Anda di halaman 1dari 20

Mekanisme Respirasi dan Saluran yang Berperan.

Edward Sundoro
102013010
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Pendahuluan
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO) yang merupakan hasil dari metabolisme tersebut
yang kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Dalam proses respirasi ini berperan
berbagai macam organ yang berfungsi untuk mengangkut udara dan sebagai alat pertukaran
udara.
Di organ-organ tersebut pun tentunya akan berhubungan dengan bagian-bagian lain
yang kemudian akan membentuk suara, berperan dalam proses menelan, dan proses batuk.
Maka dari itu dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan struktur makro dan mikro dari
organ pernafasan, serta mekanisme pernafasan.
Struktur saluran pernafasan atas dan bawah
Secara sistematis sistem pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu saluran pernafasan atas
dan saluran pernafasan bawah. Organ saluran pernafasan atas terletak di luar toraks, atau
rongga dada, sementara saluran pernafasan bawah terletak hampir seluruhnya di dalam
toraks. Saluran pernafasan atas terbagi atas bagian hidung, nasofaring, orofaring,
laringofaring, dan laring. Lalu, saluran pernafasan bagian bawah terbagi atas trakea, semua
segmen percabangan bronkus, dan paru-paru. Sedangkan jika dilihat dari fungsinya, sistem
pernafasan juga mencakup beberapa struktur aksesori, termasuk rongga mulut, sangkar iga,
dan diafragma.
1

Saluran nafas bagian atas ini berfungsi untuk menghangatkan, menyaring, dan
melembabkan udara yang masuk ke dalam tubuh. Organ saluran nafas bagian atas adalah
sebagai berikut:
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)











Gambar 1. Rongga hidung

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal didalam cavum
nasi yang disebut vestibulum yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk
bersama udara.
2
Di dinding lateralnya terdapat 3 tonjolan tulang yaitu chonca nasalis superior
(epitel khusus), choncha nasalis medius dan chonca nasalis inferior (epitel bertingkat thorak
bersilia bersel goblet). Dimana chonca nasalis inferior terdapat banyak plexus venosus yang
disebut sweet bodies, yang berfungsi untuk menghangatkan udara pernapasan melalui hidung.
Di sebelah posterior rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang
disebut choanae. Sedangkan yang berhubungan dengan lubang hidung anterior atau kearah
wajah disebut nares.
3
Penyangga hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan hialin. Rangka
bagian tulang terdiri dari os nasale, processus frontalis os maxillaris dan bagian nasal os
frontalis. Rangka tulang rawan hialinnya terdiri dari cartilago septum nasi, cartilago lateralis
nasi dan cartilago ala nasi major at minor.













Gambar 2. Otot hidung

Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun
dari musculus nasalis dan musculus depressor septum nasi.
3
Perdarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang arteri facialis, arteri
dorsalis nasi cabang arteri opthalmika dan arteri infraorbitalis cabang arteri maxillris interna.
Pembuluh baliknya menuju vena facialis dan vena opthalmica. Sedangkan perdarahan untuk
rongga hidung terdiri dari arteri ethmoidalis anterior dan posterior, arteri sphenopalatina
cabang maxillaris interna, arteri palatina mayor dan arteri labialis superior. Dan vena-vena
pada rongga hidung akan membentuk plexus cavernosus yang terdiri dari vena
sphenopalatina, vena facialis dan vena ethmoidalis anterior dan berakhir di vena opthalmica.
2
Persarafan otot-otot hidung oleh nervus facialis pada bagian motoriknya. Kulit sisi
medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang
infratrochlearis dan nasalis externus nervus opthalmicus/ N. V.1; kulit sisi lateral hidung
dipersarafi oleh cabang infraorbitalis nervus maxillaris/ N. V. 2. Sedangkan untuk rongga
hidung dipersarafi oleh nervus 1, nervus V, nervus ethmoidalis anterior, nervus infraorbitalis
dan nervus canalis pterygoidei.
2
Kemoreseptor penghidu terletak di epitel olfaktorius/ N. 1 yaitu suatu daerah khusus dari
membran mukosa yang terdapat pada pertengahan kavum nasi dan pada permukaan chonca
nasalis superior. Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat torak bersilia yang terdiri atas 3
jenis sel yaitu sel ofaktorius, sel penyokong dan sel basal. Dari nervus olfaktorius ini akan
membentuk bulbus olfaktorius dengan bersinaps pada dendrit-dendrit sel mitral membentuk
glomerulus olfaktorius dan akson sel mitral membentuk traktus olfaktorius. Dari traktus
olfaktorius impuls penghidu dihantarkan kepusat penghidu dikorteks serebri yaitu uncus dan
bagian anterior gyrus hipokampus dan terakhir kehipotalamus dan sistem limbik.
4

2. Nasofaring
Nasofaring bersama orofaring, dan laringofaring merupakan bagian dari faring. Faring
sendiri merupakan percabangan dua saluran yakni traktus digestivus dan traktus
respiratorius. Faring berperan dalam proses menelan makanan.
4
Rongga nasofaring ini
tidak pernah tertutup, berbeda dari orofaring dan laringofaring. Nasofaring berhubungan
dengan rongga hidung melalui choanae. Sedangkan yang berhubungan dengan orofaring
melalui isthimus pharingeum.
4
Pada nasofaring ini terdapat pharyngeal tonsil dan tuba
eustachius. Nasofaring ini tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
2

