Nama : Anna Melya NIM : 13071047 Konten Media Online dan Pergerakannya Media di era globalisasi ini, media mengalami politisasi untuk kepentingan politik. Pemilu 2014 kali ini tidak terhindarkan dari aksi politisasi yang dilakukan segenap pihak mulai dari komunitas, lembaga dan bahkan institusi. Media adalah sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi. Peningkatan tingkat pendidikan tidak bisa dilepaskan dari sumbangan media. Sayang, hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar sering tidak dijamin karena adanya pertarungan kepentingan dalam hal politik, ekonomi, atau budaya. 1 Efek potensial komunikasi massa khususnya dalam mempelajari konten media adalah alasan bagaimana konten media sebagai alat dari aksi politisasi. Konten media hanyalah sebagian dari banyaknya media massa yang telah dikonsumsi masyarakat Indonesia. Namun dalam tulisan kali ini, penulis lebih tertarik untuk membahas konten-konten media online yang berbau politik yang sedang gencar-gencarnya di publikasikan di dunia virtual. Suasana kampanye partai politik di berbagai media massa dan menjelang kampanye Pilpres 2014 menjadi alasan utama penulis memilih tema tersebut. Pemilu legislatif 2014 telah dilaksanakan pada bulan sebelumnya, dan untuk saat ini masyarakat Indonesia sedang menuju pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Menjelang kampanye Pilpres yang akan berlangsung 4 Juni hingga 5 Juni 2014, kali ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak membatasi kampanye pilpres dengan zonasi. Asalkan harus memberikan konfirmasi akan berkampanye kemana, agar terhindar dari kampanye yang sama dengan pasangan Capres lainnya. Strategi kampanye yang digunakan para Capres dan Cawapres, dapat dikatakan bernilai kreatif, efektif, dan ekonomis. Dengan memanfaatkan teknologi digital terkini, yaitu konten- konten media online yang menawarkan jasa kampanye digital seperti e-Campaign atau Internet Campaign dan Mobile Campaign. Hal ini disebabkan pengalaman pemilu masa lalu yang memerlukan biaya yang begitu besar dan persaingan ketat terjadi hampir di semua daerah tanah
1 Dr. Haryatmoko, Etika Komunikasi, Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi, Yogyakarta: Kanisius, hal 19 air. Kesuksesan kampanye kreatif ini dapat kita flash back saat pemilihan presiden USA Barrack Obama dan PEMILUKADA di DKI Jakarta yang dilakukan tenaga ahli internet di Indonesia untuk memenangkan Jokowi dan Ahok. Keberhasilan dalam menghimpun dukungan public melalui media online bagi kepentingan dana kampanye merupakan prestasi paling fenomenal dalam khasanah politik yang dilakukan Barack Obama. Model kampanye melalui media online menjadi inspirasi bagi banyak tokoh politik untuk mendapatkan simpati publik. Peranan media yang dijelaskan diatas menunjukkan bahwa sistem media seperti itu membawa perubahan yang sangat mendasar dalam cara integrasi sosial, reproduksi budaya, dan partisipasi politik (J.M. Ferry, 1994:vii). 2 Jika dinilai secara fisik, fungsi media online memiliki kekurangan yang cukup signifikan yaitu pelaku tidak secara langsung membaur kepada masyarakat dan nilai silaturahmi jelas tidak ada. Namun sistem kampanye yang demikian, menurut saya, hanyalah merupakan tuntutan budaya. Karena di era globalisasi sekarang ini, jika tidak mengenal perkembangan teknologi, maka pelaku politik dianggap buta dengan kemajuan jaman. Dalam produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan oleh efktivitas dan tuntutan agar bisa bertahan hidup (G. Lipovetsky, 2004: 79). 3
Konten media online yang banyak digunakan adalah Social Bookmark yaitu Lintas Berita. Pembuat konten-konten lintas berita yang selalu terupdate biasanya dari lembaga- lembaga penyiaran berita seperti okezone.com dari RCTI, liputan6.com dari SCTV, tvonenews.tv dari TvOne, tribunnews.com dari Koran Tribun, kompasiana.com dari Koran Tribun, dan masih banyak situs-situs berita yang lain. Misalkan pada situs liputan6.com kita dimanjakan dengan beragam konten-konten yang menarik seperti News, Bisnis, Bola, Showbiz, Tekno, Health, Foto, Video, Streaming, Deal serta Index dan pembaca tinggal masuk kedalam konten berita yang dicari. Dari segi bidang industri konten media sudah bersifat diperdagangkan dan terkadang mengesampingkan nilai kebenaran dari sebuah berita. Mungkin dengan membaca atau menonton berita yang ditayangkan, kita bisa tahu info berita tersebut. Tetapi tak lantas secara langsung kita tahu kebenaran isi berita tersebut. Hal yang demikian dikategorikan sebagai Pencitraan. Faktor keuntungan yang biasanya menjadikan informasi dituntut untuk sekreatif mungkin. Dalam hal ini tuntutan dimensi etika komunikasi dipertanggungjawabkan. Tiga prinsip utama deontology jurnalisme (B. Libois, 1994: 6-7) yaitu pertama, hormat dan perlindungan atas
