Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Paru Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Deva Bachtiar, Sp.P
Disusun Oleh : Sari Novita Pratiwi 1220221102 Annishya Sari Parmana Rifky Jembardiansyah
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UPN FK YARSI Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Periode 26 Mei 9 Agustus 2014
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU
Laporan kasus dengan judul :
Tuberkulosis MDR (Multi Drug Resistant)
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Paru Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Disusun Oleh:
Sari Novita Pratiwi 1220221102 Annishya Sari Parmana Rifky Jembardiansyah
Telah disetujui oleh Pembimbing: Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal
dr. Deva Bachtiar, Sp.P. ....................... .............................
Mengesahkan: Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Paru
dr. Alexander K. Ginting, Sp.P BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang pentingdi dunia. 1,2 Di Indonesia TB menduduki peringkat ke 3dengan prevalensi tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Kematian oleh karena TB terutama terjadi di Negara-negara berkembang, di Indonesia TB menduduki peringkat ke 3 penyebab sebagai penyebab kematian. 3 Di Amerika Serikat sejak ditemukan obat anti tuberkulosa (OAT) kejadian TB dapat ditekan jumlahnya. Akan tetapi sejak tahun 1989-1992 timbul kembali peningkatan penyakit ini yang dikaitkan dengan peningkatan epidemi HIV/AIDS, bersamaan dengan itu timbul masalah baru TB yaitu TB dengan resistensi ganda (Multidrug Resistant Tuberculosis/ MDR TB). 4
Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman tuberculosis khususnya Rifampisin dan Isoniazid serta kemungkinan pula ditambah obat TB lainnya. 5 WHO mengestimasikan sebanyak 450.000 kejadian baru MDR TB di dunia pada tahun 2012, dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. 6 Pada perawatan TB dengan MDR membutuhkan perawatan rumah sakit yang cukup lama, OAT yang lebih toksik, resiko mendapatkan tindakan operasi serta biaya pengobatan cukup tinggi yang diperkirakan sampai 180.000 US dolar untuk seorang penderita. 4
BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama : Tn. N TTL : 02-07-1980 Umur : 34 Tahun JK : Laki- laki Alamat : Lampung Pekerjaan : PNS No RM : 437394 Tgl MRS : 9 Juni 2014, pk. 10.05 WIB (Datang ke IGD)
B. Anamnesa Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri tulang belakang sejak 6 bulan SMRS, mulai memberat sejak 1 bulan terakhir Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merasakan penyakitnya semakin memberat dan sejak 1 minggu SMRS. Nyeri tulang pinggang dirasakan terutama saat bergerak/beraktivitas. Pasien pernah mengalami kecelakaan lalu lintas 1,5 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan batuk berdahak terutama pada pagi dan sore hari sejak 4 bulan SMRS. Pasien menyangkal adanya batuk berdarah. Pada saat batuk, pasien merasakan sakit dari pinggang hingga ke kaki. Terdapat keringat malam, tidak ada demam, tidak ada sesak dan nyeri dada. Pasien mengalami penurunan berat badan 14-15kg. Selama sakit pasien juga terjadi penurunan nafsu makan menjadi porsi dari biasanya. Pasien kembali mengkonsumsi OAT sejak 2 minggu SMRS dengan regimen Rifampisin 450mg, Isoniazid 300mg, Etambutol 750mg, dan Pirazinamid 1000mg yang diberikan oleh dokter spesialis paru di Lampung. Pada pemeriksaan sputum tanggal 2 dan 3 juni 2013 BTA (-). Pasien menyangkal di sekitar rumahnya yang sedang menderita penyakit TB paru. Riwayat Penyakit Dahulu : 5 tahun yang lalu, pasien mengaku pernah menderita TB paru. Pasien melakukan pengobatan secara rutin selama 9 bulan. Dalam pengobatannya sempat mengalami gangguan pada hepar, pada hasil lab didapatkan peningkatan SGOT/SGPT, tetapi tidak terdapat keluhan fisik. Pasien telah dinyatakan sembuh.
C. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Umum Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tekanan Darah : 110/80 mmHg Nadi : 88 x/mnt, reguler. RR : 20 x/mnt, thorakoabdominal,nafas kussmaul(-) Suhu : 36.3 C BB : 36 kg TB : 170 cm IMT (Asia) : 12.8 (underweight) Kepala : Normocephal Rambut : warna hitam, distribusi merata Wajah : simetris, deformitas (-) Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- THT : normotia, rinore (-), otore (-), darah (-), faring hiperemis (-), T1-T1 tenang Mulut : mukosa kering (-), Leher : JVP 5 - 2 cmH2O, pembesaran KGB (-) Paru : vesikuler (+/+ melemah), Ronki basah halus (+/+) Jantung : BJ I & II normal, Gallop (-), Murmur (-) Abdomen : bising usus (+), tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran hepar dan lien Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT < 2
D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Gen Xpert/RIF : Resisten
Radiologi : Tanggal 15/8/2013
Tanggal 25/06/2014
CT Scan 29/08/2013
Hasil CT scan Lumbosakral : Kesan : destruksi corpus vertebrae L4-S1 disertai abses di regio paravertebrae L3-S1 sugestif spondilitis TB Anjuran : MRI Lumbal tanpa kontras E. Penatalaksanaan OAT MDR setengah dosis (BB = 36 kg) 6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs Pirazinamid : 30-40 mg/kgBB/hari 500 mg/hari Etambutol : 25 mg/kgBB/hari 400 mg/hari Kanamisin : 15 mg/kgBB/hari 270 mg/minggu Levofloxacin : 750 mg/hari 375 mg/hari Etionamid : 15-20 mg/kgBB/hari 350 mg/hari Sikloserin : 10-15 mg/kgBB/hari 250 mg/hari
F. Prognosis Quo ad vitam : Dubia ad bonam Quo ad functionam : Dubia ad malam Quo ad sanationam : Dubia ad malam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA TUBERKULOSIS A. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dan bersifat tahan asam. Penyakit TB menular melalui udara yang tercemar bakteri yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB dewasa. 7
Kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium tuberculosis complex yang diidentifikasi dari specimen klinik (jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur. Atau seorang pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan dan diobati dengan paduan dan lama pengobatan yang lengkap. 7
Bagan 1. Klasifikasi kasus TB B. Klasifikasi Berdasarkan : 1. Letak anatomi penyakit
Bagan 2. Klasifikasi TB berdasarkan anatomis TB paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang terletak didalam paru. TB ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan atau hilus), abdomen, traktus urinarius, kulit, sendi, tulang, dan selaput otak. 7
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi) TB paru BTA (+) apabila : minimal 1 dari sekurang- kurangnya 2 kali pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif dengan memenuhi syarat EQA (External Quality Assurance), jika tidak sesuai EQA maka TB paru BTA positif apabila dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan oleh klinisi atau satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.tuberculosis positif. TB paru BTA (-) apabila : hasil pemeriksaan dahak negative tetapi hasil kultur positif atau jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang belum memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis. Kasus bekas TB : hasil pemeriksaan BTA negative, dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif. Atau foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung 3. Riwayat pengobatan sebelumnya Pasien baru : pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya : pasien yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal selama satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun. 4. Status HIV pasien
C. Diagnosis 1. Gambaran Klinis Gejala respiratori a. Batuk 2 minggu b. Batuk darah c. Sesak napas d. Nyeri dada Gejala sistemik a. Demam b. Malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun Gejala TB ekstraparu Tergantung organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getih bening.
2. Pemeriksaan Fisik Pada TB paru kelainan pada umumnya terletak di lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. 3. Pemeriksaan Bakteriologik Bahan pemeriksaan Bisa berasal dari dahak, cairan pleura, LCS, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, fese, dan jaringan biopsy. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari. Bahan hasil BJH dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan kultur dan uji kepekaan dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Dapat dilakukan dengan cara mikroskopis dan biakan, mikroskopis biasa dengan pewarnaan Ziehl-Nelsen dan mikroskopis fluoresens dengan pewarnaan auramin-rhodamin. Pemeriksaan biakan kuman o Biakan : Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh), agar base media (Middle brook), Mycobacteria growth indicator tube test (MGITT), BACTEC o Uji molecular : PCR Based Methods of IS6110 Genotyping, spoligotyping, RFLP, MIRU/VNTR Analysis, PGRS RFLP, Genomic Deletion Analysis o Identifikasi M.tuberculosis dan uji kepekaan : Hain test, molecular beacon testing, Gene X-pert 4. Pemeriksaan Radiologik TB aktif : o Bayangan berawan nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah o Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular o Bayangan bercak milier o Efusi pleura unilateral atau bilateral TB inaktif : o Fibrotik o Kalsifikasi o Schwarte atau penebalan pleura Luluh paru : o Atelectasis, multikavitas, fibrosis 5. Pemeriksaan Penunjang Lain Analisis cairan pleura : Uji Rivalta (+) dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. Pemeriksaan histopatologi jaringan : BJH KGB, biopsy pleura, biopsi jaringan paru/TTNA, otopsi Pemeriksaan darah : LED jam pertama dan kedua sering meningkat pada proses aktif, limfosit juga kurang spesifik.
Bagan 3. Alur diagnosis TB
D. Pengobatan Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan. Obat antituberkulosis OAT) yang dipakai adalah : Jenis obat lini pertama : INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol, streptomisin Jenis obat lini kedua : kanamisin, kapreomisin, amikasin, kuinolon, sikloserin, etionamid, para amino salisailat. OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB multidrug resistant
Paduan obat OAT : Pasien baru : 2 HRZE/4HR dosis setiap hari. OAT program setiap hari pada fase intensif dilanjutkan tiga kali seminggu dengan OAT 2 HRZE/4 H 3 R 3
Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama : uji kepekaan terlebih dahulu, sambil menunggu hasil uji kepekaan diberikan 2 HRZES/HRZE/5HRE TB ekstraparu : Meningitis TB (9-12 bulan, etambutol diganti dengan streptomisin), TB tulang (9 bulan), kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan pericarditis TB, limfadenitis TB (9 bulan)
RESISTEN GANDA (MULTIDRUG RESISTANT /MDR) Definisi Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi : - Resistensi primer : apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan. - Resistensi inisial : apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak - Resistensi sekunder : apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya. Yang beresiko terkena TB MDR : Pasien yang tidak meminum obat dengan teratur Pasien yang tidak mengambil semua obat TB nya sesuai dengan anjuran dokter atau perawat Terkena TB kembali setelah sebelumnya pernah terkena dan sudah diobati Seringnya berasal dari Negara-negara dengan kejadian MDR yang tinggi Menghabiskan waktu dengan orang yang juga MDR TB 8
Penatalaksanaan Kelompok I : OAT lini 1 + Rifabutin Kelompok II : Obat suntik. Kanamisin, Amikasin, Kapreomisin, Streptomisin Kelompok III : Fluorokuinolon, Moxifloxacin, Levofloxacin, Oflofloxacin Kelompok IV : Bakteriostatik OAT lini kedua. Etionamid, Protionamid, Sikloserin, Terzidone Kelompok V : obat yang belum diketahui aktifitasnya Klofazimine, Linezoid, Amoxiclav, Tiosetazone, Imipenem, Isoniazid dosis tinggi, Klaritromisin
Regimen standar di Indonesia : 6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs
Tabel pemantauan selama pengobatan TB-MDR
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan TB resistensi ganda dimana terjadi minimal terhadap obat rifampisin dan isoniazid kini menyebar dengan sangat cepat. Teknik diagnostik, pemberian obat dan kepatuhan penderita sangat penting dalam tatalaksana TB dengan resistensi ganda. Terapi yang dianjurkan dengan memberikan 4 6 macam obat. Pilihan obat yang diberikan yaitu obat lini pertama yang masih sensitive disertai obat lini kedua berdasarkan aktivitas intrinsik terhadap kuman M.tuberculosis. pembedahan perlu dipertimbangkan bila setelah 3 bulan terapi OAT tidak terjadi konversi negative sputum. Pemberian nutrisi yang baik dan modifikasi system imun dapat membantu keberhasilan terapi.
B. Saran Saran untuk seluruh penderita TB untuk rajin meminum obatnya sesuai dengan anjuran dokter karena jika tidak maka keadaan MDR akan semakin banyak, serta diperlukannya DOTS yang benar benar mengingatkan dan memotivasi pasien agar pasien tidak putus minum obat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mc Donald RJ, Reichman LB. Tuberculosis in Baum G.L, et al.Baums Textbook of Pulmonary Disease, 7 th ed. Lippincot William and Wilkins Publisher, Boston. 2003. 2. Aditama TY, dkk. Tuberkulosis : Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, PERPARI, Jakarta. 2006. 3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru dalam Sudoyo AW, dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 4. Tanjung A. Pengelolaan MDR TB dalam Workshop Pengelolaan Tuberkulosis Paru dengan Penyulit dan Keadaan Khusus. 2001. 5. Aditama TY, dkk. Tuberkulosis : Diagnsosis, Terapi, dan Masalahnya edisi 5. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.2005 6. www.who/int/tb/challenges/mdr 7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.PDPI: Jakarta 8. http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/drtb/mdrtb.htm