Anda di halaman 1dari 15

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat infeksi kuman Micobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer (Arif et al, 2000). Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan
parsial oksigen yang tinggi dan juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi
pada membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan
terhadap asam (Thabrani Rab,2000).
Tuberkulosis atau TBC adalah infeksi karena bakteri
Mycobacteriumtuberculosis yang dapat merusak paru-paru tetapi dapat juga
mengenai sistem saraf sentral (meningitis, sistem lympatic, sistem neurologi
(miliary TB), sistem genitourinary tulang dan sendi (Yoannes, 2008).
2.1.2 Etiologi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut
pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
2

gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant, tertidur
lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).
Selanjutnya menurut (Halim, 2000) akan dikemukakan beberapa hal yang
prinsip Mycobacterium tuberculosis termasuk familie mycobactericiae yang
mempunyai beberapa genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, yang
salah satu spesiesnya adalah m.tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis yang
paling berbahaya bagi manusia adalah tipe humanis (kemungkinan infeksi type
bovinus saat ini dapat diabaikan, sehingga higiene peternakan makin
ditingkatkan). Basil TBV mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam,
sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus.
Oleh karena itu, kuman ini disebut pula (BTA). Karena sebenarnya
Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu
identik dengan basil TBC, tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru
yang disebabkan oleh mycobacterium lainyaitu (Mycobacterium atipik) jarang
sekali ditemukan, dalam praktek BTA dianggap identik dengan basil TBC.
Untuk bakteri-bakteri yang lain hanya diperlukan beberap menit sampai 20
menit sampai mitosis, basil TBC memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini
memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2-3 hari sekali). Basil TBC
sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati, ternyata kerentanan ini terutama terhadap golombang cahaya
Ultraviolet. Basil TBC juga rentan. Basil TBC juga rentan terhadap panas-
basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TBC yang dalam lingkungan basah
sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100 derajat. Basil TBC juga akan
terbunuh dalam beberap menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5%.
3

2.1.3 Klasifikasi
Untuk menentukan klasifikasi penyakit TBC, Ada 3 hal yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
a. Organ tubuh yang sakit yaitu paru dan ekstra paru.
b. Hasil pemeriksaan dahak (BTA) : positif dan negatif BTA merupakan
bakteri yang tidak rusak dengan pemberian asam
c. Tingkat keparahan penyakit
Sedangkan yang termsuk klasifikasi TBC yaitu :
TBC Paru adalah TBC yang menyerang jaringan paru-paru. TBC paru
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sebagai TBC paru BTA positif (sangat
menular). Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan
hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif
dan photorontgen dada menunjukkan TBC aktif. TBC Paru BTA negatif.
Pemeriksaan dahak positif negatif atau foto rontgen dada menunjukkan TBC
aktif, positif negatif yang dimaksudkan disini adalah hasilnya meragukan,
jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi
syarat positif. TBC ekstra paru adalah TBC yang menyerang organ tubuh
lain selai paru, misal selaput paru, selaput otak, selaput jantung, kelenjar
getah bening (kelenjar), tulang, persendian kulit, usus ginjal, saluran kencing
( Yoannes,2008).
2.1.4 Patofisiologi
Penyakit TBC biasanya menyerang melalui udara yang tercemar
dengan bakteri mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat
penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal
4

dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul
didalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama
padaorang yang dengan daya tahan tubuh rendah) dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah TBC
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti paru-paru, otak,
ginjal, saluran pencernan, tulang, kelenjar getah bening dan lain-lain.
Meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat ini mycobacterium tuberculosa berhasil menginfeksi paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat).
Biasanya melalui serangkaian reaksi immunologis bakteriini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TBC ini akan menjadi dormant
(istirahat). bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem
imun yang baik, bentuk iniakan tetap dormant sepanjang hidupnya.
Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang,
bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang didalam paru-
paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang
mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC
(Halim, 2000).


5

2.1.4.1 Patogenesis TBC Paru
a. TBC Primer
Pada sesorang yang belum pernah kemasukkan basil TBC, tes
tuberkulin akan negatif karena sistem imunitas seluler belum mengenai
basil TBC, bila seorang ini mengalami infeksi oleh basil TBC, walau
segera di prognosis oleh makrofag basil TBC akan mati, bahkan
makrofagnya akanmati. Dengan demikian basil TBC ini lalu dapat
berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama dialveolus
paru, dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam, sehingga
pada infeksi oleh 1 basil saja, setelah 2 minggu akan bertambah menjadi
100.000 basil.
b. TBC Sekunder
Yang dimaksud TBC sekunder adalah penyakit TBC yang baru
timbul setelah 5 tahun terjadinya infeksi primer, mulai sekarang apa
yang disebut TBC post-primer, secara internasional diberi nama baru,
TB sekunder patogenesisnya mencakup 2 jalur. Bila terjadi sistem
pertahanan tubuh (dalam hal ini sistem imun intrasseluler) melemah,
basil-basil TBC sedang tidur dapat aktif kembali. Proses ini disebut
reinfeksi endogen. Dapat pula terjadi super-infeksi basil basil TBC baru
dari luar, terutama di negara-negara dengan prevalensi TBC yang masih
tinggi, kemungkinan ini tidak boleh diabaikan. Cara infeksi dengan
basil-basil baru disebut reinfeksi eksogen (Halim, 2000).


