas permintaan yang bersangkutan dengan nyata &
sungguh-sungguh adalah perbuatan yang tidak baik.
EUTHANASIA VERSUS
BIOETIK-BIOHUKUM DI
INDONESIA
Psl 10 KODEKI mewajibkan dokter utk melindungi mahluk insani
berarti dilarang menggugurkan kandungan dan mengakhiri hidup
seseorang meskipun mnrut pengetahuan tdk dpt disembuhkan;
Namun, bila tlh tdpt kematian btg otak penghentian tindakan medis
boleh dilakukan (pseudo-euthanasia);
Berkaitan dg hal tsb, Pasal 338,340, 344, 359 KUHP tdk dpt
diterapkan;
Bahkan bbrp pakar hkm berpendapat bhw melakukan tindakan medis
yg tdk ada manfaatnya, secara yuridis dapat dianggap penganiayaan;
Dg penjelasan tsb, Pasal 351 KUHP (penganiayaan) dpt mengancam
dokter apabila tindakan / perawatan medis yg tdk ada gunanya tetap
dilakukan;
Menghentikan tindakan medis yg tdk ada gunanya lagi, bukanlah
bermaksud memperpendek / mengakhiri hidup pasien, melainkan
untuk mencegah tindakan medis yg tdk lagi mrpkn kompetensinya.
KESIMPULAN
HAM : HAK UNTUK MATI BELUM
DIATUR
ETIKA KEDOKTERAN : EUTHANASIA
TIDAK DIIZINKAN
HUKUM : EUTHANASIA TERMASUK
TINDAK PIDANA
DIPERLUKAN ATURAN KHUSUS
TENTANG EUTHANASIA SESUAI
PERKEMBANGAN ZAMAN
Terima Kasih
Wassalam, Wr, Wbr

Anda mungkin juga menyukai