Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
Berdasarkan Keppres No. 23 Tahun 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (BAPEDAL) yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian
kegiatan-kegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup .
Kantor BAPEDAL ini berkedudukan di Jakarta, awalnya Gedung Arthaloka, Jl. Sudirman
Selanjutnya untuk keberadaan BAPEDAL yang ada di daerah, berdiri pertama kali
tahun 1995 dengan dasar pembentukan menurut Surat Keputusan Kepala Bapedal No 136
tahun 1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Wilayah. Terdapat 3 Bapedal wilayah di Indonesia pada waktu itu, yaitu Bapedal Wilayah I
berkedudukan di Pekanbaru yang wilayah kerjanya meliputi seluruh propinsi di Pulau
Sumatra. Bapedal Wilayah II berkedudukan di Denpasar dengan wilayah kerja meliputi
propinsi Bali, NTB, NTT dan (Timor Timur pada waktu itu). Bapedal Wilayah III
berkedudukan di Ujung Pandang (Makassar) dengan wilayah kerja mencakup Propinsi di
Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua. BAPEDAL Wilayah II pertama kali beroperasi dengan
menyewa sebuah perkantoran, tepatnya Jl. Bya Pass Ngurah Rai Nomor 105 Sanur,
Denpasar - Bali. Mulai aktif melaksanakan tugas-tugas perkantoran semenjak bulan Juni
1996.
Kemudian pada tahun 2000 Bapedal Wilayah II berubah namanya menjadi Bapedal
Regional II dengan cakupan wilayah kerja masih tetap sama (kecuali Timor Timur yang
sudah memisahkan diri membentuk negara merdeka). Perubahan ini berdasarkan pada
Keputusan Kepala Bapedal No. 39 Tahun 2000 Tentang : Organisasi Dan Tata Kerja Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan.
Awal tahun 2000, lokasi kantor pindah ke komplek perkantoran tepatnya di Jl. Ir. H.
Juanda, Niti Mandal Renon Denpasar - Bali
Seiring dengan perkembangan kelembagaan lingkungan hidup, dikeluarkannya
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2002 dan Keppres No. 4 tahun 2002, maka
pada pada tahun 2002 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dilebur ke dalam
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Dengan demikian keberadaan Bapedal Regional di
2

daerah juga hilang. Kelembagaan LH di daerah mengikuti bentuk kelembagaan LH yang
berada di Kementerian Negara Lingkungan Hidup, yaitu di berada di bawah Deputi Bidang
Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kewilayahan. Bentuknya menjadi
Asisten Deputi Urusan Wilayah Bali dan Nusra. Atau sering disingkat dengan ASDEP Urwil
Bali dan Nusra.
Tahun 2005 namanya berubah kembali menjadi Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup
Regional Bali dan Nusra atau sering disingkat PPLH Regional Bali dan Nusra. Pembentukan
PPLH Regional ini berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 01 tahun
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Dalam
Kepres tersebut juga dibentuk 2 (dua) kantor PPLH Regional baru yang berlokasi di
Yogyakarta dan Balikpapan. PPLH Regional Jawa yang berlokasi di Yogyakarta membawahi
atau mempunyai wilayah kerja seluruh Propinsi di Pulau Jawa. Sedangkan PPLH Regional
Kalimantan yang berkedudukan di Balikpapan mempunyai wilayah kerja seluruh Propinsi di
Pulau Kalimantan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia,
struktur organisasi Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Bali dan Nusa
Tenggara berubah namanya menjadi Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara
Kementerian Lingkungan Hidup
Pimpinan PPE Bali dan Nusra, dari mulai awal berdirinya hingga kini
1. Rachmat Rani
2. Syahrul
3. Ketut Muliartha
4. M Zoel Fachry
5. Sudirman
6. Rosa Vivien Ratnawati
7. Dasrul Chaniago
Menteri Lingkungan Hidup
0.1. Prof. Dr. Balthasar kambuaya, mba
0.2. Gusti muhammad hatta
0.3. Rachmat witoelar
3

0.4. Nabiel makarim
0.5. Alexander sonny keraf
0.6. Panangian siregar
0.7. Juwono sudarsono
0.8. Sarwono kusumaatmadja
0.9. Emil salim
1.2 Lokasi Perusahaan
Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali- Nusra ini berlokasi di Jl. Ir. Juanda No.2 Niti
Mandala Renon- Denpasar, Bali dengan Nomor Telepon (0361) 228237 dan Nomor fax.
(0361) 243448.
1.3 Manajemen Perusahaan
Adapun struktur organisasi dari Pisat Pengalolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara
Kementrian Lingkungan Hidup RI adalah sebagai berikut:












1 I Gede Suwantara, SE 1 Juliati, S.Sos 1 Ketut Suartawan
2 Murdiman, SH 2 Retno Kustanti, SE 2 A A. Alit Muliawan
3 Dewi Puspito Sari, A. Md 3 Nym. A P. Arnawa
4 Priantoro, SE** 4 Putu Nuriaspa
5 Ni Kt. Suarningsih 5 I Nyoman Karuna
6. Ayu Sri Dewi Wahyuni** 6 I Nyoman Darma
7 I Ketut Sridana
8 Nur Afandi
9 Gd. Mas Sukma Widariana
10 I Nyoman Budiana
11 I Nyoman Sugiartha
12 Budi Hartono
13. Putu Nuriaspa Nyoman Swandewi (Skretaris) **
14 I Koman Juniartha **
15. I Komang Juniartha** I Komang Gde Suastika **
16. I Komang Gde Suastika** I Wayan Wiratnawa **
17 Supendi**
1. Veppy P. Indrajaya, SH 1. I Nyoman Sumantra,SH,M.Si
2. Fatirahma Mustafa, S. Hut 1. DA. Md Sri Anggraeni, SS 2. I Nyoman Sudira, SH
3. Made Jasmini,A.Md 2. I Made Suana, SH 3. Ari Winarsih, SE
3. I Made Agus Sukarji P, SE** 3. I Ketut Darmana, SH 4. Tomy Nggimu Tara**
5. NK. Dewi Rahmaeni, SE** 4. Nurmayati Nasution, ST
1. Jatmika, SE 1. Basuki Rahmat, SH 1. Ni Made Ariasih,S.Si,M.Si
2. Doddy Setiawan, S. Sos 2. Erni Hendriyai, A. Md
3. Remulia Siregar 3. Agus Abdul Aziz, SH**
4. Angga Putra Nugraha, SE 4.P.Henrycho Irianta Wakum **
5. Ni Ketut Murtini **
Keterangan :
** : Honorer
3. I Gst. Nym. Hendra W. SE **
Klp. Jabatan Fungsional
Pengelolaan Ekoregion
Ni Nym. Santi, ST, M.Sc Putu Mekar Prihatini,SE,MA
Ka. Sub Bid. Pengendalian
Pemanfaatan SDA
Ka. Sub Bid. Pengembangan
Sistem Informasi LH
Pengembangan
Sistem Informasi LH
Cok.Istri M.Handayani,ST,M.Si
Ka. Sub Bid. Inventarisasi LH
Struktur Organisasi
Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara
Kementerian Lingkungan Hidup
PERMEN LH NOMOR 16 TAHUN 2010
Drs. Kresnadi D Putranto,M.Si
Ir. AA Gede Putra
Nip.197304281998032 001/III d
Nip. 19711127 199603 1 001/IV a
Nip. 19720617 199803 2 001/ III d
Nip.19680209 199703 2 001/III d
Ir. Laksmi Wiratini,M.Si
Pemanfaatan Ruang
Ka. Sub Bid. Pengendalian
Nip.197405291999032 001/III d
Nip.19660512 199703 1 001/IV a
Kapasitas Lab. Daerah
Ka. Sub Bid. Peningkatan
Ka. Sub Bid. Diklat
I Made Suartama,S.Sos,M.Si
Nip.19670609 199703 1 001/III d
Ka. Sub Bag. Program
Ka. Bid. Pengendalian
Peningkatan Kapasitas
2. I Nengah Wardana
Pemanfaatan Ruang dan
Sumber Daya Alam
I Made Dwi Arbani, STP
Awang Erry Sofyar I.ST,M.Si
Nip. 19710502 199803 1 001/ III c
Bali & Nusa Tenggara
Muhammad J amaluddin, SH
Ka. Sub Bag. Umum & Kepeg. Ka. Sub Bag. Keuangan
Drs. Dasrul Chaniago,MM,ME,MH.
Nip. 19670505 199203 1 001/Ivc
Ka. Bag. Tata Usaha
Ir. Arbain, M. Si
Ka. Bid. Iventarisasi dan
Nip.19691231 199703 1 002/III d
Kepala Pusat
Kepala Bidang
Ir. Dewa Made Suwirya
Nip. 19570304 198703 1 001/IV b
Nip. 19700605 199803 1 002/III d Nip.19670411 199703 1 001/III d
4


1.4 Tujuan PKL
Adapun tujuan umum dari praktek kerja lapangan ini adalah:
1. Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
menyelenggarakan kerja lapangan mulai dari penyusunan rencana kegiatan Praktek
Kerja Lapangan di Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali- Nusra sampai pelaksanaan
melaksanakan tugas-tugas rutin sebagai tenaga pembantu di perusahaan Pusat
Pengelolaan Ekoregion Bali- Nusra.

Adapun tujuan khusus daru praktek kerja lapangan ini adalah:
a. Mahasiswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan
pengelolaan limbah cair rumah sakit dengan metode evaluasi riset sesuai dengan
mata kuliah di jurusan Kimia, Universitas Udayana.
b. Mahasiswa dapat meningkatkan proses pemberdayaan dan pembelajaran dalam
proses pengelolaan limbah cair rumah sakit dengan metode evaluasi riset .

1.5 Metode PKL
Metode yang diterapkan dalam praktek kerja lapangan adalah metode evaluasi riset
dalam melakukan pengelolaan terhadap limbah cair di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah. Dimana metode ini menerapkan teknik pengumpulan data dengan cara
observasi dan studi pustaka.




5


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 PENGERTIAN UMUM RUMAH SAKIT
Pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
340/MENKES/PER/III/2010 yaitu :Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit, dinyatakan bahwa : Rumah sakit merupakan sarana pelayanan
kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan.
Berdasarkan Undang-Undang RI. No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
menjelaskan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.
2 .2 TINJAUAN TENTANG RUMAH SAKIT SANGLAH
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar yang diresmikan pada tahun
1959 yang pada walnya hanya memiliki jumlah tempat tidur 150 buah hingga saat ini telah
berkembang dengan pesat sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan kesehatan.
6

