Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat/ Maret 2014

Biokimia Hewan Waktu : 07.00-11.00 WIB


PJP : Puspa Julistia Puspita, MSc
Asisten : Puji Rahmadani
M. Maftuchin S.




ENZIM (2)



Kelompok 9

Wardiman Jaya Rahman J3P213069
Ira Khoerunnisa J3P213059
Grafinny Eka Fitri J3P113026

















PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER
DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PENDAHULUAN
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan dalam
aktivitas biologis. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya
sangat khas. Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi
tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan hasil
reaksinya. Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena panas, asam dan basa kuat,
pelarut organik atau apa saja yang bisa menyebabkan denaturasi protein. Enzim
dinyatakan mempunyai sifat yang sangat khas karena hanya bekerja pada substrat
tertentu (Aisjah 1986).
Enzim pencernaan adalah substansi di perut dan sistem pencernaan yang
memecah makanan, misalnya pepsin adalah sebuah enzim di lambung yang
memecah protein, lipase untuk memecah lemak, amilase memecah karbohidrat, di
samping itu juga terdapat getah lambung yang berupa asam klorida (HCl) yang
diproduksi oleh sel-sel mukosa. Terdapat juga enzim dari hati dan pankreas yang
membantu pencernaan, contohnya katalase yang dikeluarkan hati untuk
menetralkan racun.
Enzim Pencernaan Manusia, Macam-macam enzim pencernaan di atas,
memiliki tanggung jawab terhadap masing-masing fungsinya, yaitu : Enzim
ptialin terdapat di dalam air ludah, dihasilkan oleh kelenjar ludah. Fungsi enzim
ptialin untuk mengubah amilum (zat tepung) menjadi glukosa . Enzim amilase
dihasilkan oleh kelenjar ludah ( parotis ) pada mulut dan juga pada kelenjar
pankreas. Enzim pencernaan amilase berguna untuk memecah molekul amilum,
sering dikenal dengan zat tepung (pati) ini menjadi senyawa sakarida dengan
molekul yang lebih sederhana yaitu maltosa. Enzim Maltase ditemukan pada usus
dua belas jari yang berperan dalam memecah molekul maltosa menjadi glukosa
yang merupakan jenis sakarida sederhana (monosakarida). Senyawa glukosa ini
berukuran kecil dan beratnya lebih ringan dari pada maltosa, yang kemudian akan
diangkut oleh darah untuk diedarkan ke seluruh sel yang membutuhkan. Enzim
pepsin di hasilkan oleh lambung berupa pepsinogen yang akan bereaksi terhadap
asam lambung untuk menjadi pepsin. Cara kerja enzim pepsin pada pencernaan,
sebagai pengurai molekul protein yang kompleks menjadi molekul yang lebih
sederhana yaitu pepton, yang kemudian dipecah lagi menjadi lebih sederhana agar
bisa diangkut oleh darah. Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pancreas dan
dialirkan ke dalam usus dua belas jari ( duodenum ), yang kemudian
menghasilkan asam amino yang molekulnya lebih sederhana jika dibanding
molekul pepton. Kemudian, sel akan merakit asam amino untuk membentuk
protein yang dibutuhkan sel. Enzim renin di hasilkan di dinding lambung yang
mempunyai fungsi untuk mengendapkan kandungan kasein pada zat susu. Kasein
berasal dari protein susu atau sering disebut keju. Setelah kasein diendapkan dari
air susu maka zat dalam air susu dapat dicerna. Enzim lipase dihasilkan oleh
kelenjar pankreas dan kemudian dialirkan ke dalam usus dua belas jari (
duodenum ). Enzim lipase juga dihasilkan oleh lambung, tetapi jumlahnya sangat
sedikit.
Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva
adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral.
Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar
ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan
mengeluarkan suatu sekret yang disebut saliva (ludah atau air liur).
Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu)
sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan
jaringan asinar. Enzim amilase di dalam tubuh manusia sangat penting. Enzim
amilase ikut bertanggung jawab menjaga kesehatan dan proses metabolisme di
dalam tubuh. Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh mengalami
gangguan pencernaan (maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan
penyerapan (malabsorpsi).
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat dan susunan air liur,
pengaruh pH pada aktifitas amilase air liur, serta mengetahui hidrolisis pati
matang dan mentah oleh amilase air liur