6

2.1.4.2 Faktor-faktor yang mempermudah timbulnya TBC
Berhubung daya tahan tubuh terhadap penyakit TBC terutama
ditentukan oleh ampuhnya sistem imunitas seluler, setiap faktor yang
mempengaruhinya secara negatif akan meningkatkan kerentanan terhadap
TBC, seperti AIDS, pemakaian kortikosteroid sistemik jangka lama,
diabetes melitus, kurang gizi. Diketahui juga bahwa orang yang
mempunyai bekas penyakit TBC, walaupun termasuk klasifikasi tenang,
bila belum pernah menerima pengobatan spesifik lengkap, kemungkinan
menderita TBC jauh lebih besar dibandingkan dengan orang normal.
Akhir-akhir ini juga diketahui bahwa mereka yang tinggi dan kurus lebih
besar kemungkinannya mendapat TBC bila dibanding dengan mereka
yang tidak kurus (Halim, 2000).
2.1.4.3 Memastikan Penyakit TBC
Untuk memastikan bahwa seseorang menderita penyakit TBC atau
tidak dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui secara pasti
seseorang menderita penyakit TBC, dilakukan pemeriksaan pada dahak
atau riaknya bukan ludahnya. Pemeriksaan dahak dilakukan sebanyak 3
kali selama 2 hari yang dikenal dengan istilah SPS (Sewaktu-Pagi-
Sewaktu). Sewaktu (hari pertama), dahak penderita diperiksa di
laboratoriumsewaktu penderita datang pertama kali. Pagi (hari kedua),
sehabis bangun tidur keesokan harinya, dahak penderita ditampung dalam
pot kecil yang diberi petugas laboratorium, ditutup rapat, dan dibawa ke
laboratorium untuk diperiksa.
7

Sewaktu (hari kedua), dahak penderita dikeluarkan lagi
dilaboratorium (penderita datang kelaboratorium) untuk diperiksa. Jika
hasil positif, orang tersebut dapat dipastikan menderita penyakit TBC
(Yoannes, 2008).
2.1.4.4 Resiko Penularan
Penderita TBC dengan bakteri dalam darah positif (+) sangat
menular. Penderita TBC dengan bakteri dalam darah positif (+) setelah
diobati beberapa minggu, resiko penularannya kecil. Penderira TBC
dengan bakteri dalam darah negatif (-) umumnya tidak menular. Penularan
bakteri TBC melalui udara. Orang dengan infeksi HIV, imunitasnya
rendah mudah terserang TBC atau penyakit lainnya dan positif terinfeksi
TBC.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Gejala utama TBC adalah batuk terus menerus dan berdahak
selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan adalah dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu
makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam dengan tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan (Depkes RI, 2002).
2.1.6 Penegakkan Diagnosis TBC
Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyait TBC,
maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk
memberikan diagnosa yang tepat antara lain, anamnesa baik terhadap pasien
maupun keluarganya, pemeriksaan fisik secara langsung, pemeriksaan
8

laboratorium (darah, dahak, cairan otak), pemeriksaan Patologi Anatomi
(PA), Rontgen dada (thorax photo), Uji tuberkulin, Tes mantoux (terutama
pada anak-anak), pemeriksaan laju endap darah (LED).
Yang harus menjalani pemeriksaan TBC yakni orang yang diduga
mempunyai gejala TBC, orang yang dilingkungannya mengidap penyakit
TBC bisa keluaga, teman dan pembantu rumah tangga (Halim, 2000).
2.1.7 Pengobatan Penyakit TBC
Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani
prosesyang cukup lama yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau
bahkan bisa lebih. Penyakit TBC bisa disembuhkan secara total apabila
penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter
dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Untuk
mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada
penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-
ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Menurut Tjandra (2006), pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut, obat harus
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat,dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Untuk menjamin
kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal intensif dan
tahap lanjutkan. Tahap Awal (intensif) pasien mendapat 3 atau 4 obat
sekaligus setiap hari selama 2 bulan dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahan intensif
9

tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dala kurun waktu 1-2 bulan. Tahap lanjutan pasien mendapat jenis
obat lebih sedikit 2 macam saja. Namun dalam jangka waktu yang lebih
lama biasanya 4 bulan. Obat dapat diberikan setiap hari maupun secara
intermiten, beberapa dalam 1 minggu. Tahap lanjutan penting adalah untuk
mencegah terjadinya kekambuhan
2.1.7.1 Panduan pengobatan TBC Paru
Kategori 1 yang tergolong dengan Pasien baru TBC Paru BTA
positif, Pasien TBC Paru BTA negatif dengan gambaran foto thorax sesuai
TBC, Pasien TBC diluar paru. Kategori 2 yang tergolong pasien yang
sudah sembuh lalu kambuh lagi, pasien gagal, yang tidak sembuh diobati,
pasien dengan pengobatan setelah sempat berhenti berobat.
2.1.7.2. Tujuan Pengobatan TBC
Pengobatan penyakit TBC dilakukan dengan beberapa tujuan yaitu
untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, menurunkan resiko penularan.
2.1.7.4 Jenis obat
Jenis obat untuk membunuh kuman TBC terdiri dari Rifampisin,
INH, Pyrazinamid, Etambutol dan pada kasus tertentu perlu penambahan
Streptomisin atau kanamisi injeksi (Nastiti, 2008).
2.1.7.5 Efek Samping Obat
Pada pengobatan TBC dapat timbul efek samping mual, muntah,
malaise, gangguan saluran pencernaan, neuritis optikus, demam,
mengantuk, pusing, gangguan BAK, ikterus, diskrasia darah, mulut kering,
10

Systemic Lupus Erithematosus (SLE), gejala reumatik, hiperglikemia,
kejang, neuritis perifer, kekurangan vitamin B6 (Medicastore, 2013).
2.1.8 Cara Pencegahan
Pencegahan penyakit TBC dapat dilakukan dengan cara hidup
sehat (makan-makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, olah ragateratur,
hindari rokok, alkohol, obat bius, hindari stress). Bila batuk mulut ditutup,
jangan meludah sembarang tempat, lingkungan sehat, vaksinasi pada bayi
BCG(Nastiti, 2008).
2.2 Kepatuhan Berobat
Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka
menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004),
adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan
pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan
ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh
apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat
mengakibatkan terhalangnya kesembuhan. Menurut Sacket (Ester, 2000),
kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan ialah
perilaku yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh
kalangan tenaga medis seperti dokter atau apoteker. Segala sesuatu yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan salah satunya ialah
kepatuhan minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya
keberhasilan pengobatan yang dilakukan.
11

Adapun jenis-jenis ketidakpatuhan yaitu kepatuhan yang
disengaja atau tidak disengaja. Sebagai contoh pada kepatuhan yang
disengaja bisa disebabkan faktor keterbatasan biaya pengobatan, sikap apatis
pasien ataupun ketidakpercayaan pasien akan efektivitas obat. Sedangkan
yang termasuk dalam kepatuhan yang tidak disengaja yaitu bila pasien lupa
minum obat, ketidaktahuan akan petunjuk kesehatan dan kesalahan dalam hal
pembacaan etiket (Ester, 2000).
Adapun akibat dari ketidakpatuhan obat bisa menyebabkan
bertambah parahnya penyakit atau penyakit dapat cepat kambuh, terjadi
toksisitas dan keracunan. Sedangkan cara untuk mengetahui ketidakpatuhan
ialah dengan cara melihat hasil terapi secara berkala, memonitor pasien
kembali datang untuk membeli obat pada periode selanjutnya setelah obat itu
habis, melihat sisa obat yang telah diminum dan langsung bertanya pada
pasien mengenai kepatuhannya terhadap kepatuhan dalam pengobatan (Ester,
2000).
Cara untuk mengukur tingkat ketidak patuhan dengan metode
pengukuran langsungdengan cara pengukuran konsentrasi obat atau
metaboliknya dalam darah atau urin dan metode pengukuran tidak langsung
meliputi wawancara dengan pasien, penilaian hasil pemeriksaan klinis (Bart,
1994).
Menurut Sarafino (Bart, 1994) secara umum, ketidaktaatan
meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang
atau memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Perkiraan yang ada
menyatakan bahwa 20% jumlah opname di rumah sakit merupakan akibat
12

