Anda di halaman 1dari 10

Menyongsong Era WDM: Mencari Celah Pengembangan

Komponen Optoelektronika di Indonesia


Iip Syarif Hidayat dan Masbah RT Siregar
Puslit Elektronika dan Telekomunikasi - LIPI
Abstract
Wavelength Division Multiplexing (WDM) is well known as a solution for future communication netwok. This
indicator can be concluded from a large number of publications in international journals related to WDM topic.
In next few years, It is predicted that the WDM technology will penetrate communication network in Indonesia
for metro network and subscriber network. To anticipate this, it is needed stratgic planning for research and
development activities on the filed of optoelectronics in Indonesia in order to play role in domestic market or
other developing countries. This paper will describe key components in WDM technologies, and their
availability to be developed in Indonesia.
Abstrak
Wavelength Division Multiplexing (WDM) telah diketahui sebagai solusi jaringan komunikasi masa datang.
Indikasi ini dapat dilihat dari prosentase jumlah makalah tentang komponen WDM yang sangat tinggi dalam
jurnal-jurnal internasional. Diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama teknologi ini akan mempenetrasi
jaringan komunikasi di Indonesia untuk level jaringan metro ataupun jaringan subscriber. Mengantisipasi hal ini,
diperlukan strategi tersendiri bagi kegiatan litbang komponen optoelektronika agar supaya dapat bermain di
pasar domestik ataupun negara berkembang lainnya. Makalah ini akan memaparkan komponen-komponen
penting dalam teknologi WDM dan kemungkinan pengembangannya di lembaga litbang di Indonesia.

Keywords: WDM, Optoelectronics

1. Pendahuluan
Dibandingkan dengan era sepuluh tahun yang lalu, saat ini kita telah melihat bahwa satu
rumah dengan mudah terhubung ke seluruh penjuru dunia hanya dengan pulsa lokal melalui
koneksi internet. Sumber-sumber informasi yang menguntungkan dapat dengan mudah digali
dari internet dalam waktu yang cepat. Kepraktisan yang seperti ini telah mengakibatkan
peningkatan trafik komunikasi yang tajam. Berdasarkan data survey, trafik data akan mencapi

Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya


Bandung, 9 Oktober 2003

D - 65

Gambar 1. Roadmap jaringan komunikasi masa datang.


5 kalinya dari traffic suara 5 tahun mendatang. Survey yang dilakukan oleh Optoelectronic
Industry and Development Association, kapasitas bitrate untuk subscriber line akan mencapai
150 Mbps dan untuk trunk international akan mencapai 5 Tbit/s pada tahun 2010 dan 10
Tbit/s pada tahun 2015. Roadmap jaringan komuniasi diprediksikan seperti terlihat dalam
gambar 1. Dengan data pertumbuhan traffic yang sangat atraktiv ini, bisnis di bidang
telekomunikasi telah mengundang investor baru selain tentunya pemain lama. Permasalahan
yang muncul berikutnya adalah, dengan banyaknya pemain dalam bidang telekomunikasi,
telah mengakibatkan persaingan harga yang tajam. Hal ini mengakibatkan tiap-tiap pemain
berusaha untuk menekan sekecil-kecilnya biaya operasi dengan jenis pelayanan yang
semaksimal mungkin. Berangkat dari pemikiran inilah, muncul suatu konsep untuk
memanfaatkan sistem transmisi WDM, yang pada saat ini sering juga disebut dengan DWDM
(Dense Wavelength Division Multiplexing), dimana level jarak antar kanal sudah bisa
mencapai 0.1 nm. Berdasarkan prediksi NEMI (National Electronic Manufacturing Iniative,
Inc), jumlah kanal WDM akan memungkinkan pada level 800-1024 kanal dalam 5 tahun
mendatang. Dan akan bisa lebih besar lagi jika teknologi palarization interleving
memungkinkan.
Sistem transmisi WDM ini adalah suatu sistem dimana dalam suatu saluran transmisi
(dalam hal ini adalah serat optik) dialirkan banyak sinyal optik dengan panjang gelombang
yang berbeda. Secara sederhana transmisi WDM dapat diperlihatkan dalam gambar 2. Dalam
gambar 2 diperlihatkan juga konsep interleving untuk penambahan jumlah kanal yang lebih
Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya
Bandung, 9 Oktober 2003