RSUP Sanglah dibangun diatas tanah dengan luas 13,3 Ha. Sebagai rumah sakit rujukan
RSUP Sanglah merupakan rumah sakit kelas A Pendidikan. Saat ini RSUP Sanglah telah
memiliki 704 tempat tidur dan 124 tempat tidur merupakan kamar yang ada di kelas VIP (SK
Menkes/2008). Dengan kapasitas 704 jumlah tempat tidur, RSUP Sanglah, Denpasar
memiliki tingkat hunian mencapai 27.526 pasien rawat jalan dan 3.244 pasien rawat inap
(data bulan februari 2008), dengan ratata hunian sekitar 78,50% (rata-rata jumlah tempat tidur
yang terpakai).
Instalasi yang dimiliki oleh RSUP Sanglah antara lain adalah Instalasi Rawat Jalan;
Instalasi Rawat Darurat; Instalasi Rawat Inap A, B, C dan D; Instalasi Rawat Inap Intensip
(ICU, ICCU dan Burn Unit); Instalasi Bedah Sentral (IBD); Instalasi Sterilisasi Sentral;
Instalasi Kedokteran Forensik; IPS Prasarana Gedung dan Sanitasi; IPS Medik, Non Medik
dan Perbengkelan; Instalasi Pengamanan dan Ketertiban Lingkungan; Instalasi Parmasi;
Instalasi Geriatri; Instalasi Pelayanan Jantung Terpadu; Instalasi Rehabilitasi Medis; Instalasi
Radiologi; Instalasi Laboratorium Klinik; Instalasi Pavilyun Amertha (Wing Internasional);
Instalsi Gizi; Instalasi Binatu; Instalasi Rekam Medik; Instalasi EDP. Sedangkan poliklinik
yang dimiliki oleh RSUP Sanglah saat ini berjumlah 23 buah. Dengan tingkat hunian yang
mencapai 3.244 pasien dan 27.526 pasien rawat jalan. ((Anonim, dalam
http://www.sanglahhospitalbali.com, diakses 8 Juli 2013).
RSUP Sanglah dalam melakukan pengolahan limbah cairnya menggunakan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yakni terdiri dari 2 unit yang berlokasi di samping Gedung
Instalsi Rawat Darurat (IRD) dan di samping gedung Mahotama.
1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) IRD

Lokasi dari IPAL ini adalah berapa di sebelah Instalasi Rawat Darurat (IRD). Kapasitas IPAL
sebesar 70 m
3
dengan proses lumpur aktif. IPAL ini beroperasi mulai tahun 1991 yang merupakan
bantuan dari Jepang.
IPAL IRD terdiri atas beberapa bak, yaitu :
a. Bak screen : berfungsi untuk penyaringan benda benda kasar dan sampah agar pompa
dapat bekerja dengan lancer dan baik.
b. Bak equalisasi : berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam dan basa.
c. Bak lumpur aktif : berfungsi untuk media bakteri untuk menguraikan unsure unsur limbah
secara an aerob dan aerob.
d. Bak clorin tank : berfungsi untuk bak disenfeksi.
7

e. Bak slude collector: berfungsi untuk menampung lumpur.










Gambar 1. IPAL IRD

2. IPAL Mahotama
Lokasi dari IPAL ini adalah berapa di sebelah Gedung Mahotama. Kapasitas IPAL sebesar 240
m
3
dengan proses biodetoksikasi. IPAL ini beroperasi mulai tahun 1997.
IPAL Mahotama terdiri atas beberapa bak, yaitu :
a. Bak screen: berfungsi untuk penyaringan benda benda kasar dan sampah agar pompa dapat
bekerja dengan lancer dan baik.
b. Bak equalisasi : untuk menjaga keseimbangan asam dan basa.
c. Bak biodektok: berfungsi untuk media bakteri yang berupa sarang tawon/rumpon untuk
menguraikan unsur unsur limbah dan secara aerob.
d. Bak clarifier : befungsi untuk mengendapkan benda-benda dan zat-zat tersusfensi di dalam
air limbah.
e. Bak Lumpur : berfungsi untuk menampung lumpur dan akan dikeringkan di bak slude bed
dryer dan lumpur yang sudah kering akan dijadikan kompos.
f. Bak kontak : berfungsi untuk menampung limbah cair.
8

g. Bak pasir : berfungsi sebagai penyaring yang terdiri dari pasir dan karbon aktif yang disebut
dengan metode tersier.












Gambar 2. IPAL Mahotama.
2.3 TINJAUAN UMUN TENTANG LIMBAH
A. Pengertian Limbah Cair
Pengertian limbah menurut pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001
menyatakan limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya baik secara langsung atau
tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk lain.
9

Pada dasarnya limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber
hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam dan atau belum mempunyai nilai ekonomi
bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Menurut sumbernya limbah dapat
dibagi menjadi tiga yaitu: limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari perumahan,
perdagangan, dan rekreasi, limbah industri,dan limbah rembesan dan limpasan air hujan.
Sesuai dengan sumbernya maka limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi
bergantung kepada bahan dan proses yang dialaminnya.
Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair atau air buangan merupakan
sisa air dibuang yang berasal dari rumahtangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan pada umumnya mengandungbahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia sertamangganggu lingkungan hidup.. Karakteristik limbah cair bervariasi
dipengaruhi oleh lokasi, jumlah penduduk, industri, tataguna lahan, muka air tanah dan
tingkat pemisahan antara strom water dan sanitary water. (Anonim, 2013 dalam
http://www.scribd.com/doc/92082712/Pengertian-Limbah-Cair)

B. Komponen Primer Air Limbah
Komponen-komponen dalam perairan dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang
disebut zat-zat organik yang terdiri dari senyawa organik alam dan senyawa organik sintetis,
bahan-bahan anorganik dan gas. Komponen dasar dari senyawa organik adalah karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor dan sulfur. Tiga dari kelompok senyawa organik
adalah protein, karbohidrat dan lipida. Protein merupakan bahan dasar dari sel-sel
binatang, yakni sekitar 40-60%. Karakteristik yang diketahui dari protein adalah kandungan
nitrogren didalamnya. Karbohidrat merupakan bahan penyusun utama dalam sel
tumbuhan dan meliputi selulosa, serat kayu, gula dan tepung. Lipida tidak terlarut
dalam air dan meliputi lemak, minyak, dan lilin. Keberadaan senyawa organik di dalam
air akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah rasa dan bau.
Keberadaaan senyawa organik juga menyebabkan air memerlukan proses pengolahan air
bersih yang lebih kompleks, menurunkan kandungan oksigen, serta menyebabkan
terbentuknya substansi beracun (Ratna Dewi Ayuningtyas, 2009 dalam jurnal Sakti A.
Siregar, 2005 : 15).

