Kalau kita masih belum merasa ada pada masa kini melainkan bawah-sadar kita
masih pada masa lalu maka cita-cita kita tentang negara rasional tak akan
terwujud.
Kuntowijoyo
1
membedah persoalan kekinian Indonesia pada konteks global dan
domestik.
2
kecanggungan lagi. Kebudayaan pun telah melepaskan diri dari
keterikatannya dengan rasa nasionalisme.
Kondisi Domestik
3
Keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan yang tersebar
di antara dua samudra dan dua benua juga menjadikannya faktor
penentu dalam konteks geo-politik dan geo-ekonomi dunia, maka
mereka merasa perlu untuk menghabisi kemandiriannya.
Selain itu, sumber daya alam Indonesia sangatlah besar. Jadi,
Indonesia harus secepatnya mereka kuasai dan habisi sebelum mampu
memproteksinya. Keberadaan Freeport, Newmont, Exxon Mobile,
British Petroleum mengisyaratkan keberadaan mereka di Indonesia
sebagai pembenaran atas hipotesis tersebut.
4
Ketimpangan ekonomi juga sangat kental mewarnai perjalanan
sejarah bangsa. Ia bahkan berkelindan dengan kekuasaan dan
menghasilkan oligarki dominan untuk memperalat rakyat dan
kekuasaan demi kepentingan individu dan kelompok. Dan yang lebih
parah, saking kompleksnya persoalan yang ada, rasa cinta tanah air
masyarakat kita pun mulai menipis. Nilai-nilai kejuangan dan
kebangkitan nasional yang dulu sangat berperan melahirkan Indonesia
merdeka, seperti luntur dengan perlahan.
Sampai di sini, kita lantas akan bertanya, upaya apa yang
sebaiknya ditempuh untuk menyelesaikan semua persoalan di atas?
Dengan apa negeri ini akan berubah menjadi Indonesia modern?
Filosofi Kebangkitan Nasional II
Pada dasarnya, menghadapi permasalahan bangsa yang cukup
kompleks ini harus dicarikan solusi, baik secara filosofis maupun pada
tataran praksis.
Secara filosofis, marilah menyimak pernyataan Dr. Wahidin
Sudirohusodo, seorang dokter pribumi dari Mlati Yogyakarta, di balik
pembentukan Boedi Oetomo di Jakarta, “Manawa bangsa kita bisa idu
bareng, Landa sing ana kene kleleb kabeh.” Artinya, kalau bangsa kita
meludah bersama maka Belanda yang ada di sini pasti mati; semua
tenggelam. Seperti kita ketahui, pernyataan ini berhasil menjadi
pembakar semangat nasionalisme ketika itu.
Dalam tinjauan filosofis, pernyataan Dr. Wahidin Sudirohusodo
ini sesungguhnya menyiratkan empat kesadaran diri sebagai berikut.
Pertama, adanya Musuh Bersama. Ketika itu, musuh bersama
yang dimaksud tentu adalah penjajah Belanda. Artinya, untuk merdeka
bangsa Indonesia harus yakin pada adanya musuh bersama. Musuh
bersama akan membuat kita bersatu.
Kedua, adanya Semangat untuk Melawan. Setelah memahami
adanya musuh bersama, semangat untuk melawan diperlukan untuk
memulai perjuangan kemerdekaan nasional. Kemerdekaan tidak akan
5
terwujud tanpa adanya perlawanan terhadap segala bentuk
penjajahan.
Ketiga, adanya Kebersamaan. Pemahaman adanya musuh
bersama dan semangat untuk melawan melahirkan kebersamaan di
atas rasa senasib sepenanggungan untuk bebas dari penjajahan.
Kebersamaan ini sangat penting untuk mengawal misi kemerdekaan
nasional.
Keempat, adanya Kepemimpinan. Untuk itulah kemudian
kepemimpinan sangat diperlukan untuk mengantarkan tujuan pada
keberhasilan yang dimaksud. Tanpa kepemimpinan, semua ini akan
sia-sia.
Sementara itu, pada tataran praksis, solusi yang dapat ditempuh
adalah dengan melakukan konsolidasi demokrasi dan mewujudkan
kepemimpinan nasional yang kuat dan tegas.
Konsolidasi Demokrasi
Demokrasi memang pekerjaan berat yang tidak serta-merta
terwujud seperti yang diinginkan, segampang kita membalikkan
telapak tangan. Artinya, meski terdapat karut-marut persoalan bangsa
yang hingga kini masih berlarut-larut, niatan baik untuk terus
memperbaiki proses demokrasi di republik ini adalah pilihan bijak yang
akan terus kita dukung.
Secara teoretis, berbagai literatur mengenai konsolidasi
demokrasi, mengaitkannya dengan tiga variabel utama yang perlu
diperhatikan. Variabel pertama adalah perbaikan kondisi ekonomi.
Kondisi ekonomi dipercaya terkait erat dengan ‘tingkat keamanan
demokrasi’. Bahwa proses demokratisasi sebuah bangsa akan
menjumpai sejumlah kendala nyata, apabila masih dihadapkan pada
kompleksitas permasalahan di bidang ekonomi. Sebaliknya,
membaiknya kondisi ekonomi akan berpengaruh bagi kualitas
demokrasi.
6
Variabel kedua, terciptanya kultur politik yang demokratis.
Dengan kata lain, ada suatu pembelajaran dan pendewasaan politik
yang berjalan efektif di mana masyarakat dan semua elemen
demokrasi makin mampu untuk mengaktualisasikan demokrasi
substansial ke praktik-praktik demokrasi prosedural secara optimal.
Variabel ketiga adalah adanya penguatan konsensus politik di
kalangan elite. Kuat atau tingginya tingkat konsensus di satu sisi dan
rendahnya tingkat konflik politik di kalangan elite di sisi lain memiliki
pengaruh positif bagi stabilitas politik yang demokratis.
7
majority. Sebenarnya, kalau pun bukan mayoritas tunggal, harus dapat
terbangun mayoritas koalisi yang merupakan gabungan kekuatan
politik yang memiliki satu platform perjuangan. Mayoritas inilah yang
akan dapat melakukan perubahan yang kuat dalam rangka menata
ulang pembangunan hukum, demokrasi, dan ekonomi nasional kita.
Sedangkan kapasitas pribadi yang dimaksud adalah kepribadian
STMJ.
Sadar bahwa pemimpin mengemban amanah dari Allah SWT dan
diperoleh karena dukungan rakyat.
Tahu apa yang menjadi harapan dan keinginan rakyat.
Mau dan mampu untuk mewujudkan harapan-harapan rakyat
tersebut.
Jamin bahwa jabatan apa pun sejatinya hanyalah mewakili
rakyat menuju kesejahteraan lahir dan batin.
Semoga kondisi republik yang kita cintai ini akan semakin
membaik; menjadi Indonesia modern yang bermartabat dan sejahtera.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan pertolongan kepada kita.
Amin. [w]