Anda di halaman 1dari 23

1

1. Apa hubungan migren dengan stress?


Jawab:


Patofisiologi Tension Type Headache.
Pada penderita tension type headache (TTH) didapati gejala yang menonjol
yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls
nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya
nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat
insersinya.
TTH adalah kondisi stress mental, non-physiological motor stress, dan
miofasial lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang
menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal
pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing2 individu mempunyai
sifat self limiting yang berbeda bedaa dalam hal intensitas nyeri
kepalanya.Pengukuran tekanan palpasi terhadap otot perikranial dilakukan dengan
alat palporneter (yang diketernukan oleh Atkins, 1992) sehingga dapat mendapatkan
skor nyeritekan terhadap otot tersebut. Langemark & Olesen tahun 1987 (yang dikutip
oleh Bendtsen) telah menernukan metode palpasi manual untuk penelitian nyeri
2

kepala dengan cara palpasi secara cepat bilateral dengan cara memutar jari ke2 dan ke
3 ke otot yang diperiksa, nyeri tekan yang terinduksi dinilai dengan skor Total
Tenderness Scoring system. Yaitu suatu sistem skor dengan 4 point penilaian
kombinasi antara reaksi behaviour dengan reaksi verbal dari penderita:
Pada penelitian Bendtsen tabun 1996 terhadap penderita chronic tension type
headache (yang dikutip oleh Bendtsew8) teryata otot yang mempunyai nilai Local
tenderness score tertinggi adalah otot Trapezeus, insersi otot leher dan otot
sternocleidomastoid.

Nyeri tekan otot perikranial secara signifikan berkorelasi dengan
intensitas maupun frekwensi serangan tension type headache kronik. Belum diketahui
secara jelas apakah nyeri tekan otot tersebut mendahului atau sebab akibat daripada
nyeri kepala, atau nyeri kepala yang timbul dahulu baru timbul nyeri tekan otot. Pada
migren dapat juga terjadi nyeri tekan otot, akan tetapi tidak selalu berkorelasi dengan
intensitas maupun frekwensi serangan migren.
Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur
fascia dan tendonnya.

Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut
kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang
bermyelin (A _dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/
tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous event, seperti
misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan
timbul proses sensitisasi serabut Aa dan serabut C yang berperan menambah rasa
nyeri tekan pada tension type headache.
Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala
dan leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam
tension type headache sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction
headache. Akan tetapi pada akhir2 ini pada beberapa penelitian2 yang menggunakan
EMG( elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya
menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik
otot,jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi
protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa
adanya nyeri kepala.

Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial
trigger point yang berukuran kecil beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua
otot)

Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin( dilepas dari platelet),
3

bradikinin( dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan Kalium (yang
dilepas dari sel otot), SP dan CGRP dari aferens otot berperan sebagai stimulan
sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet. Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat ini
adalah peran miofascial terhadap timbulnya tension type headache.
Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap
nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot
sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory
activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan
terhadap timbulnya nyeri pada Tension type Headache. Semua nilai ambangpressure
pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun
ekstrasefalik.Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor
pencetus(87%), exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala.

Prevalensi life time depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita
depresi dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya.

2. Sebutkan macam-macam gangguan kecemasan ?
Jawab:
DSM-IV menuliskan gangguan kecemasan berikut ini :
a. Gangguan panik dengan dan tanpa agoraphobia
b. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panic
c. Fobia spesifik dan sosial
d. Gangguan obsesif-kompulsif
e. Gangguan stress pascatraumatik
f. Gangguan stress akut
g. Gangguan kecemasan umum
h. Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum
i. Gangguan kecemasan akibat zat
j. Gangguan kecemasan depresif campuran

3. Hubungan kecemasan dengan pascatrauma?
Jawab :
Menurut definisinya, stressor adalah faktor penyebab utama dalam
perkembangan gangguan strespascatraumatik. Tetapi tidak setiap orang mengalami
gangguan stress pascatraumatik setelah suatu peristiwa traumatic: walaupun stressor
4