D - 66

banyak. Berbeda dengan sistem yang hanya menggunakan TDM (Time Domain
Multiplexing) dimana pada TDM untuk meningkatkan kapasitas traffic diperlukan
peningkatan clock rate, yang berarti perlu juga untuk meningkatkan daerah kerja perangkat
ke frekuensi yang lebih tinggi, maka dengan teknologi WDM, kapasitas traffic dinaikkan
hanya dengan menambahkan jumlah kanal. Meskipun demikian, para peneliti berusaha untuk
meningkatakan kapasitas traffic dengan dua arah yaitu dengan peningkatkan kecepatan
bitrate TDM dan dengan penambahan kanal melalui WDM.
1
3

Wavelength
filter

Mux

1 2
interleaver
as MUX

1
3

n
interleaver
as DEMUX

n-1

n-1
2
4

2
4

Gambar 2. Konsep transmisi WDM dengan menggunakan interleving.


Selanjutnya beberapa kelebihan yang dimiliki sistem WDM, dapat penulis sebutkan
sebagai berikut:
(i). Peningkatan efektifitas penggunaan jaringan yang sudah ada
Pada saat ini, rata-rata jumlah core fiber yang telah diinstal untuk sistem transmisi antar
kota setidaknya adalah 18 core, yang berarti jika 1 kanal transmisi menggunakan 2 buah core
(1 core untuk Tx dan 1 core untuk Rx), berarti ada sekitar minimal 9 kanal transmisi. Kita
asumsikan bahwa data rate yang digunakan adalah 10 Gbps. Maka dengan transimisi TDM, 1
bundel fiber hanya mampu mentransmisi data dengan kapasitas 90 Gbps. Selanjutnya dengan
transmisi WDM, jika kita asumsikan bahwa 1 core fiber digunakan untuk transmisi 100
panjang gelombang (100 kanal), maka existing fiber akan bisa diupgrade untuk mengangkut
data dengan kapasitas 100 x 9 x 10 Gbps = 9 Tbit/s. Jadi, jika kapasitas data yang perlu
ditransmisi hanya 1 Tbit/s, berarti kita cukup menggunakan 1 core fiber. Sisa core dapat
digunakan untuk keperluan lain, misalnya disewakan untuk provider telekomunikasi lain atau
dikembangkan untuk jenis pelayanan lain seperti jaringan kabel televisi (CATV), jaringan
bank atau militer dan sebagainya.
Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya
Bandung, 9 Oktober 2003

D - 67

(ii). Ekonomis
Dibandingkan dengan transmisi yang hanya menggunakan TDM, sistem transmisi WDM
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Misalnya, jika pelayanan yang sedang on line
mempunyai bitrate 622 Mbps akan dinaikkan menjadi 10 Gbps, maka untuk sisitem transmisi
TDM perlu dilakukan penggantian fiber yang ada sebab biasanya fiber yang digunakan untuk
kapasitas data 622 Mbps hanya bisa mampu untuk transmisi sampai dengan 2.5 Gbps. Hal ini
dikarenakan faktor dispersi fiber yang diinstal hanya bisa mengcover sampai dengan
frekuensi clock rate 2.5 GHz. Adapun untuk sistem WDM, tanpa harus mengganti fiber yang
sudah diinstal, yakni cukup dengan menambah kanal melalui spacing pada panjang
gelombang sinyal pengirim, upgrading sistem akan dapat dengan mudah dilakukan.
Misalnya, untuk kasus 622 Mbps ke 10 Gbps, berarti cukup dengan menambahkan 16 kanal
panjang gelombang. Selain itu peningkatkan bitrate pada sistem TDM akan memerlukan
banyak replacing pada sistem elektronik, sebab dalam rangkaian elektronik frekuensi 622
MHz dengan frekuensi 10 GHz mempunyai perbedaan rangkaian yang sangat besar sekali. Di
laporkan juga bahwa cost performance untuk sistem WDM adalah berkisar antara 1/2 sampai
1/5 dari cost TDM.
(iii). Open Sistem
Karena WDM adalah media dan bukan suatu protokol network tersendiri, maka sistem
WDM sangat terbuka untuk digunakan bagi segala jenis network protocol yang ada seperti
SONET/SDH, ATM, IP dan sebagainya. Masing-masing protokol dapat menempati 1 kanal
panjang gelombang. Hal ini telah membawa jaringan serat optik WDM sebagai suatu jaringan
yang transparan.

