Anda di halaman 1dari 11

1.

Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh
terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D),
metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh
atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).

1.1 Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai
rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral,
dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi
yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili
dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui
jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui
beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif.



Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat
a. Metode absorpsi
- Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat berpindah
dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif
terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti bila
konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
- Transport Aktif
Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan konsentrasi
obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi
b. Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat
dan obat segera mencapai level pengobatan dalam tubuh.
- Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
- Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
- Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.
c. Faktor yang mempengaruhi penyerapan
1. Aliran darah ke tempat absorpsi
2. Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
3. Waktu kontak permukaan absorpsi
d. Kecepatan Absorpsi
1. Diperlambat oleh nyeri dan stress
Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna, retensi gaster
2. Makanan tinggi lemak
Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung dan memperlambat
waktu absorpsi obat
3. Faktor bentuk obat
Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll)
4. Kombinasi dengan obat lain
Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis
obat

Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh.
Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan
efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga
menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus
banyak.

1.2 Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan
cairan tubuh.
Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
a. Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran
darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan
distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat
b. Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c. Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat
yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat
memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein

1.3 Metabolisme
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga
menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:
a. Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;
b. Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa dimetabolisme
lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru
menjadi aktif (prodrugs).
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum
(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus,
ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi
polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat
aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif,
atau menjadi toksik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:
1. Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti sirosis.
2. Pengaruh Gen
Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat dengan
cepat, sementara yang lain lambat.
3. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan stress,
Penyakit lama, Operasi, Cedera
4. Usia
Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang tua.

1.4 Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat
dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui paru-paru,
eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam
bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif
merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni
filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12
bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah
melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk
eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:
a. Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh.
Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi.
Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
b. Onset, puncak, and durasi
Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute
pemberian dan farmakokinetik obat
Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh
semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon
Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi

2. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan
fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari farmakodinamik adalah untuk
meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa
serta spektrum efek dan respons yang terjadi (Gunawan, 2009).

2.2 Mekanisme Kerja Obat
kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organism.
Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan dan biokimiawi yang
merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen di
sebut agonis, obat yang tidak mempunyai aktifitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan
menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis.

2.3 Reseptor Obat
protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat merupakan
reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan
ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat,
misalnya perubahan stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat
farmakologinya.

2.4 Transmisi Sinyal Biologis
penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler yang
menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik. Reseptor yang terdapat di permukaan sel
terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan
fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain.
Bila suatu sel di rangsang oleh agonisnya secara terus-menerus maka akan terjadi desentisasi
yang menyebabkan efek perangsangan.

2.5 Interaksi Obat-Reseptor
ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah (ikatan ion,
hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract dengan enzim, jarang terjadi
ikatan kovalen.

2.6 Antagonisme Farmakodinamik
a. Antagonis fisiologik
Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.
b. Antagonisme pada reseptor
Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek farmakologi
secara instrinsik

2.7 Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor
a. Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran
b. Perubahan sifat osmotic
c. Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate glomerulus
sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi efek diuretic
d. Perubahan sifat asam/basa
Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam menetralkan asam lambung.
e. Kerusakan nonspesifik
Zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik dan disinfektan, dan
kontrasepsi.contohnya, detergen merusak intregitas membrane lipoprotein.
f. Gangguan fungsi membrane
Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter,, halotan, enfluran, dan metoksifluran
bekerja dengan melarut dalam lemak membrane sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.
g. Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion
Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat
Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb.
h. Masuk ke dalam komponen sel
Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke dalam asam
nukleat
sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit
misalnya
6-merkaptopurin atau anti mikroba lain.

















Parameter Farmakokinetik :

1Volume distribusi
Adalah suatu volume cairan hipotetis dengan obat tersebar ke dalamnya. Meskipunvolume
distribusi tidak mempunyai dasar faal ataupun fisik, kadang-kadang bergunauntuk
membandingkan distribusi dari suatu obat dengan volume-volume kompartemencairan di dalam
tubuh.Kompartemen cairan dalam tubuh :Sekali obat masuk tubuh, dengan cara pemberian
apapun, obat tersebut memilikipotensi untuk distribusi ke dalam salah satu dari tiga
kompartemen cairan tubuh ataumenjadi terasing di dalam beberapa tempat sel-sel.a.

Kompartemen plasma : jika suatu obat memiliki berat molekul yangsangat besar atau terikat kuat
pada protein plasma, obat tersebut terlalubesar untuk keluar melalui celah sempit endotel kapiler-
kepiler dandengan demikian terperangkap di dalam kompartemen plasma (vascular)sebagai
akibatnya obat tersebut terdistribusi di dalam suatu volume(plasma) yang kira-kira 6% dari berat
badan atau pada seorang individuyang beratnya 70% kira-kira 4L cairan tubuh. Antibiotic
aminoglikosidamenunjukkan jenis distribusi ini.b.