adalah diperlukan, stressor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan. Klinisi harus
mempertimbangkan juga faktor biologis individual yang telah ada sebelumnya, faktor
psikososisal sebelumnya, dan peristiwa yang terjadi setelah trauma. Sebagai contoh,
menjadi bagian dalam suatu kelompok yang dapat bertahan hidup setelah suaru
bencana sering kali memungkinkan seseorang mengatasi trauma karena ada orang lain
yang mengalaminya bersama-sama. Tetapi, rasa bersalah orang yang dapat bertahan
hidup kadang-kadang mempersulit penatalaksanaan gangguan stress pascatraumatik.
Penelitian terakhir pada ganguan stress pascatraumatik telah sanggar
menekankan pada respons subjektif seseorang terhadpa trauma ketimbnag beratnya
stressor itu sendiri. Walaupun gejala gangguan stress pascatraumatik pernah dianggap
secara langsung sebanding dengan berat stressor, penelitian empiris telah
membuktikan sebaliknya. Sebagai akibatnya, konsesus yang tumbuh adalah bahwa
gangguan memiliki pengaruh pada arti subjektif stressor bagi pasien.
Bahkan jika dihdapakan dengan trauma yang berat, sebagian besar orang tidak
mengalami gejala gangguan stress pascatraumatik. Demikian juga, peristiwa yang
mungkin tampaknya biasa atau kurang berbahata bagi kebanyakan orang mungkin
menyebabkan gangguan stress pascatraumatik pada beberapa orang karena arti
subjektif dari peristiwa tersebut. Faktor kerentanan yang merupakan prediposisi yang
tampaknya memainkan peranan penting dalam menentukan apakah ganguan
berkembang adalah adanya trauma masa anak-anak, sifat gangguan kepribadaian
ambang, paranoid, dependen atau antisocial, system pendukung yang adekuat,
kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik, perubahan hidup penuh
stress yang baru terjadi , persepsi lokus control eksternal, bukannya internal, dan
penggunaan alcohol yang baru

Faktor Psikodinamika
Model kognitif dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa orang
yang terkena adalah tidak mampu untuk memproses atau merasionalisasikan trauma
yang mencetuskan gangguan. Mereka terus mengalami stress dan berusaha untuk
tidak mengalami kemblai stress dengan teknik menghidar. Sesuai dengan kemampuan
parsial mereka untuk mengatasi peristiwa secara kognitif, pasien mengalami periode
mengakui peristiwa dan menghambtanya secara berganti-ganti.
Model perilaku dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa
gangguan memiliki dua fase dalam perkembangnya. Pertama, trauma (stimulus yang
5

tidak dibiasakan) adalah dipasangkan, melalui pembiasaan klasik, dengan stimulus
yang dibiasakan (pengingat fisik atau mental terhadap trauma). Kedua, melalui
pelajaran instrumental, pasien mengembangkan pola penghindaran terhadap stimulus
yang dibiasakan mampu stimulus yang tidak dibiasakan.
Model psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah
mereaktivasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan belum terpecahkan.
Penghidupan kembali trauma masa anak-anak menyebabkan regresi dan penggunaan
mekanisme pertahanan represi, penyangkalan, dan meruntuhkan. Ego hidup kembali
dan dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan kecemasan. Pasien juga
mendapatkan tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati, dan
pemuasan kebutuhan ketergantungan. Tujuan tersebut mendorong gangguan dan
persistensinya. Suatu pandangan kognitif tentang gangguan stress pascatraumatik
adalah bahwa otak mencoba untuk memproses sejumlah besar informasi yang
dicetuskan oleh trauma dengan periode menerima dan menghambat peristiwa secara
berganti-ganti.

Faktor Biologis
Teori biologis tentang gangguan stress pasctraumatik telah dikembangkan dari
penelitian praklinik dari model stress pada binatang dan dari pengukuran variable
biologi dari populasi klinis dengan gangguan pascatraumatik. Banyak system
neurotrasmiter telah dilibatkan dalam kumpulan data tersebut. Model praklinik pada
binatang tentang ketidakberdayaan, pembangkitan dan sensitisasi yang dipelajari telah
menimbulkan teori tentang norepinefrin, dopamine, opiate endogen dan reseptor
benzodiazepine dan sumbu hipotalamus hipofisis adrenal. Pada populasin klinis, data
telah mendukung hipotesis bahwa system noradrenergic dan opiate endogen dan
reseptor benzodiazepine dan sumbu hipotalamus hipofisis adrenal adalah hiperaktif
pada sekurang-kurangnya beberapa pasien dengan gangguan stress pascatraumatik.
Peningkatan aktivitas dan responssivitas system saraf otonom, seperti
dibuktikan oleh peninggian kecepatan denyut jantung dan pembacaan tekanan darah
dan arsitektur tidur yang abnormal.




