1. Pendahuluan
Dibandingkan dengan era sepuluh tahun yang lalu, saat ini kita telah melihat bahwa satu
rumah dengan mudah terhubung ke seluruh penjuru dunia hanya dengan pulsa lokal melalui
koneksi internet. Sumber-sumber informasi yang menguntungkan dapat dengan mudah digali
dari internet dalam waktu yang cepat. Kepraktisan yang seperti ini telah mengakibatkan
peningkatan trafik komunikasi yang tajam. Berdasarkan data survey, trafik data akan mencapi
D - 65
D - 66
banyak. Berbeda dengan sistem yang hanya menggunakan TDM (Time Domain
Multiplexing) dimana pada TDM untuk meningkatkan kapasitas traffic diperlukan
peningkatan clock rate, yang berarti perlu juga untuk meningkatkan daerah kerja perangkat
ke frekuensi yang lebih tinggi, maka dengan teknologi WDM, kapasitas traffic dinaikkan
hanya dengan menambahkan jumlah kanal. Meskipun demikian, para peneliti berusaha untuk
meningkatakan kapasitas traffic dengan dua arah yaitu dengan peningkatkan kecepatan
bitrate TDM dan dengan penambahan kanal melalui WDM.
1
3
Wavelength
filter
Mux
1 2
interleaver
as MUX
1
3
n
interleaver
as DEMUX
n-1
n-1
2
4
2
4
D - 67
(ii). Ekonomis
Dibandingkan dengan transmisi yang hanya menggunakan TDM, sistem transmisi WDM
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Misalnya, jika pelayanan yang sedang on line
mempunyai bitrate 622 Mbps akan dinaikkan menjadi 10 Gbps, maka untuk sisitem transmisi
TDM perlu dilakukan penggantian fiber yang ada sebab biasanya fiber yang digunakan untuk
kapasitas data 622 Mbps hanya bisa mampu untuk transmisi sampai dengan 2.5 Gbps. Hal ini
dikarenakan faktor dispersi fiber yang diinstal hanya bisa mengcover sampai dengan
frekuensi clock rate 2.5 GHz. Adapun untuk sistem WDM, tanpa harus mengganti fiber yang
sudah diinstal, yakni cukup dengan menambah kanal melalui spacing pada panjang
gelombang sinyal pengirim, upgrading sistem akan dapat dengan mudah dilakukan.
Misalnya, untuk kasus 622 Mbps ke 10 Gbps, berarti cukup dengan menambahkan 16 kanal
panjang gelombang. Selain itu peningkatkan bitrate pada sistem TDM akan memerlukan
banyak replacing pada sistem elektronik, sebab dalam rangkaian elektronik frekuensi 622
MHz dengan frekuensi 10 GHz mempunyai perbedaan rangkaian yang sangat besar sekali. Di
laporkan juga bahwa cost performance untuk sistem WDM adalah berkisar antara 1/2 sampai
1/5 dari cost TDM.
(iii). Open Sistem
Karena WDM adalah media dan bukan suatu protokol network tersendiri, maka sistem
WDM sangat terbuka untuk digunakan bagi segala jenis network protocol yang ada seperti
SONET/SDH, ATM, IP dan sebagainya. Masing-masing protokol dapat menempati 1 kanal
panjang gelombang. Hal ini telah membawa jaringan serat optik WDM sebagai suatu jaringan
yang transparan.
2. Analisa pasar komponen WDM dan celah-celah penelitian dan pengembangan bagi
peneliti dan industri indonesia
Berdasarkan prediksi NEMI, tingkat pertumbuhan pasar untuk komponen-komponen
optoelektronik dapat diperlihatkan pada tabel 1. Terlihat bahwa pertumbuhan tertinggi ada
pada komponen switching (termasuk wavelength MUX, DEMUX dan Add/drop). Menurut
pendapat penulis, selain komponen Fiber, semua komponen tersebut sangat mungkin
dikembangkan di Indonesia dan mempunyai nila startegis yang tinggi.
D - 68
Tabel 1. Prediksi pertumbuhan tahunan sampai dengan tahun 2009 (sumber NEMI).
Component
Fibers
Lasers
LEDs
Detectors
Connectors and Couplers
Components for Amplifier
Optical Switching Components
Multiplexing Components
Pada bagian berikut, penulis akan menguraikan perkembangan terkini dari hasil-hasil
penelitian WDM serta arah pengembangan di masa yang akan datang.
3.1. Tingkat Sistem
Pada tingkat sistem, pemain lama banyak mendomonasi pasar. Misalnya untuk
kasus market di Amerika, perusahaan-perusahaan seperti Ciena, Lucent, NEC, Alcatel,
Pirelli, Fujitsu dan Nortel telah banyak mengeluarkan berbagai produk untuk sistem WDM.
