Anda di halaman 1dari 23

Gangguan pada Mata

1. Herpes zoster ophtalmicus

Herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan varicella.virus
ini dapat menyerang saraf cranial V. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons
dan ganglion gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang nervus V (cabang
oftalmik, maksilar, mandibular) akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri dan
yang terganggu adalah cabang oftalmik.

Manifestasi klinik
Manifestasi herpes zoster oftalmikus antara lain :
a. sakit mata,
b. mata merah,
c. penurunan visus dan
d. mata berair.

Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari :
1. manifestasi nyeri dan
2. gambaran ruam dermatom
3. serta adanya riwayat menderita cacar air.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu
a) antivirus,
b) kortikosteroid sistemik,
c) antidepresan, dan
d) analgesic yang adekuat.
e) Jika terjadi komplikasi mata seperti keratitis, iritis dan iridosiklitis dapat diberikan
steroid topical dan siklopegik.
f) Pengobatan akan optimal bila dimulai dalam 72 jam dari onset ruam kulit

2. Blefaritis

Blefaritis adalah peradangan pada tepi kelopak mata yang menyebabkan bagian
tersebut jadi terlihat bengkak dan merah.

GAMBARAN KLINIK
Gejala :
a. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan
keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
b. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Mata dan
kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi pembengkakan
kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
c. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang.
Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng
dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata mengering
sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.

Tanda :
a. Skuama pada tepi kelopak
b. Jumlah bulu mata berkurang
c. Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
d. Sekresi Meibom keruh
e. Injeksi pada tepi kelopak
f. Abnormalitas film air mata
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata.

PENATALAKSANAAN / TERAPI

Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat minyak
yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau pembersih khusus.
Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik (misalnya
erythromycin atau sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya tetracycline). Jika
terdapat dermatitis seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan
mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata.

3. Hordeolum

Bintitan atau hordeolum adalah inflamasi atau peradangan pada titik tertentu di kelopak mata.
Peradangan yang terjadi menyebabkan pembengkakan (benjolan), nyeri, kemerahan, bahkan
terjadi penumpukan nanah (pus) atau disebut dengan abses (kantung nanah).

Gejala
gejala bintitan (hordeolum) pada mata meliputi:
1. Benjolan di kelopak mata.
2. Pembengkakan pada kelopak mata.
3. Rasa nyeri, terutama ketika berkedip.
4. Kemerahan. Benjolan terasa lembut.
5. Ada krusta pada tepi kelopak mata.
6. Adanya sensasi terbakar pada mata.
7. Gatal pada mata.
8. Kelopak mata tampak sayu.
9. Pandangan kadang menjadi kabur karena terhalang benjolan.
10. Sensitif terhadap cahaya.
11. Rasa tak nyaman saat mengedip.
12. Kadang mata sering berair.
13. Perasaan seperti adanya objek pada mata (rasa mengganjal).
Penegakkan Diagnosis

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang dengan keluhan kelopak yang bengkak disertai rasa sakit.
Gejala utama hordeolum adalah kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan
mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan, serta perasaan tidak nyaman dan sensasi
terbakar pada kelopak mata

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik Oftalmologis


Ditemukan kelopak mata bengkak, merah, dan nyeri pada perabaan. Nanah dapat
keluar dari pangkal rambut (hordeolum eksternum). Apabila sudah terjadi abses dapat
timbul undulasi.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

Penatalaksanaan
a. Mata dikompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit setiap kalinya untuk
membantu drainase. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
b. Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo
yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses
penyembuhan. Tindakan dilakukan dengan
mata tertutup.
c. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang
lebih serius.
d. Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi
penyebab infeksi.
e. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
f. Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau kloramfenikol salep
mata setiap 8 jam. Apabila menggunakan kloramfenikol tetes mata sebanyak 1 tetes
tiap 2 jam.
g. Pemberian terapi oral sistemik dengan eritromisin 500 mg pada dewasa dan anak
sesuai dengan berat badan atau dikloksasilin 4 kali sehari selama 3 hari.
4. Chalazion

Kalazion adalah benjolan pada kelopak mata atas atau bawah, tapi umumnya terjadi
pada kelopak mata bagian atas. Kondisi ini merupakan tidak berfungsinya kelenjar
meibom yang berada tepat di atas bulu mata. Kelenjar meibom adalah penghasil
komponen lipid yang membuat lapisan luar mata selalu basah dan lembap sehingga
bola mata tidak kering dan iritasi.

MANIFESTASI KLINIS

 Benjolan pada kelopaka mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.
 Pseudoptosis
 Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat tekanannya
sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
 Pada anak muda dapat diabsobsi spontan.

DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata. Kadang
saluran kelenjar Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit, untuk memastikan
hal ini maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi.

PENATALAKSANAAN
Kadang-kadang kalazion sembuh atau hilang dengan sendirinya akibat diabsorbsi
(diserap) setelah beberapa bulan atau beberapa tahun.
1. Kompres hangat 10-20 menit 4kali sehari.
2. Antibiotika topikal dan steroid disertai kompres panas dan bila tidak berhasil
dalam waktu 2 minggu maka dilakukan pembedahan.
3. Bila kecil dapat disuntik steroid dan yang besar dapat dilakukan pengeluaran
isinya.
4. Bila terdapat sisa bisa dilakukan kompres panas.

Untuk mengurangi gejala :

1. Dilakukan ekskokleasi isi abses dari dalamnya atau dilakukan ekstirpasi


kalazion tersebut. Insisi dilakukan seperti insisi pada hordeolum internum.
2. Bila terjadi kalazion yang berulang beberapa kali sebaiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologik untuk menghindarkan kesalahan diagnosis dengan
kemungkinan adanya suatu keganasan.

Ekskokleasi Kalazion
Terlebih dahulu mata ditetesi dengan anastesi topikal pentokain.Obat anestesia
infiltratif disuntikan dibawah kulit didepan kalazion. Kalazion dijepit dengan klem
kalazion kemudian klem dibalik sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat.
Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai
bersih. Klem kalazion dilepas dan diberi salep mata.
Pada abses palpebra pengobatan dilakukan dengan insisi dan pemasangan drain
kalau perlu diberi antibiotik, lokal dan sistemik. Analgetika dan sedatif diberikan bila
sangant diperlukan untuk rasa sakit.

5. Trichiasis

Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola mata.

Gambaran klinik pada trikiasis adalah:


- posisi palpebra dapat normal namun dapat pula berkaitan dengan adanya
entropion (melipatnya margo palpebra kearah dalam sehingga bulu mata menggesek
bola mata).
- bulu mata tumbuh melengkung kedalam.
- pasien akan mengeluhkan adanya sensasi benda asing (rasa mengganjal).
- terjadi iritasi konjungtiva yang terjadi secara kronis karena gesekan bulu mata
dengan permukaan konjungtiva.
- gambaran yang sering ditemukan adalah injeksi konjungtiva, refleks epifora
(nrocos), keluarnya cairan mukus, bila parah dapat terjadi abrasi kornea.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi permukaan bola mata kronik.
Etiologi
a. Idiopatik
b. Blefaritis kronik
c. Sikatriks

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Bulu mata yang melengkung ke dalam. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, keluarnya
cairan mucus, dan reflex epifora merupakan gambaran yang sering ditemukan.
Blefaritis kronik: Margo palpebra meradang, menebal, berkrusta, erythem dengan
secret ringan dan telangiektasis pembuluh darah
Sikatriks: Dapat diakibatkan oleh luka palpebra oleh trauma, pembedahan, penyakit
ocular cicatricial pemphigoid , trakoma, dan lainnya.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Penatalaksanaan
Jika hanya sedikit bulu mata yang terlibat, epilasi mekanik dapat menangani
sementara. Pertumbuhan baru biasanya dalam tiga hingga empat minggu.Penanganan
permanen merusak folikel bulu mata yang terlibat.Hal ini dilakukan dengan eksisi
langsung, elektrolisis, atau radiosurgery
Jika melibatkan area tepi palpebra yang lebih luas, cryosurgery lebih efektif dan
kurang merusak palpebra.Ablasi laser dari folikel bulu mata juga dilaporkan
bermanfaat.Pada kebanyakan kasus, penatalaksanan ulang penting selama beberapa
sesi untuk mengeliminasi seluruh bulu mata yang terlibat.Jika entropion ditemukan,
tepi palpebra sebaiknya dikoreksi sebagai tambahan untuk menghilangkan bulu mata
yang terlibat.
6. Ptosis