6

4. Dinamika terjadinya cemas dan depresi?
Jawab:
Psikodinamika ialah suatu pendekatan konseptual yang memandang proses-
prosesmental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas-kuantitas energi psikik yang
berlangsung intra-individual (antar bagian-bagian struktur psikis) dan inter-individual
(antar orang). Berkaitan dengan definisi tersebut, psikodinamika mempelajari struktur
(yaitu kepribadian), kekuatan (yaitu dorongan, drive, libido, instincts), gerakan
(movement, action), pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development), serta
tentang maksud dan tujuan fenomena-fenomena psikologik yang ada pada seseorang.
Struktur kepribadian seseorang terdiri atas 3 komponen yaitu id, ego dan
superego. Id (naluri, drive, instincts), telah ada sejak individu dilahirkan ke dunia
ini.Selain mempunyai struktur (yang bentuknya belum jelas ketika lahir), id juga
mempunyai kekuatan berupa dorongan. Dorongan ini merupakan dorongan untuk
memenuhi kebutuhan biologis manusia, antara lain insting bernapas, lapar, dan seks.
Id biasanya mendominasi individu pada usia bayi hingga lebih kurang satu setengah
tahun. Dalam perkembangannya, sebagian dari id akan mengalami diferensiasi
menjadi ego. Ego terbentuk karena pertentangan (konflik) antara id dengan
lingkungan yang tidak selalu dapat memenuhi kebutuhannya. Prinsip yang dianut oleh
id yaitu pleasure principle, sedangkan ego menganut prinsip realitas, bahwa
kebutuhan atau dorongan dapat ditunda sesuai dengan realitas yang ada. Superego
terbentuk dari hasil absorbsi dan pengambilan nilai-nilai norma dalam kultur, agama,
hal-hal kebaikan yang ditanamkan oleh orang tua, jadi bukan merupakan diferensiasi
dari id sebagaimana ego. Superego merupakan wakil orang tua dalam dirianak, yang
mengingatkan akan hal-hal yang baik dan buruk, yang boleh dan yang tidak. Terbentuk pada usia
antara 3 hingga 5 atau 6 tahun.
Ketiga elemen struktur kepribadian tersebut saling berinteraksi, dengan
kandungan energi psikis yang terdistribusi secara merata sesuai tingkat perkembangan
individu. Bila terjadi konflik di antaranya, individu akan mengalami ketegangan,
ketidakpuasan, kecemasan, dan atau gejala-gejala psikologik lain. Sebaliknya,
bilaseorang anak tidak pernah mengalami konflik sama sekali pun (disebut sebagai
pemanjaan atau over indulgence), akan mengalami hal yang sama. Menurut Freud,
konflik perlu dialami dalam batas tertentu agar seorang individu belajar menunda
keinginan, menyadari realitas sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang
dialami dalam hidupnya nanti. Tetapi, kalau konflik yang dialami itu berlebihan dan
7

berat derajatnya, maka perkembangan kepribadian individu tidak akan optimal,
perkembanganitu akan terhambat karena ada sebagian energi psikik yang tertahan pada suatu fase
perkembangan tertentu (disebut sebagai fiksasi), sehingga energi yang bergerak ke
fase berikutnya akan berkurang jumlahnya. Bila pada suatu saat, misalnya pada fase
selanjutnya atau setelah dewasa nantinya, individu mengalami suatu tekanan atau
stressor psikososial yang relatif berat untuknya, ia dapat kembali ke fase
perkembangan saat fiksasi itu dialami (disebut sebagai regresi).

a. Psikodinamika Gangguan Kecemasan
Menurut pandangan psikodinamika, kecemasan adalah suatu sinyal kepada
ego bahwa terdapat suatu dorongan dari id yang tidak dapat diterima atau
mendapat tekananyang besar dari superego dalam merealisasikan (memuaskan)
dorongan tersebut. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
mengambil tindakan defensif terhadap tekanan yang muncul dari dalam diri
manusia. Jika kecemasan naik di atas tingkat terendah dari karakteristik atau
fungsinya sebagai sinyal, maka kecemasan dapat timbul sebagai gangguan sudah
melebihi ambang batas karakteristik atau fungsinya sebagaisinyal yang akan
bermanifestasi dengan serangan panik yang hebat. Idealnya, penggunaan represi
menyebabkan terjadinya pemulihan keseimbangan psikologis tanpa pembentukan
gejala, karena represi yang efektif dapat menahan dorongan dan afek serta khayalan yang
menyertainya, menahan keduanya agar tetap dibawah kontrol kesadaran. Jika represi tidak
berhasil, maka mekanisme pertahanan lain (seperti konversi, pengalihan, dan
regresi) akan diperankan secara maksimal dan akan menunjukkan gejala-gejala
berupa gangguan neurotik yang klasik seperti histeria, fobia, dan neurosis obsesif-
kompulsif.
b. Psikodinamika Gangguan Depresi
Teori psikodinamika klasik menegenai depresi dari Freud (1917/1957)
meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang diarahkan ke dalam diri
sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat
diarahkan kepada self setelah mengalami kehilangan yang sebenarnya atau
ancaman kehilangan dari orang-orang yang dianggap penting ini.Freud
mempercayai bahwa mourning (berduka) adalah proses yang sehat karena dengan
berduka seseorang akhirnya dapat melepaskan dirinya sendiri secara psikologis
dari seseorang yang hilang karena kematian, perpisahan, perceraian, atau alasan
8