2. Analisa pasar komponen WDM dan celah-celah penelitian dan pengembangan bagi
peneliti dan industri indonesia
Berdasarkan prediksi NEMI, tingkat pertumbuhan pasar untuk komponen-komponen
optoelektronik dapat diperlihatkan pada tabel 1. Terlihat bahwa pertumbuhan tertinggi ada
pada komponen switching (termasuk wavelength MUX, DEMUX dan Add/drop). Menurut
pendapat penulis, selain komponen Fiber, semua komponen tersebut sangat mungkin
dikembangkan di Indonesia dan mempunyai nila startegis yang tinggi.

Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya


Bandung, 9 Oktober 2003

D - 68

Tabel 1. Prediksi pertumbuhan tahunan sampai dengan tahun 2009 (sumber NEMI).

Component
Fibers
Lasers
LEDs
Detectors
Connectors and Couplers
Components for Amplifier
Optical Switching Components
Multiplexing Components

Annual growth rate


in %
(1999-2009)
17
15
9
15
16
21
67
14

Pada bagian berikut, penulis akan menguraikan perkembangan terkini dari hasil-hasil
penelitian WDM serta arah pengembangan di masa yang akan datang.
3.1. Tingkat Sistem
Pada tingkat sistem, pemain lama banyak mendomonasi pasar. Misalnya untuk
kasus market di Amerika, perusahaan-perusahaan seperti Ciena, Lucent, NEC, Alcatel,
Pirelli, Fujitsu dan Nortel telah banyak mengeluarkan berbagai produk untuk sistem WDM.
Ciena, yang merupakan perusahaan pioner dalam produk WDM, telah mengeluarkan
perangkat yang diberi merk MultiWave. Perangkat ini mampu mengintegrasi berbagai
protokol seperti SONET/SDH, ATM ataupun IP. Pada tingkat sistem ini, penulis melihat
bahwa kita (peneliti Indonesia) mengalami kesulitan untuk self-development, sebab
teknologi sistem yang mereka bangun sudah mempunyai fondasi yang sangat kuat yang
mereka miliki selama bertahun-tahun sebagai pemain utama bisnis telekomunikasi.
Andaikan industri Indonesia akan terjun di bidang sistem integrasi ini, maka memerlukan
perhitungan tingkat kejenuhan teknologi dan prioritas pengembangan harus diupayakan
secermat mungkin agar hasil pengembangan produk masih memiliki nilai pasar yang tinggi
ketika siap untuk dikomersialkan pada tahun dimana akan diluncurkannya produk. Hal yang
penting untuk pengembangan tingakt sistem ini adalah dperlukannya koordinasi yang
sinergis antara litbang pemerintah dengan industri telekomunikasi.
3.2.Tingkat Komponen
Untuk merealisasikan sistem jaringan WDM diperlukan beberapa komponen penting
yaitu light source yang berupa laser diode (atau saat ini telah dikembangkan
supercontinumm light source), optical modulator, optical receiver, wavelength filter,
Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya
Bandung, 9 Oktober 2003