3. Orofaring
Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, disini terdapat pula
pangkal lidah. Pada dinding lateralnya terdapat tonsilla palatina yang masing-masingnya
terletak disinus tonsillaris. Berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus
oropharingeum. Makanan dalam bentuk bolus dari rongga mulut didorong masuk ke
orofaring. Bolus menekan uvula (tekak) sehingga menutup saluran menuju ke hidung. Hal
ini menjaga supaya makanan yang masuk tidak keluar ke hidung. Proses dilanjutkan
dengan menurunnya epiglotis yang menutup glotis. Bolus melalui laringofaring dan
masuk ke esophagus.
4
Orofaring tersusun atas epitel berlapis gepeng tidak bertanduk.
2


Gambar 3. Proses menelan




4. Laringofaring
Pada laringofaring ini terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan.
Laringofaring terdiri dari epitel bervariasi tetapi sebagian besar terdiri dari epitel berlapis
gepeng tidak bertanduk.
2
Laringofaring akan berhubungan dengan laring melalui aditus
laringis.
5. Faring
Pada faring terdapat tiga otot lingkar/sirkular yakni musculus contrictor pharingis
inferior, musculus contrictor pharingis medius dan musculus constrictor pharingis
superior, serta tiga otot yang masing-masing turun dari processus styloideus, torus
tubarius cartilaginis tubae auditiva dan palatum molle, yakni musculus stylopharingeus,
musculus salpingopharingeus dan musculus palatopharingeus.

Perdarahan pada faring berasal dari arteri pharingea ascendens, arteri palatina ascendens
dan ramus ronsillaris cabang arteri facialis, arteri palatina major dan arteri canalis
ptrygoidea cabang arteri maxillaris interna dan rami dorsales linguae cabang arteri
lingualis. Pembulih balik membentuk sebuah plexus yang keatas berhubungan dengan
plexus pterygoidea dan kearah bawah bermuara kedalam vena jugularis interna dan vena
facialis. Persarafan pada faring berasal dari plexus pharingeus yang terdiri dari nervus
palatina minor dan nervus glossopharing.
3

6. Laring
Laring sering disebut kotak suara, nama yang menunjukan salah satu fungsinya, yaitu
berbicara adalah saluran pendek yang menghubungkan faring dengan trakea. Laring
memungkinkan udara mengalir di dalam struktur ini, dan mencegah benda padat agar
tidak masuk ke dalam trakea.
1
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh
tulang rawan. Terdiri atas cartilago threoidea, cartilago cricoidea dan cartilago arytaenoid
yang merupakan tulang rawan hialin dan cartilago epiglotis, cartilago cuneiformis dan
cartilago corniculata yang merupakan tulang rawan elastis.
3
Laring berada diantara orofaring dan trakea, dianterior laringofaring. Tersusun atas epitel
bertingkat thorak bersilia bersel gepeng kecuali ujing plika vokalis meerupakan epitel
berlapis gepeng tidak bertanduk.
2
Laring dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Epiglotis atau kartilago epligotik adalah kartilago yang paling atas, bentuknya
seperti lidah dan keseluruhannya dilapisi oleh membran mukosa. Selama menelan, laring
bergerak ke atas dan epiglotis tertekan ke bawah menutup glotis.
1
Gerakan ini mencegah
masuknya makanan atau cairan ke dalam laring.
Dibagian bawah epiglotis terdapat dua lipatan mukosa yang menonjol ke arah lumen
laring. Pasangan lipatan mukosa bagian atas menutupi ligamentum ventriculare dan
membentuk plica vestibularis, celah antara kedua plica ventricularis disebut rima
vestibuli. Pasangan lipatan mukosa dibagian bawah menutupi ligamentum vocale dan
membentuk plica vocalis yang berkaitan dengan pembentukan suara. Kedua plica vocalis
ini bersama permukaan medial kedua cartilago arytaenoid membentuk rima
glotidis/glotis. Dimana terdapat bagian yang sejajar dengan ligamnetum vocale terdapat
otot skelet yang disebut musculus vokalis yang berfungsi untuk mengatur ketengan pita
suara dan ligamentum sehingga udara yang melalui pita suara dpat menimbulkan suara
dengan nada yang berbeda-beda.
5
Otot pada laring terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok ekstrinsik dan
kelompok intrinsik. Otot-otot ekstrinsik menghubungkan laring dengan sekitarnya dan
berperan dalam proses menelan; termasuk otot-otot tersebut adalah musculus
sternothyreoideus, musculus thyreohyoid dan musculus constrictor pharingis inferior.
Sedangkan musculus intrinsik laring berperan untuk fonasi. Otot yang termasuk dalam
musculus intrinsik laring adalah musculus cricoarytaenoid posterior, musculus
cricoarytaenoid lateral, musculus arytaenoid obliquus, musculus arytaenoid transversus,
musculus thyreoarytaenoid, musculus aryepigloticcus dan sekitarnya.
Perdarahan utama laring berasal dari cabang-cabang artery thyreodea superior dan arteri
thyroidea inferior. Persarafan berasal dari cabang-cabang internus dan externus nervus
laringeus superior dan nervus reccuren dan saraf simpatis.
3