dari ketidaktaatan pasien terhadap aturan pengobatan. Faktor yang
memengaruhi kepatuhan seseorang dalam berobat yaitu faktor petugas, faktor
obat, dan faktor penderita. Karakteristik petugas yang memengaruhi
kepatuhan antara lain jenis petugas, tingkat pengetahuan, lamanya bekerja,
frekuensi penyuluhan yang dilakukan. Faktor obat yang memengaruhi
kepatuhan adalah pengobatan yang sulit dilakukan tidak menunjukkan ke
arah penyembuhan, waktu yang lama, adanya efek samping obat. Faktor
penderita yang menyebabkan ketidakpatuhan adalah umur, jenis kelamin,
pekerjaan, anggota keluarga, saudara atau teman khusus.Faktor-faktor yang
memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:
1. Pemahaman Tentang Instruksi
Tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi
yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (Ester, 2000) menemukan bahwa lebih
dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti
tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan
oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap,
penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus
diingat oleh pasien.
Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh
DiNicola dan DiMatteo (Ester, 2000), yaitu:
a. Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah diinterpretasikan.
b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal lain.
13

c. Jika seseorang diberikan suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat,
maka akan ada efek keunggulan, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang
pertama kali ditulis.
d. Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non medis) dan hal-hal
yang perlu ditekankan.
2. Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan
bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Meningkatkan
interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk
memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang
diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa
penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu.
3. Isolasi Sosial dan Keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menetukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan
tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberi
dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga
yang sakit.
4. Keyakinan, Sikap, Kepribadian
Ahli psikologis telah menyelidiki tentang hubungan antara
pengukuranpengukuran kepribadian dan kepatuhan. Mereka menemukan bahwa
data kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang patuh dengan orang
yang gagal. Orangorang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih
mengalami depresi, ansietas, sangat memerhatikan kesehatannya, memiliki
14

kekuatan ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan
perhatian pada dirinya sendiri. Blumenthal et al (Ester, 2000) mengatakan bahwa
ciri-ciri kepribadian yang disebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang
cenderung tidak patuh (drop out) dari program pengobatan. Menurut Schwart &
Griffin (Bart, 1994), faktor yang berhubungan dengan ketidaktaatan, secara
sejarah, riset tentang ketaatan pasien didasarkan atas pandangan tradisional
mengenai pasien sebagai penerima nasihat dokter yang pasif dan patuh. Pasien
yang tidak taat dipandang sebagai orang yang lalai, dan masalahnya dianggap
sebagai masalah kontrol. Riset berusaha untuk mengidentifikasi kelompok-
kelompok pasien yang tidak patuh berdasarkan kelas sosio ekonomi, pendidikan,
umur, dan jenis kelamin. Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan,
sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti
penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri. Usaha-usaha ini
sedikit berhasil, seorang dapat menjadi tidak taat kalau situasinya memungkinkan.
Teori-teori yang lebih baru menekankan faktor situasional dan pasien sebagai
peserta yang aktif dalam proses pengobatannya. Perilaku ketaatan sering diartikan
sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilakunya, bahkan jika hal tersebut
bisa menimbulkan risiko mengenai kesehatannya.
Macam-macam faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan
disebutkan:
1. Ciri-ciri kesakitan dan ciri-ciri pengobatan
Menurut Dickson dkk (Bart, 1994), perilaku ketaatan lebih rendah untuk
penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau
risiko yang jelas), saran mengenai gaya hidup umum dan kebiasaan yang lama,
15

pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang
tidak pantas.Menurut Sarafino (Bart, 1994), tingkat ketaatan rata-rata minum
obat untukmenyembuhkan kesakitan akut dengan pengobatan jangka pendek
adalah sekitar78%, untuk kesakitan kronis dengan cara pengobatan jangka
panjang tingkat tersebut menurun sampai 54%.
2. Komunikasi antara pasien dan dokter
Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter memengaruhi
tingkat ketidaktaatan misalnya, informasi dengan pengawasan yang kurang,
ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter,
ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan (Bart, 1994).
3. Variabel-variabel sosial
Hubungan antara dukungan sosial dengan ketaatan telah dipelajari. Secara
umum, orang-orang yang merasa mereka menerima penghiburan, perhatian,
dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok biasanya
cenderung lebih mudah mengikuti nasihat medis, daripada pasien yang kurang
mendapat dukungan sosial. Jelaslah bahwa keluarga memainkan peranan yang
sangat penting dalam pengelolaan medis. Misalnya, penggunaan pengaruh
normatif pada pasien, yang mungkin mengakibatkan efek yang memudahkan
ataumenghambat perilaku ketaatan.
4. Ciri-ciri individual
Variabel-variabel demografis juga digunakan untuk meramalkan
ketidaktaatan. Sebagai contoh di Amerika Serikat, kaum wanita, kaum kulit
putih, dan orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter (Bart, 1994).

Anda mungkin juga menyukai