10

2. 4 TINJAUAN TENTANG LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT
A. Pengertian Limbah Cair Rumah Sakit
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah cair rumah sakit adalah semua air
buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi
kesehatan (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).
Baku mutu limbah cair rumah sakit menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No:
58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair

B. Sumber Limbah Cair Rumah Sakit
Adapun sumber limbah adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Sumber Limbah Cair Rumah Sakit menurut jenisnya :
11


(Ratna Dewi Ayuningtyas, 2009 dalam jurnal Sakti A. Siregar, 2005 : 15).
C. Karakteristik Limbah Cair Rumah sakit
Karakteristik limbah cair rumah sakit dapat diketahui menurut sifat dan
karakteristik. Dalam menentukan karakteristik limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus
diketahui yaitu:


1) Sifat Fisik
a) Suhu (Temperatur)
Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi
pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih
besar daripada suhu tiggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah. Dalam Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No: 58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Rumah
Sakit suhu maksimun dari limbah cair rumah sakit adalah 30
o
C.
2) Sifat Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh pH, Biological Oxygen Demand (BOD
5
),
Chemical Oxygen Demand (COD) , Total Suspended Solid (TSS) ,amonia bebas dan fosfat.
a) Nilai pH (Keasaman Air)
Nilai pH (Keasaman air) diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan
tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Derajat keasaman (pH)
menunjukkan suatu proses reaksi yang berada dalam perairan seperti reaksi dalam kondisi
asam atau basa. Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas baahn
12

beracun. Perairan yang netral memiliki nilai pH yaitu 7, perairan yang bersifat asam pH < 7
dan bersifat basa pH > 7. Dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No:
58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit pH maksimun dari
limbah cair rumah sakit adalah 6-9.
b) Biological Oxygen Demand (BOD
5
)
BOD
5
adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan semua zat-
zat organik yang terlarut maupun sebagian tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang
lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi
bakteri. Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat
organisk dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena
ada sejumlah bakteri. Dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No:
58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit BOD
5
maksimun dari
limbah cair rumah sakit adalah 30 mg/L.

c) Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
anorganik dan organik seperti pada BOD. Angka COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat anorganik. Semakin dekat nilai BOD terhadap COD
menunjukkan bahwa semakin sedikit bahan anorganik yang dapat dioksidasi dengan
bahan kima. Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran
kebutuhan oksigen dalam air limbah. Dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No:
58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit COD maksimun dari
limbah cair rumah sakit adalah 80 mg/L.
d)Total Suspended Solid (TSS)
TSS merupakan total padatan dalam air yang terserap, dan padatan ini berupa bahan-
bahan organik maupun anorganik. TSS ini akan terlihat ketika disaring dengan kertas yang
mempunyai pori-pori sangat kecil yang biasa disebut dengan kertas milipore. Secara garis
besar TSS adalah kandungan padatan dalam air yang mempunyai ukuran sangat kecil dan
tidak dapat dilihat hanya dengan kasat mata. Kandungan TSS biasanya berupa logam,
13

sehingga dengan adanya TSS dalam keadaan yang tinggi maka kekeruhan akan semakin
meningkat dan kualitas air limbah semakin menurun. Dalam Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No: 58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit TSS
maksimun dari limbah cair rumah sakit adalah 30 mg/L.
e) Amonia (NH
3
) bebas
Amoniak (NH
3
) bebas adalah senyawa yang terbentuk dari proses oksidasi bahan
organik yang mengandung nitrogen dalam air limbah dengan bantuan bakteri. Senyawa
nitrogen yang terdapat dalam air adalah protein, ammoniak, nitrit dan nitrat. Dalam bentuk
protein, senyawa nitrogen ini di alam akan mengalami penguraian dengan bantuan aktivitas
bakteria menjadi ammoniak. Penguraian tersebut secara alamiah berjalan relatif sangat
lambat sehingga apabila terdapat protein di dalam air dapat ditarik kesimpulan bahwa air
tersebut telah terkontaminasi. Dalam bentuk amonium (NH
4
) senyawa nitrogen ini labil,
karena dalam waktu singkat akan beroksidasi menjadi nitrit. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keberadaan ammonium dalam air dapat menandakan bahwa air tersebut
baru mengalami kontaminasi air buangan Dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No:
58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit maksimun Amonia
(NH
3
) bebas dari limbah cair rumah sakit adalah 0,1 mg/L. (Ratna Dewi Ayuningtyas, 2009).
f) Fosfat (PO
4)
Fosfat dalam air terdapat sebagai ortofosfat, polifosfat dan organik fosfat, jumlah
kandungan ketiga fosfat tersebut dinyatakan sebagai total fosfat. Sumber fosfat di dalam air
dapat berbentuk inorganik dan organik. Sumber utama fosfat inorganik adalah hasil dari
buangan detergen, alat pembersih rumah tangga atau industri, sedangkan fosfat organik
berasal dari makanan dan buangan rumah tangga/rumah sakit. Fosfat sangat diperlukan untuk
pertumbuhan organisme dan merupakan faktor yang menentukan produktivitas suatu perairan
dan merupakan parameter untuk mendeteksi pencemaran air. Penentuan kadar fofat (PO4-)
dalam air bertujuan untuk mencegah tingginya kadar fosfat, sehingga tidak merangsang
pertumbuhan tanaman air. (Sutrisno, 1987)
3) Sifat Biologi
Karakteristik limbah cair dari sifat biologinya dapat dilihat dari keberadaan
mikoorganisme di dalamnya. Salah satu mikroorganisme dalam limbah cair rumah sakit
14