Ptosis adalah istilah medis untuk turunnya kelopak mata bagian atas. Kondisi ini dapat
mempengaruhi satu atau kedua mata. Ketika ujung kelopak mata atas turun, bagian atas
daerah pandangan anda mungkin menjadi terhalang.

Gejala
Beberapa gejala ptosis antara lain :
a. melorot / turunnya salah satu atau kedua kelopak mata bagian atas
b. mata menjadi yang sangat kering atau berair
c. wajah yang terlihat lebih lelah.
d. harus memiringkan kepala ketika sedang berbicara
e. pada kondisi yang berat dapat timbul sakit kepala hingga migren

Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan fisis pada pasien ptosis dimulai dengan empat pemeriksaan klinik :
1. Palpebra Fissure Height
2. Margin-reflex distance
3. Upper lid crease
4. Levator function
5. Bells Phenomenon

Palpebra Fissure Height 9,5 7,5


Margin-Reflex Distance +4 +2
Upper Lid Crease 8 11
Levator Function 15 14
Example of ptosis data sheet
1. Palpebra Fissure Height
Jarak ini diukur pada posisi celah terlebar antara kelopak bawah dan kelopak atas
pada saat pasien melihat benda jauh dengan pandangan primer.
Fissura pada palpebra diukur pada posisi utama (orang dewasa biasanya 10-12 mm
dengan kelopak mata teratas menutup 1 mm dari limbus). Jika ptosis unilateral, pemeriksa
harus membedakan dengan artifak strabismus vertikal (hipotropia) atau retraksi kelopak mata
kontralateral. Kelopak mata harus dieversi untuk menyingkirkan penyebab lokal ptosis
misalnya konjungtivitis papilar raksasa. Jika ptosis asimetris, khususnya bila kelopak mata
atas mengalami retraksi – dokter harus secara manual mengangkat kelopak yang ptosis untuk
melihat jika terjadi jatuhnya kelopak atas pada mata lain.

2. Margin-Reflex Distance
Jarak ini merupakan jarak tepi kelopak mata dengan reflek cahaya kornea pada posisi
primer, normalnya ± 4 mm. Refleks cahaya dapat terhalang pada kelopak mata pada kasus
ptosis berat dimana nilainya nol atau negatif. Bila pasien mengeluh terganggu pada saat
membaca maka jarak refleks-tepi juga harus diperiksa.
3. Upper Lid Crease
Jarak dari lipatan kelopak atas dengan tepi kelopak diukur. Lipatan kelopak atas sering
dangkal atau tidak ada pada pasien dengan ptosis kongenital.
4. Levator Function
Untuk mengevaluasi fungsi otot levator, pemeriksa mengukur penyimpangan total tepi
kelopak mata, dari penglihatan ke bawah dan ke atas, sambil menekan dengan kuat pada alis
mata pasien untuk mencegah kerja otot frontalis. Penyimpangan normal kelopak atas adalah
14-16 mm. Sebagai tambahan, jarak refleks kornea - kelopak mata dan jarak tepi kelopak
atas-lipatan kelopak atas diukur.
6. Bells Phenomenon
Penderita disuruh menutup/memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa membuka kelopak
mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells Phenomenon (+).
Jarak penyimpangan fungsi kelopak mata :17

 Baik : lebih dari 8 mm


 Sedang : 5-8 mm
 Buruk : kurang dari 5 mm

Photograph with this patient looking down, a ruler is used to measure the motion of the eyelid
with the forehead muscles blocked.
Photograph with the patient looking up with the thumb blocking the frontalis forehead
muscle's contribution to the eyelid.
Gmbar 4. Cara pengukuran fungsi otot levator
Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk
mengetahui adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut kiranya
dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan mata
dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan terjadinya
ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya misalnya pada
pupil yang abnormal.