2 Dr. Haryatmoko, Etika Komunikasi, Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi, Yogyakarta: Kanisius, 2007 hal 25 3 Lihat hal 26, Dr. Haryatmoko, Etika Komunikasi, Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi, Yogyakarta: Kanisius, 2007 hak warga negara akan informasi dan sarana-sarana yang perlu untuk mendapatkannya; kedua hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga negara; ketiga ajakan untuk menjaga harmoni masyarakat. Karena tanpa tanggungjawab jurnalisme tersebut, kekeliruan dan kesalahpahaman dalam meliput berita dapat menyebabkan masalah yang besar di masyarakat. Di tahun politik sekarang ini, ada berbagai kasus politik mulai dari pencitraan, propaganda hingga money politics. Seperti kasus pelanggaran kode etik yang diterima Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), lebih dari 50 kasus pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu dilaporkan. Untuk pelanggaran pemilu pada konten-konten media, menurut pengamatan saya belum ada atau mungkin kasus-kasus tersebut belum terkuak atau masih aman-aman saja. Konten media online sebagai alat kampanye, seperti yang dilakukan Partai Gerindra yaitu dengan menjadikan semua saluran komunikasi politik di media online sebagai kesatuan jaringan integratif. Model pengelolaan konten media online khususnya pada website DPP Partai Gerindra (partaigerindra.or.id/pengurus-dpp-gerindra) mengikuti model komprehensif dengan memasukkan banyak fitur yang sejalan dan mendukung ideology dan program-program Partai Gerindra. Mendekati pemilihan umum presiden 2014, hampir semua kandidat bakal calon presiden RI 2014-2019 menggunakan internet sebagai salah satu media sosialnya. Namun target konsumtif media online hanyalah untuk kalangan masyarakat kota yang hampir setiap hari terjadi kontak langsung dengan media massa. Bukan berarti masyarakat di desa tidak mengenal perkembangan teknologi, mereka sebagian ada yang mengetahui, tetapi karena kurangnya sosialisasi dan minimnya tingkat kebutuhan akan media online sehingga terkadang masyarakat desa mengabaikan hal tersebut. Seperti yang saya rasakan ketika mengikuti pemilu legislative di Desa Degolan, Bumirejo, Lendah, Kulonprogo, DIY. Ketika sampai di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sebagian tetangga saya yang tidak langsung mendaftar di bagian pendaftaran, tetapi malah berkumpul di bagian depan TPS untuk melihat siapa saja calon-calon legislatif. Dari peristiwa tersebut saya simpulkan bahwa saat mereka menuju TPS, di dalam benak mereka belum ada pemahaman tentang bagaimana cara memilih yang benar dan posisi caleg serta nomor urut caleg. Karena ternyata surat suara yang saya terima tidak seperti yang dicontohkan di papan pengumuman depan TPS, khususnya tidak adanya gambar caleg pada surat suara DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sehingga kesulitan tetangga-tetangga saya harus membaca nama caleg yang mungkin kurang akrab dengan nama caleg yang memakai gelar pendidikan atau title sarjana. Berbeda dengan surat suara Caleg Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang nampak jelas foto-foto mereka, sehingga tak membingungkan dalam pencoblosan. Yang selalu menjadi pertanyaan dibenak saya Apakah bentuk surat suara yang saya terima termasuk diskriminasi terhadap pemimpin-pemimpin daerah?. Entah apa maksud dibalik semua itu, tetapi bagi saya hal tersebut tidaklah adil bagi pemimpin daerah. Mungkin para pemimpin diatas harus diingatkan bahwa Untuk menjadi orang yang besar, tak luput dari peran orang kecil. Semoga hal tersebut menjadikan pentingnya sosialisasi khususnya untuk kalangan masyarakat desa. Karena perkembangan teknologi yang semakin maju, tak akan berarti tanpa sosialisasi. Belajar dari pengalaman sebelumnya, menjelang Pemilu Presiden yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 diharapkan adanya proses sosialisasi yang lebih detail tentang kendala-kendala pencoblosan surat suara. Apalagi terdengar kabar bahwa Pemilu 2014 akan memakai e-voting. Ini menunjukkan perkembangan yang baik menuju masyarakat modern. Keutamaan dari penggunaan e-voting adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), yang mungkin penggunaannya hampir sama dengan kartu ATM. Dalam hal ini konten-konten pemilihan suara yang nantinya akan digunakan dalam proses pengambilan suara. Misalnya Anggota Capres dan Anggota Cawapres yang perlu diinputkan kedalam konten pemilu. Dari sekian persoalan politik yang dihadapi menjelang pemilu Presiden 2014, semua itu wujud pembelajaran dari pengalaman sebelumnya atau masa lalu. Diharapkan dengan belajar dari pengalaman, masyarakat Indonesia dapat meminimalisir kesalahan pada pemilu selanjutnya. Sekian tulisan yang dapat saya uraikan, masih banyak kesalahan dalam penulisan saya dan saya harap kritik dan saran dari Bapak Deddy guna introspeksi dalam kesempatan penulisan selanjutnya.