Cairan ekstraseluler : jika obat tersebut mempunyai berat molekul yangrendah tetapi bersifat
hidrofilik, obat dapat bergerak melalui celahsempit dari endotel kapiler masuk kedalam cairan
interstisial. Tetapi,obat-obat hidrofilik tidak dapat bergerak menembus membrane sel
untukmasuk ke dalam sel. Oleh karena itu, obat-obat ini terdistribusi ke dalamsuatu volume yang
merupakan jumlah air dari plasma dan cairaninterstisial yang bersama-sama membentuk cairan
ekstraselular. Jumlahini sekitar 20% dari berat badan atau kira-kira 14L pada orang denganberat
70 Kg.c.

Cairan tubuh total : jika obat tersebut mempunyai berat molekul yangrendah dan bersifat
hidropobik, obai itu tidak hanya dapat bergerakmelalui celah sempit ke dalam cairan interstisium
tetapi juga dapatbergerak melalui membrane sel ke dalam cairan intraselular. Oleh karenaitu,
obat tersebut terdistribusi ke dalam suatu volume sekitar 60% dariberat badan atau kira-kira 42
liter pada seorang dengan berat badan 70Kg.d.

Tempat-tempat lain : pada kehamilan, fetus bias mengambil obat-obatdan dengan demikian
meningkatkan volume distribusi
Untuk mempermudah perhitungan, massa tubuh dianggap sebagai cairan. Dosis dinyatakan
dalam berat, kadar dinyatakan dalam berat/volume, dan volume distribusi yah volume. Dalam
perhitungan paramater farmakokinetik, nantinya yang digunakan adalah kadar bukan dosis.
Jadi begini gampangnya, misal ada pasien diberi dosis 500 mg, kemudian langsung diambil
sampel dalam darah (Co) sebanyak 5 ml dengan banyak obat sebanyak 200 mg, maka kadarnya
200 mg/5 mL, atau 40 mg/L. Jadi berarti setiap liter cairan tubuh ada 40 mg obat. Lha terus,
berapa banyak cairan tubuh yang ada obatnya, langsung aja masukin rumusnya
Vd = Dosis/Co
Vd = 500/40 = 12,5 L
Jadi bisa diambil kesimpulan kalau obat dosis 500 mg tadi terdistribusi pada cairan tubuh
sebanyak 12,5 Liter dengan kadar per Liternya 40 mg (semoga tidak bingung). Namun perlu
dicatat yah, Vd ini bukan merupakan nilai yang sebenarnya, bukan berarti bahwa obat beneran
terdistribusi dalam 12,5 Liter cairan tubuh, tetapi ini hanya sebagai volume model, biar bisa
dihitung secara matematis gitu. Oleh sebab itu Vd sering dinamakan sebagai Vd semu, bahasa
inggrisnya apparent volume distribution (sering keluar ujian ini kalau anda kuliah di Jawa Timur
wilayah Surabaya-Malang, karena dosennya sama hehehe). Jadi Vd disini tidak punya makna
faal, maksudnya kalau ada 2 pasien dengan obat yang sama Vd pertama 100 Liter satunya cuman
20 Liter, maka kita tidak bisa menentukan si pasien kena penyakit apa.
Lha terus Vd buat apa dong? Vd cuman sebagai parameter bagaimana sifat obat itu, misal kalau
Vd nya tinggi (100++) maka obatnya lipofil, kalau cuman sedikit (sekitar 20 an) obatnya kurang
lipofil. Harga Vd ini berubah kalau terjadi udem, karena volume tubuh meningkat, sehingga Vd
nya juga pasti meningkat kan. Tapi hal ini cuman untuk obat-obat yang mudah larut dalam air
(hidrofil), tapi kalau obatnya larut lemak (lipofil), walaupun udemnya segede bola basket, Vd
nya gak bakal berubah. Lha kalau orang obesitas barulah Vd obat lipofil baru naik, tapi obat
hidrofil meskipun tuh orang bobotnya 1 ton juga tetap.