Diagnosis
Diagnosis ptosis tidak sulit untuk ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan
yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui causa dari ptosis dan derajat beratnya
ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan penanganan yang tepat.

Penatalaksanaan
Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual
seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap
diobservasi.
Penanganan ptosis pada umumnya adalah pembedahan. Pada anak-anak dengan ptosis tidak
memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi secara periodik untuk
mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya ambliopia, pembedahan dapat
direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada
anak, maka pembedahan dapat ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun.

Indikasi pembedahan
1. Fungsional
Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai ptosis pada anak-anak.
2. Kosmetik
Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi pandangan hanya mungkin
jika fungsi levator tidak terganggu.

Kontra Indikasi pembedahan


1. Kelainan permukaan kornea
2. Bells Phenomenon negatif
3. Paralisa nervus okulomotoris
4. Myasthenia gravis

Prinsip-Prinsip Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal. Pada
ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar
pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot levator palpebra atau menghubungkan kelopak
mata atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan hanya setelah
ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa pembedahan memiliki
banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli bedah yang akan
menangani pasien tersebut.

Beberapa Pembedahan Ptosis


Reseksi levator eksternal
Reseksi levator eksternal diindikasikan pada kasus ptosis moderat sampai berat dengan fungsi
kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk kategori tersebut.
Pedoman yang dianjurkan Beard :
1. Ptosis kongenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih baik (8 mm atau
lebih) : reseksi 10 – 13 mm.
2. Ptosis kongenital sedang (3 mm) :
- fungsi levator baik (8 mm atau lebih) : dipotong 14 – 17 mm;
- fungsi yang kurang (5-7 mm) : direseksi 13 – 22 mm
- fungsi yang buruk (0-4 mm): reseksi 22 mm atau lebih.
3. Ptosis kongenital berat (4 mm atau lebih) dengan fungsi yang kurang sampai buruk
: reseksi 22 mm atau lebih atau lakukan sling frontalis

Advancement of the levator aponeurosis atau Tucking


Prosedur ini biasanya diindikasikan pada ptosis di dapat (acquired). Juga dapat dilakukan
pada ptosis kongenital.

Sebelum Pembedahan
Setelah Pembedahan

Gambar 5. Keadaan seorang pasien sebelum dan sesudah tindakan pembedahan20

Frontalis sling
Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis sling merupakan
pendekatan yang paling baik.

Prosedur Fasenella – Servat


Operasi ini diindikasikan jika fungsi levator baik (10 mm) dan ptosis ringan (1-2 mm).

Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau otot-otot tarsus
superior (atau keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun dari konjungtiva, kini dipakai. Pada
tahun-tahun terakhir ini, titik berat diletakkan pada keuntungan membatasi operasi pada
perbaikan dan reseksi aponeurosis levator, terutama pada ptosis yang didapat.
Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber pengangkatan
alternatif. Menggantungkan palpebra pada kening (alis) memungkinkan pasien mengangkat
palpebra dengan bantuan gerak alami muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya
dianggap sebagai alat terbaik untuk menggantung.

7. Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah suatu peradangan atau infeksi selaput transparan yang berada di
permukaan dalam kelopak mata dan yang mengelilingi bola mata bagian luar.
GEJALA

Mata merah memperlihatkan adanya:

1. Kemerahan pada satu mata atau kedua mata;


2. Rasa gatal pada satu mata atau kedua mata;
3. Rasa mengganjal pada satu mata atau kedua mata;
4. Pengeluaran kotoran mata dari satu mata atau kedua mata yang dapat
membentuk kerak pada malam hari sehingga pada pagi pagi hari kelopak mata
tidak dapat dibuka;
5. Pengeluaran air mata;
6. Reflex pupil (anak mata) masih normal;
7. Ketajaman penglihatan masih normal.