D - 69

switching dan optical fiber amplifier serta tentunya juga ultra-high speed electronic devices.
Pada bagian ini, penulis akan mencoba menguraikan perkembangan penelitian pada
masing-masing komponen dan peluang bagi lembaga penelitian Indonesia untuk
mengembangkannya.
3.2.a. Komponen Sumber Cahaya dan Modulator
Pada saat ini para peneliti telah memfokuskan penelitian untuk menghasilkan laser
diode multi wavelength dengan tingkat kestabilan tinggi. Pengontrolan dan kestabilan
panjang gelombang telah menjadi perhatian utama penelitian bidang ini. ITU-T sendiri telah
memberikan standarisasi grid panjang gelombang pada interval 100 GHz (0.8nm). Untuk
light source ini, Puslit Fisika Terapan LIPI telah giat merintis pembuatan laser diode dan
baru berhasil pada tahap lasing konvensional. Diharapkan penelitian dapat dilanjutkan pada
tingkat struktur yang mengarah pada pengontrolan panjang gelombang yang stabil.
Sedangkan untuk modulator, pada saat ini telah dipublikasikan jenis EA (Electro
Absoprtion) Modulator yang mampu beroperasi sampai dengan 40 Gbps. Dengan
menggunakan 2 electrode, modulator jenis EO (Electro Optic) yang menggunakan LiNbO3
juga mampu beroperasi pada kecepatan 40 Gbps. Level bitrate yang seperti ini adalah pada
tingkat provider. Adapun pada tingkat home user, diperkirakan bahwa modulator yang
dibutuhkan tidak lebih dari 2.5 Gbps pada tahun 2015 (lihat roadmap gambar 1). Dilihat dari
segi kemudahan pengembangan dan orientasi pasar, maka dalam pandangan penulis, litbang
modulator optik akan lebih memungkinkan jika beroreintasi pada level home user dengan
tingkat modulasi <5GHz. Penelitian modulator optik ini sangat penting diarahkan pada
pemanfaatan bahan-bahan substrate yang mendukung low drive voltage.
3.2.b. Komponen Detektor
Meskipun kecepatan photodetektor juga dituntut untuk semakin cepat, tetapi kalau kita
mengarahkan fokus pada public user, kecepatan photodetector tidak akan lebih dari 2.5 GHz.
Pada bagian awal telah penulis kemukakan bahwa diperkirakan untuk sampai tahun 2015,
bitrate untuk subscriber line adalah 2.5 Gbps, sehingga kecepatan detector yang digunakan
untuk rangakaian public user pun cukup pada level ini. Hal ini dikarenakan bahwa saat ini
semua proses Demux OTDM (optical Time Domain Multiplexing) cenderung dilakukan
secara optical, dimana bitrate yang tinggi dapat dikonversi ke bitrate yang lebih rendah tanpa
melalui proses EO converter dengan menggunakan photodetector. Pengembangan
komponen detector ini juga memungkinkan untuk dilaksanakan di Indonesia dan memiliki
nilai ekonomis yang tinggi sebab akan digunakan pada rangkaian home user.

Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya


Bandung, 9 Oktober 2003

D - 70

3.2.c. Wavelength filter


Apabila jaringan FTTH berbasis WDM masuk ke Indonesia, maka wavelength filter akan
merupakan komponen yang digunakan pada level home user. Pada saat ini, ada 3 tipe
wavelength filter yang menjadi bahan kajian para peneliti, yaitu tipe interferometry dengan
menggunakan bahan dielectric, tipe fiber-grating dan tipe Array Wave Guide (AWG). Tipe
interferometry mempunyai keistimewaan: low loss, wide-band dan low cross-talk. Filter
berjenis fiber grating mempunyai keistimewaan: low loss dan controllable broad-band.
Sedangkan keistimewaan jenis AWG adalah pada tingkat kepresisian yang tinggi pada
spacing panjang gelombang. Selain ketiga tipe yang sudah dipublikasikan, filtering dengan
menggunakan microresonator juga merupakan kajian yang menarik lantaran ukurannya yang
sangat kecil (berorde micron) dan memungkinkan untuk difabrikasi dalam bentuk IC. Penulis
melihat bahwa pengembangan untuk komponen jenis ini juga sangat mungkin dilakukan di
Indonesia. Pengembangan komponen pasif ini relatif lebih mudah dibandingkan dengan
komponen aktif. Pasar dari komponen ini sangat memikat mengingat wavelength filter akan
dipakai pada level home user.