Saluran Nafas Bagian Bawah
1. Trakea
Trakea merupakan pipa silinder dengan panjang kurang lebih 11cm, berbentuk
cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastik yang menempel pada bagian depan oesofagus. Trakea berjalan dari cartilago
cricoidea ke bawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir
pada setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) tempatnya
berakhir, membagi menjadi bronkus kiri dan kanan. Di dalam leher, trakea disilang di
bagian depan oleh isthmus glandula thyroidhea dan beberapa vena.
6
Trakea terdiri dari
16-20 cartilago berbentuk C yang dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Konstruksi trakea
sedemikian rupa sehingga tetap terbuka pada semua posisi kepala dan leher.
Trakea diperdarahi oleh arteri thyreodea inferior sedangkan ujung thoracalnya
didarahi oleh cabang arteri bronchiales. Persarafan trakea berasal dari cabang tracheal
nervus vagi, nervus recurrens dan truncus symphaticus.
3

2. Bronkus
Trakea yang berbifurkasio menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Bronkus kanan lebih lebar, pendek, dan lebih vertikal dari bronkus kiri.
Setiap bronkus sekitar setengah dari diameter trakea dan terdiri dari kartilago yang
sama, hanya dengan skala lebih kecil, yang dihubungkan dengan jaringan fibrosa.
6

Dindingnya dilapisi hanya sedikit otot polos dan dilapisi epitel bersilia yang
mengandung kelenjar mukus dan serosa. Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya
dindingnya lebih halus, kedudukan bronkus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkus
kanan sehingga bronkus kanan lebih mudah terserang penyakit.


Kedua bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira
vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan di lapisi oleh
jenis sel yang sama.

Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampak paru-paru.

Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang
disebut bronkus pulmonaris.

Trakea terbelah menjadi dua bronkus utama.

Bronkus
ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris bercabang
dan beranting lagi banyak sekali.

Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa
dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa berotot yahng mengandung
bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia.

Makin kecil salurannya, makin
berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan
silia.

Bronkus terminalis masuk ke dalam saluran yang agak lain yang disebut
vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya, lapisan epitelium
bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih.

Dari vestibula berjalan beberapa
infundibula dan di dalam dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu.

Kantong
udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah
darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah
kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.
2




3. Bronkioulus
Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus. Saluran ini lebih halus dan
dindingnya lebih tipis. Bronkiolus kiri berjumlah dua.

Sedangkan bronkiolus kanan
berjumlah tiga.

Percabangan ini membentuk cabang yang lebih halus seperti
pembuluh.
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat pernapasan dihangatkan dan
dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan
alveolus. Antara trakea dan dan sakus alveolaris terdapat 23 kali percabangan pertama
saluran udara. 16 percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang
menyalurkan udara kelingkungan luar. Bagian ini terdiri dari bronkus, bronkiolus
terminanalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan zona peralihan dari zona
respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas dan terdiri dari bronkiolus respiratoriusm
duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.
3

Dinding bronkus dan bronkiolus dipersarafi oleh susunan saraf otonom.
Ditemukan banyak reseptor muskarinik dan perangsangan kolinergik mengakibatkan
bronkokontriksi. Disel mast, otot polos dan epitel bronkus didapatkan reseptor
adregenik
1
dan
2.
Banyak dari reseptor tersebut tidak mempunyai persarafan.
Sebagian reseptor terletak pada ganglia ujung saraf kolinergik dan menghambat
penglepasan asetilcolin.
7

4. Paru-paru
Paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta
dijaga oleh sangkar iga. Bagian dasar paru terletak di atas diafragma; bagian apeks
paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula.
1
Paru-paru kanan terdiri dari tiga
lobus (superior, medial dan inferior). Paru-paru kiri terdiri dari dua lobus (superior
dan inferior). Selaput pembungkus paru-paru disebut pleura.
Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura, dan dengan demikian
memisahkan lobus saru dari yang lain.

Membran ini kemudian dilipat kembali di
sebelah tampak paru-paru dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian
dalam dinding dada.

Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang
menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah
pleura servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran
suprapleuralis (fasia sibson) dan di atas membran ini terletak arteri subklavia.


Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk meminyaki
permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang
sewaktu bernapas bergerak.

Dalam keadaan sehat, kedua lapisan itu satu dengan yang
lain erat bersentuhan.

Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata,
tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan
ruang diantaranya menjadi jelas.

Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa dengan
serat elastin dan kolagen dan sel fibroblas, dilapisi oleh sel mesotel.
Mekanisme pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis,
yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang
terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam
adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam
rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar
maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka
udara akan keluar. Mekanisme pernafasan dibagi ke dalam berbagai aspek yaitu:
1. Kapasitas dan Volume Paru
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang
keluar dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas ( tidal volume / TV).
Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maximal, setelah
inspirasi biasa disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume / IRV).
Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontrkasi otot
ekspirasi, setelah ekspirasi biasa disebut volume cadangan ekspirasi (ekspiratory reserve
volume / ERV), dan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi
maksimal disebut volme residu (residual volume / RV). Nilai normal berbagai volume
dan istilah yang digunakan untuk kombinasi berbagai volume paru tersebut. Ruang
didalam saluran napas yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan darah
dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan. Pengukuran kapasitas vital, yaitu
jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru paru setelah inspirasi maximal,
seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut bermanfaat
dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot otot pernapasan serta beberapa
aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi volume kapasitas vital yang dikeluarkan pada satu
detik pertama melalui ekspirasi paksa dapat memberikan informasi tambahan, mungkin
diperoleh nilai kapasitas vital yang normal pada nilai FEV menurun pada penderita
penyakit seperti asma, yang mengalamai peningkatan tahanan saluran udara akibat
konstriksi bronkus. Pada keadaan normal, jumlah udara yang dinspirasikan selama 1
menit sekitar 6L. Ventilasi volunteer maximal atau yang dahulu disebut kapasitas
pernapasan maximum adalah volume gas terbsesar yang dapat dimasukkan dan
dikeluarkan selama 1 menit volunter. Pada keadaan normal, MVV berkisarkan antara 125
170 L/menit.
8