adalah adanya bakteri total Coliform. Bakteri Coliform adalah jenis bakteri yang umum
digunakan sebagai indikator penetuan kualitas sanitasi makanan dan air. Coliform sendiri
sebenarnya bukan penyebab dari penyakit-penyakit bawaan air, namun bakteri jenis ini
mudah untuk dikultur dan keberadaannya dapat digunakan sebagai indikator keberadaan
organisme patogen seperti bakteri lain, virus atau protozoa yang banyak merupakan
parasit yang hidup dalam sistem pencernaan manusia serta terkandung dalam faeses.
Organisme indikator digunakan karena ketika seseorang terinfeksi oleh bakteri patogen,
orang tersebut akan mengekskresi organisme indikator jutaan kali lebih banyak dari pada
organisme patogen. Hal inilah yang menjadi alasan untuk menyimpulkan bila tingkat
keberadaan organisme indikator rendah maka organisme patogen akan jauh lebih rendah atau
bahkan tidak ada sama sekali (Garneta Radina, 2010 dalam Servais, 2007).
Jenis bakteri ini berbentuk bulat, gram negatif, tidak berspora serta memfermentasi
laktosa dengan menghasilkan asam dan gas apabila di inkubasi pada 35-37C. Bakteri
ini terdapat sangat banyak pada faeses organisme berdarah panas, dapat juga ditemukan
di lingkungan perairan, di tanah dan pada vegetasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa apabila terdapat bakteri coliform pada badan air maka badan air tersebut sudah
tercemar oleh feses.

2. 5 DAMPAK LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT
Limbah cair rumah sakit dapat menimbulkan perubahan pada kualitas air yang dilaluinya,
yang berupa :
1. Peningkatan zat padat berupa bahan organik sehingga terjadi kenaikan limbah padatan,
baik tersuspensi ataupun terlarut.
2. Peningkatan kebutuhan oksigen terlarut karena adanya aktivitas mikrobia pembusuk
bahan organik, akibatnya TSS (Total Suspended Solid) dan COD (Chemical Oxygen
Demand) naik serta DO (Dissolved Oxygen) rendah sehingga mengganggu kehidupan
dalam perairan.
3. Peningkatan senyawa zat-zat racun dalam air yang menghasikan bau busuk yang
menebar keluar dari ekosistem akuatik.
15

Selain itu, dampak lain dari limbah cair rumah sakit adalah:
a. Nilai BOD
5

Semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen
untuk bertahan hidup, sehingga jumlah mikroorganisme dalam perairan akan semakin sedikit.
Dengan nilai BOD yang tinggi berarti semakin tingginya bahan buang organik yang terdapat
dalam air limbah.
b. Nilai COD
Semakin tinggi angka COD, akan semakin banyak bahan buang kimiawi yang terdapat
dalam perairan. Jika nilai COD semakin tinggi, maka nilai DO (Demand Oxygen) akan
semakin rendah. Karena oksigen yang terdapat dalam perairan akan digunakan untuk
memecah bahan buang kimiawi.
c. Total Suspended Solid (TSS)
Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena
mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, sehingga kekeruhan air dapat meningkat
yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme, disamping Total Suspended
Solid (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi dimana pada Total Suspended Solid terdiri atas
lumpur dan pasir halus serta jasadjasad renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah
atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Barlin, 1995).
d. Nilai pH (Keasaman Air)
Jika nilai pH semakin rendah (air memiliki pH asam), maka semakin tinggi kandungan
ion hidrogen dalam perairan. Air buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah, untuk
menjadikan air steril dapat membunuh mikroorganisme air yang diperlukan untuk
keperluan biota tertentu. Demikian juga makhluk-makhluk lain tidak dapat hidup seperti
ikan. Air yang mempunyai pH rendah membuat air korosif terhadap bahan-bahan konstruksi
besi dengan kontak air.
e) Amonia bebas
Jika kandungan ammonia tinggi dalam air limbah dapat mengakibatkan kematian
terhadap hewan air. Hal ini disebabkan afinitas hemoglobin terhadap gas amoniak lebih
16

tinggi dibandingkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, sehingga menyebabkan hipoksida
terhadap hewan air (kekuragan oksigen). Selain itu amoniak juga mengakibatkan iritasi
terhadap saluran pencernaan dan menimbulkan bau pada perairan.
f) Fosfat (PO
4
)
Pembuangan limbah yang banyak mengandung fosfat ke dalam badan air dapat
menyebabkan pertumbuhan lumut dan mikroalgae yang berlebih yang disebut eutrofikasi
sehingga air menjadi keruh dan berbau karena pembusukan lumut-lumut yang mati. Pada
keadaan eutrotop tanaman dapat menghabiskan oksigen dalam sungai atau kolam pada
malam hari atau bila tanaman tersebut mati dan dalam keadaan sedang mencerna (digest) dan
pada siang hari pancaran sinar matahari kedalam air akan berkurang, sehingga proses
fotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen juga berkurang. (Sudi Setyo Budi, 2006)


f). Bakteri Total Coliform
Dampak bakteri total Coliform terhadap perairan dapat mengakibatkan diare pada
manusia, karena adanya bakteri patogen. (Isyuniarto, 2008)









17


BAB III
METODO PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian evaluasi dengan menggunakan metode
deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu peristiwa
dan kejadian mengenai gambaran yang terjadi pada saat sekarang (Sujana dan Ibrahim,
1989:65), sehingga dapat memberikan suatu informasi bagi pembacanya. Selain itu
dilakukan analisis laboratorium terhadap sampel, untuk mengetahui kandungan dalam
sampel dilihat dari parameter fisik, kimia dan biologi. Sebagai acuannya adalah
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: 58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu
Limbah cair Rumah Sakit

B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah IPAL (output) Mahottama dan
IPAL (output) IRD/UGD dari Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah di Jalan Pulau Nias
Denpasar-Bali. Dan waktu penelitian ini adalah dari bulan Juni sampai dengan Juli
2013.