2 Clearance
Prinsip clearance adalah sama dengan konsep clearance pada ginjal, di mana clearancekreatinin
didefinisikan sebagai kecepatan eliminasi kreatini dalam urine secara relativeterhadap konsentrasinya
di dalam serum. Pada tingkatan yang paling sederhana,clearance suatu obat adalah rasio dari kecepatan eliminasi obat
keseluruhan terhadapkonsentrasi obat tersebut di dalam cairan biologic. Clearance, seperti volume
distibusi,bisa ditetapkan berkenaan dengan darah (CLb), plasma (CLp), atau obat tak
terikatdalam cairan plasma (CLu), tergantung pada konsentrasi yang diukur.Penting untuk dicatat
sifat aditif daripada clearance. Eliminasi obat keluar tubuh bisamelibatkan proses-proses yang
terjadi pada ginjal, paru-paru, hati, dan organ lainnya.Dengan membagi kecepatan eliminasi pada
tiap organ dengan konsentrasi obatnya akanmenghasilkan clearance pada organ itu. Bila
dijumlahkan bersama, semua clearanceorganorgan tersebut akan menghasilkan clerannce
sistemik total :CLginjal = kecepatan eliminasi (ginjal)CCLhati = kecepatan eliminasi
(hati)CCLlain = kecepatan eliminasi (lain)CCLsistemik = CLginjal + CLhati + CLlainJaringan-
jaringan eliminasi lainnya bisa meliputi paru-paru dan tempat metabolismtambahan,
misalnya darah atau otot. Contoh yang diberikan dalam persamaan diatasmenunjukkan bahwa
obat dieliminasi oleh hati, ginjal, dan jaringan lain serta bahwa ruteeliminasi ini mencakup
semua jalan keluar obat meninggalkan tubuh. Dua tempat eliminasiobat yang utama adalah ginjal
dan hati. Clearance obat-obat yang tidak diubah melalui urinmerupakan clearance ginjal. Di
dalam hati, obat terjadi melalui biotransformasi parent drugmenjadi satu atau lebih metabolic,
atau ekskresi obat yang tidak diubah (unchanged drug) kedalam empedu, atau kedua duanya





3Waktu-Paruh Eliminasi
Adalah waktu yang diperlukan obat untuk keluar dari tubuh sebanyak setengahnya. Misal ada
obat 100 mg, untuk jadi 50 mg butuh waktu 2 jam. Dari 50 mg menjadi 25 mg butuh waktu 2
jam lagi. Jadi dalam 4 jam obat berkurang menjadi 25 mg.
Waktu paro ini nantinya berguna dalam pemberian obat untuk kedua kalinya, jadi kira-kira kita
tahu kapan diberikan obat yang berikutnya, apakah menunggu obatnya habis dulu, atau tidak
perlu habis sudah bisa diberikan lagi.
Waktu paro eliminasi tidak bergantung dosis obat, walau dosisnya dinaikkan 5 kali lipat, maka
waktu paronya akan tetap sama selama obat itu masih mengikuti kinetika orde-1. Kalau misal
ada perubahan, maka bisa dipastikan bahwa obat itu sudah tidak ikut orde-satu, tapi
perhitungannya campuran antara orde-nol dan orde-satu (disebut farmakokinetika non-linear).
Waktu Paruh Absorpsi
Adalah waktu yang diperlukan obat untuk diabsorpsi tubuh sebanyak setengahnya. Waktu paro
ini berguna untuk menentukan kapan obat sudah habis di saluran cerna (bukan di darah lho).
Ketika orang diharuskan minum dua obat yang bisa berinteraksi di saluran cerna, maka
diperlukan selisih waktu pengonsumsian obat itu. Misal kalau obat a bisa dikatakan habis di
saluran cerna setelah 2 jam dan obat b 4 jam, maka lebih baik diberikan obat a lebih dulu kan
dari obat b, biar gak nunggu lama-lama.
Selain itu juga digunakan di bidang toksikologi, kalau misal orang minum racun dan diketahui
waktu paro racunnya 2 jam. Jadi misal orang itu minum racun 2-3 jam yang lalu yang mana
racunnya masih ada sekitar setengah, maka akan ada manfaatnya kalau dikasih antidote (anti
racun) per oral, tapi kalau sudah 7 kali waktu paro (sekitar 14 jam) dikasih antidote per oral pun
percuma karena racunnya sudah hampir masuk ke tubuh semua, jadi harus dikasih antidote
dengan jalan lain.
Waktu paruh menjelaskan waktu yg diperlukan obat saat kadarnya menjadi tinggal setengahnya.
Lebih jelasnya bisa liat di gambar..



Jadi parameter farmakokinetika suatu obat meliputi :
1. Tetapan Laju absorbsi (Ka)
2. Tetapan Laju eliminasi (K)
3. Waktu paruh (T1/2), Volume distribusi (Vd) dan Klirens (Cl)
4. AUC, Tmax dan Cmax, serta durasi kerja obat.

Anda mungkin juga menyukai