2. Otot-otot Pernafasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratorakal sebesar 75 % selama
inpirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks,
membentuk kubah di atas hepar dan bergerak ke bawah seperti piston pada saat
berkontrkasi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1.5 sampai 7 cm saat inpirasi
dalam.
Diafragma terdiri atas 3 bagian : bagian kostal, dibentuk oleh serat otot yang bermula dari
iga iga sekeliling bagian dasar rongga toraks, bagian krural, dibentuk oleh serat otot
yang bermula dari ligamentum sepanjang tulang belakang, dan tendon sentral, tempat
bergabungnnya serat serat kostal dan krural. Serat serat krural melintasi kedua sisi
esophagus. Tendon sentral juga mencakup bagian inferior pericardium. Bagian kostal
dank rural diafragma dipersarafi oleh bagian lain dari nervbus prenicus dan dapat
berkontrkasi secara terpisah. Sebagai contoh, pada waktu muntah dan bersendawa,
tekanan intra abdominal meningkat akibat kontrkasi serat kostal diafragma, sedangkan
serat serat krural tetap lemas, sehingga memungkina bergeraknya berbagai bahan dari
lambung ke dalam esophagus.
Otot inspirasi penting lainya adalah muskulus interkostalis eksternus yang berjalan dari
iga ke iga secara miring kea rah bawah dan kedepan. Iga- iga berputar seolah olah
bersendi di bagian punggung, sehingga ketika otot interkostalis eksternus berkontraksi,
iga-iga dibawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan
memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal boleh dikatakan
tidak berubah. Masing masing otot interkostalis eksternus maupun diafragma dapat
mempertahankan interkasi yang kuat pada keadaan istirahat. Potongan melintang medulla
spinalis di atas segmen servikalis ketiga dapat berakibat fatal bila tidak diberikan
pernapasan buatan, namun tidak demikiannya halnya bila dilakukan pemotongan di
bawah segmen servikalis ke lima, karena nerfus frenikus yang mempersarafi diafragma
tetap ututh, nerfus frenikus yang memersarafi diafragma tetap utuh, nervus frenicus
timbul dari medulla spinalis setinggi segmen servikal 3-5. Sebaliknya, pada penderita
dengan paralisis bilateral nervus frenikus yang mempersarafi diafragma tetap utuh,
pernapasan agak sukar tetapi cukup adekuat untuk mempertahankan hidup. Muskulus
skalenus dan sternokleidomastoideus di leher merupakan otot otot inspirasi tambahan
yang ikut membantu mengangkat yang sukar dan dalam.
Apabila otot ekspirasi berkontrakasi, terjadi penurunan volume intratorakal dan ekspirasi
paksa. Kemampuan ini dimiliki oleh otot otot interkostalis internus karena otot ini
berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada waktu
berkontrkasi akan menarik rongga dada ke bawah, kontrkasi otot dinding abdomen
anterior juga ikut membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga iga ke bawah dan
ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra abdominal yang akan mendorong
diafragma ke atas.
8

3. Pengaturan Pusat Pernafasan
Pusat kontrol pernapasan yang terdapat di batang otak menghasilkan pola napas yang
berirama. Pusat control pernapasan primer, pusat respirasi medulla, tridiri dari beberapa
agregat badan saraf ke otot otot pernapasan. Selain itu, dua pusat pernapasan lain
terletak lebih tinggi di batang otak di pons pusat pneumostatik dan pusat apneustik.
Kedua pusat di pons ini mempengaruhi sinyal kluar dari pusat pernapasan di medulla. Di
sini dijelaskan bagaimana berbagai region ini berinterkasi untuk menghasilkan irama
pernapasan. Neuron Inspirasi dan ekspirasi terdapat di pusat medula.
Kita menghirup dan menghembuskan napas secara ritmis karena kontrakasi dan
relaksasi bergantian otot otot inspirasi yaitu diafragma dan otot interkostal eksternal,
yang masing masing disarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkostal. Badan badansel
dari serat serat saraf yang membentuk saraf ini terletak di medulla spinalis. Impuls yang
berasal dari pusat di medulla berakhir di badan badan sel neuron motorik ini. Ketika
neuron motorik diaktifkan maka neuron tersebut sebaliknya mengaktifkan otot otot
pernapasan, menyebabkan inspirasi; ketika neuron-neuron ini tidak menghasilkan impuls
maka otot inspirasi melemas dan berlangsunglah ekspirasi.
8


Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai
kelompok repiratorik dorsal dan kelompok repiratorik ventral.
Kelompok respiratorik dorsal (KRD) terutama terdiri dari neuron
inpiratorik yang serat serat desendens berakhir di neuron motorik yang
menyarafi otot inspirasi. Ketika neuron neuron KRD ini melepas muatan
maka terjadi inspirasi, ketika mereka tidak menghasilkan sinyal terjadilah
ekspirasi. Ekspirasi diakhiri karena neuron neuron inpiratorik kembali
mencapai ambang dan melepaskan muatan. KRD memiliki hubungan
penting dengan kelompok respiratorik ventral.
8

