Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Fluoresensi adalah emisi cahaya setelah penyerapan sinar ultraviolet (UV)atau
cahaya tampak oleh molekul fluoresensi atau substruktur disebut fluorophore
.Dengan demikian, fluorophore menyerap energi dalam bentuk cahaya pada
panjang gelombang spesifik dan membebaskan energi dalam bentuk cahaya yang
dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih tinggi.
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah
tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses
absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi.
Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan semula dengan
melepaskan energi yang berupa cahaya (deeksitasi). Fluoresensi merupakan
proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2)
menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang
lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1
sampai dengan 1000 mili detik.


Gambar Spektrofotometri AFS
Fluoresensi spektroskopi menggunakan foton energi yang lebih tinggi
untuk merangsang sampel, yang kemudian akan memancarkan foton energi yang lebih
rendah. Teknik ini telah menjadi populer untuk biokimia dan aplikasi medis, dan
dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, fluoresensi mentransfer resonansi
energi,dan pencitraan fluoresensi seumur hidup.
Spektroskopi Fluoresensi Atom. Pada metode ini seperti pada spektroskopi
absorpsi atom untuk membentuk partikel-partikel atom diperlukan nyala api.
Energi radiasi yang diserap oleh partikel atom akan dipancarkan kembali ke
segala arah sebagai radiasi fluoresensi dengan panjang gelombang yang
karakteristik. Sumber radiasi ditempatkan tegak lurus terhadap nyala api sehingga
hanya radiasi fluoresensi yang dideteksi oleh detektor setelah melalui
monokromator. Intensitas radiasi fluoresensi ini berbanding lurus dengan
konsentrasi unsur.
2.2 Alat Yang Digunakan
Dalam metode spektroskopi Fluoresensi ini, alat yang digunakan disebut
dengan Spektrofotometer Fluoresensi. Komponen-komponen yang penting dari
suatu instrumen untuk pengukuran flourosensi ditunjukan dalam gambar di bawah
ini,perhatikan bahwa komponen (sumber, monokromator, dan sebagainya) yang
sama terdapat juga dalam spektrofotometer.Berikut adalah instrumennya. Dasar
set-up untuk sebuah alat untuk mengukur kondisi mapan fluoresense ditampilkan
pada Gambar 7.6.











Terdiri dari sumber cahaya (biasanya xenon atau lampu merkuri), sebuah
monokromator / atau filter untuk memilih panjang gelombang eksitasi; tempat
sampel; detektor, yang mengubah cahaya yang dipancarkan ke listrik sinyal, dan
unit untuk pembacaan data dan analisis.
2.3 Prinsip Spektroskopi Fluoresensi
Prinsip-prinsip umum dapat diilustrasikan dengan diagram Jablonski
(Veberg,2006),seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.1.Menurut diagram
Jablonski (Gambar 7.1), energi emisi lebih rendah dibandingkan dengan eksitasi.
Ini berarti bahwa emisi fluoresensi yang lebih tinggi terjadi pada panjang
gelombang dari penyerapan (eksitasi). Perbedaan antara eksitasi dan panjang
gelombang emisi dikenal sebagai pergeseran Stoke.

Langkah pertama (i) adalah eksitasi, di mana cahaya diserap oleh
molekul,yang ditransfer ke keadaan tereksitasi secara elektronik yang berarti
bahwa sebuah elektron bergerak dari keadaan dasar singlet, S
0
, ke keadaan singlet
tereksitasi

S
1
. I n i diikuti dengan relaksasi getaran atau konversi internal (ii),
dimana molekul ini mengalami transisi dari elektronik atas ke yang lebih rendah
S

1
, tanpa radiasi apapun. Akhirnya, emisi terjadi (iii), biasanya 10 - 8 detik
setelah eksitasi, ketika kembali elektron kekeadaan dasar lebih stabil, S
0
,
memancarkan cahaya pada panjang gelombang yang sesuai dengan perbedaan energi
antara kedua elektronik.Dalam molekul, masing-masing kondisi elektronik
memiliki beberapa kondisi bagian getaran terkait. Dalam keadaan dasar, hampir
semua molekul menempati tingkat vibrasi terendah. Dengan eksitasi dengan sinar
UV atau terlihat, adalah mungkin untuk mempromosikan molekul yang tertarik ke
salah satu tingkat getaran beberapa tingkat tereksitasi secara elektronik yang
diberikan. Ini berarti bahwa emisi fluoresensi tidak hanya terjadi pada satu
panjang gelombang tunggal, melainkan melalui distribusi panjang gelombang
yang sesuai untuk transisi vibrasi beberapa sebagai komponen dari transisi
elektronik tunggal. Inilah sebabnya mengapa eksitasi dan spektrum emisi
diperoleh untuk menggambarkan secara rinci karakteristik molekul fluoresensi.
2.4 Instrumentasi untuk Pengukuran Fluoresensi