Pemeriksaan Penunjang

Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan


pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik
membantu.

1. Kultur

Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan


konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk
konjungtivitis purulen berat atau berulang pada semua grup usia dan pada kasus
dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap pengobatan.

2. Kultur virus

Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes


imunodiagnostik yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen
sudah tersedia untuk konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88%
sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%. Tes imunodiagnostik mungkin tersedia
untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk spesimen dari okuler. PCR dapat digunakan
untuk mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan beragam tergantung dari
kebijakan laboratorium.

3. Tes diagnostik klamidial

Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan
imunologikal telah tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan
enzyme-linked imunosorbent assay. Tes ini telah secara luas digantikan oleh PCR
untuk spesimen genital, dan, karena itu, ketersediaannya untuk spesimen konjungtival
lebih terbatas. Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler beragam. Meskipun
spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang memuaskan,
penggunaannya belum diperjelas oleh FDA.

4. Smear/sitologi

Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan


pada kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau
berulang, dan pada kasus dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.

5. Biopsi

Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon
pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi
langsung dapat menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi
konjungtival dan tes diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu
menetapkan diagnosis dari penyakit seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom.
Biopsi dari konjungtiva bulbar harus dilakukan dan sampel harus diambil dari area
yang tidak terkena yang berdekatan dengan limbus dari mata dengan peradangan aktif
saat dicurigai sebagai OMMP. Pada kasus dicurigai karsinoma glandula sebasea,
biopsi palpebra seluruh ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi
preoperatif dengan ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan
pewarnaan spesimen yang tepat.

6. Tes darah

Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui
menderita penyakit tiroid.

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat pasien.


Paparan bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan
konjungtivitis toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan kimia,
pH okuler harus dites dan irigasi mata terus dilakukan hingga pH mencapai 7.
Konjungtivitis juga dapat disebabkan penggunaan lensa kontak atau iritasi mekanikal
dari kelopak mata.

Penatalaksanaan Konjungtivitis

Non Farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana


cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat
memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan
kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang
mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang
terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh
personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.

Farmakologi

 Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologinya.
 Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.

Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan


antibiotic tunggal seperti

ü Kloramfenikol

ü Gentamisin

ü Tobramisin

ü Eritromisin

ü Sulfa

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan


dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri
sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa)
untuk mengetahui penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan
disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan
antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5x/hari.
Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid
10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi
duktus nasolakrimal.

Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus

Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk


mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan
sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan
kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.

Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sedmbuh sendiri
sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi.
Pada kasus yang berat diberikan antibodi untuk mencegah infeksi sekunder serta
steroid topikal. Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400
mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat
episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan
penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit.
Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu
dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas
kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24jam.

Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi

Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan


sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang.
Penyakit ringan sampai sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak
dengan reaksi konjungtiva papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus
yang lebih berat mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel
limbal, dan perisai (steril) ulkus kornea.

1. Alergi ringan

Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan
kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan
mediator peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.

2. Alergi sedang

Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang
timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell
stabilizer. Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.

Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa
kerja cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek
samping; tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin
oral, yang mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih
baik dari, antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan
topikal antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap
injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi
konjungtiva. Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika
diperlukan tambahan efek anti-peradangan.

3. Alergi berat

Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan
dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal
adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal
ulcer. Rujukan spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi
yang resisten, dimana memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal,
yang dapat digunakan bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell
stabilizer. Topikal NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi
yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata
termasuk penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan
intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti
loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin
topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan
sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai terapi
lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal.

8.Pterigium

Pterigium adalah daging,tumbuh berbentuk segi tiga atau seperti sayap pada mata.
Kondisi ini biasanya terjadi di sudut mata bagian dalam, meskipun dapat juga tampak
di sudut bagian luar.