Ciena, yang merupakan perusahaan pioner dalam produk WDM, telah mengeluarkan
perangkat yang diberi merk MultiWave. Perangkat ini mampu mengintegrasi berbagai
protokol seperti SONET/SDH, ATM ataupun IP. Pada tingkat sistem ini, penulis melihat
bahwa kita (peneliti Indonesia) mengalami kesulitan untuk self-development, sebab
teknologi sistem yang mereka bangun sudah mempunyai fondasi yang sangat kuat yang
mereka miliki selama bertahun-tahun sebagai pemain utama bisnis telekomunikasi.
Andaikan industri Indonesia akan terjun di bidang sistem integrasi ini, maka memerlukan
perhitungan tingkat kejenuhan teknologi dan prioritas pengembangan harus diupayakan
secermat mungkin agar hasil pengembangan produk masih memiliki nilai pasar yang tinggi
ketika siap untuk dikomersialkan pada tahun dimana akan diluncurkannya produk. Hal yang
penting untuk pengembangan tingakt sistem ini adalah dperlukannya koordinasi yang
sinergis antara litbang pemerintah dengan industri telekomunikasi.
3.2.Tingkat Komponen
Untuk merealisasikan sistem jaringan WDM diperlukan beberapa komponen penting
yaitu light source yang berupa laser diode (atau saat ini telah dikembangkan
supercontinumm light source), optical modulator, optical receiver, wavelength filter,
Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya
Bandung, 9 Oktober 2003
D - 69
switching dan optical fiber amplifier serta tentunya juga ultra-high speed electronic devices.
Pada bagian ini, penulis akan mencoba menguraikan perkembangan penelitian pada
masing-masing komponen dan peluang bagi lembaga penelitian Indonesia untuk
mengembangkannya.
3.2.a. Komponen Sumber Cahaya dan Modulator
Pada saat ini para peneliti telah memfokuskan penelitian untuk menghasilkan laser
diode multi wavelength dengan tingkat kestabilan tinggi. Pengontrolan dan kestabilan
panjang gelombang telah menjadi perhatian utama penelitian bidang ini. ITU-T sendiri telah
memberikan standarisasi grid panjang gelombang pada interval 100 GHz (0.8nm). Untuk
light source ini, Puslit Fisika Terapan LIPI telah giat merintis pembuatan laser diode dan
baru berhasil pada tahap lasing konvensional. Diharapkan penelitian dapat dilanjutkan pada
tingkat struktur yang mengarah pada pengontrolan panjang gelombang yang stabil.
Sedangkan untuk modulator, pada saat ini telah dipublikasikan jenis EA (Electro
Absoprtion) Modulator yang mampu beroperasi sampai dengan 40 Gbps. Dengan
menggunakan 2 electrode, modulator jenis EO (Electro Optic) yang menggunakan LiNbO3
juga mampu beroperasi pada kecepatan 40 Gbps. Level bitrate yang seperti ini adalah pada
tingkat provider. Adapun pada tingkat home user, diperkirakan bahwa modulator yang
dibutuhkan tidak lebih dari 2.5 Gbps pada tahun 2015 (lihat roadmap gambar 1). Dilihat dari
segi kemudahan pengembangan dan orientasi pasar, maka dalam pandangan penulis, litbang
modulator optik akan lebih memungkinkan jika beroreintasi pada level home user dengan
tingkat modulasi <5GHz. Penelitian modulator optik ini sangat penting diarahkan pada
pemanfaatan bahan-bahan substrate yang mendukung low drive voltage.
3.2.b. Komponen Detektor
Meskipun kecepatan photodetektor juga dituntut untuk semakin cepat, tetapi kalau kita
mengarahkan fokus pada public user, kecepatan photodetector tidak akan lebih dari 2.5 GHz.
Pada bagian awal telah penulis kemukakan bahwa diperkirakan untuk sampai tahun 2015,
bitrate untuk subscriber line adalah 2.5 Gbps, sehingga kecepatan detector yang digunakan
untuk rangakaian public user pun cukup pada level ini. Hal ini dikarenakan bahwa saat ini
semua proses Demux OTDM (optical Time Domain Multiplexing) cenderung dilakukan
secara optical, dimana bitrate yang tinggi dapat dikonversi ke bitrate yang lebih rendah tanpa
melalui proses EO converter dengan menggunakan photodetector. Pengembangan
komponen detector ini juga memungkinkan untuk dilaksanakan di Indonesia dan memiliki
nilai ekonomis yang tinggi sebab akan digunakan pada rangkaian home user.