C. Objek Penelitian
Penulisan laporan ini ditujukan pada sumber dan karakter limbah cair
berdasarkan sifat fisikanya yaitu suhu, dari sifat kimianya yaitu pH, TSS, Amonia bebas,
BOD, COD dan posphat dari sifat biologinya yaitu bakteri fecal coli yang dibuang ke
lingkungan.

D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain :
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap
lingkungan kerja untuk memperoleh data tentang sumber dan pengelolaan
limbah cair di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
18



2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan membaca literatur-literatur yang berhubungan
dengan data yang diperoleh dari rumah sakit untuk memperoleh pengetahuan
secara teoritis mengenai sumber dan pengelolaan limbah cair rumah sakit
3. Analisis Laboratorium
Pengambilan sampel limbah Rumah Sakit Sanglah dilakukan di IPAL outlet (
tempat jatuhnya limbah ke badan perairan) pada IPAL Mahottama dan IPAL
IRD/UGD yang selanjutnya dilakukan analisis laboratorium terhadap
parameter fisika, kimia dan biologi. Analisis dilakukan di UPT Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali di Jl. Angsoka Denpasar.
Adapun metode-metode yang dipergunakan adalah:
a. Pengukuran Suhu
Metode yang dilakukan dalam pengukuran suhu adalah metode pemuaian.
Dalam metode pemuaian ini, menggunakan termometer untuk mengukur
suhu dari air limbah Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.
b. Pengukuran Total Suspended Solid (TSS)
Dalam pemeriksaan ini, digunakan metode spektrofotometri.
Spektrofotometri yang digunakan adalah spektrofotometri HACH.
c. Pengukuran Nilai pH
Dalam pengukuran nilai pH ini menggunakan metode elektrometri yang
menggunakan alat pH meter. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
- pH meter dikalibrasi dengan larutan penyangga.
- Elektroda dikeringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda
dengan air suling
- Elektroda dicelupkan ke dalam sampel air limbah sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tetap.
- Hasil pembacaan skala atau angka dicatat pada tampilan dari pH meter.
(Anonim, 2010)
d. Pengukuran Amonia Bebas
Pengukuran Amonia Bebas menggunakan metode pereaksi Nessler.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
19

- 1 mL sampel ditambahkan dengan beberapa tetes pereaksi Nessler.
- Dikocok sampai terjadi perubahan warna kuning kecoklatan dan
dibiarkan sekitar 10 menit
- Dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur dengan spektrofotometer DR
2000/2010 dengan panjang gelombang 425 nm.
e. Pengukuran Nilai BOD
Nilai BOD diukur dengan metode titrimetri. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
f. Pengukuran Nilai COD
Nilai COD diukur dengan metode titrimetric.
g. Pengukuran Posphat
Pengukuran posphat menggunakan metode ammonium-molibdat.
Langkah-langkahnya adalah:
- Sampel ditambahkan dengan Ammonium Molibdat, dan didiamkan
sampai terbentuk warna kuning.
- Campuran ditambahkan SnCl
2
sebagai reduktor sehingga terbentuk
warna biru.
- Sampel dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur dengan spektrofometer
dengan panjang gelombang 660 nm.
h. Pengukuran Bakteri Fecal Coli
Pengukuran bakteri fecal coli menggunakan metode MPN. Langkah-
langkahnya adalah :
- Uji Penduga (Presumptive test)
Masing-masing sampel air ini disiapkan dan kemudian dibuat 3 seri
larutan perlakuan. Untuk larutan seri pertama, sampel air dipipet
sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi berisi
medium LBG 10 mL yang telah berisi tabung durham. Sedangkan
larutan seri kedua berupa 1 mL sampel air yang dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi medium LBT 5 mL yang didalamnya juga
mengandung tabung durham. Larutan yang terakhir adalah larutan seri
ketiga yang dibuat dengan mencampur 0,1 mL sampel air dalam 5 mL
LBT di dalam tabung reaksi berisi tabung durham. Ketiga seri larutan
uji ini kemudian diinkubasi pada suhu 35-37
o
C selama 24 jam. Setelah
20

masa inkubasi selesai, diamati tabung yang membentuk gelembung
gas. Adanya gelembung ini menunjukkan hasil reaksi positif sehingga
dapat diperlakukan untuk uji selanjutnya.
- Uji Penguat (Confirmed Test)
Uji penguat dilakukan dengan menginokulasikan satu oose biakan dari
tabung yang memberikan hasil uji positif ke media agar EMB (Eosin
Methylene Blue). Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu 37
o
C
selama 24 jam, kemudian diamati koloni bakteri yang tumbuh. Koloni
bakteri yang berwarna hijau metalik menunjukkan koloni bakteri
coliform. Selain itu, uji penguat juga dilakukan dengan
menginokulasikan 1 mL biakan dari tabung yang memberikan hasil uji
positif pada uji penduga ke media BGBL (Brilliant Green Bile
Lactose). Tabung berisi media dan biakan tersebut diinkubasi pada
suhu 37 dan 44
o
C selama 24 jam, kemudian diamati perubahan warna
yang terjadi dan gas yang terbentuk.
- Uji Pelengkap (Completed Test)
Uji pelengkap dilakukan apabila terdapat hasil positif dari uji penguat,
yaitu terdapat koloni bakteri yang berwarna hijau metalik pada media
EMB. Koloni tersebut selanjutnya diuji pewarnaan Gram,
diinokulasikan ke media LBT dan diinokulasikan ke media NA
(Nutrient Agar) miring. Biakan yang diinokulasikan ke dalam media
LBT dan NA selanjutnya diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam.
Kemudian diamati perubahan warna dan gas yang terbentuk pada
tabung berisi media LBT dan biakan.
E. Sumber Data
Data yang diperoleh berasal dari :
1. Data Primer
Data primer dilakukan dari hasil observasi kepada bagian yang terkait yaitu bagian
sanitasi dan petugas pengelola limbah cair Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dengan mempelajari buku-buku dan
laporan yang berhubungan dengan sumber dan karakter limbah cair Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah.
21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Suhu
Suhu merupakan karakteristik dari limbah cair rumah sakit dari sifat fisikanya. Dalam
baku mutu limbah cair rumah sakit, suhu maksimum yang diperbolehkan adalah 30
o
C.
Hasil pemeriksaan suhu pada air limbah IPAL Mahottama di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah pada IPAL outlet nya adalah 30
o
C dan di IPAL UGD juga 30
o
C . Hal
ini menunjukkan IPAL outlet di IPAL Mahottama dan IPAL UGD cukup efisien
dalam mengolah limbah cair rumah sakit dari segi fisiknya, sehingga aman untuk
dibuang ke badan perairan.
B. Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) merupakan salah satu karakteristik limbah cair rumah
sakit dari sifat kimianya. Total Suspended Solid adalah banyaknya partikel padat yang
terdapat dalam air limbah rumah sakit. Kadar maksimum yang diperbolehkan untuk
Total Suspended Solid dalam air limbah rumah sakit adalah 30 mg/L. Dari hasil
analisis ini didapatkan kadar TSS dalam IPAL outlet di IPAL Mahottama adalah 13
mg/L sedangkan di IPAL outlet di IPAL UGD 12 mg/L. Kadar ini lebih rendah dari
kadar maksimum untuk TSS yang diperbolehkan. Hal ini menunjukkan IPAL outlet di
IPAL Mahottama dan IPAL UGD berfungsi dengan baik untuk mengolah partikel-
partikel padat dalam air limbah Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, sehingga dapat
dibuang dengan aman ke badan perairan.

C. Nilai pH
Nilai pH merupakan karakteristik limbah cair rumah sakit dari sifat kimianya. Nilai
maksimum yang diperbolehkan untuk air limbah rumah sakit adalah 6-9.
Dari hasil pengukuran nilai pH dari air limbah Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah,
didapatkan nilai pH adalah 8,7 untuk IPAL Mahottama dan 8,5 untuk IPAL UGD .
Nilai ini masih berada di bawah ambang batas. Hal ini menunjukkan IPAL outlet di
IPAL Mahottama dan IPAL UGD berfungsi dengan baik untuk mengelola ion-ion
hidrogen yang terdapat dalam air limbah, sehingga dapat aman dibuang ke badan
22

perairan. Nilai pH dari limbah cair pada IPAL outlet di IPAL Mahottama dan IPAL
UGD Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah cenderung basa, disebabkan oleh kadar
ammonia bebasnya tinggi.
D. Ammonia Bebas (NH
3
)
Amonia dilepas kedalam air oleh adanya penguraian organik dan juga sebagai
buangan metabolic organisme perairan. Pembuangan nitrogen organik menjadi
ammonia anorganik disebut amonifikasi atau mineralisasi serta dilakukan oleh bakteri
heterotropik, aktinomicetes dan jamur. Ammonia bergabung dengan rantai makanan
dengan cara berubah menjadi nitrit dan nitrat yang penting bagi pertumbuhan
tanaman. Dalam jumlah besar amonia menjadi polutan beracun, dan berbahaya bagi
kehidupan hewan, mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, daya tahan fisik, dan daya
tahan terhadap penyakit. Konsentrasi ammonia dalam larutan diatas 0,1 ppm dianggap
berbahaya.
Pada IPAL RSUP Sanglah didapatkan nilai amonia yang tinggi yaitu 5,9413 mg/l
pada IPAL Mahotama dan 54,685 mg/l pada IPAL UGD sedangkan amonia maksimal
yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/l. Tingginya amonia pada IPAL ini dapat
disebabkan oleh proses perombakan zat organik yang terdapat pada limbah Rumah
Sakit. Limbah-limbah tersebut dapat bersumber dari air buangan pada WC, pemanas
dan pendingin ruangan, air buangan bekas pencucian alat-alat, mesin dan wadah lain
serta air buangan dari laboratorium dalam bentuk pelarut organik,garam, asam, basa
maupun yang lainnya. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat amonia dalam
jumlah yang lebih banyak dibanding perairan dibagian atasnya karena oksigen terlarut
pada bagian dasar relatif lebih kecil. Sehingga amonia pada bagian dasar lama
kelamaan akan tersuspensi dan menjadi lebih banyak apabila penanganan pada IPAL
tidak terlalu baik maka nilai amonia yang diperoleh akan relatif tinggi. Dari data hasil
pemerikasaan yang diperoleh pada IPAL pada RSUP Sanglah maka dapat diketahui
bahwa pengolahan amonia pada IPAL tersebut tidak berfungsi secara baik.

E. BOD
Nilai BOD merupakan parameter kualitas limbah cair rumah sakit yang sangat
penting untuk diketahui (Okun dan Ponghi,1975). BOD didefinisikan sebagai mg
23

oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi seluruh zat organik secara biokimia
dalam 1 liter air. BOD dianggap sebagai prosedur oksidasi basah, dimana
mikroorganisme dalam air digunakan sebagai pengoksidasi zat organik menjadi
CO
2
,H
2
O dan NH
3
. Nilai BOD ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang
diserap oleh sampel limbah cair selama satu periode tertentu, biasanya selama 5 hari
dengan satu temperature tertentu umumnya dengan suhu 20
o
C (Nurhasanah,2009).
Nilai BOD yang ditentukan sesuai dengan baku mutu menyatakan bahwa
mikroorganisme yang bekerja di dalamnya yang digunakan sebagai pengoksidasi zat
organik dapat bekerja dengan baik dalam IPAL (Anonim,2013). Hal ini sesuai dengan
hasil pemeriksaan limbah cair rumah sakit sanglah melalui IPAL Mahotama dengan
nilai BOD 22,00 mg/l dan IPAL UGD adalah 26,40mg/L, sedangkan dalam baku
mutu yang diperbolehkan sebesar 30 mg/l, dapat disimpulkan bahwa air limbah dari
parameter dari nilai BOD cenderung aman dan tidak berbahaya untuk dibuang ke
lingkungan.
F. COD
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar
limbah organik yang ada di dalam air / perairan dapat teroksidasi melalui reaksi
kimia. Penetapan COD dengan menggunakan metode titrimetri pada prinsipnya
dilakukan apabila zat organik dalam sampel air dioksidasi dengan K
2
Cr
2
O
7
berlebih
dalam suasana asam dan panas serta dilakukan proses pengreflukan selama 2 jam.
Nilai COD yang merupakan salah satu parameter kimia limbah cair rumah sakit
maksimum yang diperbolehkan sesuai standar baku mutu adalah sebesar 80 mg/l
setiap harinya. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium diperoleh nilai dari hasil
COD limbah cair Rumah Sakit Sanglah sebesar 30,00 mg/l dari IPAL Mahottama,
sedangkan pada IPAL UGD nilai COD nya adalah 30 mg/L. Hal ini menandakan
bahwa nilai COD yang diperoleh dari proses pengolahan IPAL Mahotama dan IPAL
UGD yang dimiliki oleh rumah sakit sanglah dapat berfungsi dengan baik sehingga
aman dibuang ke lingkungan. Selain itu, sekitar 95%-100% bahan organik dapat
teroksidasi dengan baik dalam suasana asam (Effendi,2003).

G. Posphat (ion PO
4
)
Posphat (ion PO
4
) merupakan salah satu karakteristik limbah cair rumah sakit dari
sifat kimianya. Dalam baku mutu limbah cair rumah sakit, kadar posphat maksimum
24

yang diperbolehkan adalah 2 mg/L. Pemeriksaan kadar phospat dalam limbah cair di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah menggunakan metode Ammonium-Molyddat.
Dari hasil analisis didapatkan kadar posphat dalam limbah cair di IPAL outlet di
IPAL Mahottama adalah < 0,01 mg/ L sedangkan di IPAL UGD adalah 0,4424 mg/L.
Hal ini menunjukkan IPAL outlet di IPAL Mahottama dan IPAL UGD berfungsi
dengan baik dalam menurunkan kadar posphat dalam air limbah, sehingga dapat
dibuang dengan aman ke badan perairan.

H. Bakteri Coliform
Pada IPAL UGD didapatkan nilai coli form sebesar 280.000/100ml dan nilai
coli form pada IPAL Mahotama sebesar 540.000/100ml. Sedangkan baku mutu yang
diperbolehkan berdasarkan PERGUB untuk coli form/100ml adalah 10.000. Dari data
tersebut menunjukkan bahwa nilai coliform pada kedua IPAL tersebut jauh melewati
baku mutu yang diperbolehkan. Hal ini menunjukkan pengolahan IPAL UGD dan
IPAL Mahotama pada RSUP Sanglah tidak efektif untuk pengolahan coli form.
Tingginya coliform pada IPAL tersebut dapat dikarenakan oleh beberapa hal
diantaranya, di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah terdapat dua sumber air yaitu
sumur bor dan PDAM. Pengaliran air pada saat peneliti mengambil sampel, belum
diketahui asal sumber airnya. Apakah dari PDAM atau sumur bor. Pada sumber air
PDAM mungkin telah terjadi kontaminasi dengan coliform.
Sedangkan pada pemeriksaan fecalcoli didapatkan hasil pada IPAL UGD
sebesar 79.000/100ml dan IPAL Mahottama sebesar 17.000/100ml. Fecal Coli
merupakan indikator adanya pencemaran oleh limbah domestik termasuk tinja
manusia dan peternakan yang dapat menyebabkan penyakit diare. Pada baku mutu
yang diperbolehkan berdasarkan PERGUB tidak dicantumkan jumlah fecalcoli yang
diperbolehkan sehingga peneliti tidak mengetahui apakah cara kerja IPAL pada RSUP
Sanglah untuk pengolahan fecalcoli termasuk baik atau tidak. Namun pada literatur
disebutkan bahwa air baku air minum mempersyaratkan kadar fecal coli di dalam
sumber air baku tidak lebih dari 2000/100 ml. Dari data yang diperoleh maka dapat
diketahui bahwa kadar fecal coli pada IPAL UGD dan IPAL Mahottama pada RSUP
Sanglah melebihi standar baku air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengolahan
bakteri fecal coli pada IPAL di RSUP Sanglah masih belum efisien.
25



BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
1.1 Simpulan
1. Tingkat efektivitas IPAL (outlet) pada IPAL Mahottama dan IPAL UGD di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah cukup efisien dalam mengolah limbah cair
rumah sakit dari parameter suhu, pH, TSS, BOD, COD, Phospat tapi belum
efisien untuk pengolahan ammonia bebas dan bakteri fecal coli.
2.
4.2 Saran
1. Tingkat efektivitas pengolahan IPAL( output) di RSUP Sanglah perlu ditingkat
dengan cara melakukan pemantauan secara rutin, melakukan perbaikan
terhadap IPAL yang rusak dan melakukan pemantauan lagi, begitu seterusnya,
2. Tenaga kerja perlu ditingkatkan dari segi jumlah, kemampuan tenaga kerja,
pendidikan yang sesuai dengan pengolahan limbah cair rumah sakit dan dapat
dilakukan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dari tenaga kerja dalam
melakukan pengolahan terhadap limbah cair rumah sakit.
3. Pengolahan ammonia dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen (aerasi)
dengan aerator. Sedangkan untuk mengurangkan kadar bakteri fecal coli dapat
dilakukan dengan memperhatikan pemberian disinfektan.

Anda mungkin juga menyukai