Gejala Pterygium

Pada umumnya, pterygium hanyalah berupa tumbuhnya selaput pada permukaan bola
mata tanpa ada keluhan lain. Namun kadang kondisi ini juga dapat disertai oleh gejala
yang meliputi:

 Mata merah.
 Iritasi, gatal, atau perih pada mata.
 Pandangan samar atau kabur.
 Terasa ada yang mengganjal di mata apabila selaput pterygium tebal atau
lebar.
DIAGNOSIS
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis akan kita dapatkan keluhan-keluhan
pasien seperti adanya ganjalan pada mata yang semula dirasakan didekat kelopak
namun lama-kelamaan semakin ke tengah (kornea), mata merah dan tidak disertai
belek(sekret). Dari anamnesis ini kita juga akan dapatkan informasi mengenai
pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, dan kebiasaan hidupnya karena hal ini
berhubungan dengan besarnya paparan sinar ultraviolet yang mengenainya.
Pemeriksaan fisik pada pasien pterigium akan didapatkan adanya suatu
lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh dari kelopak baik bagian nasal maupun
temporal yang menjalar ke kornea, umumnya berwarna putih, namun apabila terkena
suatu iritasi maka bagian pterigium ini akan berwarna merah.
Pemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosis pterigium tidak harus
dilakukan, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik kadang sudah dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis pterigium. Pemeriksaan histopatologi
dilakukan pada jaringan pterigium yang telah diekstirpasi. Gambaran pterigium yang
didapat adalah berupa epitel yang irreguler dan tampak adanya degenerasi hialin pada
stromanya.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan pterigium tergantung dari keadaan pteriumnya sendiri, dimana
pada keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan, namun bila terjadi proses
inflamasi dapat diberikan steroid topikal untuk menekan proses peradangan, dan pada
keadaan lanjut misalnya terjadi gangguan penglihatan (refraktif), pterigium telah
menutupi media penglihatan (menutupi sekitar 4mm permukaan kornea) maupun
untuk alasan kosmetik maka diperlukan tindakan pembedahan berupa ekstirpasi
pterigium.
Obat-obatan yang sering digunakan pada kasus pterigium adalah :
- Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) –
untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air.
Obat ini merupakan obat tetes mata topikal atau air mata artifisial (air mata penyegar,
Gen Teal (OTC)—air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan
mata pada pasien dengan permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan permukaan
air mata yang tak teratur. Keadaan ini banyak terjadi pada keadaan pterygium.

- Salep untuk pelumas topikal – suatu pelumas yang lebih kental pada
permukaan okular. alep untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M penyegar (OTC).
Suatu pelumas yang lebih kental untuk permukaan mata. Sediaan yang lebih kental ini
akan cenderung menyebabkan kaburnya penglihatan sementara; oleh karena itu bahan
ini sering dipergunakan pada malam hari terkecuali bila pasien merasakan sakit dalam
pemakaiannya.

- Obat tetes mata anti – inflamasi – untuk mengurangi inflamasi pada


permukaan mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat
membantu dalam penatalaksanaan pterygia yang inflamasi dengan mengurangi
pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya.
Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) – suatu suspensi kortikosteroid topikal yang
dipergunakan untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian obat ini harus dibatasi
untuk mata dengan inflamasi yang sudah berat yang tak bisa disembuhkan dengan
pelumas topikal lain.

Tindakan pembedahan untuk ekstirpasi pterygia biasanya bisa dilakukan pada pasien
rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan
dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada
malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau
antiinflamasi.

Pembedahan pterigium dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain :


Teknik Bare sclera
a. Anastesi : proparacain atau pantokain atau dapat juga menggunakan kokain 4%
yang diteteskan maupun dioles dengan kapas pledget, kemudian diberikan suntikan
subkonjungtiva dengan lidokain 1-2 % .
b. Persiapkan duk steril untuk menutupi derah operasi.
c. Siapkan lid spekulum
d. Lakukan pengujian untuk menunjukkan otot yang terkait dengan pterigium.
e. Lakukan fiksasi dengan benang ganda 6.0 pada episklera searah jam 6 dan jam
12.
f. Posisi mata pada jahitan korset.
g. Buatlah garis demarkasi pterigium dengan cautery.
h. Gunakanlah ujung spons atau kapas untuk membersihkan darah ketika sedang
dilakukan pengikisan pterigium dari apek dengan menggunakan forcep jaringan.
i. Laksanakan pembedahan dari kepala pterigium yang ada di dekat kornea mata
dengan menggunakan scarifier. Traksi dengan forcep ukuran 0.12 mm akan
memudahkan pengangkatan pterigium.
j. Bebaskan sklera dari pterigium.
- Menggunakan westcott gunting untuk memotong sepanjang tanda cautery.
- Kikislah pterigium dengan gunting.
- Pindahkan semua jaringan pterigium dari limbus dengan menggunakan sharp
sehingga tampak jaringan sklera yang telanjang.
- Jika perlu, mengisolasi rektus otot horizontal dengan suatu sangkutan otot
untuk menghindari kerusakan jaringan yang akan membentuk sikatrik.
k. Pindahkan pterigium dilimbus dengan menggunakan gunting.
l. Gunakan cautery untuk menjaga keseimbangan.
m. Menghaluskan sekeliling tepi limbus.
- Dengan menggunakan burr intan
- Dengan tepi punggung mata pisau scarifier.
n. Berikan antibiotik dan steroid topikal.
o. Kemudian tutup mata dengan kasa steril dan fiksasi.
2. Teknik Mc. Reynolds
Mencangkok dan menguburkan pterigium di dalam konjungtiva dilakukan dengan
cara ;
a. Setelah pterigium dipindahkan dari kornea, buatlah goresan di bawah
konjungtiva dengan gunting, antara kornea dan sklera, yang lebarnya disesuaikan
dengan lebar dri pertumbuhan pterigium yang semula, sehingga diharapkan bila
terjadi pterigium ulang tidak akan menyeberang ke kornea.
b. Jahitlah apek dari lapisan konjungtiva tersebut dan masukkan ke dalam celah di
bawah konjungtiva yang terletak di antara kornea dan sklera.
c. Setelah lapisan konjungtiva tadi dimasukkan ke lapisan bawah antara kornea
dan sklera, kemudian lakukan fiksasi.

Ada berbagai variasi pada teknik Mc. Reynolds. Yaitu:


1. Neher : pterigium dikuburkan di bagian konjungtiva superior, kemudian di
fiksasi pada episklera.
2. Desmarres: Buatlah incisi pada bagian bawah konjungtiva kemudian apek dari
pterigium di transplantasikan ke jaringan di bawah konjungtiva tersebut, kemudian di
fiksasi pada konjungtiva dan tepi kornea sehingga bentuknya seperti sayap.
3. Berens: Pertumbuhan dicangkok di bagian atas konjungtiva tanpa penguburan
jaringan pterigium. Dua goresan kecil parakorneal dibuat untuk menutup konjungtiva
yang cacat dan untuk menutupi area kornea yang terbuka. Kemudian di fiksasi untuk
mengamankan pterigium di tempat yang baru.
4. Knapp: Teknik ini digunakan untuk pterigium yang sangat luas.
Pertumbuhannya di pisah dengan goresan horizontal, masing-masig dipindahkan ke
busur konjungtiva atas dan bawah.
5. Callahan: Buatlah suatu goresan miring dari limbus sampai konjungtiva kurang
lebih 5-10 mm sepanjang garis tepi yang menyangkut pada pterigium. Goresan juga
dibuat sepanjang garis tepi bagian atas konjungtiva sebagai penutup. Pencangkokan
dibuat pada daerah limbus yang ditelanjangi atau membiarkan area limbus tersebut
terbuka (teknik Bare Sclera).
6. Blaskovics: Teknik ini dilakukan apabila dikhawatirkan akan kambuh, dengan
cara konjungtiva dilipat ke bawah kemudian dijahit.

9. Keratitis

Keratitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada kornea mata. Cedera
mata atau adanya infeksi merupakan penyebab utama pada keratitis.
Gejala-gejala Keratitis

Gejala awal dan utama pada keratitis adalah mata merah. Gejala ini umumnya bisa
disertai dengan indikasi:

 Mata yang terlihat merah.