3. Analisa Kemampuan Lembaga Riset Pemerintah dan Industri Indonesia


Telah kita ketahui bahwa hampir semua industri di Indonesia (terutama bidang
elektronika) tidak mempunyai lembaga riset tersendiri. Kesempatan seperti ini, sebenarnya
sangat potential bagi lembaga riset pemerintah untuk mengembangkan produk bersama
dalam mengantisipasi teknologi mendatang. Penulis melihat bahwa minimnya kerjasama
industri dengan lembaga riset pemerintah disebabkan karena tuntutan dunia industri yang
hanya bersifat temporal, dimana pengembangan hanya ingin dilakukan untuk teknologi yang
sedang trend. Hal ini menyebabkan ketidak siapan pihak lembaga riset pemerintah untuk
mensupport teknologi yang sedang berjalan dalam waktu yang sangat cepat. Adalah memang
sangat wajar bagi dunia industri Indonesia untuk bersikap demikian, sebab mereka selalu
berfikir bagaiamana mencetak uang sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat. Oleh
karenanya, penulis melihat bahwa kesenjangan ini dapat diminimumkan melalui
kebijaksanaan pengembangan produk untuk teknologi 5-10 tahun mendatang. Teknologi
WDM dalam level public network diperkirakan akan mulai menjalar di Indonesia 5 tahun
yang akan datang (dengan asumsi keadaan ekonomi membaik), oleh karenanya
lembaga-lembaga riset yang telah memiliki fasilitas dan SDM yang memadai di bidang
telekomunikasi optik, hendaklah memulai memprioritaskan fokus penelitian pada teknologi
WDM. Tentunya, pihak pengambil keputusan (dalam hal ini adalah Kementrian Riset dan
Teknologi) juga perlu mengadakan kajian serius akan trend teknologi 5 sampai 20 tahun yang
Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya
Bandung, 9 Oktober 2003

D - 71

akan datang sehingga tidak terjadi penghamburan dana penelitian tanpa ada hasil yang bisa
ditunai oleh masyarakat industri. Pada saat ini, sepanjang pengamatan penulis, hanya ada 4
lembaga riset yang bergelut di bidang teknologi optik yaitu, Institut Teknologi Surabaya,
Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, LIPI (Puslit Elektronika dan
Telekomunikasi, Puslit Fisika Terapan dan KIM) dan Universitas Pelita Harapan (studi
teoritis). Walaupun fasilitas fabrikasi komponen terlengkap dimiliki oleh LIPI (mulai dari
clean room, Laser Direct Writing System, sputtering, ion implenter, furnace dan lain
sebagainya), akan tetapi tetap perlu dilakukan koordinasi diantara lembaga-lembaga
pemerintah tersebut tanpa mendahulukan egoisme kelembagaan. Penulis melihat,
kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas sudah sangat cukup untuk memulai
mengembangkan teknologi komponen WDM. Selain dukungan fasilitas dan SDM yang telah
ada, juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, apalagi kalau diarahkan untuk kepentingan
public network atau untuk Fiber-To-The-Home (FTTH). Suatu pengalaman menarik adalah
pada boomnya teknologi selular. Karena begitu cepatnya teknologi itu masuk, kita sama
sekali hanya menjadi konsumen yang baik tanpa bisa mensuplai satu komponen pun dalam
perangkat selular. Teknologi WDM yang bakal menjadi core jaringan FTTH, tentunya akan
membutuhkan komponen optik dalam jumlah yang banyak baik untuk tingkat public user
maupun pada tingkat provider. Belajar dari pengalaman sebelumnya, hendaklah juga
diupayakan peran aktif industri untuk memanfaatkan potensi-potensi yang ada pada lembaga
riset pemerintah. Kerja sama antara Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI dengan PT
Telkom dalam pengadaan komponen cadangan perangkat telekomunikasi, telah
membuktikan bahwa sebenarnya lembaga riset pemerintah mampu mengantisipasi teknologi
yang ada.
4. Kesimpulan
Telah diuraikan bahwa teknologi WDM akan menjadi core utama dalam jaringan
komunikasi publik ataupun bisnis. Para peneliti dunia telah memfokuskan penelitian pada
teknologi komponen untuk mendukung jaringan WDM tersebut. Kemampuan yang dimiliki
oleh lembaga riset Indonesia baik peralatan maupun SDM sebenarnya juga mampu untuk
memulai merencakan fokus penelitian komponen pendukung WDM yang akan digunakan di
Indonesia pada 5 sampai 20 tahun yang akan datang. Untuk kepentingan ini, perlu dukungan
kebijaksanaan dari pengambil keputusan serta koordinasi yang optimum antara industri
telekomunikasi Indonesia (baik assembling ataupun provider) dengan lembaga-lembaga riset
pemerintah tersebut.

Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya


Bandung, 9 Oktober 2003

D - 72

Daftar Pustaka
[1]. Optocom, DWDM Handbook, No. 129, June 2000, pp.51- 56.
[2]. K. Hirahara, T.Fujii, K.Ishida, S.Ishihara, Optical Communications Technology
Roadmap, IEICE Transaction on Electronics, Vo.E81-C, August 1998, pp.1328-1341.
[3]. Z.J. Sun, K.A McGreer, J.N. Broughton, Demultiplexer with 120 channels and
0.29-nm channel spacing, IEEE Photonics Technology Lett., Vol.10, Issue 1, January
1998, pp.90-92.
[4]. S. Kawanishi, H. Takara, K. Uchiyama, I. Shake and K. Mori, 3 Tbit/s (160 Gbit/s x
19 ch) OTDM-WDM transmission experiment, Optical Fiber Conference (OFC) 99,
PD1.
[5]. K. Sato, H. Torihane, Toward to High Density Wavelength Division Multiplexing
Communication, Kogaku, Japanese Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp.
120-129.
[6]. T.C. Liang, C.H. Chang and Y.K. Chen, Optimum configuration and characteristic
comparisons of multiwavelength erbium-doped fiber amplifier for hybrid digital/analog
WDM systems, Optics Communications, Volume 177, Issues 1-6, 15 April 2000, pp.
259-269.
[7]. C. Scheerer, C. Glingener, A. Faerbert, J.P. Elbers, A. Schoepflin, E. Gottwald, G.
Fischer, 3.2 Tbit/s (80 40 Gbit/s) bidirectional WDM/ETDM transmission over 40
km standard singlemode fibre , Electronics Letters, Vol. 35, Issue 20, 1999, pp.
1752-1753
[8]. K. Takada, H. Yamada, K. Okamoto, 480 channel 10 GHz spaced
multi/demultiplexer, Electronics Letters, Vol.35, Issue 22, 1999 pp. 1964-1966.
[9]. M. Yamaguchi, Semiconductor Laser for Signal Light Sources, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 152-154.
[10]. Y. Hibino, Wavelength Filters for DWDM Communications, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 143-147.
[11]. M. Nishimura, Optical Fiber for High Capacity Transmission, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 131-135.
[12]. H. Masuda, Optical Amplifier and Wavelength Band Broadening, Kogaku, Japanese
Journal of Optics, Vol.39, March 2000, pp. 136-142.

Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya


Bandung, 9 Oktober 2003

D - 73

Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya


Bandung, 9 Oktober 2003

D - 74

Anda mungkin juga menyukai