Kelompok respiratorik ventral (KRV) terdiri dari neuron inspiratorik dan
neuron respiratorik yang keduanya tetap inaktif selama bernapas normal
tenang. Bagian ini diaktifkan oleh KRD sebagai mekanisme penguat
selama periode periode saat kebutuhan akan ventilasi meningkat. Hal ini
terutama penting pada ekspirasi aktif. Selama bernapas tenang tidak ada
impuls yang dihasilkan di jalur desendens oleh neuron ekspiratorik. Hanya
ketika ekspirasi aktif barulah neuron ekspiratorik merangsang neuron
motorik yang menyarafi otot otot ekspirasi. Selain itu, neuron neuron
inspiratorik KRV, ketika dirangsang KRD, memacu aktivitas inspirasi
ketika kebutuhan akan ventilasi tinggi.
8

Pengaruh dari Pusat Pneumostatik dan Apneustik
Pusat pernapasan di pons melakukan penyesuain halus terhadap pusat di
medula untuk membantu menghasilkan inspirasi dan ekspirasi yang lancer dan mulus.
Pusat pneumostatik mengirim impuls ke KRD yang membantu memadamkan
neuron-neuron inpiratorik sehingga durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat
apneustik mencegah neuron-neuron inspiratorik dipadamkan, sehingga dorongan
inspirasi meningkat. Dengan sistem check and balance ini, pusat pneumostatik
mendominasi pusat upneustik, membantu menghentikan inspirasi dan membiarkan
ekspirasi terjadi secara normal. Tanpa rem pneumostatik ini, pola bernapas akan
berupa tarikan napas panjang yang terputus mendadak dan singkat oleh ekspirasi. Pola
bernapas yang abnormal ini dikenal sebagai upnuapnustik. Apnusis, karena itu, pusat
yang mendorong tipe bernapas ini disebut pusat apnustik. Apnusis terjadi pada jenis
tertentu kerusakan otak berat.
7


4. Inspirasi dan Ekspirasi
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur elastic. Pada keadaan normal, hanya
ditemukan selapis tipis cairan diantara paru paru dan dinding dada. Paru paru dengan
mudah dapat bergeser sepnjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding
dada seperti halnya 2 lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi
tidak dapat dipisahkan. Tekanan di dalam ruang antara paru paru dan dinding kaca
(tekanan intrapleura) bersifat subatatmosferik. Pada saat kelahiran jaringan paru
dikembangkan sehingga teregang, dan pada akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya
recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya recoil dinding
dada kearah yang berlawanan. Apabila dinding dada dibuka, paru paru akan kolaps dan
apabila paru paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk
gentong. Proses ekspirasi tenang merupakan proses pasif yang akan menyertai diafragma
menjadi relaks dan mengembang, volume paru mengecil, beda tekanan negative dan
udara keluar.
7

Inspirasi merupakan proses aktif. Kontrakasi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
volume intrakolateral. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai
normal sekitar - 2.5 mmHg pada awal inspirasi, menjadi 6 mmHg. Jaringan paru
semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negative, udara
mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding
dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya
recoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit
lebih positif dan udara mengalir meninggalkan paru paru. Selama pernapasan tenang,
ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan volume intratorakal. Namun pada awal ekspirasi, masih terdapat kontrakasi
ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil paru dan
memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai 30 mmHg, menimbulkan
pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi aktif otot otot ekspirasi
yang menurunkan volume intrakolateral.
7

5. Perubahan Tekanan Terhadap Transport O
2
& CO
2

Tujuan utama bernapas adalah secara kontinyu memasuk O
2
segar untuk diserap oleh
darah dan mengeluarkan CO
2
dari darah. Darah bekerja sebagai sistem trnaspor untuk O
2
dan CO
2
antara paru dan jaringan, dengan sel jaringan mengekstraksi O
2
dari darah dan
mengeliminasi CO
2
ke dalamnya.
Gas Mengalir Menuruni Gradient Tekanan Parsial
Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi pasif
sederhana O
2
dan CO
2
menuruni gradient tekanan parsial.
Tekanan Parsial
Udara atmosfer adalah campuran gas : udara kering tipikal mengandung 79% nitrogen
(N
2
) dan 21% O
2 ,
dengan presentasi CO
2,
uap H
2
O, gas gas lain dan polutan hampir
dapat diabaikan. Secara keseluruhan, gas gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total
sebesar 760 mmHg di permukaan laut. Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan
yang disumbangkan oleh masing masing gas dalam campuran. Tekanan yang
ditimbulkan oleh gas tertentu berbanding lurus dengan presentasi gas tersebut dalam
campuran udara total. Setiap molekul gas, berapapun ukurannya, menimbulkan tekanan
yang sama; sebagai contoh, sebuah molekul N
2
menimbulkan tekanan yang sama dengan
sebuah molekul O
2.
Karena 79% udara terdiri dari N
2,
maka 79% dari 760 mmHg tekanan
atmosfer, atau 600 mmHg, ditimbulkan oleh molekul molekul N
2
, demikian juga,
karena O
2
membentuk 21% atmosfer, maka 21% dari 760 mmHg tekanan atmosfer, atau
160 mmHg, ditimbulkan oleh O
2.
Tekanan ayng ditimbulkan secara independen oleh
masing - masing gas dalam suatu campuran gas yang disebut gas parsial, yang
dilambangkan oleh P
gas,
Karena itu, tekanan parsial O
2
dalam udara atmosfer , PO
2
,
normalnya 160 mmHg. Tekanan parsial CO
2
atmosfer, PCO
2,
hampir dapat diabaikan
(0.23 mmHg).
9