D - 70
D - 71
akan datang sehingga tidak terjadi penghamburan dana penelitian tanpa ada hasil yang bisa
ditunai oleh masyarakat industri. Pada saat ini, sepanjang pengamatan penulis, hanya ada 4
lembaga riset yang bergelut di bidang teknologi optik yaitu, Institut Teknologi Surabaya,
Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, LIPI (Puslit Elektronika dan
Telekomunikasi, Puslit Fisika Terapan dan KIM) dan Universitas Pelita Harapan (studi
teoritis). Walaupun fasilitas fabrikasi komponen terlengkap dimiliki oleh LIPI (mulai dari
clean room, Laser Direct Writing System, sputtering, ion implenter, furnace dan lain
sebagainya), akan tetapi tetap perlu dilakukan koordinasi diantara lembaga-lembaga
pemerintah tersebut tanpa mendahulukan egoisme kelembagaan. Penulis melihat,
kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas sudah sangat cukup untuk memulai
mengembangkan teknologi komponen WDM. Selain dukungan fasilitas dan SDM yang telah
ada, juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, apalagi kalau diarahkan untuk kepentingan
public network atau untuk Fiber-To-The-Home (FTTH). Suatu pengalaman menarik adalah
pada boomnya teknologi selular. Karena begitu cepatnya teknologi itu masuk, kita sama
sekali hanya menjadi konsumen yang baik tanpa bisa mensuplai satu komponen pun dalam
perangkat selular. Teknologi WDM yang bakal menjadi core jaringan FTTH, tentunya akan
membutuhkan komponen optik dalam jumlah yang banyak baik untuk tingkat public user
maupun pada tingkat provider. Belajar dari pengalaman sebelumnya, hendaklah juga
diupayakan peran aktif industri untuk memanfaatkan potensi-potensi yang ada pada lembaga
riset pemerintah. Kerja sama antara Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI dengan PT
Telkom dalam pengadaan komponen cadangan perangkat telekomunikasi, telah
membuktikan bahwa sebenarnya lembaga riset pemerintah mampu mengantisipasi teknologi
yang ada.
4. Kesimpulan
Telah diuraikan bahwa teknologi WDM akan menjadi core utama dalam jaringan
komunikasi publik ataupun bisnis. Para peneliti dunia telah memfokuskan penelitian pada
teknologi komponen untuk mendukung jaringan WDM tersebut. Kemampuan yang dimiliki
oleh lembaga riset Indonesia baik peralatan maupun SDM sebenarnya juga mampu untuk
memulai merencakan fokus penelitian komponen pendukung WDM yang akan digunakan di
Indonesia pada 5 sampai 20 tahun yang akan datang. Untuk kepentingan ini, perlu dukungan
kebijaksanaan dari pengambil keputusan serta koordinasi yang optimum antara industri
telekomunikasi Indonesia (baik assembling ataupun provider) dengan lembaga-lembaga riset
pemerintah tersebut.
D - 72
Daftar Pustaka
[1]. Optocom, DWDM Handbook, No. 129, June 2000, pp.51- 56.
[2]. K. Hirahara, T.Fujii, K.Ishida, S.Ishihara, Optical Communications Technology
Roadmap, IEICE Transaction on Electronics, Vo.E81-C, August 1998, pp.1328-1341.
[3]. Z.J. Sun, K.A McGreer, J.N. Broughton, Demultiplexer with 120 channels and
0.29-nm channel spacing, IEEE Photonics Technology Lett., Vol.10, Issue 1, January
1998, pp.90-92.
[4]. S. Kawanishi, H. Takara, K. Uchiyama, I. Shake and K. Mori, 3 Tbit/s (160 Gbit/s x
19 ch) OTDM-WDM transmission experiment, Optical Fiber Conference (OFC) 99,
PD1.
[5]. K. Sato, H. Torihane, Toward to High Density Wavelength Division Multiplexing
Communication, Kogaku, Japanese Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp.
120-129.
[6]. T.C. Liang, C.H. Chang and Y.K. Chen, Optimum configuration and characteristic
comparisons of multiwavelength erbium-doped fiber amplifier for hybrid digital/analog
WDM systems, Optics Communications, Volume 177, Issues 1-6, 15 April 2000, pp.
259-269.
[7]. C. Scheerer, C. Glingener, A. Faerbert, J.P. Elbers, A. Schoepflin, E. Gottwald, G.
Fischer, 3.2 Tbit/s (80 40 Gbit/s) bidirectional WDM/ETDM transmission over 40
km standard singlemode fibre , Electronics Letters, Vol. 35, Issue 20, 1999, pp.
1752-1753
[8]. K. Takada, H. Yamada, K. Okamoto, 480 channel 10 GHz spaced
multi/demultiplexer, Electronics Letters, Vol.35, Issue 22, 1999 pp. 1964-1966.
[9]. M. Yamaguchi, Semiconductor Laser for Signal Light Sources, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 152-154.
[10]. Y. Hibino, Wavelength Filters for DWDM Communications, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 143-147.
[11]. M. Nishimura, Optical Fiber for High Capacity Transmission, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 131-135.
[12]. H. Masuda, Optical Amplifier and Wavelength Band Broadening, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 136-142.
D - 73
D - 74