lainnya. Namun, rasa duka yang patologis tidak mendukung perpisahan yang
sehat. Malahan, hal ini akan memupuk depresi yang tak berkesudahan. Rasa duka
yang patologis cenderung terjadi pada orang yang memiliki perasaan ambivalen
yang kuat (suatu kombinasi dari perasaan positif (cinta) dan negatif (marah,
permusuhan)) terhadap orang yang telah pergi atau ditakutkan kepergiannya.
Freud menteorikan bahwa saat orang merasa kehilangan, atau bahkan takut
kehilangan, figure penting dari orang yang kepadanya mereka miliki perasaan
ambivalen, perasaan marah mereka terhadap orang tersebut berubah menjadi
kemarahan yang ekstrem. Namun, kemarahan yang ekstrem tersebut memicu rasa
bersalah, yang justru mencegah mereka untuk mengarahkan rasa marah secara
langsung kepada orang yang telah pergi.
Untuk mempertahankan hubungan psikologis dengan objek yang hilang,
mereka mengintrojeksikan, atau membawa ke dalam, suatu representasi mental
dari objek itu. Mereka kemudian menyatukan orang lain tersebut ke dalam self.
Sekarang kemarahan terarah ke dalam, berhadapan dengan bagian dari self yang
mewakili representasi di dalam dari orang yang hilang. Hal ini menimbulkan self-
hatred, yang nantinya akan menimbulkan depresi.Meskipun juga menekankan
pentingnya kehilangan, model psikodinamika terbaru lebih berfokus pada isu-isu
yang berhubungan dengan perasaaan individual akan self-worth atau self-esteem.
Suatu model, yang disebut model self-focusing, mempertimbangkan bagaimana
orang mengalokasikan proses atensi mereka setelah suatu kehilangan (kematian
orang yang dicintai, kegagalan personal, dll.). Menurut model ini, orang yang
mudah terkena depresi mengalami suatu periode self-examination (self-focusing)
yang intens setelah terjadinya suatu kehilangan atau kekecewaan yang besar.
Mereka menjadi terpaku pada pikiran-pikiran mengenai objek (orang yang
dicintai) atau tujuan penting yang hilang dan tetap tidak dapat merelakan harapan
akan entah bagaimana cara mendapatkannya kembali.

5. Sebutkan gejala gangguan kecemasan secara lengkap?
Jawab:
Diare
Pusing, melayang
Hiperhidrosis
9

Hiperrefleksia
Hipertensi
Palpitasi
Midriasis pupil
Gelisah (misalnya, mondar-mandir)
Sinkop
Takikardia
Rasa gatal di anggota gerak
Tremor
Gangguan lambung (mual,nyeri ulu hati)
Frekuensi urin, hesitansi, urgensi.

6. Apa yang dimaksud dengan kepribadian?
Jawab:
Kepribadian menurut Kaplan didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional
dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang
biasanya. Ada empat macam kepribadian dasar manusia, antara lain koleris,
melankolis, plegmatis, dan sanguinis.


10

a. Koleris
Tipe kepribadian koleris suka sekali mengatur orang, menunjuk-nujung atau memberi
perintah-perintah pada orang lain. Ia tak ingin ada yang hanya memeperhatikan
aktivitasnya. Akibat sifatnya yang cenderung memerintah itu membuat banyak individu
dengan kepribadian koleris tidak memiliki banyak teman. Orang-orang berusaha
menghindar, menjauh agar tak jadi `korban karakternya yang suka `ngatur dan tak mau
kalah. Tipe koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka memiliki rasa,
percaya diri yang sangat tinggi dan superior sehingga individu dengan kepribadian koleris
memiliki ketegasan, kuat, cepat dan tangkas dalam mengerjakan sesuatu.

b. Melankolis
Pribadi melankolis lebih cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun sesuai pola.
Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka dan sering sekali
memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, contohnya pribadi
sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, sedangkan tipe melankolis cenderung
menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang ia
katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali. kepribadian
melankolis selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur.

c. Plegmatis
Kelompok kepribadian plegmatis tidak menyukai terjadi konflik, karena itu apa saja
akandi lakukan untuk menghindari terjadinya suatu konflik atau masalah. Baginya
kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, pribadi ini akan
berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Kepribadian plegmatis
mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya tidak terus berkepanjangan.
Pribadi phlegmatis cenderung kurang bersemangat, kurang teratur dan pendiam. Tipe ini
merupakan pendengar yang baik, tapi akan menunda-nunda dalam pengambilan
keputusan.

d. Sanguinis
Kepribadian ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya
penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senang sekali bicara tanpa bisa dihentikan.
Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan,
dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu. Namun individu dengan
11

pribadi sanguinis sedikit pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir pendek, dan
hidupnya serba tidak beratur. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin
dengan waktu.
Kepribadian melankolis memiliki kecenderungan mengalami anxietas dan depresi.
Pada kepribadian melankolis, individu cenderung pendiam, pemendam isi peresaan dan
pikiran, disosial, pesimis, mudah cemas, dan tidak stabil.

7. Sebutkan macam-macam gangguan kepribadian?
Jawab:
Gangguan kepribadian dikelompokan ke dalam tiga kelompok dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat yaitu :
a. Kelompok A (orang dengan gangguan ini sering tampak aneh dan eksentrik)
terdiri dari :
Gangguan kepribadian paranoid
Gangguan kepribadian schizoid
Gangguan kepribadian skizotipal
b. Kelompok B (orang dengan gangguan ini sering tampak dramatic, emosional,
dan tidak menentu) terdiri dari :
Gangguan kepribadian antisocial
Gangguan kepribadian ambang
Gangguan kepribadian histrionic
Gangguan kepribadian narsistik
c. Kelompok C (orang dengan gangguan ini sering tampak cemas atau ketakutan)
terdiri dari :
Gangguan kepribadian menghindar
Gangguan kepribadian dependen
Gangguan kepribadian obsesif-komplusif
Gangguan kepribadian yang tidak ditentukan (Gangguan kepribadian
pasif-agresif dan Gangguan kepribadian depresif).
Gangguan kepribadian yang tidak termasuk dalam klasifikasi DSM-IV antara lain :
Gangguan kepribadian sadomasokistik
Gangguan kepribadian sadistic.
12

8. Kepribadian apa yang cenderung terjadi kecemasan?
Jawab:
Kepribadian melankolis memiliki kecenderungan mengalami anxietas dan
depresi. Pada kepribadian melankolis, individu cenderung pendiam, pemendam isi
peresaan dan pikiran, disosial, pesimis, mudah cemas, dan tidak stabil.

9. Apa perbedaan cemas dengan takut?
Jawab:
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak
diketahui, internal, samar-samar dan konfliktual. Sedangakan ketakutan, suatu sinyal
berupa yang menyadarkan, harus dibedakan dengan kecemasan. Rasa takut adalah
respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas atau bukan bersifat
konflik.

10. Sebutkan macam-macam gangguan somatofom?
Jawab:
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala
fisik (sebagai contoh nyeri, mual dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan
penjelasan medis yang adekuat. Adapun macam-macam gangguan somotoform
menurut DSM-IV yakni:
a. Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak gejala somatic yang tidak dapat
dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang. Gangguan ini
bersifat kronis dengan onset sebelum usia 30 tahun, dan disertai dengan penderitaan
psikologis, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, serta prilaku mencari bantuan medis
yang berlebihan. Gangguan ini lebih sering terjadi pada perempuan dengan
perbandingan 5 banding 1 dengan laki-laki. Sering kali gangguan mulai saat usia
remaja. Dari hasil penelitian, dikemukakan bahwa gangguan ini biasanya disertai
dengan gangguan mental lainnya. Sekitar dua per tiga dari pasien gangguan
somatisasi memiliki gejala psikiatrik yang dapat diidentifikasi. Ada beberapa sifat
atau ciri kepribadian yang sering kali menyertai antara lain ciri penghindar, paranoid,
mengalahkan diri sendiri, dan obsesif kompulsif.
Beberapa penelitian mengatakan adanya hubungan neuropsikologis dengan
gangguan somatisasi, dimana pasien dengan gangguan perhatian dan funngsi kognitif
13

dapat menyebabkan persepsi dan penilaian yang salah terhadap input somatosensorik.
Penegakan diagnosis gangguan somatisasi dapat dilakukan bila onset terjadi sebelum
usia 30 tahun, dengan selama perjalanan penyekit, pasien mengalami sekurangnya
empat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala
neurologis semu, yang semuanya tidak dapat dijelaskan sepenuhnya melalui
pemeriksaan fisik dan penunjang.

b. Gangguan Konversi
Gangguan konversi adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adanya satu
atau lebih gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis
atau medis yang ada. Gangguan ini lebih sering terjadi pada perempuan dengan
perbandingan 2-5 berbanding 1. Onset gangguan konversi dapat terjadi pada semua
usia. Gangguan ini sering sekali disertai dengan diagnosis komorbid gangguan
depresif berat, gangguan kecemasan dan skizofrenia. Gangguan ini juga berhubungan
dengan gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionik.
Gangguan depresif dan kecemasan juga memiliki hubungan dengan gangguan
konversi dimana pasien yang memiliki gejala tersebut berada dalam risiko tinggi
bunuh diri.
Diagnosis gangguan konversi dapat ditegakan bila terdapat gangguan dengan
gejala yang hanya mempengaruhi fungsi motorik dan sensorik saja, yaitu gejala
neurologis seperti, paralisis, kebutaan dan mutisme (paling sering). Gejala lain yang
dapat muncul antara lain: gejala sensorik seperti anestesia, parastesia, ketulian, tunnel
vision; gejala motorik seperti kelainan pergerakan, cara berjalan, kelemahan, paresis,
dan paralisis; gejala kejang seperti kejang semu.

c. Hipokondriasis
Hipokondriasis merupakan tidak akuratnya interpretasi yang dibentuk dari
suatu gejala atau sensasi fisik yang menyebabkan ketakutan akan menderita penyakit
serius meskipun tidak ditemukan kelainan medis. Anggapan ini menyebabkan
penderitaan emosional yang dapat menggangu fungsi peranan personal, sosial dan
pekerjan. Pada pasien hipokondriasis terjadi misinterpretasi gejala tubuh yang terjadi
akibat peningkatan dan pembesaran sensasi somatic, sehingga mereka akan memiliki
ambang dan toleransi yang lebih rendah terhadap gangguan fisik. Sebagai contoh,
14

ketika pada orang nirmal dirasakan tekanan abdominal, pada pasien hipokondriasis
akan dirasakan sebagai nyeri abdomen.
Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan
peranan sakit oleh seseorang yang memiliki masalah yang berat dan sulit terpecahkan.
Peranan sakit ini dianggap jalan keluar karena pasien yang sakit akan dibiarkan
menghindari kewajiban. Gangguan yang paling sering dihubungkan dengan
hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan.
Diagnosis hipkondriasis mengharuskan pasien terpreokupasi dengan
keyakinan palsu bahwa ia menderita penyakit berat dan keyakinan palsu tersebut
berdasarkan pada misinterpretasi tanda atau sensasi fisik. Keyakinan harus
berlangsung sekurangnya 6 bulan dan bukan merupakan intensitas waham. Pada
pasien hipokondriasis seringkali tilikan didapatkan buruk bila pasien tidak secara
konsisten mengetahui bahwa permasalahan tentang penyakit itu luas.

d. Gangguan Dismorfik Tubuh
Gangguan dismorfik tubuh merupakan suatu preokupasi kecacatan tubuh yang
dikhayalkan atau suatu penonjolan distorsi dari cacat yang minimal atau kecil. Onset
terjadi pada usia 15 sampai 20 tahun dengan wanita agak lebih sering dibandingkan
laki-laki. Suatu penelitian menyebutkan lebih dari 90 persen pasien gangguan
dismorfik pernah mengalami episode depresif berat dalam hidupnya; 70 persen
mengalami gangguan kecemasan; dan kira-kira 30 persen pernah mengalami
gangguan psikotik.
Penegakan diagnosis ganggua dismorfik mengharuskan suatu preokupasi
dengan kecacatan dalam penampilan yang tidak nyata atau penekanan yang
berlebihan terhadap kecacatan ringan, yang dapat menyebabakan penderitaan
emosional dan mengganggu kemampuan pasien dalam berfungsi pada kehidupan
sehari-hari. Kabanyakan gangguan dismorfik tubuh tidak terdiagnosis karena pasien
lebih sering datang ke dokter ahli penyakit kulit, penyakit dalam, dan dokter ahli
bedah daripada ke dokter psikiatrik.

e. Gangguan Nyeri
Gejala utama gangguan nyeri adalah adanya nyeri pada suatu atau lebih
tempat yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medik atau neurologis
nonpsikiatrik. Gangguan ini sering juga disebut sebagai psikogenik pain. Usia puncak
15

onset terjadi pada dekade keempat dan kelima, kemungkinan karena telah
menurunnya toleransi terhadap nyeri dengan bertambahnya usia.
Pasien dengan gangguan nyeri sering kali memiliki riwayat perawatan medis
dan bedah yang panjang, mengunjungi banyak dokter, dan meminta banyak
pengobatan. Beberapa peneliti yakin bahwa nyeri kronis merupakan varian dari
gangguan depresif, dimana hal ini merupakan bentuj depresi yang tersamar atau
mengalami somatisasi. Gejala depresif yang paling menonjol dari pasien gangguan
nyeri adalah anergia, anhedonia, penurunan libido, insomnia, dan mudah tersinggung.

11. Sebutkan macam-macam nyeri dan jelaskan dengan gambar?
Jawab:
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
sumbernya, yaitu nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik, dan nyeri psikogenik.

a. Nyeri nosiseptif
adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli noksius (trauma, penyakit atau
proses radang). Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri viseral, bila berasal dari
rangsangan pada organ viseral, atau nyeri somatik, bila berasal dari jaringan
seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri somatik sendiri dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit) dan dalam (dari yang lain).
Nyeri
Nyeri
Psikogenik
Nyeri
Neurogenik
Nyeri
Nosiseptif
Viseral Somatik
Superfisial
Deep
Otot,
Tulang,
Sendi
Kulit
- Saraf perifer
- Nerve roots
- Saraf pusat
- Psikodinamik
- Prilaku
16

Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal,
secara umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan
nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari
bagaimana stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya
perbedaan karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik superfisial digambarkan
sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik
dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri viseral
digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih
(nyerinya pada daerah lain).

b. Nyeri neuropatik
adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan atau disfungsi
dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya adalah trauma, radang,
penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster), tumor,
toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan berdasarkan sumber
atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Dapat juga dibagi
menjadi peripheral mononeuropathy dan polyneuropathy, deafferentation pain,
sympathetically maintained pain, dan central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak
bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila
terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri
hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral
akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat
membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa pada
nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri yang
persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan
digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting,
seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang
mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer,
timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi
struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral
yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana
serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.
17

c. Nyeri psikogenik
adalah nyeri yang tidak berhubungan dengan nyeri nosiseptif maupun nyeri
neuropatik dan disertai gejala psikis yang nyata.

12. Apa yang dimaksud dengan gangguan cemas menyeluruh?
Jawab:
adalah kekhawatiran yang berlebihan dan meresap disertai oleh berbagai gejala
somatic yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan
atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

13. Cara kerja maprotiline?
Jawab:
Menurunkan ambilan kembali norepineprin dan serotonin dan menghambat
reseptor asetilkolin muskarinik dan histamine. Maprotiline memiliki aktivitas
antikolinergik yang paling kecil. Pemberian jangka panjang obat ini menyebabkan
penurunan jumlah reseptor adrenergic-B dan kemungkinan penurunan yang serupa
dalam jumlah reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2).

14. Bagaimana Cara kerja dari diazepam?
Jawab:
Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang
pada benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung
gugusan karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7.
Substituen pada posisi 7 ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepine memiliki empat daya kerja
seperti efek anxiolitas, hipnotik-sedatif, antikonvulsan, dan relaksan otot. Setiap efek
berbeda-beda tergantung pada derivatnya dan berdasarkan pengaruh GABA pada
SSP. Benzodiazepine menimbulkan efek hasrat tidur bila diberi dalam dosis tinggi
pada malam hari. Dan memberikan efek sedasi jika diberikan dalam dosis rendah
pada siang hari.
Masing-masing derivate mempunyai efek yang menonjol diantara tiga efek lainnya.
Sebagai contoh; diazepam mempunyai efek anxiolitas yang lebih menonjol sehingga
sering digunakan sebagai tranquilizer.
18

Keuntungan yang bisa didapat dari penggunaan benzodiazepine adalah tidak
merintangi tidur REM. Sebelumnya, diperkirakan bahwa zat ini tidak menimbulkan
toleransi. Akan tetapi, ternyata zat ini juga menimbulkan toleransi jika digunakan
dalam 1-2 minggu.

Penggolongan Benzodiazepine
Berdasarkan lama kerjanya, benzodiazepine dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok:
1. Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit
aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali
menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif. Metabolit aktif
desmetil biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak
digunakan sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah
sedative-hipnotik.
2. Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya
tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak
terakumulasi pada penggunaan berulang.
3. Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek
abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini.
Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas
terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat
penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu
kerjanya.

Mekanisme Kerja
Benzodiazepin terikat pada saluran molekul klorida yang berfungsi sebagai
reseptor GABA. Saluran ini mengandung reseptor GABA dimana banyak obat yang
mempengaruhi SSP terikat pada saluran ini. Benzodiazepin terikat secara alosterikal
pada saluran ini yang menyebabkan peningkatan afinitas GABA pada reseptornya.
Dengan meningkatnya afinitas GABA pada reseptornya ini, maka efek eksitasi dari
asetil kolin dihambat.
19


Gambar 1. mekanisme kerja benzodiazepin

Gambar 2. Action of Benzodiazepines at a synapse



20

Diazepam
Diazepam atau biasanya dikenal dengan Valium merupakan sebuah turunan narkoba.
Diazepam merupakan obat anti cemas (antianxietas atau tranquilizer), sedatif-
hipnotik, dan obat anti kejang (antikonvulsan). Efek sampingnya, pada pemakaian
kronik dapat menimbulkan ketergantungan jiwa dan raga, menimbulkan rasa kantuk,
berkurangnya daya konsentrasi dan reaksi.

Nordazepam
Nordazepam yang dikenal sebagai desoxydemoxepam, nordiazepam dan
desmethyldiazepam, adalah derivatif 1,4-benzodiazepin. Seperti turunan
benzodiazepin lain, nordazepam sebagai antikonvulsi ,anxiolitic ,relaksasi otot dan
obat penenang. Namun, nordazepam seringkali digunakan dalam pengobatan
kecemasan (antiaxietas). Nordazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam,
chlordiazepoxide, clorazepate, prazepam, dan medazepam.

Oxsazepam
Oxazepam merupakan metabolit aktif diazepam. Oxazepam bertindak sebagai
antiaxietas, hipnotik, sedatif, dan menyebabkan kelemahan otot rangka. Ini memiliki
periode pendek operasi, itu dianggap sebagai paling aman obat berasal dari
benzodiazepin (dalam pengobatan pasien yang lebih tua).

Temazepam
Temazepam (nama dagang Restoril) merupakan 3-hydroxy intermediate-acting
Benzodiazepine. Obat ini diresepkan untuk pengobatan jangka pendek sulit tidur pada
pasien yang mengalami kesulitan mempertahankan tidur. Selain itu, temazepam
merupakan anxiolitik (anti-kecemasan), antikonvulsan , dan relaksasi otot rangka.

Lorazepam
Lorazepam (nama patennya Ativan dan Temesta) merupakan benzodiazepin
berpotensi tinggi obat. Lorazepam memiliki semua lima efek benzodiazepin intrinsik
seperti: anxiolitik, amnesik ,obat penenang/hipnotis, antikonvulsi dan relaksasi otot
Lorazepam digunakan untuk pengobatan jangka pendek kegelisahan, insomnia,
kejang akut termasuk epileptikus status dan sedasi pasien dirawat di rumah sakit, serta
obat penenang pasien agresif.
21

Lormetazepam
Lormetazepam (generik) dikenal sebagai methyllorazepam dengan nama paten
seperti: Noctamid, Ergocalm, Loramet, Dilamet, Sedaben, Stilaze, Nocton, Pronoctan,
Noctamide, Loretam, Minias, Aldosomnil. Lormetazepam merupakan 3-hidroksi
derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat sebagai hipnotis, antianxietas,
antikonvulsi, sedatif, dan relaksan otot rangka.

Farmakodinamik
Sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai menurunnya tingkat respon stimulus yang tetap
dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan ini terjadi pada dosis
yang rendah.

Hipnotik
Zat-zat benzodiazepin dapat menimbulkan efek hipnotik jika diberikan dalam dosis
besar. Efeknya pada pola tidur normal adalah dengan menurunkan masa laten
mulainya tidur, peningkatan lamanya tidur NREM tahap 2, penurunan lamanya tidur
REM, dan penurunan lamanya tidur gelombang lambat.

Anestesi
Efek dalam dosis tinggi dapat mnekan susunan saraf pusat ke titik yang dikenal
sebagai stadium III anestesi umum. Efek ini tergantung pada sifat fisikokimia yang
menentukan kecepatan mulai dan lama efek zat tersebut.
Dalam penggunaannya dalam bedah, selain efek anestesi, juga dimanfaatkan efek
amnesia retrogradnya. Sehingga pasien bedah operatif tidak mengingat kejadian
menyeramkan selama proses bedah.

Efek Antikonvulsi
Kebanyakan zat hipnotik-sedatif sanggup menghambat perkembangan dan
penyebaran naktivitas epileptiformis dalam susunan saraf pusat.




22

Relaksan Otot
Beberapa zat hipnotik sedatif dalam goglongan benzodiazepin mempunyai efek
inhibisi atas refleks polisinaptik dan transmisi internunsius, dan pada dosis tinggi bisa
menekan transmisi pada sambungan neuromuskular otot rangka.

Farmakokinetik
Benzodiazepin merupakan basa lemah yang sangat efektif diarbsorbsi pada pH
tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Rearbsorbsi di usus berlangsung dengan
baik karena sifat lipofil dari benzodiazepin dengan kadar maksimal dicapai pada
sampai 2 jam. Pengecualian adalah pada penggunaan klordiazepoksida, oksazepam
dan lorazepam. Karena sifatnya yang kurang lipofilik, maka kadar maksimumnya
baru tercapai pada 1-4 jam. Distribusi terutama di otak, hati dan jantung. Beberapa
diantara zat benzodiazepin mengalami siklus enterohepatik.
Jika diberikan suposituria, rearbsorbsinya agak lambat. Tetapi bila diberikan
dalam bentuk larutan rektal khusus, rearbsorbsinya sangat cepat. Oleh karena itu
bentuk ini sangat sering diberikan pada keadaan darurat seperti pada kejang demam.
Karena zat-zat ini bersifat lipofilik, maka sawar plasenta mampu ditembus dan zat-zat
ini dapat mencapai janin. Namun karena aliran darah ke palsenta relatif lambat, maka
kecepatan dicapainya darah janin relatif lebih lambat dibandingkan ke sistem saraf
pusat. Akan tetapi, jika zat ini diberikan saat sebelum lahir, maka akan menimbulkan
penekanan fungsi vital neonatus.
Metabolisme di hati sangat bertanggung jawab terhadap pembersihan dan
eliminasidari semua benzodiazepin. Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase
oksidasi, demetilasi, dan hidroksilasi menjadi bentuk aktif. Kemudian dikonjugasi
mendai glukoronida oleh enzim glukoronil transferase.
Kebanyakan hasil metabolit benzodiazepin golongan long acting adalah dalam bentuk
aktif yang mempunyai waktu paruh yang lebih lama dari induknya. Sehingga lebih
dapat menyebabkan efek hang over dari pada golongan short acting pada penggunaan
dosis ganda.
Yang perlu diwaspadai adalah pada penggunaan golongan short acting lebih dapat
menyebabkan efek abstinens. Efek ini timbul karena penggunaannya dapat menekan
zat endogen. Sehingga pada penghentian mendadak, zat endogen tidak dapat
mencapai maksimal dalam waktu cepat. Sehingga terjadilah gejala abstinens yang
lebih parah daripada sebelum penggunaan zat tersebut.
23

15. Prognosis bonam?
Jawab:
Onset pada usia tua
Faktor pencetus jelas
Onsetnya akut
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan baik
Stressor jelas
Sudah menikah
System pendukung baik.
Gejala neurologis tidak ada

Anda mungkin juga menyukai