Gas-gas yang larut dalam cairan misalnya darah / cairan tubuh lain juga menimbulkan
tekanan parsial. Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam cairan, semakin banyak
gas tersebut terlarut.
Gradien Tekanan Parsial
Perbedaan tekanan parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar dikenal dengan nama
gradient tekanan parsial. Terdapat gradient tekanan parsial antara udara alveolus dan
darah kapiler paru. Demikian juga terdapat gradient tekanan parsial antara darah kapiler
sistemik dan jaringan sekitar. Suatu gas selalu berdifusi menuruni gradien tekanan
parsialnya dari daerah dengan tekanan parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial
rendah, serupa dengan difusi menuruni gradient konsentrasi.
9


PO
2
dan PCO
2
Alveolus
Komposisi udara alveolus tidak sama dengan komposisi udara atmosfer karena dua
alasan. Pertama, segere setelah udara atmosfer masuk ke saluran napas, pajanan ke saluran
napas yang lembab menyebabkan udara tersebut jenuh dengan H
2
O. Seperti gas lainnya, uap
air menimbulkan tekanan parsial. Pada suhu tubuh, tekanan parsial H
2
O adalah 47 mmHg.
Humidifikasi udara yang dihirup ini pada hakekatnya mengencerkan tekanan parsial gas
gas inspirasi sebesar 47 mmHg. Karena jumlah tekanan tekanan parsial harus sama dengan
760 mmHg. Dalam udara lembab, PH
2
O = 47 mmHg, PN
2
= 53 mmHg dan PO
2
= 150
mmHg.
9

Kedua PO
2
alveolus juga lebih rendah daripada PO
2
atmosfer karena udara segar yang
masuk bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa dalam paru dan dalam
ruang rugi pada akhir ekspirasi sebelumnya. Pada akhir inspirasi, kurang dari 15% udara di
alveolus adalah udara segar. Akibatnya pelembapan dan logis jika kita berpikir bahwa PO
2
akan meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segarb dan menurun selama
ekspirasi. Namun fluktuasi yang terjadi kecil saja karena dua sebab. Pertama, hanya sebagian
kecil dari udara alveolus total yang dipertukarkan setiap kali bernapas. Volume udara inpirasi
kaya O
2
yang relative lebih kecil cepat bercampur dengan volume udara alveolus yang tersisa
dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Karena itu, O
2
udara inspirasi hanya sedikit
meningkatkan kadar PO
2
alveolus total. Bahkan peningkatan PO
2
yang kecil ini berkurang
oleh sebab lain. Oksigen secara terus menerus berpindah melalui difusi pasif menuruni
gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. O
2
yang tiba di alveolus dalam
udara yang baru diinpirasikan hanya mengganti O
2
yang berdifusi keluar alveolus masuk ke
kapiler paru. Karena itu, PO
2
alveolus relative konstan pada setiap 100 mmHg sepanjang
siklus pernapasan. Karena PO
2
darah paru seimbang dengan PO
2
alveolus, maka PO
2
darah
yang meninggalkan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama ini. Karena itu, jumlah O
2

dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi sedikit selama siklus pernapasan.
9

Situasi serupa namun terbalik terjadi pada CO
2
. Karbon dioksida yang secara . secara tetap
ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, CO
2
berdifusi menuruni
gradient tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan kemudia dikeluarkan dari tubuh
sewaktu ekspirasi. Seperti O
2,
PCO
2
alveolus relative tetap konstan sepanjang siklus
pernapasan tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu 40 mmHg.
9

Keseimbangan asam basa serta ganguannya
Keseimbangan asam dan basa pada tubuh kita dalam batas yang normal adalah ph
pada rentang yaitu 7,37 - 7,43. Untuk menjaga ph dalam tubuh ini normal maka diperlukan
menkompensasi pernapasan agar metabolik O2 dan CO2 dapat teratur dengan baik sehinga
tidak mengangu ph yang normal pada tubuh. Bila ph kita terganggu maka sistem pertahanan
tubuh juga akan tergangu dan akan memudahkan seseorang untuk terkena terjangkit penyakit.
Hal ini diseabkan karena pH darah mempengaruhi stabilitas dari protein dan enzimm yang
ada di dalam tubuh. Sebagai contoh kompensasi yang terjadi di parucyang diatur oleh sistem
saraf pusat dan kompensasi oleh ginjal oleh mekanisme pengasaman urin. Kompensasi ini
akan membentuk amonia dan asam amino (glutamin, E: glutaminase), dia akan meningkatkan
H+ sehingga terbentuk NH4+ hal ini akan berpengaruh terhadap penyimpanan kation dalam
tubuh melalui pertukaran dengan H+.
10
Gangguan yangdapat terjadi dari keseimbangan asam dan basa ini adalah asidosis dan
alkalosis.
10
Asidosis
Asidosis terjadi bila pH dari tubuh dibawah pH normal. Asidosis yang berlebihan
dapat menyebabkan disorentasi, koma bahkan kematian. Asidosis menurut sistemnya dibagi
menjadi dua yaitu asidosis respiratorik dan asidosis metabolik.
10
Asiodsis repratorik adalah penurunan ventilasi pulmonar melalui pengeluaran sedikit
CO2 oleh paru-paru. Peningkatan selanjutnya dalam pCO2 arteri dan asam karbonat akan
meningkatkan kadar ion hidrogen dalam darah. Asidosis repiratorik dapat bersifat akut dan
kronis. Penyebab dari asidosis ini dapat menyebabkan retensi CO2 dalam darah meliputi
penyakit pneumonia, emfisema, obstruksi kronis saluran pernafasan, stroke atau trauma dan
obat-obatan yang dapat menekan sistem pernafsan seperti barburiat, narokotika dan
sedative.
10

a. Penyebabnya. Kondisi klinis yang dapat menyebabkan retensi CO2 dalam darah meliputi
pneumonia, emfisema, obstrusi kronis saluaran pernafasan,stroke atau trauma dan Obat-
obatan yang dapat menekan sistem pernafasan seperti barbiturat,narkotika dan sedative.
10
b. Faktor kompensator: Saat CO2 berakumulasi ,peningkatan frekuensi pernafasan respiratorik
( hiperventilasi ) ketika istirahat terjadi untuk mengeluarkan CO2 dari tubuh.
10
c. Ginjal mengkompensasi peningkatan kadar asam dengan mengekskresi lebih banyak ion
hidrogen untuk mengembalikan pH darah mendekati tingkat yang normal.
10

Asidosis metabolik tererjadi saat asam metabolik yang diproduksi secara normal tidak
dikeluarakan pada kecepatan yang normal atau basa bikarbonat yang hlang dari tubuh.
10
a. Penyebab. Paling umum terjadi akibat ketoasidosis karena DM atau kelaparan, akumulasi
peningkatan asam laktat akibat aktivitas otot rangka yang berlebihan seperti konvolusi,atau
penyakit ginjal. Diare berat dan berkepanjangan disertai hilangnya bikarbonat dapat
menyebabakan asidosis.
10
b. Faktor kompensator. Hiperventilasi sebagai respon terhadap stimulasi saraf adalah tanda
klinis asidosis metabolik. Bersamaan dengan kompensasi ginjal,peningkatan frekuensi
respiratorik dapat mengembalikan pH darah mendekati tingkat normalnya. Asidosis yang
tidak terkompensasi akan menyebabakan depresi sistem saraf pusat dan mengakibatkan
disorentasi,koma dan kematian.
10

ALKALOSIS
Alkalosis meningkatkan overeksitabilitas sistem saraf pusat. Jika berat alkalosis dapat
menyebabakan kontraksi otot tetanik,konvulsi dan kematian akibat tetanus otot respiratorik
Alkalosis respiratorik terjadi jika CO2 dikeluarkan terlalu cepat dari paru-paru dan ada
penurunaan kadarnya dalam darah.
10
1. Penyebab. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh kecemasan,akibat demam,akibat
pengaruh overdosis aspirin pada pusat pernafasan, akibat hipoksia karena tekanan
udara yang rendah didataran tinggi atau akibat anemia berat.
10

2. Faktor kompensator, jika hiperventilasi terjadi akibat kecemasan gejalanya dapat
diredakan melalui pengisapan kembali CO2 yang sudah di keluarkan. Ginjal
mengkompensasi cairan alkalin tubular dengan mengekskresi ion bikarbonat dan
menahan ion hidrogen.
10

3. Penyebab. Muntah yang berkepanjangan ( pengeluaran asam klorida lambung
),disfungsi ginjal,pengobatan dengan diuretik yang mengakibatkan hipokalemia dan
penipisan volume CES atau pemakian antasid yang berlebihan.
10

4. Faktor kompensator
Alkalosis metabolik adalah suatu kondisi kelebihan bikarbonat, hal ini terjadi jika ada
pengeluaran berlebihan ion hidrogen atau peningkatan berlebihan iio bikarbonat dalam cairan
tubuh.
11
Kompensasi respiratorik adalah penurunan ventilasi pulmonar dan mengakibatkan
peningkatan pCO2 dan asan karbonat.
10
Kompensasi ginjal melibatkan sedikit ekskresi ion amonium, lebih banyak ekskresi
ion natrium dan kalium, berkurangnya cadangan ion bikarbonat dan lebih banyak ekskresi
bikarbonat.
10

Oleh sebab itu, apabila terjadi gangguan keseimbangan asam dan basa dalam tubuh,
maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan tiga cara yaitu:
1. Meningkatkan ventilasi untuk membuang lebih banyak karbondioksida dari tubuh.
Karbondioksida yang meningkat akan meningkatkan keasaman darah. Apabila PaO2
menurun dan CO2 meningkat maka badan karotis aorta akan peka perhadap perubahan
keduanya sehingga merangsang pengeluaran katekolamin untuk merangsang medulla aorta,
dilanjutkan badan aorta dan neuron-neuron respirasi untuk meningkatkan fungsi respirasi.
10
2. Meningkat ekskresi ginjal dalam bentuk amonia. Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan
asam dan basa dari tubuh. Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon,dibandingkan
sistem penyangga dan pernafasan, ginjal merupakan sistem pengaturan asam-basa yang
paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari.
10
3. Sistem penyangga tubuh
Secara kimiawi, CO2 dalam darah akan berikatan dengan H2O menjadi H2CO3 yang
dibantu oleh enzim karbonatanhidrase yang banyak terdapat di sel-sel alveoli dan tubulus
ginjal. Karena reaksi CO2 dan H2O yang menghasilkan H2CO3 merupakan ikatan yang
reversibel dan mudah lepas menjadi H+ dan HCO3-.
10

Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga cairan
tubuh bekerja dalam waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem
penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam
tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai
kembali.
11

Faktor yang Mempengaruhi Pernapasan
Pengaruh Aktivitas Fisik
Berbagai mekanisme kardiovaskular dan pernapasan harus bekerja secara terpadu
untuk memenuhi kebutuhan O
2
jaringan aktif dan mengeluarkan CO
2
beserta panas saat
melakukan aktivitas fisik. Perubahan sirkulasi meningkatkan aliran darah ke otot, sambil
mempertahankan sirkulasi yang adekuat di bagian tubuh lain. Selain itu, ambilan O
2
dari
darah di otot yang bekerja akan meningkat, dan ventilasi jugaa meningkat sehingga sejumlah
O
2
tambahan akan tersedia, dan sebagian panas serta kelebihan CO
2
dapat dikeluarkan.
9
Perubahan Ventilasi
Ventilasi meningkat tiba-tiba begitu aktivitas fisik mulai dilakukan, dan setelah suatu
periode jeda singkat, akan diikuti oleh peningkatan yang bertahap. Pada aktivitas fisik
sedang, kenaikan ventilasi terutama disebabkan oleh peningkatan kedalaman pernapasan, dan
diikuti oleh peningkatan frekuensi pernapasan bila aktivitas fisik lebih berat. Ventilasi
mendadak berkurang saat aktivitas fisik berhenti, dan setelah jeda singkat akan diikuti oleh
penurunan bertahap ke nilai sebelum latihan. Peningkatan mendadak pada awal aktivitas fisik
kemungkinan disebabkan oleh rangsang psikis dan impuls aferen dari proprioseptor di otot,
tendo, dan sendi. Peningkatan yang bertahap kemungkinan disebabkan oleh faktor humoral,
walaupun selama aktivitas fisik sedang, pH, PCO
2,
dan PO
2
darah arteri tetap tidak berubah.
9
Perubahan di Jaringan
Saat beraktivitas fisik, otot yang bekerja menggunakan lebih banyak O
2
sehingga PO
2

jaringan dan PO
2
darah vena dari otot yang aktif turun sampai mendekati nol. Difusi O
2
dari
darah ke jaringan bertambah sehingga PO
2
darah di otot berkurang, dan dilatasi jalinan
kapiler yang terbuka, jarak rata-rata antara darah dengan sel jaringan sangat berkurang. Hal
ini memudahkan pergerakan O
2
dari darah ke sel. Pada kisaran PO
2
di bawah 60 mmHg,
kurva disosiasi hemoglobin-oksigen berada pada bagian curam sehingga untuk setiap
penurunan 1 mmHg pada PO
2
akan tersedia relatif banyak O
2
.
9
Pengaruh Perubahan Tekanan
Makin tinggi dari permukaan laut, tekanan makin rendah tetapi komposisi gas sama,
hanya saja tekanannya yg berubah menjadi semakin rendah. Pada ketinggian 3000m / 10000
kaki, P O itu 60 mmHg menyebabkan meningkatnya rangsang ventilasi disertai
hiperventilasi menyebabkan alkalosis respitatorik. Ketinggian lebih dari 3700 m,
menyebabkan euphoria dan mudah marah. Ketinggian 5500 m menyebabkan hipoksia berat
yang berdampak muscle twitch, penurunan kesaran dan penurunan tekanan darah. Ketinggian
6100 m menyebabkan gangguan sistem saraf pusat yang berdampak kejang kejang dan
kehilangan kesadaran.
9


KESIMPULAN
Bagian konduksi sistem pernapasan merupakan saluran pernapasan dari rongga
hidung, farings, laring, trakea, bronki ekstrapulmonal, bronki dan bronkioli intrapulmonal,
dan berakhir pada bronkioli terminalis. Dengan saluran itu, udara akan menuju ke paru dan
dilanjutkan dengan proses pertukaran gas. Proses tersebut melibatkan tekanan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Paru-paru itu sendiri memiliki kapasitasnya dan volumenya
dalam keadaan tertentu yang dapat kita ukur dengan menggunakan spirometri.Ada pula selain
itu, pada sistem respirasi terjadi pula transpor O
2
dan CO
2.
Pernapasan juga diatur oleh sistem
saraf.




DAFTAR PUSTAKA
1. Asih NGY, Effendy C. Keperawatan medikal bedah: klien dengan gangguan sistem
pernafasan. Jakarta: Penerbit EGC; 2004.
2. Singh I. Teks dan atlas histologi manusia. Jakarta: Binarupa Aksara; 2006; 115-20.
3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Grays anatomy for students. 1
st
ed. Philadelpia:
Elsevier Churchill Livingstone; 2005; 102-52.
4. Woodburne RT. Essential of human anatomy. 6
th
ed. New York: Oxford Universty;
2007; 181-200.
5. Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: Penerbit EGC; 2004; 266-8.
6. Gibson J. Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat. Jakarta: Penerbit EGC; 2003.
7. Woodson G.E. Upper airway anatomy and function. Philadelphia: Lippincot Williams
& Wilkins; 2005; 479-86.
8. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit EGC; 2006;
498-9.
9. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit EGC; 2008; 669-708.

Anda mungkin juga menyukai