 Mata yang terus mengeluarkan air mata atau kotoran.
 Sensasi panas atau perih pada mata, seperti terbakar.
 Mata terasa mengganjal.
 Pandangan kabur.
 Kelopak mata yang sulit terbuka akibat iritasi atau rasa sakit.
 Sensitivitas mata terhadap cahaya yang meningkat.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan tajam penglihatan: Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk


mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan menggunakan kartu snellen maupun secara manual yaitu
menggunakan jari tangan.
 Pemulasan fluorescein
 Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa.
 Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea
 Pemeriksaan schirmer.
 Kultur bakteri atau fungi
 Uji dry eye : Pemeriksaan mata kering atau dry eye termasuk penilaian terhadap lapis
film air mata ( tear film ), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji break up time
tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi kornea.
Penilaiannya dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan
kornea lebih dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan
film air mata tidak stabil.
 Uji fluoresein : Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat erosi,
keratitis epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan terlihat warna hijau pada defek
tersebut
 Uji sensibilitas kornea : Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan
dengan penyakit mata akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes zooster ataupun
akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea oleh infeksi herpes simpleks
 Uji fistel : Untuk melihat kebocorankornea atau fistel akibat adanya perforasi kornea
 Uji biakan dan sensitivitas : Mengidentifikasi patogen penyebab
 Uji plasido : Untuk mengetahui kelainan pada permukaan kornea

Menentukan bakteri yang menyerang mata.

 Ofthalmoskop : Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang
pacat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan peripapilar.
 Keratometri ( pegukuran kornea ) : Keratometri tujuannya untuk mengetahui
kelengkungan kornea, tear lake juga dapat dilihat dengan cara focus kita alihkan
kearah lateral bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang
terisi air mata.
 Tonometri digital palpasi : Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer
tidak dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan
infeksi kornea. Pada cara ini diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat factor
subjektif, tekanan dapat dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan dengan
tahanan bola mata bagian superior.

PENATALAKSANAAN

 Pemberian antibiotik, air mata buatan.


 Pada keratitis bakterial diberikan gentacimin 15 mg/ml, tobramisin 15 mg/ml,
seturoksim 50 mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap 30 menit kemudian
diturunkan menjadi 1 jam dan selanjutnya 2 jam bila keadaan mulai membaik. Ganti
obatnya bila resisten atau keadaan tidak membaik.
 Perlu diberikan sikloplegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan
mengurangi nyeri akibat spasme siliar
 Pada terapi jamur sebaikna diberikan ekanazol 1 % yang berspektum luas.
 Antivirus,anti inflamasi dan analgesic

10. Xeropthalmia

Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan vitamin A, terutama pada


anak Balita dan sering ditemukan pada penderita gizi buruk dan gizi kurang.

Gambaran Klinis
1. Gejala Reversible :
– buta senja (Hemeralopia)
– xerosis konjungtiva : yaitu konjungtiva yang kering, menebal,
berkeriput, dan keruh karena banyak bercak
pigmen
– xerosis kornea : konjungtiva kornea yang kering, menebal,
berkeriput dan keruh karena banyak bercak
pigmen
– bercak Bitot : benjolan berupa endapan kering dan berbusa
yang berwarna abu-keperakan berisi sisa-sisa
epitel konjungtiva yang rusak.
2. Gejala irreversible : ulserasi kornea dan sikatriks (scar)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnose kekurangan vitamin A,
bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain
menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA.
v Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum
retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.
v Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang dapat
memperparah seperti pada :
· pemeriksaan darah malaria
· pemeriksaan darah lengkap
· pemeriksaan fungsi hati
· pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau TBC
· pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta
· pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit penyerta.
v Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit/Labkesda atau
BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.

Pengobatan
Pengobatan xeroftalmia adalah sebagai berikut;
a. Berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi.
Hari berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
b. 1 – 2 minggu berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
c. Obati penyakit infeksi yang menyertai
d. Obati kelainan mata, bila terjadi
e. Perbaiki status gizi

Anda mungkin juga menyukai