Komponen-komponen yang penting sekali dari suatu instrument untuk
pengukuran fluoresensi ditunjukan dalam Gambar 15.3. Perhatikan bahwa
komponen (sumber, monokromator, dan sebagainya) yang sama terdapat juga
dalam spektrofotometer (Gambar 14.8), namun perhatikan bahwa ada dua
monokromator dan bahwa pancaran sampe dimonitor oleh detector dengan arah
90
0
terhadap berkas pengeksitasi. (Instrumen yang sebenarnya dapat memiliki
bentuk luar yang agak berbeda aripada bentuk bagian dalam Gambar 15.3, lewat
penggunaan cermin-cermin untuk mengirim berkas-berkas ke arah yang
menghemat ruang, namun konfigurasi tegak lurus itu dipertahankan pada sel
sampel). Alat bantu seperti lensa-lensa untuk meneruskan radiasi pengeksitasi dan
radiasi terpancar agar efisien lewat system, tidaklah ditunjukkan pada gambar itu,
dan mungkin ada segi-sei yang lain seperti motor pengerak monokromator
penyusur yang juga dihilangkan.
Sumber
Sumber berguna yang terbaik adalah lampu busur xenon.
Pemilihan Panjang Gelombang
Instrument yang tersedia sangat beranekaragam ditilik dari harga dan
kecangihannya.
Instrument Monokrom
Instrument ini lebih baik, dilengkapi dengan susunan automatis baik dari
panjang gelombang eksitasi maupun panjang gelombang pancaran, dengan
perekaman grafis dari isyarat detector.
Deteksi radiasi
Instrument penelitian telah dirancang meskipun beum muncul secara
komersial, yang dalam waktu sekejap enghasilkan perangkat data tiga dimensi:
Keluaran menunjukan suatu permukaan intensitas pendaran yang dibangun atas
dasar panjang gelombang eksitasi dan panjang gelombang pancaran.
2.5 Penerapan dari Spektroskopi Fluoresensi
Hanya sedikit ion anorganik yang berpendar, yang paling dikenal adalah
ion uranil, UO
2
2+
. Umumnya analisis fluorometrik melibatkan molekul organik;
beberapa contoh adalah (pirena, -Naftilamina, fenol, -Naftol, aluminium 8-
hidroksikuinolat, piridoksina, asam salisilat, aspirin, anfetamina, barbiturat,
kuinina, tirosina, dan triptofan). Ada beberapa senyawa kelat logam yang berpendar yang
memberikan metode yang peka untuk beberapa ion logam. Seringkali kelat logam
diekstraksi dari dalam larutan berair menjadi suatu pelarut organik sebelum
pengukuran, suatu proses yang sekaligus memisahkannya dari ion-ion
pengganggu dan mengkonsentrasikan spesies yang berpendar. Misalnya, banyak
terdapat reagensia flourometrik untuk aluminium dan berilium. Logam-logam
yang lebih berat seperti Fe
3+
, CO
2+
, Ni
2+
dan Cu
2+
sebaliknya cenderung mematikan
flourosens yang diperagakan oleh banyak zat pengkelat itu sendiri, hadirnya
logam itu dalam kompleks mendorong dibuangnya energi yang diserap secara tak
radiantif. Kadang suatu analit yang tidak berpendar dapat diubah menjadi suatu
molekul yang berpendar kuat, dengan suatu reaksi yang cepat dan kuantitatif, yang dengan
mudah digabungkan ke dalam suatu prosedur analitik keseluruhan.
Misalnya,hormon epinefrin (adrenalin) mudah diubah menjadi adrenolutin. Dalam
larutan basa,anion fenolat dari adrenolutin berpendar dengan kuat (eksitasi 360
nm; pancaran 530nm). Pasien dengan tumor tertentu pada kelenjar adrenalin dan
juga beberapa penderita tekanan darah tinggi menunjukkan kadar epinefrina yang
meningkat dalam air seninya. Hormon yang terdapat pada kadar yang sangat rendah dapat
dipekatkan dari dalam volume besar air seni dengan suatu prosedur pertukaran ion
pada suatu pH dimana nitrogen amino diprotonkan untuk membentuk suatu kation
R-NH
2
-CH
3
,dielusi dalam sedikit volume dengan ditukar-ganti dengan H
+
dan
diolah seperti diatas untuk membentuk flourofor itu. Beberapa vitamin dapat
ditetapkan secara fluorometrik. Oksidasi lembut tiamina (vitamin B
1
) oleh
Fe(CN)
6
3-
, misalnya akan menghasilkan suatu produk yang disebut tiokrom yang
memperagakan fluoresens biru pada kondisi yang tepat. Jika pancaran pendaran
itu diukur terhadap dua porsi sampel, satu diolah dengan ferisianida dan yang lain