METODE PRAKTIKUM
Alat Dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, gelas
piala, pipet tetes, pipet volumetrik 5 mL, penangas air, kertas saring, karet
penyumbat, tabung erlenmeyer, glass wool dan corong.
Bahan praktikum yang digunakan adalah air saliva, kertas lakmus, kanji
1%, asam asetat, akuades, Na-Karbonat 0,1%, pereaksi iod, pereaksi Benedict,
dan pH indikator.
Prosedur Percobaan
Pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur. Langkah pertama empat
tabung reaksi disiapkan. Tabung pertama diisi dengan 2 ml HCl, tabung kedua
diisi dengan 2 ml asam asetat, tabung ketiga diisi dengan 2 ml akuades, dan
tabung keempat diisi dengan 2 ml Na

Karbonat 0.1%. Masing-masing nilai pH
dari setiap tabung adalah 1, 5, 7, dan 9. Tabung ditambah dengan 2 ml larutan
kanji 1%, dan 2 ml air liur. Keempat tabung dikocok dengan baik dan diletakkan
pada penangas air bersuhu 37C selama 15 menit. Selanjutnya keempat larutan
yang telah dipanaskan dibagi menjadi masing-masing dua tabung. Setiap larutan
dilakukan uji Benedict dan uji Iod.
Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur. Air liur dibubuhkan
sebanyak 0.2 ml dari hasil percobaan sebelumnya pada larutan pati atau kanji 1%
lalu di kocok. Larutan tersebut dikocok dan dimasukkan ke penangas air bersuhu
37C. Setiap 1 menit dilakukan uji iod dengan memasukkan 1 tetes larutan
tersebut ke porselen dan direaksikan dengan larutan iod encer. Perbedaan warna
yang timbul pada setiap menit dicatat. Ketika hasil uji Iod tidak menghasilkan
reaksi positif lagi (titik akhromatik) larutan diuji dengan pereaksi benedict.
Hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur. Percobaan ini dilakukan
dengan memasukkan tepung pati secukupnya ke dalam tabung reaksi dan
dicampurkan 5mL akuades. Larutan tersebut dikocok dan ditambahkan 10 tetes
saliva. Setelah bercampur, larutan dipanaskan dengan penangas air pada suhu
37
o
C selama 20 menit. Selanjutnya larutan disaring dengan kertas saring dan
diambil filtratnya. Filtratnya dilakukan uji terhadap produksi hidrolisis pati oleh
amilase seperti percobaan kedua. Perbedaan warna yang ditimbulkan saat uji Iod
diamati setiap menit. Setelah diuji dengan iodium tidak bereaksi positif lagi, yaitu
menjadi warna kuning (tidak ada perubahan warna atau adanya titik akromatik),
larutan diuji dengan pereaksi Benedict. Kemudian hasilnya dibandingkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan dilakukan dengan menguji enzim yang terkandung dalam air
liur (saliva). Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk
kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan,
istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita.
Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah
produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika
keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim
tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross 1995).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu ,
pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu
berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis
enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah
suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian
aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya
efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar
antara pH 4,5 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya
enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

1. Pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur
Tabel 1. Pengaruh pH pada aktivitas enzim amilase
Tabung ke- pH Uji Iod Uji Benedict
1 1 Hitam (+) Biru kehijauan (-)
2 5 Kuning muda (-) Kuning (++)
3 7 Bening keunguan (+) Kuning hijau (+)
4 9 Bening keunguan (+) Kuning hijau (+)

Gambar I. Uji Iod pada pH berbeda dan Uji Benedict pada pH berbeda.
Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan
struktur atau pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan
substrat atau katalis. Sebagai contoh, enzim bermuatan negatif (Enz-) bereaksi
dengan substrat bermuatan EnzSH. Pada pH yang rendah, Enz-
mengalamipositif (SH+) : Enz- + SH+ protonasi dan kehilangan muatan
negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi,
SH+ mengalami ionisasi danH+ S + H+.kehilangan muatan positifnya
(substrat dinetralisir) : SH+ Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk
yang mengadakan interaksi adalah SH+ dan Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi
ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi (Peodjiadi 2006).



2. Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur
Tabel 2. Hidrolisis pati oleh enzim amilase air liur
Menit
ke-
Uji Iod Uji Benedict
1 Ungu Hijau
2 Ungu Hijau kebiruan
3 Ungu Hijau kebiruan
4 Ungu Hijau kebiruan
5 Ungu Biru kuning
6 Biru pekat -
7 Biru -
8 Biru -
9 Biru cerah -
10 Biru cerah -
11 Biru cerah -
12 Biru cerah -
13 Biru cerah -
14 Biru cerah -
15 Biru kemerahan -
16 Biru kemerahan -
17 Biru kemerahan -
18 Biru kemerahan -
19 Kuning -
20 Kuning -
21 Kuning agak tua -
22 Kuning kecokelatan -

Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini
diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi).
Umumnya, kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal
dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal. Hasil percobaan, pada pH 1
(uji Iod) dan pH 5 (uji benedict) aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil
(ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan
pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Menurut
Amerongen (1991) amilase yang terdapat dalam saliva adalah -amilase liur yang
mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa
dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat (1 4). Amilase liur
akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan
makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam
menembus partikel makanan. Pada pH 1 diperoleh hasil positif pada uji iod dan
hasil negatif pada uji benedict. Seharusnya hasil yang diperoleh uji iod dan uji
benedict adalah negatif, sebab pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan
karbohidrat pun seharusnya terhidrolisis karena pemanasan dan pH yang sangat
asam.
Uji iod terhadap campuran saliva dan pati yang memiliki pH 5
menunjukkan warna kuning pudar yang menunjukkan hasil yang negatif. Hal
tersebut dikarenakan pH yang digunakan terlalu rendah untuk kerja optimum
enzim amilase pada saliva yang digunakan. Sementara pada pH 7 dan 9, uji ini
memberikan reaksi yang positif. Hasil uji Benedict menunjukkan reaksi negatif
pada pH 1 dan menunjukkan reaksi positif pada pH 5, 7, dan 9. Hal ini
menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja pada pH yang terlalu rendah
maupun terlalu tinggi. Dari hasil uji Benedict ini warna kuning pekat dimiliki oleh
tabung yang ber-pH 5. Oleh karena itu berdasarkan hasil percobaan pH optimum
untuk aktivitas enzim amilase adalah pada pH 5. Padahal pada umumnya pH
optimum saliva adalah mendekati 7. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan pada saat praktikum seperti faktor pemanasan yang tidak berjalan stabil
pada suhu 37
o
C karena terputusnya aliran listrik. Faktor pengocokan yang kurang
sempurna juga dapat mempengaruhi hasil ini. Selain itu, larutan dengan variasi
pH yang dibuat pun tidak cukup akurat untuk dijadikan indikasi pengukuran laju
reaksi optimum enzinm dengan variabel pH, karena pembuatan larutan pun masih
dalam skala kualitatif bukan kuantitatif.
Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna ungu yang makin
lama makin jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim
amilase dapat menjalankan fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa.
Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan iodium memberi
warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi warna coklat
kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi
(akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Titik saat
campuran tidak memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik. Bila setelah
uji iod tidak berwarna diadakan uji Benedict akan memberikan warna positif yang
berwarna hijau. Pada uji benedict, teori yang mendarsarinya adalah gula yang
mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan mereduksi ion Cu
2+
dalam
suasana alkalis, menjadi Cu
+
, yang mengendap sebagai Cu
2
O (kupro oksida)
berwarna merah bata. Berikut reaksi yang berlangsung:

Gambar . Reaksi gula pereduksi
Uji iod terhadap hidrolisis pati oleh amilase air liur mencapai titik
akromatik pada menit ke-22. Titik akromatik yaitu titik saat larutan uji dengan
larutan iod menghasilkan reaksi negatif (pati sudah hilang). Sedangkan uji
Benedict menunjukkan hasil yang positif.
3. Hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur
Tabel 3. Hidrolisis pati mentah oleh enzim amilase pada air liur
Menit
ke-
Uji Iod Uji Benedict
1 Ungu Hijau
2 Ungu Hijau kebiruan
3 Biru Hijau kebiruan
4 Biru Hijau kebiruan
5 Biru Hijau kebiruan
6 Biru cerah Hijau kebiruan
7 Biru cerah Hijau kebiruan
8 Biru kemerahan Hijau kebiruan
9 Biru kemerahan Hijau kebiruan
10 Kuning kehijauan Hijau, ada endapan kuning

Percobaan hidrolisis pati mentah menunjukkan reaksi negatif untuk uji
Benedict karena pati mentah lebih sulit dihidrolisis oleh amilase. Sedangkan pada
uji iod hidrolisis pati mentah juga menunjukkan hasil yang positif. Titik
akhromatik hidrolisis pati mentah adalah pada menit ke-10. Jika dibandingkan
titik akhromatik hidrolisisnya, pati mentah lebih lambat mencapai titik akhromatik
dibandingkan pada hidrolisis pati matang.
Perbedaan pati matang dan pati mentah Pati mentah yang digunakan
merupakan pati yang tidak mengalami proses pemanasan. Sedangkan, pati matang
merupakan pati yang sebelumnya sudah mengalami pemanasan. Dari tabel 2 dapat
dilihat bahwa hidrolisis pati matang mempunyai titik akromatik yang lebih cepat
dari pati mentah yaitu 24 menit. Sedangkan, pati matang 36 menit. Hal itu sesuai
dengan literatur bahwa pati yang matang akan lebih cepat mengalami hidolisis.
Pada pengamatan pada pati mentah terjadi kesalahan sehingga titik akromatiknya
tidak tepat. Pada awal pengamatan sampel percobaanya memiliki warna kuning
yang ditengahnya terdapat titik biru, semakin lama titik biru mulai berkurang akan
tetapi pada menit 36 justru berubah mencadi biru pekat. Hal itu dapat terjadi
karena beberapa hal seperti saringan air liur yang kurang sempurna, masih
terdapat gumpalan pati yang belum tercampur dengan baik. Selain itu penetesan
kadar air liur dan iodium tidak seimbang sehingga pada awal pengamatan warna
kuningnya lebih dominan. Sehingga pada pengamatan kedua bisa dikatakan
bahwa hidrolisis patinya kurang sempurna.
Pengaruh pH po pada Kinerja Enzim. pH optimal enzim adalah sekitar
pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim
mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam
keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke
lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2
(Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus
asam ataupun gugus basa terutama pada residu terminal karboksil dan asam
aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh
terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi
dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum
tertentu, pada umumnya sekitar 4,58, dan pada kisaran pH tersebut enzim
mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).

SIMPULAN
Enzim amilase dapat bekerja optimal pada pH optimumnya, yaitu sekitar
pada pH 7 dan sekitarnya. Enzim akan berkurang laju reaksinya atau akan rusak
pada pH yang ekstrim, yang di bawah pH 4,0 dan di atas pH 10. Berdasarkan data
yang diperoleh titik akhromatik pati matang lebih lambat (menit ke-22) dari pati
mentah menit (ke-10). Hal tersebut dikarenakan pada pati matang dilakukan
pengukuran tiap 5 menit sekali sedangkan pada pati mentah tiap 1 menit sekali.
Jadi pada dasarnya yang lebih cepat adalah titik akhromatik pati matang. Enzim
amilase juga diketahui lebih cepat menghidrolisis pati matang daripada pati
mentah.

DAFTAR PUSTAKA
Aisjah Girindra. 1986. Enzim dalam Biokimia 1. Jakarta: Gramedia.
Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Surabaya : Gadjah Mada University Press.
Hart H et al. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta : Erlangga
Kidd BSJ. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Jakarta:
EGC.
Poedjiadi A. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Suharso M. 1986. Enzim dalam Biokimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Wirahadikusumah M. 1989. Biokimia: Protein, Enzim, dan Asam Nukleat.
Bandung : Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai