Anda di halaman 1dari 15

1

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologis kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philein
yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi, pengertian
filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau
mencintai kebenaran atau pengetahuan. Cinta dalam hal ini mempunyai arti
yang sangat luas, yang dapat dikemukakan sebagai keinginan yang
menggebu dan sunguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan
kebijaksanaan dapat diiartikan sebagai kebenaran yang sejati.Dengan
demikian, filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang
sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati.
Menurut Burhanudin Salam (1983), filsafat adalah system kebenaran
tentang segala sesuatu yang dipersoalkan sebagai hasil daripada berfikir
secara radikal, sistematis, dan universal.
Gunawan Setiardja (2002) mengemukakan filasafat adalah ilmu
pengetahuan mengenai segala sesuatu dengan meninjau sebab-sebab yang
terdalam dengan kekuatan budi manusia itu sendiri.

2.2 Landasan Filasafat Pancasila
Kekokohan suatu bangsa tergantung dari keyakinan bangsa tersebut
terhadap nilai-nilai luhur bangsanya.Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur
tersebut terkristalisasi dan terakumulasi dalam filsafat Pancasila yang
merupakan karya Bapak Bangsa (Founding Fathers) yang tidak
ternilai.Filsafat Pancasila merupakan renungan jiwa yang dalam,
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan pengalaman yang luas
dirumuskan secara cermat dan seksama dalam hiarkhis yang harmonis
sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh.
2

1. Landasan Etimologis
Secara etimologis Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yang
ditulis dalam huruf Dewa Nagri.Makna dari Pancasila ada 2(dua).
Pertama Panca artinya lima dan Syila (huruf i pendek) artinya batu sendi.
Jadi Pancasyila berarti berbatu sendi yang lima. Kedua Panca artinya
lima Syiila (huruf i panjang) artinya perbuatan yang senonoh/normatif.
Pancasyiila berarti lima perbuatan yang senonoh/normatif, perilaku yang
sesuai dengan norma kesusilaan. (Saidus Syahar 1975)
2. Landasan Historis
Secara historis Pancasila dikenal secara tertulis oleh Bangsa
Indonesia sejak abad ke XIV pada zaman Majapahit yang tertulis pada 2
(dua) buku yaitu Sutasoma dan Nagara Kertagama.
Buku Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular tercantum dalam
Panca Syiila Krama yang merupakan 5 (lima) pedoman yaitu:
Tidak boleh melakukan kekerasan
Tidak boleh mencuri
Tidak boleh dengki
Tidak boleh berbohong
Tidak boleh mabuk

Buku Negara Kertagama ditulis oleh Mpu Prapanca tercantum pada
sarga 53. Bait 2 (dua) sebagai berikut: Yatnang gegwani
Pancasyiilakertasangkara bhiseka karma.

Selama berabad-abad bangsa Indonesia tidak mendengar lagi kata
Pancasila, baru pada tanggal 1 (satu) Juni 1945 pada rapat Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) I,
yang berlangsung mulai 29 Mei-1 Juni 1945 kata Pancasila
digemakan kembali oleh Bung Karno untuk memenuhi permintaan
ketua BPUPKI dr. Rajiman Wedyodiningrat dasar Negara Indonesia
merdeka. Pancasila yang disampaikan Bung Karno sebagai berikut:
3

Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme
Internasionalisme atau Perikemanusiaan
Mufakat atau Demokrasi
Kesejahteraan Sosial dan
Ketuhanan yang berkebudayaan
Pancasila menurut Bung Karno dapat diperas menjadi TRISILA,
yaitu: Sila pertama dan kedua menjadi Sosio Nasionalisme. Sila ketiga
dan keempat menjadi Sosio Demokrasi dan Ketuhanan.Trisila masih
bisa diperas menjadi EKASILA yaitu Gotong Royong. (Wedyodiningrat,
1947)
Pancasila rumusan Bung Karno dikaji anggota panitia lainnya dan
dirumuskan kembali pada tanggal 22 Juni 1945 yang dikenal sebagai
PIAGAM JAKARTA, oleh Muhammad Yamin disebut JAKARTA
CHARTER.
Sila-sila Pancasila dalam Piagam Jakarta:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
Menurut dasar
2. Perikemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Piagam Jakarta ini dirumuskan dan ditanda tangani oleh 9
(Sembilan) orang yaitu: 1). Ir. Soekarno (Bung Karno); 2). Drs. Mohamad
Hatta (Bung Hatta); 3). Mr. A.A Maramis; 4). Abikoesno Tjokrosoejoso; 5).
Abdoel Kahar Moezakkir; 6). H. Agus Salim; 7). Mr. Achmad Soebarjo; 8).
Wachid Hasyim dan 9). Mr. Mohamad Yamin. (Ismaun, 1978; Kansil,
1986)
4

Pada waktu diundangkan UUD45 tanggal 18 Agustus 1945
rumusan Pancasila berbeda dengan yang tercantum pada Piagam
Jakarta. Rumusan tersebut menjadi sebagai berikut:
1. Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat ebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perumus Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD45 menurut Prof. Dr. Sri Soemantri, S.H. LLM dalam ceramahnya
pada Pelatihan Nasional Dosen Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadiann Pendidikan Pancasila di Yogyakarta (2002) adalah: 1). Drs.
Mohammad Hatta; 2). Abikoesno Tjokrosoeroso; 3) Kasman
Singodimedjo; 4). Wahid Hasjim dan 5). Mr. Mochammad Hasan.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pada bulan Dsember
1949 NKRI menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), sebagai hasil
persetujuan pemerintah Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda
yang dikenal Konferensi Meja Bundar (KMB), RIS terdiri atas 16 negara
bagian. Usia RIS berakhir pada bulan Mei 1950 NKRI terbentuk kembali.
Mulai tahun 1950 sampai 1959 Indonesia menggunakan Undang-
Undang Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS50) dimana sifat
pemerintahannya Parlementer dan menganut demokrasi liberal.
Perubahan pemerintah maupun bentuk Negara tetap
mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara. Sifat Konsistensi
mempertahankan Pancasila mencerminkan kesadaran dari bangsa
Indonesia akan pentingnya Pancasila sebagai norma dasar/fundamental
norm/grund norm bagi kokohnya NKRI.


5

3. Landasan Yuridis
Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :
maka disusunlah Kemerdekaan itu dalam suatu Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kata berdasarkan tersebut secara jelas menyatakan bahwa
Pancasila yang terdiri atas lima sila merupakan dasar dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara ini merupakan
kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam kesatuan hukum
Negara, dalam hal ini UUD 1945 pada pembagian Pembukaan Alinea IV.
Dalam TAP MPR RI No,XVIII / MPR / 98 dikukuhkan Pancasila sebagai
dasar Negara harus konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam TAP
MPR RI No.IV / MPR / 99 diamanatkan agar visi bangsa Indonesia tetap
berlandaskan pada Pancasila.
Disepakati sebagai dasar Negara sebagaimana tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945.

4. Landasan Kultural
Pancasila yang bersumber dari nilai agama dan nilai budaya
bangsa Indonesia yang tercermin dari keyakinan akan Kemahakuasaan
Tuham YME dan kehidupan budaya berbagai suku bangsa Indonesia
yang saat kini masih terpelihara, seperti: Tiap upacara selalu memohon
perlindugan Tuhan YME, gotong royong, asas musyawarah mufakat.
Pada masyarakat Padang dalam perilakukehidupan
bermasyarakat erat terkait dengan nilai agama yang tercermin pada
6

konsep : Adat basandi syara dan syara basandi kitabullah. Yang berarti
hukum adat bersendikan syara dan syara bersendikan Al-Quran.
Pada masyarakat Sunda kegiatan kehidupan sudah seyogyanya
berpedoman pada 3 (tiga) aspek yang tidak terpisahkan yaitu:
Elmu tungtut, dunya siar, ibadah tetep lakonan (cairan ilmu, cairan
rizki/harta dan tetaplah beribadah pada Tuhan YME.Dalam azas
musyawarah mufakat/ demokrasi terungkap pada kehilangan kehormatan
dirinya (Win-win solution).Hal ini tercermin dari prinsip sebagai berikut.
Hade ku omong goreng ku omong (baik atau buruk
katakanlah).Namun harus cairan herang laukna benang (airnya bersih
ikannya tertangkap/win-win solution).

2.3 Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila merupakan satu kasatuan yang bulat dan utuh
yaitu:
1. Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan organis
2. Sila-sila pancasila yang saling beridenpensi dan saling
mengkualifikasi dan
3. Sila-sila ancasila merupakan satu kesatuan majemuk tunggal.
Tersusun secara hiarkis piramidal (Notonagoro 1957)
Esensi sila-sila Pancasila menurut Notonagoro dalam Paulus
Wahana (1993) yaitu : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Lebih jauh
dikemukakan bahwa rumusan Pancasila itu bersifat mutlak, tetap dan tidak
berubah.
a) Ketuhanan sebagai unsur hakiki dari Tuhan yang mencangkup
pengertian keberadaan dari Tuhan YME sebagai Sang Maha Pencipta
dari segala sesuatu yang ada ( Causa Prima)
b) Kemanusiaan sebagai unsur hakiki dari manusia, mencangkup
pengertian keberadaan manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha
Esayang memiliki kodrat sebagai makhluk rohani dan jasmani. Bersifat
7

sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang mandiri dan
tergantung pada Tuhan YME.
c) Persatuan, merupakan unsur hakiki dari satu, mengandung arti
keseluruhan yang utuh tak terbagi, yang terpisah dari lainnya.
d) Kerayatan, sebagai unsur hakiki dari rakyat, mengandung pengertian
kelompok manusia yang mendukung berdirinya negara.
e) Keadilan, sebagai unsur hakiki dari adil, memiliki pengertian
penghormatan terhadap hak yang bersangkutan.
Filsafat Pancasila merupakan sebagai filsafat theisme (berketuhanan).
Menurut Bahtiar (1996) filsafat theisme mempunyai 4 (empat) ciri yaitu :
a) Moral dapat diusut bersumber dari Tuhan YME.
b) Moral bersifat universal.
c) Manusia adalah ciptaan Tuhan YME, berkat karuniaNya menjadi
khalifah/pemimpin dimuka bumi.
d) Esensi kehidupan manusia.
Berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Hidup di dunia semata-mata hanya mengabdi pada Tuhan Yang
Maha Esa.
Akhir dari kehidupan di dunia kembali pada Tuhan Yang Maha
Esa.

2.4 Filsafat Pancasila sebagai Sumber Imajinasi
Filsafat bangsa merupakan landasan idiil bangsa tersebut menggapai
cita-citanya.Sumber imajinasi yang mengilhami anak bangsa dalam
meletakan dasar pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan.Sebagai
contoh kesuksesan bangsa Jepang berlandaskan pada semangat Bushido
yang terinspirasi oleh semangat ikan yang tidak mengenal menyerah dari
laut menuju hulu sungai melawan arus deras, bahkan air terjun, ada yang
mati dimangsa predator dalam rangka melanggengkan generasi berikutnya
untuk bertelur.
8

Pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi
selain menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dituntut pula kemampuan
berimajinasi, kreatif, dan kemampuan menyesuaikan diri dalam berbagai
kehidupan (adaptif).Filsafat pancasila telah memberikan inspirasi bagi
bangsa Indonesia mengembangkan gagasan-gagasannya sesuai bidang
ilmu yang ditekuninya.Sebagai contoh bagi anak bangsa yang berkecimpung
dalam bidang ekonomi, melahirkan ekonomi yang berparadigma Filsafat
Pancasila.
Ekonomi Pancasila terdiri atas 2 (dua) aliran.Pertama, aliran yuridis
formal yang dipelopori oleh Sri Ediswasono dan Potan Arif Harahap.Kedua,
aliran orientasi yang dipelopori oleh Emil Salim, Mubyarto, Sumitro
Djojohadikusumo, Yuyun Kartasasmita, dkk.Aliran yuridis formal
berlandaskan pada prinsif bahwa pembangunan ekonomi sudah seyogyanya
berpihak pada kepentingan rakyat yaitu pertumbuhan dan pemerataan yang
berlandaskan pada latar belakang jiwa pembukaan UUD45 dan pasal 33
UUD45 serta sebgai pelengkap pasal 23 (1), pasal 27 (2), pasal 34
UUD45.Aliran orientasi bertitik tolak dari Pancasila sebagai ideology terbuka
dan menghubungkan sila-sila Pancasila dalam peri kehidupan
perekonomian.
Bunyi pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut .
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
9

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Bunyi Pasal 23 (1) adalah sebagai berikut: Anggaran pendapatan dan
belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah,
maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu. Bunyi pasal 27 (2)
adalah sebagai berikut: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bunyi Pasal 34 adalah sebagai
berikut: Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh Negara.
Aliran orientasi politk bertolak dari Pancasila sebagai ideology terbuka
dan menghubungkan sila-sila Pancasila dalam perikehidupan dan
perekonomian.
Konsep-konsep tersebut menurut Anggito Abimanyu (2002) dapat
disimak sebagai berikut :
1. Emil Salim
Sila I Mengenal etika moral dan agama.
Sila II Nuansa ekonomi dalam menggalang hubungan ekonomi dan
perkembangan masyarakat
Sila III Kesempatan ekonomi yang adil bagi semua.
Sila IV Peran dan partisipasi aktif rakyat dalam pembangunan.
Sila V Warna egalitarian dalam pembangunan.
2. Mubyarto
Sila I Perekonomian digerakkan oleh unsur ekonomi sosial agama.
Sila II Kehendak masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial
sesuai asas kemanusiaan.
Sila III Nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi.
Sila IV Koperasi sebagai soko guru perekonomian dan bentuk
kongkrit usaha bersama.
Sila V Warna egalitarian dalam proses pembangunan.
3. Sumitro Djojohadikusumo
Sila I Ikhtiar untuk senantiasa dekst dengan Tuhan YME.
10

Sila II Pengurangan dan pemberantasan kemiskinan serta
pengangguran dalam perekonomian masyarakat.
Sila III Kebutuhan ekonomi tidak bertentangan dengan semangat
Persatuan dan Kesatuan.
Sila IV Peran dan partisipasi rakyat dalam pembangunan.
Sila V Pemerataan pembagian hasil produksi antar golongan,
daerah, kota dan desa.
Universitas Padjajaran bekerja sama dengan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dan Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS),
dalam Simposium, Seminar dab Lokakarya Filsafat Pancasila th.
2005. Yuyun wirasasmita dkk. Menyampaikan konsep ekonomi
Pancasila sebagai berikut :
Sila I Praktek dan perilaku ekonomi didasarkan atas nilai-nilai
etika dan moral agama.
Sila II Upaya untuk mengurangi dan memberantas kemiskinan
serta pengangguran untuk menjamin hak dasar manusia.
Sila III Memberikan kesempatan ekonomi secar adil bagi semua
tanpa memandang suku, agama, etnis, dan daerah.
Sila IV Peran serta masyarakat dalam pembangunan didasarkan
pada demokrasi ekonomi dan politik.
Sila V Perolehan hasil pembangunan sesuai dengan kontribusi
yang diberikan dengan mempertimbangkan aspek keadilan

2.5 Nilai-Nilai Pancasila sebagai Orientasi
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan
menjiwai keempat sila lainnya.Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai tujuan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Oleh karena itu, segala
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
bahkan moral negara, moral penyelenggaraan negara, politik negara,
11

pemerintahan negara, hukum dan perundang-undangan negara,
kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari
dan menjiwai ketiga sila berikutnya.Sila kemanusiaan sebagai dasar
fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan
kemasyarakatan.Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis
antropologisbahwa hakikat manusia adalah sususan kodrat rohani (jiwa)
dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa.
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang
beradab.Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam
peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya
tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat
manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan negara.Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku
manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik
terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap
lingkungannya.Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai
kemanusiaan sebagai mahluk yang berbudaya, bermoral, dan beragama.
Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh
moral kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintahan negara,
politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta
dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena itu dalam kehidupan bersama
dalam negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk saling
12

menghargai sekalipun terhadap suatu perbedaan karena hal itu
merupakan suatu bawaan kodrat manusia untuk saling menjaga
keharmonisan dalam kehidupan bersama.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa
hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus
berkodrat adil.Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat
manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap
manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap
lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekuensinya nilai yang terkandung dalam kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa menjungjung tinggi hak asasi manusia,
manghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku,
ras, keturunan, status sosial maupun agama. Mengembangkan sikap
saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak semena-mena
terhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(Darmodiharjo, 1996).Demikianlah kemudian berikutnya nila-nilai tersebut
harus dijabarkan dalam segala aspek kehidupan negara termasuk juga
dalam GBHN sebagai realisasi pembangunan sosial.

3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila
erupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila Persatuan
Indonesia didasari dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Serta mendasari dan dijiwai sila
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan-Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
13

Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara
adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Negara merupakan suatu
persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membantu
negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan, maupun kelompok
agama.Oleh karena itu, perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat
manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
negara.Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu,
mengingatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu
seloka Bhineka Tunggal Ika.Perbedaan bukanlahuntuk diruncingkan
menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa
yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama
untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras,
individu, maupun golongan agama.Mengatasi dalam arti memberikan
wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya.Negara
memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun
golongan agama untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam
kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu, tujuan negara
dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah
darahnya, memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh
warganya), mencerdaskan kehidupan warganya, serta dalam kaitannya
dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk
mewujudkan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Nilai Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab.Hal ini terkandung nilai bahwa nasionalisme Indonesia adalah
nasionalisme religius.Yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang
Maha Esa, nasionalisme yang humanistik, yang menjungjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.Oleh karena itu,
14

nilai-nilai nasionalisme ini harus tercermin dalam segala aspek
penyelenggaraan negara termasuk dalam era revormasi dewasa ini.
Proses revormasi tanpa berdasarkan pada moral ketuhanan,
kemanusiaan, dan memegang teguh persatuan dan kesatuan. Maka
bukan tidak mungkin akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia
seperti halnya telah terbukti pada bangsa lain, misalnya Yugoslavia,
Srilangka, dan lain sebagainya.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan didasari oleh
sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
serta Persatuan Indonesia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Nilai filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat
negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial.Hakikat rakyat adalah merupakan
sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang
bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam
suatu wilayah negara.Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok
negara.Negara adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat
adalah merupakan asal mula kekuasaan negara.Sehingga dalam sila
kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam hidup negara, maka nilai-nilai demokrasi yang
terkandung dalam sila kedua adalah (1) adanya kebebasan yang harus
disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat bangsa
maupun secara moral terhadap Tuhan yang Maha Esa. (2) menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. (3) menjamin dan
memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama. (4)
mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena
perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia. (5)
15

mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu,
kelompok, ras, suku maupun agama. (6) mengarahkan perbedaan dalam
suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab. (7) menjunjung tinggi asas
musyawarah sebagai moral kemanusian yang beradab. (8) mewujudkan
dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar
tercapainya tujuan bersama.
Demikianlah nilai-nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.Seterusnya nilai-nilai tersebut
dikongkritisasikan dalam kehidupan bersama yaitu kehidupan
kenegaraan baik menyangkut aspek moralitas kenegaraan, aspek politik,
maupun aspek hukum dan perundang-undangan.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, serta
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalan
Permusyawaratan/Perwakilan. Dalam sila kelima tersebut terkandung
nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup
bersama.

Anda mungkin juga menyukai