tidak, orang dapat mengurangi kontribusi pengganggu non-tiamina yang
berpendar untuk meningkatkan selektivitas. Riboflavin (vitamin B
2
) dan
piridoksin (B
6
) merupakan dua vitamin lain yang dapat ditetapkan oleh
fluoresensi. Meskipun kebanyakan asam amino tidak berpendar, tetapi mudah
bereaksi dengan reagen fluoresamina untuk membentuk senyawa yang sangat berpendar yang
telah digunakan dalam biokimia untuk mendeteksi kuantitas. Metode fluoresensi
sangat baik untuk menetapkan beberapa hidrokarbon aromatik polisiklik yang
telah dikelompokkan sebagai polutan prioritas oleh Jawatan Perlindungan
Lingkungan Amerika Serikat (EPA), yang mengatakan bahwa fluoresens memberi
deteksi yang sangat peka terhadap komponen-komponen sampel tertentu dalam
kromatografi cairan.
Misalnya pada produk Susu :Produk-produk susu mengandung beberapa
fluorophores intrinsik. Misalnya asam amino aromatik dan asam nukleat,
triptofan, tirosin dan fenilalanin dalam protein,vitamin A dan B
2
,Nikotinamida
adenin dinukleotida (NADH) dan klorofil, dan berbagai senyawa lainnya yang dapat
ditemukan pada konsentrasi rendah atau sangat rendah di produk makanan.
2.6 Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan :
Karakteristik flouresensi spektrometri adalah sensitivitas yang tinggi.Fluorometri
dapat menerima limit deteksi dengan kekuatan sinyal lebih rendah dari teknik lain.
Limit deteksi sekitar 10-10 M atau lebih rendah bisa saja diukur dari sebuah
molekul. Langkah pertama pada pengukuran flouresensi adalah eksitasi elektronik
dari sebuah molekul analit yang mengabsorbsi foton. Di flouresensi, spin pada
keadaan dasar dan tereksitasi adalah sama. Pada banyak molekul organic,kedaan dasar adalah
singlet state (semua spin berpasangan). Flouresensi terjadi ketika sebuah molekul
dipromosikan ke keadaan tereksitasi dengan absorpsi, dan kemudian kembali pada
keadaan dasar dengan emisi. Batas deteksi flouresensi sering kali berorde 10-9 M dan
dengan tehnik deteksiyang istimewa hampir 10-12M. Sebagai pedoman,
flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada spektrofotometri, meskipun nilai-
nilai yang sebenarnya bergantung pada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan
instrumen mana yang tersedia.Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua
parameter panjang gelombang yang signifikan meningkatkan spesifikasi dari
metode ini, dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya didasarkan pada
penyerapan. Suatu sifat yang menonjol dari analisis flourosensi adalah tingginya
kepekaan dibandingkan dengan tehnik lazim lainnya, misalnya spektrofotometri.
Sudah menjadi sifat lebih baik untuk mengukur sedikit cahaya lawan tak ada cahaya
ketimbang mengukur pengurangan kecil dalam suatu berkas yang terang. Daya pancaran
berpendar, PEm dapat diukur tak bergantung pada daya cahaya masuk, Po. Pancaran
dapat ditingkatan baik dengan baik dengan meningkatkan Po maupun dengan
menggandakan isyarat detektor.
Kekurangan :
Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul antara lain
polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis
ikatan hidrogen,viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi). Kondisi-
kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi. Hal
ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga menghasilkan
karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang berbeda- beda.Bila
suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin berkurang.Hal ini
disebabkan pada suhu yang lebih tinggi tabrakan-tabrakan antar molekul atau
tabrakan antar molekul dengan pelarut menjadi lebih sering yang mana peristiwa
tabrakan kelebihan energi molekul tereksitasi dilepaskan ke molekul pelarut.






DAFTAR PUSTAKA

Ed. Da Wen Sun. 2008. Modern Technic for Food Autentication. Elsevier: New
York.

Ghalib, ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

R.A. Day, JR & AL,Underwood.2006. Analisis Kimia
Kuantitatif.Jakarta:Erlangga

Anda mungkin juga menyukai